Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil
yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi dan dapat menjadi komplikasi pada kehamilan.
Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan (Retno dan
Atika, 2012). Angka kejadian preeklamsi di dunia sebesar 3- 10%, di Indonesia sebesar 9,825,5% (Devi dan Fiki, 2015). Ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10%, 34% diantaranya mengalami preeklampsia, 5% mengalami hipertensi dan 1-2% mengalami
hipertensi kronik (Robson dan Jason, 2012). Menurut Preeclampsia Foundation di negara
berkembang, seorang wanita adalah tujuh kali lebih mungkin untuk mengembangkan
preeklamsia dibandingkan wanita di negara maju. Dari 10-25% dari kasus-kasus ini akan
mengakibatkan kematian maternal (Preeklampsia Foundation).
Komplikasi utama yang menyumbang 80% dari seluruh kematian ibu adalah perdarahan
hebat (kebanyakan perdarahan setelah melahirkan, infeksi (biasanya setelah melahirkan),
tekanan darah tinggi selama kehamilan (preeklampsia dan eklampsia) dan unsafe abortion
(WHO, 2014). Menurut WHO pada tahun 2010 angka kematian ibu di dunia 287.000,
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 angka kematian ibu di
Indonesia tercatat mengalami kenaikan yang signifikan sekitar 359/ 100.000 kelahiran hidup
(Sutrimah et all).
Preeklampsia dapat bermula pada masa antenatal, intrapartum, atau postnatal
(Preeklampsia Foundation). Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk,
kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor risiko terjadinya preeklampsia,
umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan
pada wanita di atas 35 tahun. Faktor risiko lainnya adalah riwayat preeklampsia sebelumnya,
riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih dari satu
orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus, atau rematoid arthritis (Robson, 2012).
Gejalanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya
mengakhiri kehamilan. Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
1

dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,
low platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD) (Sarwono, 2010).
Dampak preeklamsia-eklamsia pada janin dapat mengakibatkan berat badan lahir rendah
akibat spasmus arteriol spinalis deciduas menurunkan aliran darah ke plasenta, yang
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Kerusakan plasenta ringan dapat menyebabkan
hipoksia janin, keterbatasan pertumbuhan intrauterine (IUGR), dan jika kerusakan makin parah
maka dapat berakibat prematuritas, dismaturitas dan IUFD atau kematian janin dalam
kandungan. Dampak preeklamsia-eklampsi pada ibu yaitu solusio plasenta, abruption plasenta,
hipofibrinogemia, hemolisis, perdarahan otak, kerusakan pembulu kapiler mata hingga kebutaan,
edema paru, nekrosis hati, kerusakan jantung, sindroma HELLP, kelainan ginjal. Komplikasi
terberat terjadinya preeklamsiaeklamsia adalah kematian ibu (Devi dan Fiki, 2015).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Preeklampsia adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Preeklampsia merupakan salah satu jenis penyakit yang perlu
diwaspadai. Keadaan ini biasa membahayakan Ibu hamil, karena pada beberapa kasus
preeklampsia dengan komplikasi merupakan penyebab utama kematian pada Ibu hamil
(Yowanty, 2014)

II.2 KLASIFIKASI
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu
1. Pre eklampsia ringan, bila disertai keadaan berikut :
a.Tekanan darah sistole 140 mmHg s/d < 160 mmHg, tekanan diastole 90 mmHg s/d <
110 mmHg. Atau kenaikan tekanan darah sistole> 30 mmHg, kenaikan tekanan darah
diastole hamil). > 15 mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil)
b. Proteinuria kwantitatif 300 mg/24 jam atau lebih per liter atau nilai kwalitatif 1+
atau 2+.
c. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
perminggu.

2. Pre eklampsia berat, bila disertai keadaan berikut :


a. Tekanan darah sistolik 160/110 mmHg dan tekanan diastolic 110 mmHg.
b. Proteinuria> 5 gram/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam.
d. Gangguan Visus dan Cerebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan pandangan
kabur.
e. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
f. Edema paru-paru dan sianosis
3

g. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter


h. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
i. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or reversed
end diastolic velocity (ARDV)
j. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
(POGI, 2016)

II.3 FAKTOR RESIKO


Faktor resiko pre-eklampsia antara lain:
-

Primipara

Riwayat kehamilan dengan preeklampsia

Hipertensi kronis dengan penyakit ginjal kronis atau keduanya

Riwayat trombofilia

Kehamilan multifetus

Fertilisasi in vitro

Riwayat pre-eklampsia pada keluarga

Diabetes mellitus tipe I atau tipe II

Obesitas

Lupus eritematosus sistemik

Usia kehamilan ibu tua (lebih dari 40 tahun) (Kapita Selekta, 2014)

II.4 ETIOLOGI
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabangcabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri
arkuata yang akan bercabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang
menimbulkan degenarasi lapisan otot tersebut sehingga distensi dan vasodilatasi arteri
spiralis yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunann resistensi
4

vaskular dan peningkatan aliran darah pada uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin
pertumbuhan janin dengan baik.
Pada preeklampsi terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri sprialis menjdi kaku
dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga
aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dn iskemia jaringan.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia
yang akan merangsang pemberian radikal bebas yaitu radikal bebas (-OH) yang dianggap
sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga aakan
menjadi nukleus dan protein sel endotel.

3. Teori intoleransi imunologis ibu janin


Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G),
yang berperan penting dalam modulasi peran imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Selain itu HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hypertensi kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
Apabila invasi trofoblas ke dalam desidua terhambat kemungkinan terjadi ImmuneMaladaptation pada preeklampsia.

4. Teori adaptasi kardiovaskuler


Pada hypertensi dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter terhadap bahan-bahan
vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan daya refrakter pada kehamilan yang aka menjadi hypertensi dalam
kehamilan.
5

5. Teori Stimulus Inflamasi


Pada Pre eklampsia terjadi stres oksidatif, sehingga produksi nekrotik trofoblas
meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misal : placenta besar, hamil ganda,
maka reaksi oksidatif akan sangat meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi
inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, yang menimbulkan gejala-gejala pre
eklampsia pada ibu (Sarwono, 2009).

II.5 PATOFISIOLOGI

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme berat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya (mengalami vasokonstriksi) sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan odema yang disebabkan oleh penimbunan air
6

yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi
air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus. Perubahan pada organ-organ yaitu

1. Otak
Pada pre eklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal.
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah
otak. Odema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan
visus bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

2. Plasenta dan Rahim


Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre
eklampsia dan eklampsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya
terhadap rangsang sehingga terjadi partus prematurus.

3. Ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun. Sebagai akibatnya terjadilah
retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga
pada keadaan lanjut dapat terjadi oligouria dan anuria.

4. Paru-paru
Kematian ibu pada pre eklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi
pneumonia, atau abses paru.

5. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre eklampsia berat. Pada eklampsia dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intra okuler dan merupakan salah satu
7

indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan
tanda pre eklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina.

6. Keseimbangan air dan elektrolit


Pada pre eklampsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristoloid, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit. Gula darah kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada
atas normal. Pada pre eklampsia berat dan eklampsia, kadar gula darah naik sementara,
asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan turun.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga
terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih
normal (Apriliani, 2014).

II.6 GEJALA KLINIS


Pasien preeklampsia dapat mengeluhkan hal-hal berikut:
-

Sakit kepala

Gangguan penglihatan; Kabur atau skotoma

Gangguan status mental

Kebutaan dapat bersifat kortikal atau retina

Sesak nafas

Bengkak, dapat terjadi pada kedua kaki ataupun wajah

Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium

Kelemahan atau malaise (Kapita Selekta, 2014)

II.7 DAMPAK
1. Dampak Preeklampsia Pada Ibu
-

Plasenta

Ginjal
8

Hati

Otak

Retina

Paru

Jantung

2. Akibat Pada Janin


Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampia akan hidup dalam rahim dengan
nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini terjadi karena pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke plasenta yang menyempit. Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan
janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat yang rendah (Apriliani,
2009).

II.8 DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Umur > 40 tahun
- Nulipara
- Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
- Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
- Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
- Kehamilan multiple
- IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
- Hipertensi kronik
- Penyakit Ginjal
- Sindrom antifosfolipid (APS)
- Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
- Obesitas sebelum hamil

2. Pemeriksaan Fisik
- Indeks masa tubuh > 35
9

- Tekanan darah diastolik > 80 mmHg


- Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara kuantitatif
300 /24 jam) (POGI, 2016)

3. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung darah perifer lengkap (DPL)
- Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
- Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
- Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
- USG

(terutama

jika

ada

indikasi

gawat

janin/pertumbuhan

janin terhambat)

(www.edukia.org)

II.9 TATA LAKSANA


1. Preeklampsia Ringan
- Istirahat di tempat tidur
- Diit rendah garam
- Valium tab 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tab 30 mg dengan dosis 3 kali 1
sehari
2. Preeklampsia Berat
a. Preeklampsia Berat pada kehamilan < 37 minggu
- Berikan MgSO4 dengan dosis 8 gr intramuskular dilanjutkan 4 gr intramuskular
setiap 4 jam -> jika ada perbaikan, lanjutkan pemberian MgSO4 selama 24 jam sampai
mendapatkan kriteria preeklampsia ringan
- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan monitor keadaan janin
- Jika tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau
tindakan lain
b. Preeklampsia Berat pada kehamilan < 37 minggu
- Penderita rawat inap

Isitrahat

Diit rendah garam dan tinggi protein


10

Berikan MgSO4 8 gr intramuskular di bokong kanan dan kiri

Suntikan diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

Infus dekstrosa 5% dan RL

Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan
interval satu jam, dua jam atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan
darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastole tidak
kurang dari 90 mmHg atau maksimal.

Setelah diberikan MgSO4, lakukan induksi partus dengan atau tanpa


amniotomi dengan menggunakan 1 ampul oksitosin.

II.10 KOMPLIKASI
1. Penyulit ibu
-

Eklampsia

Sistem saraf pusat

11

Pendarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri,


edema retina

Gastrointestinal: subkapsular hematoma hepar, rupture kapsul hepar

Ginjal: Gagal ginjal akut, nekrosis tubuler akut

Hematologic: DIC, trombositopenia, dan hematoma luka operasi

Kardiopulmoner: edema paru kardiogenik dan non kardiogenik, depresi atau arrest,
cardiac arrest, iskemia miokardium

2. Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin adalah intrauterine fetal growth restriction, solusio
plasenta, prematuritas, sindrom distress nafas, kematian janin intaruterine, kematian
neonatal pendarahan intravaskular, sepsis dan cerebral palsy (Sarwono, 2009).

II.11 PENCEGAHAN
1. Istirahat
Istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna dapat menurunkan risiko preeklampsia
dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas. Atau istirahat dirumah 15 menit 2x/hari
ditambah suplementasi nutrisi juga menurunkan risiko preeklampsia. (POGI, 2016)

2. Asupan Garam
Asupan garam harian disarankan untuk tidak di restriksi selama kehamilan untuk
pencegahan preeklampsia.

3. Pemberian Aspirin
Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai pada akhir trimester pertama disarankan pada
perempuan dengan riwayat eklampsia dan kelahiran preterm kurang dari 34 0/7 minggu
atau preeklampsia pada lebih dari satu kehamilan sebelumnya.

4. Pemberian Vitamin C dan E


Untuk mencegah preeklampsia tidak direkomendasikan. (Kapita Selekta, 2014)

12

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ibu A

No. RM

: 34xxxx

TTL

: Komring, 12 Juli 1973

Umur

: 43 Tahun 1 Bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Pangeran Ratu RT 011/005 Kel. 8 Ulu Jakabaring

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir

: Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Tanggal Masuk

: Rabu, 31 Agustus 2016, pukul 14.00

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

: Hendak melakukan operasi karena darah tinggi

Keluhan Tambahan

:-

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku hamil 8,5 bulan. HPHT 4 Desember 2015, HPL 11 September 2016.

G3P2A0 dengan keluhan perut mules, hamil cukup bulan dengan tekanan darah tinggi
dan bekas operasi melahirkan 2 kali. Tidak terdapat keluar air dan darah yang
berlendir.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita keluhan yang serupa sebelumnya seperti sekarang.
Riwayat Penyakit Jantung, Asma, Diabetes Mellitus, dan hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama.
Riwayat Asma, Penyakit Jantung, Hipertensi dan Diabetes Mellitus tidak ada.

13

Riwayat Menstruasi
-Menarche

: 11 tahun

-Lama Haid

: 4 hari

-Siklus Haid

: 28 - 30 hari

-Disertai rasa sakit : tidak

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 x dengan suami sekarang, 10 tahun yang lalu

Riwayat Obstetri
- I. , cukup bulan, 2800, di dokter, sectio caesaria, sehat
- II. , cukup bulan, 2800, di dokter, sectio caesaria, sehat
- III. Sekarang

Riwayat Ginekologi
- Keluarga Berencana (KB)

: KB suntik 3 bulan pada anak pertama dan kedua

- Keputihan

:-

Riwayat operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalisata :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign

: TD = 170/100 mmHg,
N = 81x/menit,
R = 20x/menit,
S = 37oC

14

Tinggi Badan

: 150 cm

Berat Badan

: 62 kg

Kepala

: Normosefal

Mata

: Konjungtiva tak anemis, sklera tidak ikterik/kuning

Telinga

: Tidak ada sekret, tidak ada pendarahan

Hidung

: Tidak ada sekret, tidak ada pendarahan

Mulut

: Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, lidah tidak tremor

Leher

: JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan


tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Dada

: Simetris, tidak ada ketinggalan gerak


Jantung : S1 dan S2 tunggal, regular, tidak ada bising jantung,
Paru : Suara dasar vesicular, suara tambahan : ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada

Abdomen

: buncit sesuai kehamilan, BU (+) N

Anggota Gerak

: Akral Hangat, edema (-)

B. Status Obstetri
TFU

: 28 cm

Bagian Terbawah

: Kepala

DJJ

: 135 x/m

HIS

:-

Pemeriksaan Dalam
Pembukaan cervix: Kuncup
Ketuban

: Utuh

Posisi

: Kepala

Hodge

:I

Slym/Darah

:-

Ukuran Panggul Dalam


15

Promontorium

: Tidak teraba

Conj. Diagonalis

: 13,5

Conj. Vera

: 11,5

Os Sacrum

: Cembung

Spina Isch

: Tidak menonjol

Archus pubis

:Cembung

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
HB

: 11,5

Leukosit

: 10.600

Trombosit

: 318.000

Gol darah

:B

W. Pembekuan

: 4

W. Pendarahan

: 1 30

SGOT

: 18

SGPT

: 22

Ureum

: 21

Kreatinin

: 0,6

BSS

: 114

V. DIAGNOSIS
G3P2A0 hamil aterm dengan PEB + bekas SC 2 kali inpartu JTH preskep

VI. RENCANA TINDAKAN


Observasi tanda vital, his, djj
Observasi kemajuan persalinan
Kolaborasi dengan dokter spesialis

16

VII.TERAPI

IVFD RL gtt XXV

Injeksi MgSO4 40% 8 gr di bokong kanan dan bokong kiri

Injeksi ceftriakson 1 gr

Pasang kateter

Nifedipin tab 3 x 10 mg

Persiapan sectio caesaria cyto jam 16.20

VIII. PELAKSANA OPERASI


-

Pasien supinasi di meja operasi dalam anastesi spinal

Asepsis dan antisepsis di lapangan operasi

Insisi, lahir neonatus hidup

Lahir bayi perempuan 2,8 kg

Plasenta lahir lengkap, katiledon lengkap

Uterus dijahit, evaluasi pendarahan

Lapisan abdomen dijahit, lapis demi lapis

Kulit dijahit subkutikuler dan dipasang plester askina

Eksplorasi vagina, bersihkan

Evaluasi pendarahan

Operasi selesai

IX. FOLLOW UP
Pemantauan Perkembangan Pasien
Tanggal
31/8/2016

Keluhan :

KU : Baik, Sadar, Anemis

- Pasien datang

T : 150/100 mmHg

dari OK jam

P3A0 post SC

- Observasi tanda

dengan bekas
SC 2 kali

N: 90x/menit

18.40 dalam
keadaan sadar

Status obstetrikus:

dengan PEB

vital
- Observasi
pendarahan
- Hubungi dr.

17

penuh
- Habis operasi

pendarahan aktif (-), lokhia


rubra (+)

Penyakit dalam
- IVFD RL + 2

melahirkan

ampul sintolycin

dengan darah

gtt XXV

tinggi

- Kateter
menetap 24 jam
- Injeksi
ceftriaxon (IV)
- Injeksi
metronidazol
(IV)
- Injeksi
transamin
- Pronalges
supp 3x1 relatif
- Nifedipin
3x10 mg jika
TD > 140/90
- Konsul dr.
Penyakit dalam
- Injeksi
MgSO4 40%
boka boki tiap 6
jam sampai
dengan 24 jam
post operasi
- Diet TKTP
- Cek HB post
operasi cito

18

Tanggal
1/9/2016
(12.00)

S
- Nyeri ulu hati
- Tidak bisa

KU : Baik, Sadar, Tak Anemis

P
- IVFD RL :
Futrolit

TD : 130/90 mmHg

tidur

- Injeksi
N : 88x/menit

ranitidin 1

Status obstetri: BU menurun

ampul (iv)
pelan
- Injeksi
ceftriaxon 2 x
1 gr (iv)
- Injeksi
metronidazol
3 x 500 mg
- Injeksi
transamin 3 x
500 mg
- Pronalges
supp 3 x 1
- Diet TKTP
- Konsul dr.
Penyakit
dalam

Tanggal
1/9/2016

S
Nyeri daerah
operasi

O
TD : 140/100 mmHg
R : 24x/menit

A
Post SC

P
- Observasi
tekanan darah
- Observasi
19

S : 36,5oC

Tanggal
2/9/2016

S
Nyeri daerah
operasi

pendarahan

O
TD : 140/100 mmHg

P3A0 post - Observasi


SC hari

R : 24x/menit

berkurang

- Mobilisasi

kedua atas - ASI ekslusif


o

S : 36,5 C

Tanggal
2/9/2016
13.00

S
Keluhan tidak
nyeri

indikasi

O
TD: 120/80

- Kolaborasi

bekas SC

dengan dokter

Post SC

- Aff infus
- Obat oral

Bising usus (+)

1. Cefadroxil 2 x
500 mg
2. Asam
mefenamat 3
x 500 mg
3. Metronidazol
3 x 500 mg
4. Folamil 1 x 1
5. Valsarta 1 x
80 mg
- Ganti perban
- Aff kateter
-

-Pulang besok
pagi

20

Tanggal
3/9/2016

S
Tidak ada

O
TD: 160/100

A
Post SC

- Mobilisasi

P
Boleh pulang

21

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. A 43 tahun datang dengan PEB pada G3P2A0 Hamil 35 minggu belum
inpartu JTH preskep. Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengaku bahwa pada bulan
ketujuh kehamilan tekanan darah meningkat lebih dari 150/100 mmHg serta keluhan keluhan
yang dirasakan selama hamil berupa pandangan kabur, mual muntah serta sakit kepala. Dari
pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan TD 170/100 , status belum terdapat pembukaan,
posisi kepala, hodge I, Karena terdapat kontraindikasi terhadap persalinan pervaginam berupa
hipertensi dan terdapat riwayat sectio caesaria 2 kali. Lahir bayi perempuan 2800 gram.
Selanjutnya akan dibahas:

1. Ketepatan Diagnosis
Pasien didiagnosis dengan G3P2A0 35 minggu, tunggal, hidup persentasi kepala
dengan preeklampsia berat. Pasien didiagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria
kehamilan, diantaranya tanda tanda tidak pasti kehamilan: amenorrhea, perut membesar,
stria gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti kehamilan: adanya gerak janin,
pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin, terdapat detak
jantung janin. Usia kehamilan pasien ini dapat ditentukan dengan HPHT yaitu 35
minggu. Pemeriksaan tinggi fundus uteri 28 cm dengan tafsiran berat badan janin adalah
2,325 kg, kehamilan ini sudah cukup bulan tetapi tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Pada usia kehamilan 35 minggu seharusnya tinggi fundus uteri diukur
dari simfisis adalah 31-32 cm. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan leopold yang
memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di
bagian fundus, punggung di sebelah kiri, dan ekstremitas disebelah kanan serta kepala
berada di bagian bawah dan belum masuk pintu atas panggul serta pada pemeriksaan
detak jantung bayi didapat hasil 135 x/menit.
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan karena pasien mengeluh nyeri kepala
dan muntah, didukung dengan pemeriksaan fisik didapatkan 170/100 sehingga didiagnosa
preeklampsia berat.

22

2. Ketepatan Penanganan Kasus


Penanganan di rumah sakit sudah tepat yaitu dilakukan terminasi kehamilan dengan
sectio caesaria. Alasan dilakukan operasi sectio caesaria:
- Riwayat sectio caesaria 2 kali: karena uterus yang memiliki jaringan parut dapat terjadi
ruptur uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya,
klien dengan jaringan perut melintang ya terbatas di segmen uterus bawah kemungkinan
terjadi robekan jaringan parut di kehamilan berikutnya.
- Preeklampsia berat: merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian
maternal dan menghindari terjadi eklampsia.

3. Apa penyebab preeklampsia pada kasus ini.


Faktor predisposisi dari preeklampsia adalah primipara, riwayat kehamilan dengan
preeklampsia, hipertensi kronis dengan penyakit ginjal kronis atau keduanya, riwayat
trombofilia, kehamilan multifetus, riwayat pre-eklampsia pada keluarga, diabetes mellitus
tipe I atau tipe II, obesitas, lupus eritematosus sistemik, usia kehamilan ibu tua (lebih dari
40 tahun). Keadaan yang mungkin memberikan kontribusi adalah karena usia kehamilan
ibu tua yaitu lebih dari 40 tahun. Usia ibu di atas 35 tahun dianggap rawan karena fungsi
organ reproduksinya sudah mulai menurun, jalan lahir juga sudah tambah kaku dan ini
dapat merugikan Ibu maupun anak yang dikandungnya. sehingga bisa mengakibatkan
pendarahan pada proses persalinan dan preeklampsia.

23

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini adalah:


1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yaitu G3P2A0 35 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, persentasi kepala dengan
preeklampsia berat.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terminasi kehamilan
dengan melakukan sectio caesaria.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Wulandari, R & Firnawati, F.A. 2012. Faktor Resiko Kejadian Preeklampsia Berat Pada
Ibu Hamil di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan 1 (5) 2012, pp. 29-35.
2. Kurniasari, D & Arifandini, R. 2015. Hubungan Usia, Paritas dan Diabetes Mellitus Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumbia Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Holistik 3 (9), pp.
142-150.
3. Robson, Elizabeth S dan Jason Waugh. 2012. Patologi pada kehamilan. Jakarta: EGC.
4. Preeklampsia Foundation Preeclampsia dan International Maternal Mortality: The Global
Burden
of
The
Disease
(Sumber
Online_.
Tersedia
dari:
URL
http://www.preeclampsia.org/component/;fytenbloggie/2013/05/01/188.
5. WHO.
Maternal
Mortality.
(Sumber
Online).
Tersedia
dari:
URL:
http://who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en.
6. Sutrimah, Mifbakhuddin, Wahyuni, D. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Kejadian Preeeklampsia Pada Ibu Hamil di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Nusantara; 2010.
8. Hadjiko, Y. 2014. Hubungan Karateristik Ibu Hamil Dengan Kejadian Preeklampsia.
Artikel. Prodi Keperawatan.
9. Tanto, C; Liwang, F; Hanifati, S & Pradipta, E.A. eds. 2014. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
10. Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. EGC: Jakarta.
11. http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-8-hipertensi-dalam-kehamilan-preeklampsia-daneklampsia/

12. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia, POGI 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai