Anda di halaman 1dari 16

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi atau peradangan dari meninges,
lapisan yang tipis atau encer yang mengepung otak da jaringan saraf dalam
tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa,
yang dapat terjadi secara akut dan kronis (Harsono dalam Israr, 2008).
Meningitis adalah infeksi yang menular sama seperti flu, pengantar
virus meningitis, berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokkan atau
hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan
kepada orang lain menghirup udara tersebut (Israr, 2008).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang
meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis
purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan
penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,
cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Bakteri-bakteri ini
disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran
darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya
sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak

B. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi
seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang
belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh
virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Meningitis Bakter
Bakteri ; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok),

Neisseria

meningitis

haemolyticuss,

Staphylococcus

(meningokok),

aureus,

Haemophilus

Streptococus
influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.


Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah
haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus
group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan
Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda
asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya
neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul
di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya
tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan
peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan
mengalami infark
2. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini
biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh
virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang
biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis
virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.
Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.
C. Manifestasi Klinik
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif


dan koma
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda, sebagai berikut :
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher
b. Tanda kernik positif : ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan
sempurna
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien difleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia atau sensitif yang berlebihan pada cahaya
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan

ciri

menyolok

pada

meningitis

meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tibatiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata
D. Komplikasi
1. Hidrocefalus obstruktif
2. Meningococcl Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok,DIC, perdarahan adrenal
bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah


sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
normal, kultur (-).
Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan
kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa
mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
F. Penatalaksanaan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test
darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan
pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam
mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting
apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar
puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai
meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah
langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau
menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.

Beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus


meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau
cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria
monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem
(meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada
gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock
dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
3. Riwayat kesehatan sekarang
Aktivitas

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).


Tanda : Ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, endokarditis dan PJK.
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan

nadi berat, taikardi, disritmia.


Eliminasi

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.


Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran
mukosa kering.

Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan
yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang,
diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : Letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi
dan

halusinasi,

kehilangan

memori,

afasia,anisokor,

nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda


brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,
babinski

positif,reflek

abdominal

menurun

kremastetik hilang pada laki-laki.


Nyeri/keamanan

Gejala : Sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).


Tanda : Gelisah, menangis.
Pernafasan

dan

reflek

Gejala : Riwayat infeksi sinus atau paru.


Tanda : Peningkatan kerja pernafasan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
2. Resiko infeksi
3. Resiko cedera
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kelemahan
otot.

C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC:
Hipertermia berhubungan dengan
NIC :
Thermoregulasi
peningkatan suhu tubuh
1 Monitor suhu sesering mungkin
2 Monitor warna dan suhu kulit
DO/DS:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
kenaikan suhu tubuh diatas rentang selama..pasien menunjukkan :
4 Monitor penurunan tingkat kesadaran
normal
Suhu tubuh dalam batas normal dengan 5 Monitor WBC, Hb, dan Hct
serangan atau konvulsi (kejang)
kreiteria hasil:
6 Monitor intake dan output
kulit kemerahan
Suhu 36 37C
7 Berikan anti piretik:
pertambahan RR
Nadi dan RR dalam rentang normal
8 Kelola Antibiotik:..
takikardi
Tidak ada perubahan warna kulit dan
9 Selimuti pasien
Kulit teraba panas/ hangat
tidak ada pusing, merasa nyaman
10 Berikan cairan intravena
11 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
12 Tingkatkan sirkulasi udara
13 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa
Diagnosa Keperawatan

Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan
patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak adekuat
(kerusakan kulit, trauma jaringan,
gangguan peristaltik)

NIC :
NOC :
Pertahankan teknik aseptif
Immune Status
Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge : Infection control
3 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Risk control
tindakan keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
selama pasien tidak mengalami
pelindung
5 Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
infeksi dengan kriteria hasil:
dengan petunjuk umum
Klien bebas dari tanda dan gejala
6
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
infeksi
menurunkan infeksi kandung kencing
Menunjukkan kemampuan untuk
7 Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi
8 Berikan terapi antibiotik : ...............
Jumlah leukosit dalam batas normal
9 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
Menunjukkan perilaku hidup sehat
dan lokal
Status
imun,
gastrointestinal, 10 Pertahankan teknik isolasi
11 Inspeksi kulit dan membran mukosa
genitourinaria dalam batas normal
terhadap kemerahan, panas, drainase
12 Monitor adanya luka
13 Dorong masukan cairan
14 Dorong istirahat
15 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam

Risiko Cedera

NOC :
NIC
:
Environment
Management
Risk Kontrol
(Manajemen lingkungan)
Immune status
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Faktor-faktor risiko :
Safety Behavior
pasien
2.
Identifikasi
kebutuhan
keamanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Eksternal
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
- Fisik (contoh : rancangan struktur selama. Klien tidak mengalami injury
fungsi kognitif pasien dan riwayat
dan arahan masyarakat, bangunan dengan kriterian hasil:
penyakit terdahulu pasien
dan atau perlengkapan;
mode Klien terbebas dari cedera
3.
Menghindarkan
lingkungan
yang
transpor atau cara perpindahan; Klien mampu menjelaskan cara/metode
berbahaya (misalnya memindahkan
untukmencegah injury/cedera
Manusia atau penyedia pelayanan)
perabotan)
- Biologikal ( contoh : tingkat Klien mampu menjelaskan factor risiko
4. Memasang side rail tempat tidur
dari lingkungan/perilaku personal
imunisasi
dalam
masyarakat,
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman
Mampumemodifikasi
gaya
hidup
mikroorganisme)
dan bersih
- Kimia (obat-obatan:agen farmasi,
untukmencegah injury
6. Menempatkan saklar lampu ditempat
alkohol, kafein, nikotin, bahan Menggunakan fasilitas kesehatan yang
yang mudah dijangkau pasien.
7.
Membatasi pengunjung
pengawet, kosmetik; nutrien: vitamin,
ada
8.
Memberikan penerangan yang cukup
jenis makanan; racun; polutan)
Mampu mengenali perubahan status
9. Menganjurkan
keluarga
untuk
kesehatan
menemani pasien.
Internal
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Psikolgik (orientasi afektif)
11. Memindahkan barang-barang yang
- Mal nutrisi
dapat membahayakan
- Bentuk darah abnormal, contoh :
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
leukositosis/leukopenia
keluarga atau pengunjung adanya
- Perubahan faktor pembekuan,
perubahan status kesehatan dan

Trombositopeni
Sickle cell
Thalassemia,
Penurunan Hb,
Imun-autoimum tidak berfungsi.
Biokimia, fungsi regulasi (contoh :
tidak berfungsinya sensoris)
Disfugsi gabungan
Disfungsi efektor
Hipoksia jaringan
Perkembangan
usia
(fisiologik,
psikososial)
Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak
utuh, berhubungan dengan mobilitas)

penyebab penyakit.

Nyeri akut berhubungan dengan NOC :

NIC :

agen cedera biologis (sakit kepala)

Pain Level,

DS:
Laporan secara verbal

pain control,

komprehensif

comfort level

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

DO:
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan
Posisi untuk menahan nyeri
Tingkah laku berhati-hati
selama . Pasien tidak mengalami nyeri,
Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau, dengan kriteria hasil:
menyeringai)
Mampu mengontrol nyeri (tahu
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan persepsi
penyebab
nyeri,
mampu
waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan
menggunakan
tehnik
lingkungan)
nonfarmakologi
untuk
Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau
mengurangi
nyeri,
mencari
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
bantuan)
Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan
Melaporkan
bahwa
nyeri
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
berkurang dengan menggunakan
Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
manajemen nyeri
kaku)
Mampu mengenali nyeri (skala,
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel,
intensitas, frekuensi dan tanda
nafas panjang/berkeluh kesah)
nyeri)
Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

1. Lakukan

pengkajian

nyeri

secara

termasuk

lokasi,

dan faktor presipitasi


2. Observasi reaksi nonverbal
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan

keluarga

dari
untuk

mencari dan menemukan dukungan


4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi

nyeri

seperti

suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan


5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan
tentang
farmakologi:

napas

teknik
dala,

non

relaksasi,

distraksi, kompres hangat/ dingin


8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
9. Tingkatkan istirahat

Menyatakan rasa nyaman setelah


nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur

10. Berikan informasi tentang nyeri seperti


penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang

dan

antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur


11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C.


M. (2013). Nursing Intervention Classificatiun (NIC).
America: Loren Wilson.
Heather, H.T. (2015). Nanda international inc. diagnosis
keperawatan: Definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta:EGC
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013).
Nursing Outcomes Classification (NOC). America: Loren
Wilson.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jakarta:
Mediacation.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. c., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Sudoyono, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKU.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS
LONTARA 3 NEURO
RSUP. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH :
Ardiya Nikmat
C 121 12 278
CI Instituti

CI Lahan

(____________________)

(____________________)

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2016

Anda mungkin juga menyukai