KELOMPOK 5 :
AKWAL
DWI SHELY NATALIA
MARIASTUTI
FAISAL
F
F
F
F
221
221
221
221
10
10
10
10
002
018
019
088
TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO
JAWABAN:
1. *Kota Palu merupakan ibukota provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki kepadatan
penduduk paling besar dibandingkan kota lainnya di Sulawesi Tengah. Akibat
kepadatan penduduk ini sehingga memunculkan banyak permasalahan lingkungan
karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang baik.
Salah satu masalahnya adalah mengenai sampah hasil buangan masyarakat baik
dalam rumah tangga, industri, pasar maupun tempat-tempat umum lainnya. Tidak
adanya kesadaran masyarakat menyebabkan timbunan sampah yang banyak di
lingkungan masyarakat. Meskipun pemerintah telah berusaha mengelola
persampahan dengan adanya instansi yang mengelola persampahan tersebut
namun sampah tersebut akhirnya hanya ditumpuk pada suatu tempat pembuangan
akhir (TPA) di kelurahan Kawatuna. Sampah ini menjadi masalah lingkungan yang
besar ketika tidak diolah dengan baik dan hanya dibiarkan menumpuk begitu saja.
Sampah yang dihasilkan ini sangat beragam mulai dari sampah organik, plastik,
kertas, dan lain-lain. Sumber sampah antara lain adalah sampah rumah tangga,
sampah perdagangan, sampah industri, sampah dedaunan di jalanan dan sampaih
pinggiran jalan (trotoar).
Sampah yang menumpuk di TPA Kawatuna pada awalnya belum memberikan
dampak negatif yang besar karena jumlahnya yang masih relatif sedikit. Namun
seiring waktu berjalan, tumpukan sampah kian menggunung sampai 7 lapisan
bahkan telah dibuat area baru yang sangat luas untuk menampung sampah
tersebut. Tumpukan sampah ini telah menyebabkan pencemaran tanah di sekitar
TPA, bahkan sempat terjadi pencemaran oleh gas metan yang dihasilkan oleh
tumpukan sampah tersebut. Hal ini terjadi karena sampah organik yang menumpuk
* Penumpukkan sampah di TPA ini sangat berdampak pada lingkungan sekitar TPA.
Di sekitar TPA ini banyak pemukiman warga miskin yang pekerjaan sehari-harinya
adalah memulung sampah yang dapat di daur ulang. Kondisi di sekitar TPA ini
sangat memprihatinkan karena baik masyarakat di sekitar maupun ternak mereka
telah tercemar dengan sampah di TPA tersebut. Ternak mereka yang berupa sapi
dan kambing banyak memakan sampah yang ada di TPA tersebut dan hal ini
tentunya sangat berbahaya apabila manusia mengkonsumsi tenak tersebut karena
dikhawatirkan telah memakan racun dari sampah. Jika dimakan oleh manusia maka
racun akan terakumulasi dalam darah dan menyebabkan banyak penyakit.
Kalau saja hal ini tidak segera di tangani dengan baik, beberapa tahun mendatang
bukan hal yang tidak mungkin Kota Palu akan menjadi Kota sampah. Jadi
sebenarnya sangat penting diperhatikan masalah manajemen sampah yang efektif
dan perlunya kemauan politik dari pemerintah dan didukung oleh masyarakat untuk
membuat PERDA masalah sampah dan kebersihan kota dan bisa terimplementasi
secara lebih efektif. Kesadaran masyarakat untuk membantu terciptanya kebersihan
kota itu penting tapi jauh lebih penting terciptanya kerjasamanya yang baik antara
*lingkungan sumber daya alam yang terdapat di Sulawesi tengah cukup beragam
salah satunya yang dapat menjadi aset bagi kota palu ialah kawasan hutan
konservasi Taman Nasional Lore Lindu.
*Propinsi
Sulawesi
Tengah
mempunyai kawasan hutan seluas
4.394.932 hektar dan 676.248
hektar
diantaranya
merupakan
kawasan
konservasi
termasuk
didalamnya Taman Nasional Lore
Lindu (TNLL). Taman Nasional Lore
Lindu yang terletak di selatan
kabupaten Donggala dan bagian
barat kabupaten Poso menjadi
daerah tangkapan air bagi 3 sungai
besar di Sulawesi Tengah, yakni
sungai Lariang, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Disamping sumberdaya hutan,
TNLL memiliki kekayaan berupa keragaman flora dan fauna (endemik) yang sangat
tinggi sehingga TNLL merupakan bio diversity yang tak ternilai harganya. Oleh
karena itu TNLL perlu dijaga kelestariannya sehingga dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu sesuai UU No. 5
Tahun 1990, pengelolaan TNLL diarahkan pada tiga hal yakni : perlindungan sistem
penyanggah kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan serta satwa,
dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta
ekosistemnya. Sumber daya hutan TNLL memiliki kawasan seluas 217.991,18
hektar dan diperkirakan memiliki sekitar 5000 spesies tumbuhan tinggi yang
tersebar pada hutan dataran rendah, hutan pegunungan rendah, hutan kayu elfin
dan hutan sekunder. Beberapa tumbuhan endemik seperti wanga (jenis palma),
eucalyptus atau leda merupakan jenis flora khas yang terdapat di TNLL dengan
habitat yang spesifik tumbuh di daerah berair di sekitar sungai,
3.
*Masalah sampah di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah setiap saat jadi topik
pembicaraan di Media masssa dan Media Sosial, di warung-warung kopi dan di cafecafe. Walaupun pemerintah kota beberapa waktu lalu telah melaunching kampanye
kebersihan kota dengan meminjam istilah asing (Bhs Inggris) Jargon "Safe, Green
and Clean yang artinya kota Palu "Aman (Safe), Green (Hijau) dan Clean (Bersih),
sampai saat ini menurut sejumlah masyarakat belum banyak perubahan dan
prestasi di bidang kebersihan yang telah dicapai. Bahkan juga Pemerintah Kota
sempat melakukan kerjasama dengan perguruan Tinggi dan Pemerintah Kota di
Eropa dan juga pihak-pihak ke dua belah pihak sempat berkunjung (Saling
4.*sebagai kota yang memiliki jalur sungai kota palu dan sekitarnya tidak luput dari
bencana banjir,seperi yang terjadi di wilayah kabupaten parigi moutong dan yang
baru-baru terjadi di kota palu yaitu meluapnya sungai Poboya di kecamatan
Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah
Bencana gempa bumi juga kerap menimpa kota palu dan sekitarnya yakni yang
terjadi di Kabupaten Sigi di tiga kecamatan yakni Gumbasa, Kulawi dan Lindu
Pencemaran lingkungan yang terjadi di kota palu ialah Pencemaran kandungan
mercuri di udara di daerah penambangan poboya
* Saat ini pemerintah Kota Palu bekerja sama dengan pemerintah Kota Boras,
Swedia dalam hal pengelolaan sampah di TPA Kawatuna secara khusus dan
pengelolaan lingkungan Kota Palu secara umum. Bentuk kerja sama tersebut yaitu
dengan dibentuknya Organisasi Pengelolaan Sampah Kota Palu atau Waste
Recovery Domestic of Palu City (WRD) yang telah berdiri sejak 5 Februari 2011.
Selain pemerintah, instansi perguruan tinggi juga bekerja sama dalam pengelolaan
sampah ini yaitu antara Universitas Tadulako dari Kota Palu dengan University of
Boras-Swedia.
Penjajakan kerja sama antara kedua pihak ini dilakukan dengan
penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang berisi keinginan untuk melakukan :
1. Kerja sama dengan Kota Boras terutama di bidang pengelolaan sampah
khususnya pembangunan instalasi pengelolaan sampah dan pengembangan
energi biogas.
2. Capasity building melalui University of Boras-Swedia dan Universitas
Tadulako.
5. Mitigasi dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily atinya pengurangan.
Sedangkan adaptation atau adaptasi artinya penyesuaian diri. Kedua istilah ini
menjadi penting karena menyangkut strategi menghadapi perubahan alam. Melalui
mitigasi, usaha yang dapat dilakukan adalah mengurangi sebab pemanasan global
dari sumbernya. Gunanya agar laju pemanasan itu melambat. Dan pada saat
bersamaan, dapat dilakukan persiapan diri untuk beradaptasi dengan perubahan
yang ada. Sehingga diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang menjamin
kelangsungan hidup manusia.
Dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta lingkungan seperti
pengelolaan sampah, bike to work, mengurangi penggunaan plastik, menggunakan
AC yang non CFC, hemat energi dan lain sebagainya. Sedangkan beradaptasi dapat
dilakukan dengan melakukan penataan lansekap lingkungan, penghijauan, menjaga
daerah resapan, re-use, recycling dan lain-lain.
saja terhadap emisi gas tersebut, prioritas yang paling mendesak adalah
menemukan berbagai cara untuk mengatasi kondisi lingkungan hidup yang baru ini
beradaptasi. Meski mereka tidak menyebutnya dengan istilah adaptasi, banyak
yang telah berpengalaman dalam adaptasi ini. Orang-orang yang tinggal di daerah
yang rawan banjir, misalnya, sejak dulu sudah membangun rumah panggung. Para
petani di wilayah yang sering mengalami kemarau panjang sudah belajar untuk
melakukan diversifikasi pada sumber pendapatan mereka, misalnya dengan
menanam tanaman pangan yang lebih tahan kekeringan dan dengan
mengoptimalkan penggunaan air yang sulit didapat, atau bahkan berimigrasi
sementara untuk mencari kerja di tempat lain. Yang masih perlu dilakukan sekarang
ini adalah mengevaluasi dan membangun di atas kearifan tradisional yang sudah
ada itu untuk membantu rakyat melindungi dan mengurangi kerentanan sumbersumber nafkah mereka.
Adaptasi dalam perencanaan pembangunan
Yang jadi masalah saat ini adalah bahwa adaptasi dapat dilihat hanya sebagai
masalah lingkungan hidup semata dan merupakan tanggung jawab Kementerian
Lingkungan Hidup. Padahal, semua departemen pemerintahan dan badan
perencanaan nasional perlu mempertimbangkan dampak perubahan iklim ini ke
dalam program masing-masing. Berbagai persoalan besar seperti pengentasan
kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, perencanaan tata ruang, ketahanan
pangan, pemeliharaan infrastruktur, pengendalian penyakit, perencanaan
perkotaan, semuanya mesti ditinjau ulang dari perspektifperubahan iklim.
Tantangannya adalah membuat perencanaan pembangunan menjadi tangguh
terhadap iklim. Dampak perubahan iklim terhadap ekonomi dan pembangunan
manusia harus dievaluasi secara seksama dan dipetakan. Kemudian strategi
adaptasi harus diintegrasikan ke dalam berbagai rencana dan anggaran, baik pada
tingkat pusat maupun daerah. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan harus
ditingkatkan di bidang-bidang yang khusunya rentan terhadap perubahan iklim dan
dibutuhkan berbagai investasi tambahan untuk menggiatkan pengurangan risiko
bencana.
Semua upaya ini juga harus dipadukan ke dalam berbagai upaya di tingkat
masyarakat dan rumah tangga. Bagaimanapun, masyarakat sudah berpengalaman
lama dalam beradaptasi dengan berbagai tindakan yang sudah dipraktikkan
selama berabad-abad. Orang-orang yang tinggal di wilayah yang rentan banjir sejak
dulu membangun rumah panggung dan banyak masyarakat masa kini masih
meneruskan praktik ini, meski bahan-bahan yang digunakan sudah modern seperti
tiang beton atau genteng besi.Di wilayah rawan longsor, orang-orang membangun
tanggul penahan longsor yang kukuh. Para petani yang terpapar kemarau panjang
sudah belajar untuk mendiversifikasikan sumber pendapatan mereka, menanam
tanaman pangan yang tahan kekeringan dan mengoptimalkan penggunaan air yang
terbatas, bahkan bermigrasi sementara untuk mencari pekerjaan di tempat lain.
Apakah itu melalui prakarsa di tingkat publik atau individual, adaptasi hendaknya
mencakup
penguatan
sumber-sumber
penghidupan
dan
mengurangi
kerentanannya.Hal ini akan mempersyaratkan suatu perubahan dalam arah
pembangunan.
Di masa lalu sebagian besar pembangunan di Indonesia didasarkan pada eksploitasi
sumber daya alam dengan manfaat ekonomi yang dinikmati di perkotaan dan
biaya lingkungannya dibebankan ke wilayah pedesaan. Pola itu harus diubah. Baik
masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan sudah seyogyanya menargetkan
pembangunan manusia yang berkelanjutan dan ancaman perubahan iklim kini
makin mendesakkan kepentingannya. Jika kita tidak mengubah
pola
pembangunan,maka seluruh sumber daya yang tersedia bagi rakyat pangan, air,
dan wilayah pemukiman kemungkinan dapat menjadi makin sulit didapat.
Perubahan pola pembangunan ini memerlukan strategi adaptasi yang lebih luas
yang melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta memadukan
antara pendekatan pada tingkat pemerintahan dan kelembagaan dengan
pendekatan bottom-up yang berakar pada pengetahuan kewilayahan, kebangsaan,
dan lokal. Sementara adaptasi merupakan faktor vital dalam seluruh aktivitas
pembangunan, secara khusus adaptasi penting dilakukan dalam bidang-bidang
pertanian,wilayah pesisir, penyediaan air, kesehatan dan wilayah perkotaan,
dengan air memainkan peran lintas sektoral di berbagai bidang ini.
Adaptasi dalam pertanian
Di antara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah para petani
Indonesia. Sejauh ini, para petani diJawa berhasil menanam padi dua kali dalam
setahun, tetapi dengan perubahan iklim, panen kali kedua tampaknya akan menjadi
lebih rentan. Oleh karena itu, para petani yang sudah banyak berpengalaman
mengatasi dampak buruk kejadian iklim yang ekstrem akan harus lebih banyak
beradaptasi lagi di masa mendatang. Mereka, misalnya akan perlu
mempertimbangkan berbagai varietas tanaman pangan. Beberapa jenis tanaman
pangan memiliki kapasitas adaptasi secara alamiah, seperti jenis padi hasil
persilangan yang berbunga pada waktu dini hari sehingga dimungkin terhindar dari
suhu lebih tinggi di siang hari. Para petani juga mungkin dapat menggunakan
varietas yang lebih mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrem kemarau
panjang, genangan air, intrusi air laut atau berbagai varietas padi yang lekas
matang yang cocok untuk musim hujan yang lebih pendek. Para petani juga perlu
mengupayakan cara-cara untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan bahanbahan organik bagi tanah supaya lebih mampu menahan air yaitu dengan
menggunakan lebih banyak pupuk alamiah
Prioritas lainnya adalah pengelolaan air yang lebih baik. Caranya mungkin adalah
dengan lebih banyak berinvestasi untuk irigasi dan juga dalam menampung dan
menyimpan air untuk menyeimbangkan peningkatan curah hujan di bulan April,
Mei dan Juni, dengan penurunan curah hujan di bulan Juli, Agustus, dan September.
Para petani mungkin akan lebih tangguh menghadapi perubahan iklim bila mereka
memiliki perkiraan cuaca yang akurat dan tahu bagaimana harus merespon
perubahan itu. Jika, misalnya, mereka dapat menyesuaikan waktu tanam dengan
turun hujan pertama, mereka akan dapat memanen hasil yang lebih baik karena
tanaman pangan mereka memperoleh lebih banyak unsur penyubur. Atau jika
mereka tahu tahun itu akan menjadi tahun kemarau, maka mereka dapat
mengganti tanaman pangan mungkin dengan menanam kacang hijau, dan bukan
padi. Mereka juga dapat beralih ke tanaman pangan yang lebih tinggi nilai jualnya
meski hal ini bergantung pada kualitas benih dan masukan serta berbagai bantuan
tambahan. Sementara itu mereka juga dapat melakukan penyesuaian antara
menanam tanaman pangan dan memelihara ternak. Akhirnya, para petani yang
tengah menghadapi atau sudah mengalami tahun gagal panen, dapat beradaptasi
dengan bekerja di bidang non-tani,mungkin dengan bermigrasi sementara ke
daerah lain atau ke kota lain.
Saat ini meski para petani ini sudah mendapatkan informasi dari Badan Meteorologi
dan Geofisika,mereka mungkin tidak tahu bagaimana menginterpretasikan
informasi itu. Suatu prakarasa untuk menjembatani hal ini adalah Sekolah Lapang
Iklim seperti yang diadakan di Indramayu yang bertujuan menerjemahkan perkiraan
ilmiah iklim ke dalam bahasa petani yang lebih sederhana dan melatih para petani
untuk merespon.
Jika para petani memiliki akses ke informasi dan sarana yang tepat mereka akan
dapat melakukan sendiri adaptasi yang dibutuhkan. Namun, sebagian dari mereka
akan lebih sulit melakukan adaptasi, entah itu karena tanah garapan mereka tidak
subur,misalnya, atau karena pasokan air tidak memadai, atau karena mereka tidak
memiliki modal. Selain itu, mereka juga mungkin menghadapi berbagai kendala
kelembagaan atau kultural.Dalam berbagai kasus seperti ini, pemerintah bisa
membantu melalui intervensi yang langsung dan terencana, dengan menyediakan
pengetahuan baru atau peralatan baru atau mencarikan teknologi-teknologi baru.
Adaptasi di wilayah pesisir Penduduk yang menghadapi masalah kenaikan muka
air laut dapat melakukan tiga strategi umum: membuat perlindungan, yaitu
dengan menanam tanaman penghadang seperti pohon mangrove; mundur,
dengan bermukim jauh dari pantai, atau melakukan penyesuaian yaitu misalnya,
dengan beralih ke sumber-sumber nafkah yang lain.
Adaptasi untuk penyediaan air
Kita akan perlu menerapkan pengelolaan sumber air yang lebih terpadu dengan
melestarikan ekosistem disertai perbaikan waduk-waduk dan infrastruktur lainnya.
Adaptasi untuk bidang kesehatan
Dengan lingkungan hidup yang lebih sulit nanti, kita perlu memperkuat layanan
Dampak
Adaptasi
Pengairan
Ekosistem
Darat
Peningkatan salinitas
pertanian dan aliran air
air,
Kepunahan
Hayati
di
Pengelolaan
lahan,
Perlindungan thd. Kebakaran
Invasi Gulma
Pengelolaan Pertamanan
Ekosystem
Pantai
Penurunan produktivitas,
banjir
dan
kekeringan,
kebakaran hutan
Pertanian
dan
kehutanan
Limbah beracun
Hortikultur
Perikanan
Perubahan tangkapan
Perumahan,
industri
Kesehatan
Ekspansi
penyakit
dan
perluasan
Relokasi
Monitoring, pengelolaan
perencanaan
vektor Karantina,
eradikasi
pengendalian
atau
Dalam UU no 6 tahun 1994 jika negara bukan anggota Annex I ikut dalam upaya
menekan emisi GRK ataupun melakukan upaya-upaya adaptasi terhadap dampak
perubahan iklim, maka dalam melakukan upaya tersebut berhak menggunakan
dana Climate Change Fund yang disediakan oleh UNFCC.
Agar dapat
memanfaatkan dana ini Indonesia harus melakukan beberapa tahapan antara lain
( Murdiyarso, 2001 ; Boer, 2001):
Kajian ilmiah dan kemampuan prediksi serta analisis dampak perubahan iklim
DAFTAR PUSTAKA
http://kazmyrkimia09.blogspot.com/2012/05/kajian-lingkungan-pertambanganpoboya.html
http://sosialhumaniora.blogspot.com/2012/08/masalah-sampah-dan-harapan-ygbelum.html
http://indosmarin.com/20080902-dampak-perubahan-iklim-negara-coral-triangleambil-antisipasi.html