Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Hari Santri Nasional

Dari Rahim Pesantren Untuk Indonesia yang Berperadaban


Oleh : Sulthon Auliya.
Pemerintah melalui keputusan Presiden Joko Widodo Nomor 22 Tahun 2015 tentang
penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Pengukuhan yang sangat bermakna
mengingat peran santri dalam mengupayakan tumbuh kembangnya Indonesia dan tetap setia
membentengi keutuhan NKRI.
Flashback sejarah mengutip dawuh beberapa pendapat Ulama diantaranya KH. Abdul Mukti,
Syekh Musa dan KH. Hasyim Asyari pada saat itu bahwa Soekarno tidak mau
memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia karena dihalangi Inggris, bahwa
Indonesia akan dibuat seperti Hiroshima dan Nagasaki, tapi didorong dan dibantu oleh para
Ulama agar soekarno segera memproklamirkan Kemerdekaan Negara dan Bangsa Indonesia,
menurut pendapat Ulama saat itu (bertepatan dengan hari jumat legi tanggal 9 ramadhan
1364 H atau 17 agustus 1945 M) apa bila tidak segera memproklamirkan Kemerdekaan
Negara dan Bangsa kita sekarang, maka kita harus menunggu Kemerdekaan Negara dan
bangsa ini selama 300 tahun mendatang.
Oleh Karena itu, kemerdekaan oleh para pendahulu, dinilai dan dituliskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, terwujudnya berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, maka
bangsa dan Negara Indonesia menjadi merdeka. Para ulama bersama pimpinan nasional
sehari setelah Proklamasi, 18 Agustus atau 10 Ramadhan 1364, terdiri dari:
K.H Wahid Hasyim
Ki Bagus Hadikusuma
Kasman Singodimejo
Mohammad Hatta
Teuku Mohammad Hasan
Lima tokoh ini berhasil merumuskan ideologi Pancasila dan Konstitusi, Undang-Undang
Dasar 1945, kemudian diserahkan untuk disyahkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) di Jakarta, pada hari dan tanggal yang sama, sabtu pahing, 18 Agustus atau
10 Ramadhan 1364. Dari kutipan sejarah diatas Mungkinkah bangsa Indonesia merdeka, bila
tanpa peran aktif para Ulama dan Santri?

Dalam kesempatan ini penulis mengajak merefleksikan peran santri dalam mengamalkan
ilmunya untuk selalu memberikan service kemanfaatan di tengah masyarakat baik dalam era
Kemerdekaan maupun dalam menjaga Kemerdekaan yang sebenarya. Pesantren yang
notabenenya merupakan lembaga pendidikan asli bercorak nusantara. Budaya pesantren yang
erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan adalah representatif kelestarian nilai-nilai kearifan
lokal (wisdom lokal) yang dapat mereduksi pemikiran masyarakat khususnya generasi muda
untuk selalu membentengi budaya nusantara dari masuknya nilai-nilai budaya dan agresi
pemikiran luar yang berupaya menggeser budaya dan kebiasaan masyarakat demi misi
kepentingan penjajahan (hidden mission) di sektor pengaruh paradigma berfikir, ekonomi dan
peluang penjajahan yang lain.
Pesantren adalah tameng yang mampu membentengi upaya konstruktif dari kaum orientalis. .
Santri seyogyanya peka terhadap isu-isu yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
Pesantren adalah jawaban dari milyaran persoalan dan kebutuhan masyarakan atas dasar
tuntutan perkembangan zaman.
Santri adalah katarsis bagi jiwa masyarakat yang semakin keruh, dari pesantren seharusnya
mata air kearifan bisa ditimba guna memenuhi dahaga peradapan yang semakin gersang.
Pesantren adalah oase yang menyejukkan di tengah gencarnya pergeseran budaya sosial dan
ekonomi masyarakat. Dari sumber mata air yang jernih, dari kesejukan udara pesantren yang
murni, dan dari tanah pesantren yang subur kita berharap negeri ini kembali makmur, menjadi
negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.
Puisi Santri
Beribu-ribu jengkal langkah telah aku tempuhi
Demi menapaki jejakmu wahai Sang Kyai
Hawa kejujuranmu, Ketulusanmu terekspresikan jelas
Dalam setiap prilaku dan tutur katamu
Disatu sisi jiwamu memang terisolasi
Tapi disisi lain, kau tetap tegar berdiri
Berpengang teguh pada tali Ilahi
Santri kau adalah bagian dari
tumbuh kembangnya negri ini
Sungguh sebagai santri aku tiada malu,
Apalagi gengsi karna Aku adalah Santri Sejati

Anda mungkin juga menyukai