Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup manusia membuat manusia berpikir untuk

menciptakan teknologi yang dapat mempermudah pekerjaannya. Manusia adalah


makhluk yang tak pernah puas dan memiliki jiwa petualang, oleh karenanya manusia
menciptakan sebuah teknologi yang memudahkannya untuk bisa menjelajahi dan
menguasai seluruh alam ini, teknologi tersebut kita kenal sekarang dengan nama alat
transportasi. Salah satu teknologi yang memudahkan transportasi kita dari satu pulau ke
pulau lainnya yaitu kapal laut.
Kapal laut memudahkan usaha manusia dalam perdagangan, pertanian,
peternakan, dll. Salah satu fungsi dari kapal laut yaitu seperti kasus di atas, kapal laut
berguna untuk mengantarkan minyak bumi dari satu pulau ke pulau lainnya untuk
kesejahteraan manusia, akan tetapi terkadang entah karena faktor kecelakaan atau
kesengajaan

seperti kegiatan

pengeboran,

produksi

minyak

dan

turunannya,

pengilangan, transportasi minyak, perembesan minyak bumi dari reservoirnya, serta


kegiatan pemuatan dan pembongkaran muatan kapal tanker di pelabuhan, membuat
minyak tercemar ke dalam lautan.
Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan
perairan. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, dalam waktu singkat laju pencemaran
laut akan menjadi tidak terkendali. Minyak bumi merupakan salah satu jenis polutan
yang masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian dari polutan tersebut
larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi di sedimen dan
sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut, termasuk fitoplankton, ikan,
udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain. Polutan di dalam tubuh organisme
tingkat rendah termakan oleh jenjang organisme di atasnya sehingga terikut dalam
rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya
terakumulasi di dalam tubuh manusia. Bila dalam jaringan tubuh organisme laut
terdapat polutan dengan konsentrasi tinggi, kemudian organisme tersebut dijadikan
bahan makanan, maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Minyak bumi merupakan senyawa yang bersifat rekalsitran sehingga tidak mudah
terdegradasi secara alami dalam jangka waktu yang relatif pendek. Pada umumnya
pencemaran minyak bumi dapat ditanggulangi dengan menggunakan teknik fisika dan
1

kimia. Cara penanggulangan tersebut masih menyisakan cemaran minyak bumi di


perairan maupun sedimen di sekitarnya sehingga masih berpotensi mencemari
lingkungan. Penanganan sisa bahan-bahan cemaran ini biasanya menggunakan teknikteknik bioremediasi, proses pembersihan lingkungan yang tercemar oleh polutan kimia
dengan menggunakan organisme hidup untuk mendegradasi bahan berbahaya menjadi
zat yang kurang beracun.
I.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas adapaun rumusan masalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Bagaimana sejarah bioremediasi?


Bagaimana aplikasi bioremediasi dalam mengatasi tumpahan minyak?
Bagaimana mengoptimalkan kondisi bioremediasi?
Bagaimana Pengaruh Aplikasi Teknologi Bioremediasi pada Lingkungan dan

Kesehatan Manusia?
5. Apakah Teknologi Bioremediasi Minim Resiko?
I.3

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Mengetahui sejarah perkembangan bioremediasi


Mengetahui aplikasi bioremediasi dalam mengatasi tumpahan minyak di laut
Mengetahui kondisi optimal dalam bioremedisai
Mengetahui pengaruh teknologi bioremediasi terhadap lingkungan dan

kesehatan manusia
5. Mngetahui bioremediasi minim resiko

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Bioremediasi
Sejak tahun 1900-an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme
untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada
perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit
untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang
termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,
herbisida,

dan

lain-lain.

Banyak aplikasi-aplikasi

baru

menggunakan

mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diuji cobakan. Bidang


bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis
mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan
bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting
untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada
bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat
lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme pertama yang efektif
diubah secara genetik untuk digunakan dalam bioremediasi diciptakan pada tahun
1970-an oleh Ananda Chakrabarty dan rekan-rekannya di general electric.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan tersebut
adalah strain Pseudomonas dari tanah yang terkontaminasi dengan berbagai jenis
bahan kimia termasuk pestisida, dan minyak mentah.Setelah proses identifikasi dan
persilangan 2 strain yang berbeda, akhirnya dikembangkan suatu rekombinan
Pseudomonas (bakteri "pemakan minyak") yang dapat menguraikan beberapa
komponen minyak mentah.Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon
yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat
jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan
di laboratorium yang telah diuji cobakan. Akan tetapi, strain ini belum mampu

untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang


cenderung bertahan di lingkungan.
B. Bioremediasi Aplikatif untuk Mengatasi Tumpahan Minyak (Oil Spill)

Bioremediasi yang bisa diterapkan pada tumpahan minyak pada suatu


ekosistem

laut

dibagi

menjadi

menggunakan mikroorganisme

alam,

yaitu nutrient

enrichment,

dan seeding dengan

seeding

menggunakan

mikroorganisme hasil rekombinasi genetik (US. Congress, 1991).


Nutrient Enrichment
Dari semua faktor yang berpotensi untuk membatasi laju biodegradasi
petroleum di lingkungan laut, kurang tersedianya nutrien, misalnya nitrogen dan
fosfor, kemungkinan merupakan faktor yang paling penting dan paling mudah
dimodifikasi. Pendekatan ini membutuhkan penambahan nutrien tersebut yang
membatasi laju biodegradasi (tapi tidak menambahkan mikroorganisme) pada
area tumpahan minyak dan secara konseptual tidak jauh berbeda dengan
memberi pupuk pada ladang. Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah bahwa
mikroorganisme pendegradasi minyak biasanya melimpah di lingkungan laut
dan beradaptasi dengan baik untuk resisten pada stres lingkungan. Ketika
minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan mikroorganisme untuk
mendegradasi

petroleum

dibatasi

oleh

kurang

mencukupinya

nutrien.

Penambahan nitrogen, fosfor, dan nutrien lain dimaksudkan untuk mengatasi


kurangnya nutrien dan memungkinkan untuk proses biodegradasi petroleum
pada laju yang optimal (US Congress, 1991).

Seeding with Naturally Occurring Microorganisms


Seeding

(disebut

juga

inokulasi)

merupakan

penambahan

mikroorganisme pada suatu lingkungan untuk menaikkan laju biodegradasi.


Inokulum bisa merupakan campuran dari mikroba nonindigenous dari berbagai
lingkungan yang terpolusi, terutama yang dipilih dan dikultivasi untuk
karakterisitik pendegradasi minyak, atau bisa merupakan campuran dari
mikroba

pendegradasi

minyak

yang

diambil

dari

area

yang

akan

diremediasi. Nutrien juga selalu disertakan seed culture. Dasar pemikiran


penambahan mikroorganisme pada area tumpahan minyak mungkin populasi
mikroorganisme indigenous tidak termasuk dalam pendegradasi minyak dan
dibutuhkan mikroorganisme tertentu untuk mendegradasi secara efisien banyak
komponen minyak (US Congress, 1991).
Introduksi mikroorganisme non indigenous pada lingkungan laut masih
perlu dievaluasi. Banyak ilmuwan mempertanyakan penambahan mikroba pada
area tumpahan minyak karena kebanyakan area tersebut memiliki mikroba
pendegradasi minyak indigenous, dan kebanyakan biodegradasi lebih dibatasi
oleh kurangnya nutrien bukan kurangnya mikroba.
Mikroba introduksi tidak hanya harus mampu mendegradasi petroleum
lebih baik daripada mikroba indigenous., mikoba introduksi juga harus mampu
berkompetisi untuk kelangsungan hidup melawan campuran populasi organisme
indigenous yang teradaptasi di lingkungan mereka. Mikroba introduksi juga
harus mampu mengatasi kondisi fisik (misalnya temperatur air, kimia, dan
salinitas) dan predasi oleh spesies lain, faktor-faktor dimana organisme asli lebih
teradaptasi.
Waktu yang dibutuhkan mikroba introduksi untuk mulai memetabolisme
hidrokarbon juga penting. Jika seed culture dapat menstimulasi kecepaatan
biodegradasi, maka mikroba introduksi memiliki keuntungan daripada mikroba
indigenous yang mungkin membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Seed
culture juga harus stabil secara genetis, tidak bersifat patogenik, dan tidak
menghasilkan metabolit beracun.
Seeding with Genetically Engineered Microorganisms (GEM)
5

Alasan dibuatnya organisme adalah kemungkinan dapat didesain untuk


mampu mendegradasi fraksi petroleum lebih efektif daripada spesies alami atau
mampu mendegradasi fraksi petroleum yang tidak dapat didegradasi oleh
spesies alami. Agar efektif, mikroorganisme harus bisa mengatasi semua
permasalahan terkait dengan seeding pada tumpahan minyak dengan mikroba
non indigenous.
Pengembangan dan penggunaan GEM ini masih terbatasi oleh ilmu
pengetahuan, ekonomi, regulasi, dan hambatan pandangan publik, penggunaan
GEM untuk remediasi lingkungan kemungkinan tidak bisa dilakukan dalam
waktu dekat. Kurangnya penelitian infrastruktur, predominansi perusahaan di
bidang bioremediasi, kurangnya sharing data, dan halangan regulasi merupakan
penghalang dalam penggunaan GEM secara komersial (US Congress, 1991).
Pengembangan GEM untuk aplikasi pada tumpahan minyak di laut
bukan merupakan prioritas tinggi. Banyak pihak yang menilai bahwa
mikroorganisme alami memiliki potensi tinggi untuk mendegradasi tumpahan
minyak di laut sehingga GEM masih belum terlalu dibutuhkan.
Turning wastes into energy
Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil
nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan
digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai
pupuk.
Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan
bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima
elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa
menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk
mendegradasi molekul pada lapisan sedimen elektron ditangkap oleh
elektroda elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generator arus
listrik.

Teknik bioremediasi menciptakan lingkungan yang terkontrol untuk


memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi terkatalisis yang diinginkan.
Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu.
1. Kehadiran mikroorganisme dengan kemampuan untuk mendegradasi
senyawa target.
2. Keberadaan substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber
energi dan karbon.
3. Adanya pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk
senyawa target.
4. Keberadaan sistem penerima-donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan
kelembaban dan pH yang mendukung.
6. Ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan
produksi enzim.
7. Suhu yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme
tersebut.
9. Kehadiran organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi
mikroorganisme pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis reaksi degradasi, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim mempercepat proses
tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan
untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di
lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan
yang mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah
kita harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan
terputus.
7

Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat


dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami
seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari
prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui
proses yang sama.
BIOAUGMENTASI
Bioaugmentasi adalah penambahan organisme atau enzim pada suatu
bahan untuk menyingkirkan bahan kimia yang tidak diinginkan. Bioaugmentasi
digunakan untuk menyingkirkan produk sampingan dari bahan mentah dan
polutan potensial dari limbah. Organisme yang biasa digunakan dalam proses ini
adalah bakteri. Namun banyak aplikasi yang berhasil menggunakan tumbuhan
untuk menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri pathogen.
Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah phytoremediasi.
Pemilihan metode bioremediasi yang cocok dengan kondisi lingkungan
diharapkan akan dapat meningkatkan kecepatan biodegradasi. Dua metode yang
biasa dilakukan untuk bioremediasi adalah : (1) dengan menstimulasi populasi
mikroorganisme

eksogen (biostimulasi) dan

(2) dengan menambahkan

mikroorganisme eksogen (bioaugmentasi). Bioaugmentasi dipilih apabila


kontaminan membutuhkan waktu degradasi yang lama, bila lingkungan yang
tercemar sulit dimodifikasi dalam rangka mencapai kondisi optimal bagi
pertumbuhan mikroorganisme, atau bila tingginya konsentrasi kontaminan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme indogenus. Bioaugmentasi juga
dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur degradasi hidrokarbon terutama
untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon poliaromatik. Keberhasilan
aplikasi bioaugmentasi diukur dari peningkatan jumlah mikroorganisme yang
berperan dalam proses degradasi serta daya tahan mikroorganisme eksogen pada
lingkungan yang tercemar. Walter (1997) menyatakan bahwa untuk memperoleh
strain mikroorganisme ataupun konsorsium mikroorganisme yang tepat bagi
aplikasi bioaugmentasi ada tiga pilihan metode yang bisa dilakukan, yaitu :
pengkayaan selektif, penggunaan produk mikroorganisme komersial atau
rekayasa genetika.

BIO TRENT LIMBAH


Adalah kultur campuran berbagai mikroorganisme yang mampu
mengurai berbagai senyawa organik di dalam air limbah. Kandungan BIOTRENT adalah : Mikroorganisme seperti Lactobacillus, Actinomycetes, Bakteri
Nitrifikasi, Bakteri Pelarut Fosfat, Bakteri Fotosintetik, Zat Penghilang Bau dan
Jamur Fermentasi. Di samping itu, BIO-TRENT juga dilengkapi dengan nutrisi
seperti Glukosa, Fruktosa dan lainnya.
Keunggulan
1. Lebih cepat mengurai bahan-bahan organik
Bakteri BIO-TRENT adalah bakteri pengurai yang dapat bekerja sendirisendiri atau bersama-sama. Sifat bakteri yang mampu hidup dalam keadaan
ekstrim, membuat bakteri BIO-TRENT lebih cepat mengurai dibanding bakteri
alami yang ada di air limbah. Setiap bakteri mengurai dengan bantuan zat
(enzim) yang dihasilkan. Bakteri BIO-TRENT yang beragam (kompleks) akan
menghasilkan enzim pengurai yang beragam pula, sehingga kemampuan
penguraiannya lebih tinggi dibanding bakteri lain.
2.

Mencegah bau
Actinomycetes adalah bakteri yang mampu menghasilkan zat penghilang

bau tak sedap. Dengan tumbuhnya bakteri ini di dalam sistem sudah dipastikan
bau tak sedap dapat dicegah. Instalasi air limbah banyak menggunakan bahan
terbuat dari logam. Seperti pompa dan blower. Logam bersifat mudah terkorosi,
apalagi terkena H2S dan CO2 agresif. H2S dalam bentuk tak terionisasi bersifat
sangat toksik dan korosif. H2S dan CO2 dapat berasal dari dekomposisi bahan
organik oleh bakteri tertentu. Kerugian yang diderita perusahaan/instansi dengan
kerusakan tersebut sangatlah besar. Untuk mencegah korosi atau karat pada
9

instalasi pengolahan air limbah, dibutuhkan bakteri yang mampu mencegah


terjadinya proses penguraian yang menghasilkan H 2S dan CO2 agresif. Bakteri
tersebut ada di dalam produk BIO- TRENT.
3.

Menghambat pertumbuhan bakteri patogen


Bakteri patogen (penyebab penyakit) diantaranya E. coil (penyebab

penyakit diare), Legionella pneumophilla (penyebab penyakit pernapasan akut),


Leptospira (penyebab penyakit leptospirosis), Shigella (penyebab penyakit
disentri) Vibrio cholerae (penyebab penyakit kolera). Dan bakteri penyebab
penyakit lainnya. Untuk menghambat tumbuhnya bakteri-bakteri tersebut di
dalam air limbah, maka perlu kita hidupkan bakteri BIO-TRENT di dalam
system. Bakteri Lactobacillus di dalam BIO-TRENT mampu menghasilkan
antibiotik alami (zat) pembunuh bakteri patogen
C. OPTIMALISASI KONDISI DALAM BIOREMEDIASI
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan

demikian

mikroorganisme

yang

berpotensi

menghasilkan

enzim

pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan


kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan
faktor-faktor lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperature, oksigen,
dan nutrient yang tersedia.
1. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzm-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses
biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok
untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil
kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien
dan substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada
suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di
10

Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada temperatur yang


rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana
rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan
meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat
berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun
kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan
demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi
hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran
substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen,
merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.
4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi
biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor
sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhannya meningkat.
5. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi
antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya
adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa
secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
D. Pengaruh Aplikasi Teknologi Bioremediasi pada Lingkungan dan
Kesehatan Manusia
Sampai saat ini, tidak ada masalah lingkungan atau kesehatan yang
berhubungan dengan pengujian atau aplikasi dari teknologi bioremediasi pada
tumpahan minyak di laut. Pengalaman dengan bioremediasi di laut masih terbatas,
tapi masih terlalu awal untuk menyimpulkan bahwa bioremediasi pada tumpahan
minyak di laut aman atau risiko yang mungkin terjadi masih dapat ditoleransi.
11

Perhatian terhadap beberapa efek lingkungan yang berpotensi merugikan


semakin meningkat. Saah satunya yaitu kemungkinan terjadinya eutrofikasi karena
penambahan nutrien (fertilizer), menyebabkan blooming alga dan deplesi oksigen;
komponen dari fertilizer mungkin juga bersifat racun pada biota laut yang sensitif
atau berbahaya bagi kesehatan manusia; introduksi mikroorganisme non indigenous
bisa bersifat patogen bagi beberapa spessies indigenous; penggunaan teknologi
bioremediasi juga dapat mengganggu keseimbangan ekologis; dan beberapa produk
intermediet dari bioremediasi kemungkinan juga berbahaya.
Efek merugikan yang mungkin terjadi pada nutrient enrichment telah diteliti
pad tahun 1989-90 di Alaska. Untuk mendeterminasi potensi eutrofikasi, ilmuwan
mengukur kadar amonia, fosfat, klorofil, jumlah bakteri, dan produktivitas primer di
kolom air secara langsung pada lepas pantai yang ditreatment dengan fertilizer dan
juga di area kontrol. Ilmuwan tidak menemukan perbedaan yang signifikan diantara
area kontrol dan area experiment. Tidak ada indikasi bahwa aplikasi fetilizer
menstimulasi alga bloom. Akan tetapi hasil penelitin ini tidak selalu bisa berlaku
pada lingkungan dengan kondisi yang berbeda dan spesies indigenous yang berbeda
(US Congress, 1991).
Kemungkinan toksisitas komponen fertilizer juga telah diuji di laboratorium
dan lapangan pada beberapa biota laut, termasuk sticklebacks fish, Pacific herring,
silver salmon, mussels, oysters, shrimp, dan mysids. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa komponen tertentu dari fertilizer bersifat sedikit toksik pada larva kerang
yang merupakan spesies biota laut yang paling sensitif. Amonia, salah satu
komponen fertilizer yang menunjukkan sifat toksik akut pada hewan laut, tidak
pernah mencapai level toksik, kemungkinan dipengaruhi oleh fertilizer yang dilepas
di laut lepas.
Butoxyethanol yang merupakan komponen pokok dari fertilizer oleofilik
berpotensi berbahaya bagi beberapa hewan laut. Komponen ini terveaporasi dari
permukaan pantai kurang dari 24 jam. Diperlukan tindakan tertentu ketika
mengaplikasikan oleofilik fertilizer untuk mencegah inhalasi atau kontak dengan
kulit. Ilmuwan juga menunjukkan bahwa minyak yang telah mengalami treatment
tidak tercuci dan terakumulasi di jaringan spesies biota laut yang diuji. Di
lingkungan ini, dilusi, pasang surut, dan evaporasi mereduksi potensi pengaruh yang
signifikan. Di lingkungan lain, keberadaan spesies, kedalaman air, dan termepratur

12

air merupakan variabel yang mempengaruhi estimasi potensi pengaruh (US


Congress, 1991).
Belum ada bukti yang menyatakan bahwa mikroba introduksi mungkin
bersifat patogen bagi organisme lain. Dalam sebuah experimen di North Slope,
ilmuwan tidak menemukan adanya kematian invertebrata yang lebih besar dengan
bacterial seeding (atau fertilisasi) daripada yang terjadi saat tumpahan minyak.
Mikroorganisme yang akan digunakan sebagai kandidat untuk seeding harus diteliti
terlebih dulu apakah bersifat patogen pada manusia atau hewan atau tidak, termasuk
patogen oportunistik sepertiPseudomonas spp.
Kemungkinan mikroba introduksi untuk berproliferasi dan mengganggu
keseimbangan ekologis kurang menjadi perhatian. jika mikroba introduksi efektif,
mikroorgnaisme tersebut akan mati dan dimangsa oleh protozoa setelah mereka
menggunakan minyak dari tumpahan. Perhatian lebih besar yaitu mikroba yang
diintroduksi dari lingkungan lain tidak akan mampu berkompetisi sebaik spesies
indigenous dan akan mati sebelum mereka mendegradasi minyak secara efektif.
Perhatian yang sama dan lebih besar pada mikroorganisme rekombinan yang
diintroduksi. Sebelum organisme diintroduksi pada lingkungan laut, pengetahun
mengenai potensi pengaruh pada lingkungan sangat dibutuhkan dan regulasi ofisial
dan publik akan menjadi lebih familiar dengan teknik mitigasi biologis.
Perhatian ekstra adalah bahwa bakteri yang mendegradasi hidrokarbon
kompleks yang terkandung dalam minyak mungkin meninggalkan produk dari
biodegradasi parsial yang lebih toksik pada organisme laut daripada komponen
original dari minyak. Produk interrmediet misalnya quinon dan naftalena mungkin
terdegradasi lebih jauh dan tidak terakumulasi di lingkungan (US Congress, 1991).
E. Teknologi Bioremediasi Minim Resiko
Penggunaan teknologi bioremediasi harus dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu ekologi, ekonomi, keamanan, dan efisiensi serta efektivitas. Ketiga
teknologi bioremediasi yang dijelaskan di atas masing-masing memiliki kelebihan
dan juga kekurangan jika diaplikasikan. Pengaplikasian teknologi bioremediasi
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat terjadinya tumpahan minyak
serta daya dukung lainnya.
Ketiga teknologi bioremediasi di atas termasuk dalam bioremediasi in situ.
Bioremediasi in situ adalah pengaplikasian teknologi bioremediasi langsung di
13

tempat

terjadinya

tumpahan

minyak

(tempat

terkontaminasi).

Kelebihan

bioremediasi in situ adalah biaya yang lebih murah karena tidak perlu melakukan
relokasi area yang terkontaminasi. Akan tetapi kekurangannya yaitu memungkinkan
terjadinya gangguan ekologis di sekitar area kontaminasi dan kontrolling kondisi
area lebih sulit dilakukan.
Melihat kekurangan dari bioremediasi in situ yang memungkinkan
terjadinya gangguan secara ekologis, maka lebih baik remediasi dilakukan secara ex
situ. Walaupun bioremediasi ex situ mebutuhkan biaya operasional yang lebih
mahal tetapi kemungkinan efek negatif bioremediasi yang dilakukan dapat di
lokalisir. Selain itu kontrolling dan modifikasi kondisi dapat lebih mudah dilakukan
untuk meningkatkan laju biodegradasi sehingga proses bioremediasi lebih optimal.
Bioremediasi ex situ dapat dioptimalkan dengan merelokasi bagian yang
terkontaminasi dengan tumpahan minyak pada suatu lokasi. Lokasi yang digunakan
harus dipastikan tertutup dari lingkungan sekitar untuk menghindarkan meluasnya
kontaminasi atau meluasnya efek negatif bioremediasi. Setelah dilakukan relokasi
bioremediasi dapat dilakukan dengan seeding mikroorganisme tertentu yang
memiliki kemampuan utnutk mendegradasi minyak. Kondisi dari lokasi dapat
dimodifikasi

yaitu

dengan

meningkatkan

suhu

menjadi

optimal

bagi

mikroorganisme utntuk medegradasi minyak, menambahkan nutrien yang


diperlukan mikroorganisme pendegradasi minyak, dan juga dilakukan pengadukan
secara kontinyu untuk memaksimalkan proses biodegradasi.

14

BAB III
KESIMPULAN

Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang
berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara
lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik
terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru
menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diuji cobakan.
Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik
mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenisjenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan
bioremediasi melalui teknologi genetik.
Dalam kasus tumpahan minyak pada ekosistem laut misalnya ada 3 cara
bioremediasi

yang

bisa

menggunakan mikroorganisme

diterapkan
alam,

yaitu

nutrient

enrichment,

dan seeding dengan

seeding

menggunakan

mikroorganisme hasil rekombinasi genetik. Juga cara bioaugmentasi dan bio-trent biasa
digunakan.
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperature, oksigen, dan nutrient yang
tersedia.
Terdapat 2 macam perlakuan bioremediasi, perlakuan secara in situ dan ex situ
dimana Bioremediasi in situ adalah pengaplikasian teknologi bioremediasi langsung di
tempat terjadinya tumpahan minyak (tempat terkontaminasi). Kelebihan bioremediasi in
situ adalah biaya yang lebih murah karena tidak perlu melakukan relokasi area yang
terkontaminasi. Akan tetapi kekurangannya yaitu memungkinkan terjadinya gangguan
ekologis di sekitar area kontaminasi dan kontrolling kondisi area lebih sulit dilakukan.
Melihat kekurangan dari bioremediasi in situ yang memungkinkan terjadinya
gangguan secara ekologis, maka lebih baik remediasi dilakukan secara ex situ.
15

Walaupun bioremediasi ex situ mebutuhkan biaya operasional yang lebih mahal tetapi
kemungkinan efek negatif bioremediasi yang dilakukan dapat di lokalisir. Selain itu
kontrolling dan modifikasi kondisi dapat lebih mudah dilakukan untuk meningkatkan
laju biodegradasi sehingga proses bioremediasi lebih optimal.

16

DAFTAR ISI
Ahmad Thontowi, Tesis Potensi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Alkana Sebagai
Agen

Bioremediasi

Pencemaran

Minyak

Di

Laut

Indonesia,

<http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/41546/2008ath.pdf?
sequence=10>, Diakses Pada 25 September 2015
Anonim.2014. Bioremediasi
<http://greenmariner.blogspot.co.id/2014/10/bioremediasi.html> , diakses pada 25
september 2015
Tutiks, Bioremediasi, <http://forum.upi.edu/index.php?topic=14106.0>, diakses pada 24
September 2015
Anonim. 2013. Terapan biotekologi terhadap pencemaran lingkungan.
<http://amuysmoch.blogspot.co.id/2013/11/terapan-bioteknologi-terhadap.html>,
diakses pada tanggal 24 september 2015
Anonim. 2013. Biodegradasi senyawa organik.
<http://endahejp.blogspot.co.id/2013/04/biodegradasi-senyawa-organik.html>,
diakses pada 24 september 2015

17

Anda mungkin juga menyukai