Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pada anak yang menderita demam 6 hari dengan gejala ke arah demam tifoid, untuk
pengobatan pasien segera dapat digunakan pemeriksaan serologis antibodi terhadap
antibody Salmonella typhi.
Pendahuluan
Demam enterik masih sering terjadi di negara berkembang dan disebabkan oleh Salmonella
typhi dan S. Paratyphi A, B dan C. Demam tifoid merupakan bagian dari demam enterik,
disebabkan oleh S. Typhi. Gejala klinis demam tifoid sangat luas sehingga selain ketajaman
klinis, diperlukan pemilihan pemeriksaan penunjang yang tepat.1,2 Pemeriksaan Widal yang
selama ini banyak digunakan dalam diagnosis demam tifoid, telah terbukti mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas rendah, sehingga tidak lagi direkomendasikan. Pemeriksaan kultur
darah/ urin/ feses merupakan baku emas diagnosis tifoid, akan tetapi memerlukan tenaga ahli,
waktu dan biaya cukup besar. Saat ini, berbagai pemeriksaan serologis demam tifoid terus
berkembang sebagai alternatif diagnosis. Pemeriksaan dapat dilakukan secara ELISA, rapid
test, hemaglutinasi atau PCR menggunakan spesimen darah, urin atau saliva. Masing-masing
tes memiliki sensitivitas/ spesifisitas berbeda dalam mendiagnosis demam tifoid, sehingga
dirasakan perlu untuk membuat suatu rekomendasi pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak.
Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan beban untuk negara berkembang. Angka kejadian pasti tidak
diketahui karena surveilans di negara berkembang belum memadai dan di negara maju telah
menjalankan imunisasi tifoid. Data tahun 2010, estimasi global jumlah kasus demam tifoid
sebesar 13,9-26,9 juta,3 dengan estimasi kasus di negara berkembang sebesar 20.6 juta kasus,
dan 223.000 kematian.4 Di Indonesia (2009), kasus demam tifoid mencapai 80.850 kasus,
dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1.25%.5
A Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis demam tifoid secara garis besar terbagi atas pemeriksaan antibodi
dan pemeriksaan antigen. Pemeriksaan antibodi paling sering dilakukan saat ini,
termasuk didalamnya adalah test Widal, test Hemagglutinin (HA), Countercurrent
immunoelectrophoresis (CIE), dan test cepat/ rapid test (Typhidot, TUBEX). Sedangkan
pemeriksaan antigen S. Typhii dapat dilakukan melalui pemeriksaan protein antigen dan
protein Vibaik menggunakan ELISA/ koaglutinasi namun sampai saat ini masih dalam
penelitian jumlah kecil.14
C.1. Pemeriksaan serologis test cepat/ rapid test
Pemeriksaan serologis test cepat antibodi S. Typhi saat ini merupakan diagnostik
bantu yang paling banyak dilaporkan dan dikembangkan, mengingat sebagian besar
penderita demam tifoid adalah penduduk negara berkembang dengan sarana
laboratoriumnya terbatas. Alat diagnostik seperti Typhidot dan Tubex mendeteksi
antibodi IgM terhadap antigen spesifik outermembrane protein (OMP) dan O9
lipopolisakarida dari S. Typhi. Telah banyakpenelitian yang membuktikan bahwa
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas spesifisitas hampir 100% pada pasien demam
tifoid dengan biakan darah positif S. Typhi. Pemeriksaan antibodi IgM terhadap
antigen O9 lipopolisakarida S. Typhi (Tubex)R dan IgM terhadap S. Typhi
(Typhidot)R memiliki sensitivitas dan spesifisitas berkisar 70% dan 80%. 2,15,16 Studi
meta analisis di 2015 menunjukkan bahwa Tubex TF memiliki sensitivitas 69% dan
spesifisitas 88%. Rapid Diagnostic Test (RDT) Tubex dan Typhidot tidak
direkomendasi sebagai uji diagnosis cepat tunggal, pemeriksaan kultur darah dan
teknik molekuler tetap merupakan baku emas. 18 Penelitian di Bangladesh (2008)
menunjukan bahwa Tubex memiliki sensitivitas 60%, spesifisitas 58%, positive
predictive value 90% dan negative predictive value 58%; sedangkanTyphidot
memiliki sensitivitas 67%, spesifisitas 54%, positive predictive value85% dan
negative predictive value 81%.19
Hari pemeriksaan terbaik adalah pada anak dengan demam 5 hari. Penelitian di
Palembang (2014), menunjukan bahwa pemeriksaan Tubex-TF untuk deteksi
antibodi IgM S. Typhi pada anak demam hari ke-4 dengan nested PCR positif S.
Typhi mendapatkan sensitivitas 63% dan spesifisitas 69%, nilai duga positif 43% dan
nilai duga negatif 83%, sehingga pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada anak dengan
demam < 5 hari.20
Pemeriksaan serologi dengan nilai 6 dianggap sebagai positif kuat. Namun,
interpretasi hasil serologi yang positif harus berhati-hati pada kasus tersangka
demam tifoid yang tinggal di daerah endemis. IgM anti Salmonella dapat bertahan
sampai 3 bulan dalam darah8,10 Positif palsu pada pemeriksaan TUBEX bisa terjadi
pada pasien dengan infeksi SalmonellaEnteridis, sedangkan hasil negatif palsu
didapatkan bila pemeriksaandilakukan terlalu cepat.21 Perkembangan ilmu
pengetahuan dalam pemeriksaan serologis demam tifoid masih terus berkembang,
antara lain dari spesimen urin dan saliva.22-24
Tabel 1 memperlihatkan perbandingan beberapa pemeriksaan penunjang untuk
demam tifoid.
Uji diagnostik
Sensitivitas Spesifisitas
Keterangan
(%)
(%)
Pemeriksaan mikrobiologi
NA
30
Biakan urin
58
NA
Sensitivitas bervariasi
Biakan tinja
30
NA
PCR
100
100
Nested PCR
100
100
Biakan darah
40-80
Diagnostik molekular
Diagnostik serologi
Widal
47-77
50-92
Typhidot
66-88
75-91
Typhidot-M
73-95
68-95
Tubex
65-88
63-89
65-95
NA
Data awal
Lainnya
Deteksi antigen urin
NA = not available
C.2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H dari S. Typhi
dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang rendah, sehingga penggunaannya sebagai satu-satunya
pemeriksaan penunjang di daerah endemis dapat mengakibatkan overdiagnosis. Pada
umumnya antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak
awal penyakit.25
Interpretasi pemeriksaan Widal harus dilakukan secara hati-hati karena dipengaruhi
beberapa faktor yaitu stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium,
endemisitas dan riwayat imunisasi demam tifoid. Sensitifitas dan spesifisitas Widal
rendah tergantung, kualitas antigen yang digunakan, bahkan dapat memberikan hasil
negatif hingga 30% dari sampel biakan positif demam tifoid.25
Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas 69%, spesifisitas 83%. 17 Hasil pemeriksaan
Widal positif palsu dapat terjadi oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal
Salmonella, infeksi bakteri enterobacteriaceae lain, infeksi dengue dan malaria,
riwayat imunisasi tifoid atau standardisasi reagen yang kurang baik. 26 Hasil negatif
palsu dapat terjadi karena teknik pemeriksaan tidak benar, penggunaan antibiotik
sebelumnya, atau produksi antibodi tidak adekuat.17,25
Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja tidak mempunyai arti penting dan
sebaiknya dihindari. Diagnosis demam tifoid baru dapat ditegakkan jika pada
ulangan pemeriksaan Widal selang 1-2 minggu terdapat kenaikan titer agglutinin O
sebesar 4 kali. Uji Widal memiliki beberapa keterbatasan sehingga tidak dapat
dipercaya sebagai uji diagnostik tunggal.27
D. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Leukopeni sering dijumpai
namun bisa terjadi leukositosis pada keadaan adanya penyulit misalnya perforasi.
Trombositopenia dapat terjadi, namun bersifat reversibel. Anemia pada demam tifoid
dapat disebabkan depresi sumsum tulang dan perdarahan intra intestinal. Pada hitung
jenis dapat ditemukan aneosinofilia dan limfositosis relatif. Pada demam tifoid dapat
terjadi hepatitis tifosa ditandai peningkatan fungsi hati tanpa adanya penyebab hepatitis
yang lain.7,28,29
Daftar pustaka
1. Bhutta ZA. Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever. BMJ.
2006;333:78-82.
2. Baker S, Favorov M, Dougan G. Searching for the elusive typhoid diagnostic. BMC
Infectious Diseases. 2010;10:45-50.
3. Buckle GC, Walker CL, Black RE. Typhoid fever and paratyphoid fever: Systematic
review to estimate global morbidity and mortality for 2010. J Glob Health 2012;
2:e570-80.
4. Mogasale, V, Maskery, B, Ochiai, RL et al. Revisiting the burden of typhoid fever in
low- and middle-income countries for policy considerations. Lancet Glob Health.
2014; 2: e57080.
1
Kemenkes, 2009
Christie, A.B. Typhoid fever. in: A.B. Christie (Ed.) Infectious diseases:epidemiology
and clinical practice.vol 1.. 4th edition. ChurchillLivingstone, New York; 1987:100
164.
Farooqui BJ, Khurshid M, Ashfaq MK, Khan MA. Comparative yield of Salmonella
typhi from blood and bone marrow cultures in patients with fever of unknown origin.
J Clin Pathol. 1991; 44(3):258-9.
Zhou L, Pollard AJ. A fast and highly sensitive blood culture PCR method for clinical
detection of salmonella enterica serovar typhi. Annals of Clin Microb and Antimicrob.
2010; 9:14-20.
Chaudhry R, Chandel DS, Verma N, Singh N, Singh P, Dey AB. Rapid diagnosis of
typhoid fever by an in-house flagellin PCR. JMM Correspondence 2010; 1391-3.
Kumar G, Pratap CB, Mishra OP, Kumar K, Nath G. Use of urine with nested PCR
targeting the flagellin gene (fliC) for diagnosis of typhoid fever. J Clin Microbiol
2012; 50:1964-7.
Wain J, Hosoglu Salih. The laboratory diagnosis of enteric fever. J Infec Dev Countr
2008;2(6):421-5.
Bakr WMK, El Attar LA, Ashour MS, El Toukhy AM. The dilemma of widal test
which brand to use? A study of four different widal brands: a cross sectional
comparative study. Annals of Clin Microb and Antimicrobials 2011; 10:1-8.
Naheed A, Ram P, Brooks A, Mintz ED, Hossain MA, Parsons MM, et al. Clinical
value of Tubex and Typhidor rapid dagnostic tests for typhoid fever in an urban
community clinic in Bangladesh. Diagnostic Microbiology and Infectious Disease.
2008;61:381-6.
Mimi Marleni, Yulia Iriani, Wisman Tjuandra, Theodorus Theodoru. Ketepatan Uji
Tubex TF dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan FK Unsri 2014; 1(1), 2014: 7-11.
Fadeel MA, Crump JA, Mahoney FJ, Nakhla IA, Mansour AM, Reyad B, et al. Rapid
diagnostic of typhoid fever by enzyme-linked immunosorbent assay detection of
salmonella serotype typhi antigens in urine. Am J Trop Med Hyg 2004;70:323-8.
Zaka-ur-Rab Z, Abqari S, Shahab T, Islam N, Shukla I. Evaluation of salivary antisalmonella typhi lipopolysaccharide IgA ELISA for serodiagnosis of typhoid fever in
children. Arch Dis Child 2012; 97: 236-8.
Olopoenia LA, King AL. Widal agglutination test 100 years later: still plagued by
controversy. Postgrad Med J. 2000;76:80-4.
Zorgani A, Ziglam H. Typhoid fever: misuse of Widal test in Lybia. J Infect Dev
Ctries. 2014;8:680-7.
Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Typhoid fever. NEJM.
2002;347:1770-82.World Health Organization. Background document: The diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. WHO/V&B/03.07. World Health
Organization, Geneva; 2003.