Anemia Pada Anak
Anemia Pada Anak
Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu
berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah, dan
kehilangan darah.4Patofisiologi Anemia Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia,
dapat digolongkan pada tiga kelompok:6
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah
merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas
sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja
dari eritrosit berjalan normal. Penyebabnya seperti (1) Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat;
dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan
darah (defisiensi Fe). (2) Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,
mielodisplasia, inflitrasi tumor). (3) Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi). (4)
Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada gagal
ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]). (5) Anemia penyakit
kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk
Klasifikasi Anemia
Anemia tidak merupakan suatu kesatuan spesifik tetapi merupakan akibat dari berbagai
proses patologik yang mendasri. Klasifikasi anemia yang bermanfaat pada anak membagi anemia
menjadi tiga kelompok besar atas dasar volume korpuskular rata-rata eritrosit (mean corpuscular
volume [MCV]) yaitu mikrositik, normositik, atau makrositik. 2Berdasarkan gambaran
morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:
Anemia Normositik Normokrom. Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena
perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin
(Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.3
Anemia Makrositik Hiperkrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak
MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik
(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,
dan myelodisplasia).3
Anemia Mikrositik Hipokrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl,
MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom: 1) Berkurangnya zat
besi:
Anemia
Defisiensi
Besi.
2)
Berkurangnya
sintesis
globin:
Thalasemia
dan
Mikrositik
Defisiensi besi
Thalasemia
Keracunan timbal kronis
Anemia sideroblastik
Inflamasi kronis
Normositik
Anemia hemolitik kongenital
Hemoglobin mutan
Defek enzim eritrosit
Gangguan
pada
membran eritrosit
Autoimun
Anemia
mikroangiopatik
Sekunder oleh infeksi
hemolitik
akut
Kehilangan darah akut
Makrositik
Sumsum tulang megaloblastik
Defi
B12
Defisiensi asam folat
Tanpa
siensi
sumsum
vitamin
tulang
megaloblastik
Anemia aplastic
Hipotiroid
Diamond-Blackfan
syndrome
Penyakit hati
Infiltrasi
sumsum
tulang
Anemia
diseritropoietik
total menurun dibawah kadar normal, sehingga penyediaan besi untuk eritopoesis berkurang
yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.2,5
Etiologi
Berat lahir rendah dan perdarahan perinatal yang tidak biasa berkaitan dengan penurunan
massa Hb bayi dan cadangan besi. Karena konsentrasi tinggi Hb pada neonates menurun selama
masa kehidupan 2-3 bulan pertama, sejumlah lumayan besi dipakai kembali dan disimpan.
Simpanan yang dimafaatkan kembali biasanya cukup untuk pembentukan darah dalam 6-9 bulan
pertama kehidupan bayi yang cukup bulan. Pada bayi berat badan lahir rendah atau pada bayi
dengan kehilangan darah perinatal, cadangan besi mungkin habis lebih cepat, dan sumber
makanan menjadi amat penting. Anemia semata-mata karena kekurangan besi dalam makanan
tidak biasa sebelum 4-6 bulan pertama kehidupan tetapi menjadi umum pada umur 9-24 bulan.
Pola diet yang biasa tampak pada bayi dengan anemia defisiensi besi adalah konsumsi sejumlah
besar susu sapi dan makanan yang tidak dilengkapi dengan besi.5
Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada setiap kasus defisiensi
besi, terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi besi kronis karena perdarahan
samar mungkin disebabkan oleh lesi saluran pencernaan, seperti ulkus peptikum, diverticulum
Meckel, polip atau hemangioma, atau oleh penyakit peradangan usus. Dibeberapa wilayah
geografis infestasi cacing merupakan penyebab penting dari defisiensi besi. Diare kronis pada
masa anak awal mungkin berkaitan dengan sejumlah kehilangan darah yang tidak tampak.
Kehilangan darah dalam tinja tiap hari dapat dicegah dengan menguragi jumlah susu sapi murni
sampai 0,568 liter/24 jam atau kurang, dengan menggunakan susu yang telah dipanaskan atau
diuapkan, atau dengan pengganti susu sapi.5
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:6
a) Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
b) Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited
erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free
erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
c) Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang
progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi
besi yang lebih lanjut.
Table 4. Tahapan kekurangan besi6
Hemoglobin
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dl)
TIBC (ug/dl)
Saturasi transferin (%)
Feritin serum (ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP (ug/dl eritrosit
MCV
Manifestasi Klinis
Tahap I (Normal)
Tahap II (sedikit
<100
Normal
360-390
20-30
<20
40-60
>30
Normal
menurun)
0
<60
>390
<15
<12
<10
>100
Normal
jelas) Mikrositik
0
<40
>410
<10
<12
<10
>200
Menurun
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Sclera berwarna biru juga
sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisiensi ringan sampai sedang
(Hb 6-10 g/dL). Pagofagia, yaitu keinginan untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es atau
tanah, mungkin ada. Bila Hb menurun sampai di bawah 5g/dL, iritabilitas dan anoreksia
mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba
membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun dpaat terjadi pelebaran diploe tulnag
tengkorak yang mirip dengan yang terlihat pada anemia hemolitik kongenital. Peruahan ini
membaik dengan perlahan-lahan bersamaan terapi subsitusi. Anak dengan defisiensi besi
mungkin gemuk atau kurang berat, dengan tanda lain kurang gizi. Iritabilitas dan anoreksia yang
khas untuk kasus lanjut mungkin merupakan gambaran defisiensi besi jaringan, karena dengan
terapi besi perbaikan yang nyata dalam perilaku sering terjadi sebelum terjadi perbaikan
hematologi yang nyata. Defisiensi besi dapat memperngaruhi fungsi neurologis dan intelektual.2
Temuan Laboratorium
Cadangan besi jaringan yang ditunjukan oleh hemosiderin sumsum tulang menghilang.
Penurunan kadar feritin serum, yang nilai normalnya bergantung kepada umur. Penurunan besi
serum (juga tergantung umur), kapasitas besi ikat (IBC) meningkat persentase saturasi transferrin
menurun (ini juga bervariasi menurut umur). Bila defiseinsi semakin berat, eritrosit menjadi
lebih kecil daripada normal dan kadar Hbnya menurun. Dengan meningkatnya defisiensi,
eritrosit menjadi berubah dan berbentuk tidak normal dan menunjukkan sifat mikrositosis,
hipokromia, poikilositosis, dan kenaikan lebar distribusi eritrosit (RDW). Persentase retikulosit
mungkin normal atau meningkat sedang. Eritrosit berinti mungkin tampak di darah tepi. Jumlah
sel darah putih normal. Trombositosit mungkin ada, kadang0kadang mencolok (600.0001.000.000/mm3) pada beberapa kasus. Mekanisme abnormalitas trombosit ini tidak jelas.
Mungkin sebagai akibat langsung dari defisiensi besi, mungkin berkaitan dengan kehilangan
darah gastrointestinal atau dengan defisiensi folat, dan kembali normal dengan terapi besi dan
perubahan diet. Sumsum tulang hiperselular, terkait hyperplasia eritroid.2
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat
diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat
secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan
pemberian secara parenteral. Pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau
kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.6
Pemberian preparat besi
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang
tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat
karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat
diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk
mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi/ kgBB/hari. Dosis obat
dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam garam ferous.5
Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan
menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan
yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua
waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi
hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan
meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari.
Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan
penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita
teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.5
2. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang terjadi ketika kecepatan destruksi
premature sel darah merah melampaui kapasitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.
Pada anemia hemolitik, usia eritrosit memendek, jumlah eritrosit menurun, EPO meningkat, dan
terjadi peningkatan aktivitas sumsum tulang. Peningkatan eritropoiesis direfleksikan dengan
ditemukannya peningkatan retikulosit di dalam darah. Sumsum tulang dapat meningkatkan
produksinya sebanyak 2-3 kali lipat dari normal dalam keadaan akut dengan kapsitas maksimum
sampai 6-8 kali pada hemolysis kronik.5,7
Etiologi
Anemia hemolitik pada anak diklasifikasikan mejadi anemia hemolitik dengan defek
seluler (intrinsic) dan defek ekstraseluler (ekstrinsik). Mayoritas defek seluler adalah penyakit
yang diturunkan. Pada defek seluler yaitu defek membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis), defisiensi enzim (defisiensi piruvat kinase (PK) dan defisiensi G6PD), dan
hemoglobinopati (sickle cell disease dan thalasemia). Sedangkan pada defek ekstraseluler yang
umumnya didapat yaitu autoimun, factor mekanik, dan factor plasma.7
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan kelemahan, demam,
menggigil, nyeri punggung dan lambung, perasaan melayang, sesak nafas, pusing, penurunan
tekana darah yang berarti, urin gelap seperti the atau kola (hemoglobinuria, biasanya pada
anemia hemolitik intravascular). Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda ikterik
(hiperbilirubinemia yang biasa ditemukan pada anemia hemolitik), pucat, splenomegaly, petekie
atau purpura (anemia hemolitik autoimun dengan trombositopenia), dan katarak (defisiensi
G6PD).5 Pemeriksaan penunjang dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin dan
serum
haptoglobin,
peningkatan
hitung
retikulosit,
bilirubin
indirek,
serum
lactate
dehydrogenase (LDH), urobilinogen urin, dan hemoglobinuria (+ darah pada urine dipstick,
namun tidak ada eritrosit pada urin).7
Penatalaksanaan
Terapi pada anemi hemolitik umunya bersifat suportif, seperti terapi transfuse, suplemen
asam folat, dan splenektomi. Terapi spesifik diberikan tergantung etiologi dari anemia hemolitik
itu sendiri. Terapi trasnfusi diberikan untuk anemia hemolitik berat. Indikasi utama pada
transfuse eritrosit adalah pemberian eritrosit yang cukup untuk mencegah atau mengembalikan
keadaan hipoksia jaringan yang diakibatkan kompensasi yang tidak adekuat. Splenektomi
dilakukan untuk mengurangi anemia yang terjadi. Pembesaran limpa dapat menghilangkan lebih
banyak sel darah merah dari jomlah normal sehingga dapat menyebabkan anemia.8
3. Anemia defisiensi Vitamin B12
Vitamin B12 dihasikan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi
sekunder oleh mikroorganisme. Manusia tidak mampu mensintesis vitamin B12. Defisiensi
vitamin B12 dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat,
kegagalan absorbs saluran gastrointestinal, tidak terdapatanya factor-faktor intrinsic (anemia
pernisiosa), penyakit yang melibatkan ilium atau pancreas ynag merusak absorpsi vitamin B 12,
dan gastrektomi.2
Patofisologi
Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen organometalik yang
kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin, struktur yang mirip porfirin darimana
heme terbentuk. Tidak seperti heme, kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus
dipenuhi dari makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari minimal
untuk kobalamin 2,5mg.9
Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan dikeluarkan dalam
bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat gaster R. Saat memasuki duodenum,
ikatan kompleks kobalamin-R dicerna, dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat
pada faktor intrinsik (FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel
parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan asam lambung.
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus menuju ileum distal, dimana
reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat
kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian
dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC)
II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan
sel-sel lain.9
Normalnya 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi disimpan dalam
jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun bagi individu normal untuk menjadi
kekurangan kobalamin bila absorpsi dihentikan secara tiba-tiba. Metilkobalamin adalah bentuk
yang diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak sebagai katalisator dalam perubahan
homosistein menjadi metionin. Bila reaksi tersebut terganggu, metabolisme folat akan menjadi
kacau dan timbul kerusakan DNA.9
Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak terkonjugasi, yang
baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh
transfer metil. Ini yang disebut hipotesis folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah
substrat yang tak baik untuk enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan
dengan perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan menimbulkan
hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan mengapa dengan pemberian folat yang
besar dapat menghasilkan remisi hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin.9
Manifestasi Klinis
Gejala anemia pernisiosa juvenile menjadi nyata pada umur 9 bulan sampai 11 tahun.
Rentang waktu ini sesuai dengan habisnya simpanan vitamin B12 ynag diperoleh in utero. Ketika
anemia menjadi berat, terjadi kelemahan, iritabilitas, anoreksia, dan kurang gairah. Lidah licin,
merah, dan nyeri. Manifestasi neurologis meliputi ataksia, parestesia, hiporefleksi, respon
Babinski, klonus, dan koma.3
Pemeriksaan Laboratorium
yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung
Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira 10% normal),
aklorhidira, pH>6
Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari
LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoiesis yang tidak
Penatalaksanaan
Bila diagnosi telah ditegakkan, atau pada anak dengan sakit berat, asam folat diberikan
secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik diragukan, 50100 ug/24 jam folat dapat diberikan selama satu minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 ug/24 jam
sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vit B12. Terapi asam folat harus diteruskan
sampai 3-4 minggu.2
Kesimpulan
Anemia merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari
penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya produksi, meningkatnya destruksi
atau kehilangan sel darah merah. Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasifikasikan menjadi
anemia makrositik, anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV,
RDW, hitung retikulosit, dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis
penyebab anemia.
Daftar Pustaka
1. Irwan
H.
Pendekatan
diagnosis
anemia
pada
anak.
Diunduh
dari.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_205Pendekatan%20Diagnosis%20Anemia
%20pada%20Anak.pdf. 4 Mei 2015.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Ed. 15. Jilid. 2. Jakarta:
EGC. 2000.
3. Diunduh dari. http://eprints.undip.ac.id/43853/3/Elsa_G2A009017_BAB_2.pdf. 4 Mei
2015.
4. Oehadian A.
pendekatan
klinis
dan
diagnosis
anemia.
IDI.
Diunduh
dari.
http://www.kalbemed.com/portals/6/04_194cmependekatan%20klinis%20dan
%20diagnosis%20anemia.pdf. 7 Mei 2015.
5. Handayani W, Haribowo AS. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
hematologi. Jakarta: Salemba medika. 2008. H. 49-60.
6. Diunduh
dari.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter
%20II.pdf. 11 Mei 2015.
7. Berman BW, Chapter. Pallor and Anemia. In: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS.
Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Ed. 2. Phiadelphia: Saunders. 2004.
873-4.
8. Huang I. Anemia hemolitik pada anak. Diunduh dari. http://drianhuang.com/informasikesehatan/tenaga-medis/anemia-hemolitik-pada-anak/. 11 Mei 2015.