KEKERUHAN VITREUS
A. DEFENISI
Vitreus merupakan struktur transparan, segala bentuk struktur yang menyebabkan vitreus
tidak lagi transparan akan menimbulkan kekeruhan pada vitreus yang berakibat
timbulnya gejala kekeruhan. Obscura Corpus Vitreous/Vitreous opacity/ kekeruhan
vitreus adalah perubahn struktur vitreus dari transparan menjadi struktur yang tidak
transparan dan menyebabkan timbulnya gejala seperti gambaran benang-benang, jarring
laba-laba, objek-objek serupa piring-piring kecil atau sebuah cincin tembus pandang
yang tampak di lapangan penglihatan seseorang.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi Vitreus
Vitreus mempunyai sifat gelatin, jernih, avaskuler dan terdiri atas 99 % air dan
selebihnya campuran kolagen dan asam hialuronik yang memberi sifat fisika normal
lainnya. Sesungguhnya fungsi vitreus sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina
Vitreus memenuhi ruangan antara lensa mata, retina dan papil saraf optik. Bagian luar
(korteks) vitreus bersentuhan dengan kapsul posterior lensa mata, epitel pars plana, retina
dan papil saraf optik. Vitreus melekat sangat erat dengan epitel pars plana dan retina
dekat ora serata. Kebeningan vitreus disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan
sel. Vitreus melekat tidak begitu erat dengan kapsul lensa mata dan papil saraf optik pada
orang dewasa.
Vitreus yang normal sangat jernih sehingga tidak nampak apabila diperiksa dengan
oftalmoskopi direk maupun oftalmoskopi indirek. Apabila terjadi perubahan struktur
vitreus seperti misalnya pencairan sel, kondensasi, pengerutan, barulah keadaan ini dapat
dilihat dan inipun hanya dengan slit-lamp dan bantuan lensa kontak.(9,10)
Gambar 2.1
Anatomi Vitreus
C. KLASIFIKASI
Kekeruhan vitreus diklasifikasikan berdasarkan etiologic nya yaitu :
Kongenital
Didapat (acquired)
o Endogenus
o Eksogenus
Seiring dengan berkembangnya teknologi diagnostic, etiologic dari kekeruhan vitreus
menjadi semakin berkembang.
D. ETIOLOGI
Penyebab kekeruhan vitreus yang didapat dikategorikan menjadi :
Genetic
Inflammatory non infectious
Inflammatory infectious
Inflammatory iatrogenic
Degenerative
Traumatic
Neoplastic
Idiopathic
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang sering terjadi yang menyebabkan timbulnya
kekeruhan vitreus :
Muscae Volitantes
Ini merupakan suatu keadaan fisiologi opasitas dan merupakan residu dari hyaloid
primitive pembuluh darah.Pandangan pasien seperti titik halus dan filament, yang
sering hanyut kedalam dan keluar dari lapangan visual, dengan latar belakang
terang.
Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)
Ini merupakan hasil dari gagalnya struktus vitreous primer untuk mengurangi
hubungan dengan hypoplasia dari bagian posterior vascular.Secara klinis
dikarakteristikkan dengan adanya refleks putih pupil yang dapat dilihat setelah lahir.
Inflammatory vitreous opacities
Ini terdiri dari eksudat yang dialirkan ke vitreous pada pasien dengan anterior
pasca inflamasi.
Amyloid degeneration
Merupakan kondisi yang jarang dimana terjadi penumpukan material amyloid di
vitreus pada amyloidosis.
Asteroid hyalosis
Ditandai dengan badan kecil, putih dan bulat tersuspensi yang mengelilingi gel
vitreus,
yang
merupakan
akumulasi
kalsium
yang
mengandung
kalsium
lipid.Asteroid hyalosis baisanya unilateral dan asimptomatik pada pasien tua dengan
vitreus sehat.Tetapi ini dipengaruhi secara genetic pada pasien diabetes dan
hiperkolesterolemia.Tidak diketahui secara genesis dan tidak ada pengobatan yang
efektif.
Synchysis scintillans
Merupakan suatu kondisi dimana vitreus diisi oleh badan angular putih dan kristalin
yang dibentuk dari kolesterol.Dalam kondisi in ivitreus menjadi cair dan Kristalkristal tenggelam ke bawah. Fenomena ini muncul sebagai pancuran yang indah
E. PATOFISIOLOGI
Vitreus mengisi ruang antar lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tigadimensi dan gel asam hialuronat. Permukaan luar vitreus memiliki daya rekat yang
berbeda-beda ke permukaan retina.
Proses penuaan, perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain
sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus. Sebagian besar kekeruhan terjadi
oleh karena proses penuaan. Proses penuaan ini menyebabkan vitreus mengalami
sineresis yaitu proses terbentukanya kavitas oleh vitreus yang pada akhirnya
menimbulkan kolaps vitreus, opacification yaitu terjadinya kekeruhan pada vitreus yang
awalnya jernih dan merupakan suatu proses alami dan penyusutan dari vitreus. Hal ini
menyebabkan terdorongnya vitreus dari dinding bola mata dimana tempatnya menepel
dengan retina, sehingga terjadi pelepasan vitreus dari retina yang di sebut pelepasan
vitreus posterior atau Posterior Vitreous Detachment (PVD) dan pada sebagian besar
orang yang berusia antara 40-70 tahun ini merupakan kejadian yang biasa terjadi.
Posterior Vitreous Detachment (PVD) merupakan penyebab utama terjadinya
kekeruhan. Pelepasan ini menyebabkan sedikit perdarahan dari pembuluh darah retina
yang akan menyebabkan kekeruhan. Kekeruhan juga dapat muncul pada infeksi mata,
cedera mata dan bila adanya protein atau material lain yang terperangkap di dalam mata
maupun yang terbentuk di dalam vitreus.
Posterior Vitreous Detachment (PVD) juga menyebabkan rangsangan mekanis pada
retina, biasanya terjadi sekunder setelah pemisahan vitreus dari retina dan menimbulkan
kilatan cahaya yang juga disebut fotopsia. Skotoma bilateral berkilau, seperti-kilat,
bergerigi yang terjadi sekunder pada migrain (50% tidak disertai dengan sakit kepala)
sering disalah artikan dengan fotopsia. Sebagian besar pasien yang vitreus posteriornya
terlepas akan mengalami kilatan sinar, terutama saat melakukan gerakan sakadik, sampai
pemisahannya sempurna.
F. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis yang paling sering terjadi dan membuat pasien datang ke dokter adalah
:
Kekeruhan
Open-sky vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk anterior vitrektomi. Adapun indikasi teknik ini adalah :
- kehilangan vitreous sewaktu ekstraksi katarak
- aphakic keratoplasty
- rekonstruksi ruang anterior pasca trauma yang menyebabkan hilangnya vitreus
- pemindahan lensa yang dislokasi
Closed vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk core, subtotoal dan total vitrektomi. Adapun indikasi teknik
ini :
- endoptalmitis disertai abses vitreus
- perdarahan vitreus
- proliferative diabetes retinopati
- komplikasi pelepasan retina
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskasn kerja dengan dekat
atau merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Ketidaknyamanan ringan atau mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi,
gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin,
diabetes. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pertimbangan rencana pemulangan
DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai
prosedur pasien rawat jalan). Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan
makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.
f. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
- Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau penurunan ketajaman penglihatan
- Mencegah komplikasi
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan Pemulangan
- Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
- Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif
- Komplikasi dicegah atau diminimalkan
- Proses penyakit atau prognosis dan program terapi dipahami
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan
tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
C. INTERVENSI
Nyeri
akut (Sensori
yang
tidak
menyenangkan
dan
pengalaman
menggambarkan
adanya
kerusakan
(Asosiasi
Studi
Nyeri
manajemen nyeri.
Melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
Mampu
menggunakan
metode
non
farmakologi
untuk
mengurangi nyeri
NOC : Mengontrol nyeri dengan indikator:
Mengenal factor-faktor penyebab nyeri, Mengenal onset nyeri,
Melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, Menggunakan
analgetik, Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan, Mengontrol
nyeri
NOC :Menunjukan tingkat nyeri Indikator:
Melaporkan nyeri, Melaporkan frekuensi nyeri, Melaporkan lamanya
episode nyeri, Mengekspresi nyeri: wajah, Menunjukan posisi
melindungi tubuh, kegelisahan, perubahan respirasi rate, perubahan
Heart Rate, Perubahan tekanan Darah, Perubahan ukuran Pupil,
Perspirasi, Kehilangan nafsu makan
NIC :
1.
berat,
konstan
atau
berulang
tanpa
akhir
yang
dapat
manajemen nyeri.
Melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
Mampu
menggunakan
metode
non
farmakologi
mengurangi nyeri
NIC:
1.
Pain Management
untuk
dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2.
mengetahui
(farmakologi,
non
Analgesic Administration
Mengenal penyakitnya
Kriteria Hasil :
Pasien
dan
keluarga
mampu
melaksanakan
prosedur
yang
NIC:
1.
-
2.
Pendidikan Kesehatan:Pengobatan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
4.
Hubungan seks
5.
Mengenderai kendaraan
6.
7.
pengurang nyeri
2.
3.
kerusakan
kognitif
atau
perceptual,
kerusakan
Kriteria hasil :
-
NIC:
1.
2.
Activity therapy
3.
Environmental management
Resiko cedera (Dalam resiko cedera sbagai akibat dari interaksi kondisi
lingkungan dengan respon adaptif individu dan sumber pertahanan)
NOC :
Perilaku Aman: Mencegah
Jatuh dengan indikator
- Menghindari jatuh dan terpeleset di lantai
- Menggunakan tongkat
- Menjauhkan bahaya yang bisa menyebabkan jatuh
- Memakai alas kaki yang tidak mudah slip
- Mengatur tinggi tempat tidur
- Menggunakan alat Bantu penglihatan
NIC :
1.
Manajemen Lingkungan
Mencegah Jatuh :
DAFTAR PUSTAKA
1. Berdahl JP, Mruthyunjaya P, Scott IU et al. Vitreous hemorrage: diagnosis and
treatment. Diunduh dari www.americanacademyofophtalmology.com, 26 Mei 2013.
2. Phillpotts BA, Blair NP, Gieser JP et al. Vitreous hemorrage. Diunduh dari
www.emedicine.com, 26 Mei 2013.
3. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. Dalam: Ophtalmology : clinical sign and differential
diagnosis 2000; 237.
4. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous retina, and choroid. Dalam: Regillo
CD, Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal disease the essentials. New York;
Thieme 1998;11-24.
5. Dibernardo C. Ultrasonography. Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed.
Vitreoretinal disease the essentials. New York; Thieme 1998; 65-86.
6. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ, ed. Retina.
Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 224-306.