Dimitri Mahayana
Contoh lain adalah mesin fotokopi dan faximile. Namun ternyata seluruh kemampuankemampuan pendukung konstruksi pengetahuan ini menyatu dalam suatu eksplosi yang
merupakan big-bang kedua; yakni internet, lengkap dengan komunikasi elektromagnetooptis
via satelit maupun kabel, yang didukung oleh eksistensi jaringan telefoni yang telah ada dan
akan segera didukung pula oleh ratusan satelit yang sedang dan akan diluncurkan. Ummat
manusia pasca revolusi keempat ini dapat berinteraksi oral maupun dengan teks dengan
sangat interaktif; keseluruh penghujung dunia, tanpa sedikitpun kehilangan interaktifitasnya
maupun sense "live" nya. Distribusi, propagasi dan menebarnya pengetahuan melalui
internet maupun kodifikasi dan konstruksinya menjadi teramat eksplosif. Maka bila bigbang pertama di alam semesta material yang kita huni adalah material big bang dan terjadi
di taraf eksistensi fisik semesta, big-bang kedua adalah knowledge big-bang dan terjadi di
taraf eksistensi mental spesies homo-sapiens. Metafisika, dengan ontologi, kosmologi dan
eskatologinya, mungkin memandang internet ini sebagai salah satu manifestasi keniscayaan
alladzii kholaqo fasawwa, bahwa Perancang Alam ini selalu menyempurnakan apa yang
diciptakannya, termasuk di dalamnya manusia, menuju puncak kemanusiaannya.
Dunia tanpa batas
Realitas informasi tanpa batas (borderless information) adalah kesangathakikatan
era informasi. Sumber-sumber informasi text, audio dan video, dalam jumlah massal dapat
diakses dari tiap titik di globe dunia. Ratusan ribu surat kabar dan majalah, jurnal dan hasil
riset, universitas, sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan dan lembaga bisnis,
sumber-sumber pornografik (dan, ini merupakan sites yang paling sering diakses di
internet), organisasi-organisasi kemasyarakatan (mulai dari organisasi pecinta sport,
otomotif, organisasi keagamaan hingga organisasi para gay dan lesbi [5]) kini telah on-line
di web. Intelek Manusia memerlukan semua data ini, dan kemudian Ia mesti menentukan
langkahnya untuk lebih menyempurna, seiring dengan kesempurnaan pengetahuannya.
Cara berfikir tanpa batas (borderless way of thinking) adalah karakter masyarakat
pasca revolusi keempat. Pembatasan fikiran manusia berdasar ras, nasionalisme,
kepentingan bisnis dan lain-lain adalah penjara besar bagi kemanusiaan. Tentu cara berfikir
yang melampaui batasan-batasan geografis, suku, ras dan agama ini pada gilirannya segera
akan menghasilkan kebudayaan tanpa batas (borderless culture) maupun gaya hidup tanpa
batas (borderless life-style). Dan timbulnya masyarakat global dunia dengan cara berfikir,
gaya hidup dan kultur yang tanpa batas. Secara ekonomis, ini menumbuhkan timbulnya
pasar global dan kompetisi global ekonomi dunia, produsen dari mana saja dapat melayani
konsumen dan customer dari mana saja, kapan saja. Any time any place global market &
global competition
Revolusi pengetahuan manusia di era internet juga menyebabkan lenyapnya batasbatas berbagai industri. [8] Pertemuan berbagai teknologi barui menciptakan tuntutan baru
terhadap para manajer dalam perusahaan yang mapan. Integrasi teknologi kimia dengan
elektronika dan perangkat lunak (contoh; Eastman Kodak Company), teknologi mekanis
dengan elektronika (contoh; Ford Motor Company), teknologi farmasi dengan mode
(contoh; Revlon) memaksa para manager untuk tidak saja mencari teknologi baru, namun
juga harus berusaha secara aktif mengantisipasi fenomena lenyapnya batas-batas antar
teknologi ini. Kebutuhan untuk integrasi dan pengembangan produk dan jasa hibrida ini,
seperti Photo CD di Kodak, menciptakan tantangan baru: para manajer harus selalu belajar,
beradaptasi dan memanfaatkan proses-proses logika yang berbeda. Sebuah contoh yang
paling ekstrim; karena komputer masa depan dapat juga berfungsi sebagai TV, Radio,
Faximile, Telephone, Videophone, Pager, kotak pos, dan lain-lain maka seluruh industri TV,
Radio, faksimile, telephone, videophone, pager, kantor pos maupun industri komputer akan
mulai saling kehilangan batas satu sama lain. [8]
Dalam dunia pendidikan, fenomena lenyapnya batas-batas pertama langsung
muncul pada domainnya yang paling fisikal, yakni lenyapnya jarak dalam proses
pendidikan. Ini tampak pada program distance learning (belajar jarak jauh) di berbagai
universitas di dunia. Berbagai gelar, baik sarjana, Master maupun Doktor bisa diperoleh
tanpa harus mengikuti perkuliahan di universitas yang bersangkutan. Kuliah melalui
internet, lengkap dengan seluruh fasilitasnya (termasuk distance laboratory) adalah model
kuliah abad-21. Seseorang bisa mengikuti program studi di lima universitas pada lima
negara yang berbeda. Negara bagian Oklahoma (di Amerika), misalnya, saat ini telah
mempunyai sekolah-sekolah yang state of the art-nya adalah internet. Daerah tersebut telah
menginstalasi kabel-kabel serat optis ke tujuh buah sekolah K-12 (baca pula; SD, SMP,
SMU). Mereka telah menyelenggarakan fasilitas video konferensi berbasis komputer PC
untuk belajar jarak jauh, dan mereka bisa menyelenggarakan pelajaran matematika SMU
untuk siswa-siswa SMP. Belajar jarak jauh juga memungkinkan siswa-siswa yang di rumah
karena sakit tetap terhubung dengan kelas-kelas mereka sehingga mereka tetap bisa
mengikuti pelajaran dengan baik, walaupun sedang mengaso di rumah karena sakit. [22]
Ketanpabatasan terhadap realitas masyarakat global merupakan satu hal yang secara
homogen dapat diperoleh di seluruh titik di dunia dalam segala aspeknya. Maka meminjam
istilah Maulana Jalaluddin Rumi [18], bahwa Kekasih Abadi (yakni Tuhan) tidaklah
terhalang oleh apapun selain dari diri (baca pula; ego) pecinta; analog dengan itu, realitas
aktifasi potensi intelek, akal budi, kebebasan dan kemampuan berakal-budi siswa agar
mereka bisa memecahkan berbagai persoalan nyata harus lebih diutamakan.
Covey, pengarang Seven Habits of Highly Effective People dan pendiri dari Covey
Leadership Center, mengatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik pemimpin yang akan
sukses dalam menghadapi masa depan, antara lain; mereka belajar terus menerus, mereka
berorientasi untuk melayani, mereka meradiasikan energi (kehidupan) yang positif, mereka
selalu percaya kepada orang lain, mereka menjalani hidup dengan seimbang, mereka melihat
hidup sebagai petualangan, mereka selalu berusaha bersikap sinergi, dan mereka selalu
berusaha dan berlatih untuk memperbaharui diri sendiri terus menerus. [6] Siswa yang
memiliki karakter ingin memperbaiki dan memperbaharui diri sendiri terus menerus akan
menjadi pemimpin masa depan.
Learning how to learn (belajar bagaimana untuk belajar) nampaknya menjadi
suatu paradigma yang cocok bagi pendidikan yang bertujuan renewal ability. Diberikan
keadaan yang demikian berubah terus menerus dalam berbagai seginya, bagaimana cara
siswa dapat memecahkan suatu masalah yang diberikan dengan memanfaatkan berbagai
sumber informasi global yang dapat mereka akses on their finger tip (lewat ujung jari
mereka)?
Walaupun terdapat mega perubahan dalam semua aspek kehidupan, beberapa prinsip alami
tertentu seperti halnya; keadilan,
keterbukaan,