Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

W DENGAN RHINOSINUSITIS
KRONIK POST OP SEPTOPLASTI + REDUKSI KONKA +
ADENOIDECTOMI DI POLI THT DI RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG

LAPORAN KASUS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Medikal Bedah

Rika Riyanti T
220112160082

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2016

Tinjauan Teoritis
A. Definisi
Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih
mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering
disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Soetjipto D
& Wardani RS,2007).
B. Etiologi
1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rhinosinusitis kronik merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai
semua orang mulai dari kelompok jenis kelamin, umur dan semua ras.
b. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rhinosinusitis akut biasanya muncul karena adanya infeksi saluran
pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Rhinosinusitis akut yang tidak
diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan
bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan
sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
c. Infeksi Gigi
Salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila yaitu infeksi
gigi. Hal ini dapat terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan
yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Oleh karena
itu hal ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal
dari gigi dan menimbulkan infeksi sinus maksila.
d. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu reaksi tubuh terhadap benda atau bahan asing
yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun. Peranan alergi pada
rhinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan
pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi.
e. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi rhinosinusitis
kronik. Hal ini dapat terjadi karena penderita diabetes mellitus berada
dalam kondisi immunocompromised yaitu turunnya sistem kekebalan
tubuh sehingga akan lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti
rhinosinusitis.

f.

Asma
Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rhinosinusitis
kronik.
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi hidung seperti septum deviasi, bula etmoid yang
membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa
dapat menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan
menggangu clearance mukosilia sehingga terjadi rhinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapat
mengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener
atau sindrom silia immortal merupakan suatu penyakit yang diturunkan
secara genetik, yang dapat menyebabkan gangguan pada koordinasi
gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada
transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi
kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis.
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti :
Streptococcus pneumonia
Haemophillus influenza
Moraxella catarrhalis
Streptococcus pyogenes
Staphylococcus aureus
Bacteroides
Peptostreptococcus
Fusobacterium dan Basil gram (-)
Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus diantaranya:
Rhinovirus
influenza virus
parainfluenza virus dan Adenovirus
jamur (Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rhinosinusitis kronik yaitu
polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi
saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat
gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan
rhinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena
menyebabkan mukosa sinus membengkak.
C. Klasifikasi

Pinheiro et al. (1998) dalam CDK (2010), membagi rinosinusitis dilihat dari 5 aksis
yaitu:
1. Gambaran klinis (akut, subakut, dan kronik)
Menurut Konsensus International (2004) dalam Soetjipto & Wardani (2007)
membagi rinosinusitis menjadi:
a. Akut dengan batas sampai 4 minggu
b. Sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu
c. Kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu
Rinosinusitis kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal
yang menetap selama lebih 12 minggu atau 4 kali serangan akut berulang
pertahun yang masing-masing serangan lebih dari 10 hari.
2. Lokasi sinus yang terkena (maksilaris, frontalis, ethmoidalis, dan
sphenoidalis)

3. Organisme yang terlibat (virus, bakteri, atau jamur)


4. Keterlibatan ekstrasinus (komplikasi atau tanpa komplikasi)
5. Modifikasi penyebab spesifik (atopi, obstruksi komplek osteomeatal)
D. Manifestasi Klinis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala
mayor dan 2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan
nasoendoskopi dan foto polos hidung dan sinus paranasal.
1. Gejala Mayor :
Hidung tersumbat
Sekret pada hidung / sekret belakang hidung / PND
Sakit kepala
Nyeri / rasa tekan pada wajah

Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)

2. Gejala Minor :
Demam, halitosis
Pada anak; batuk, iritabilitas
Sakit gigi
Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
Gejala dan Tanda Klinis : (Ballenger, 1997 cit Setiadi 2009)
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
b. Sakit kepala
sakit kepala merupakan tanda yang umum pada sinusitis, nyeri kepala yang
timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan
sekitarnya.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri dapat dirasakan bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari saat
menyentuh permukaan wajah.
d. Gangguan penghindu
pasien dapat mencium bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan
yang lebih sering adalah hilangnya penghindu. Hal ini dapat disebabkan
adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena
itu ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan
hilangnya indra penghindu. Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat
degenerasi filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan
kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
a. Pembengkakan dan udem
pada penderita dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan
akibat periostitis. Saat dipalpasi dengan jari akan terasa seperti ada penebalan
ringan atau seperti meraba beludru.
b. Sekret nasal
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi:
a.

Foto rontgen sinus paranasal


Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan
Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen,
tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan

mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti


suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus.
Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya
batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak.
b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan
sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana
untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil
gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan
dari lokasi Gradasi Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid
posterior dan sinus sphenoid, Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi
0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi parsial Gradasi 2 :
Opasifikasi komplit.
Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena
dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor
lokal penyebab sinusitis.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus
media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau
tumor.
F. Penatalaksanaan
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi
septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip,
kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan
yang sesui dengan kelainan yang ditemukan (Ulusoy, 2007).
Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial
yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.
1. Medikamentosa
a. Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat
diberikan sebagai terapi awal. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan
mencukupi 10 14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada perbaikan
dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon

atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat
diberi metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan,
maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum
terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.
b. Terapi Medik Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal
mendampingi antibiotik. Dekongestan memberikan efek vasokontriksi yang
dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, dan meningkatkan ventilasi.
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis
pada lebih dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru
dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi.
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid
topikal dan kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek
lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia.
Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis
dan sinusitis. Penggunaan kortikosteroid topikal pada kelainan alergi dan
non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek
osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung.
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus.
Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral
dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat
semprot merata.
2. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan
optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi
tindakan bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi
meatus inferior, Caldwel-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.W DENGAN RHINOSINUSITIS


KRONIK POST OP SEPTOPLASTI + REDUKSI KONKA +
ADENOIDECTOMI DI POLI THT DI RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG
I.

PENGKAJIAN
A. Biodata

1. Identitas Pasien
Nama

: Ny.W

Tempat Tanggal Lahir

: 02 Mei 1996

Umur

: 20 tahun

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat

: Cibereum Bandung

Tanggal Masuk

: 14 Oktober 2016

Tanggal Pengkajian

: 14 Oktober 2016

No. RM

: 0001496665

Diagnosa Medis

: Rhinosinusitis Kronik

B. Status Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada kepala dan wajahnya saat ditekan.
b. Riwayat Masalah Kesehatan
P: Pasien mengatakan datang ke RS untuk melakukan kontrol, pasien post op
septoplasti + reduksi konka + adenoidectomi. Pasien mengatakan seperti masih
ada yang menyumbat di hidungnya, pasien mengeluh nyeri kepala dan nyeri
pada wajah saat ditekan. Nyeri dirasakan saat beraktivitas dan nyeri berkurang
saat tidak beraktivitas.
Q: nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk sampai mengganggu tidurnya.
R: Keluhan dirasakan di kepala dan di bagian wajah ketika ditekan-tekan.
S: Saat dikaji skor nyeri menggunakan numeric rating scale didapatkan skor 6.
T: Nyeri dirasakan hilang timbul dan terasa pada saat malam hari dan saat
beraktivitas berat.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sejak 2 tahun yang lalu mengeluh hidung tersumbat, keluhan
dirasakan disertai hidung berair, bersin, hidung gatal, nyeri di daerah hidung dan
penurunan penciuman. Setelah didiagnosa rhinosinusitis kronik pasien dilakukan
oprasi septoplasti + reduksi konka + adenoidectomi 4 bulan yang lalu tepatnya
tanggal 17 juni 2016.
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan ibunya menderita penyakit yang sama dan adiknya juga
mempunyai asma.

4. Pola Aktivitas Sehari-hari


Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari masalah yang
dihadapi pasien nyeri dan terkadang sesak, tetapi tidak terlalu mengganggu
aktivitasnya hanya saja dirasakan kurang nyaman.
C. Riwayat ADL
No
.

Aktivitas

1.

Nutrisi
- Makan
-

Minum

Eliminasi
BAK

BAB

2.

Sebelum sakit

Setelah sakit

Frekuensi 2-3 kali sehari,


porsi habis
1.200 ml sehari

Frekuensi 2-3 kali sehari,


porsi habis
1.200 ml sehari

Frekuensi 6-7 kali sehari,


warna urin kuning jernih,
tidak ada keluhan BAK
Frekuensi 2 kali sehari,
konsistensi dan warna
feses normal, tidak ada
keluhan BAB

Frekuensi 6-7 kali sehari,


warna urin kuning jernih,
tidak ada keluhan BAK
Frekuensi 2 kali sehari,
konsistensi dan warna feses
normal, tidak ada keluhan
BAB

3.

Pola aktivitas

Klien dapat melakukan


aktivitas seperti biasa

Klien dapat melakukan


aktivitas seperti biasa
walaupun terkadang
mengeluh nyeri dan sesak

4.

Pola istirahat dan


tidur

Tidur siang : Tidur malam : 5-6 jam

Tidur siang : Tidur malam : kurang dari


6 jam

D. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umun
- Penampilan Umum
: Pasien tampak tenang
- Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15 E: 4, V: 5, M: 6)
b) Tanda-tanda vital
- TD
: 120/80 mmHg
- RR : 26x/menit
- HR : 91 x/menit
- Suhu : 36.7C
c) Pemeriksaan Hidung

Bentuk hidung simetris, pernafasan cuping hidung dan sianosis (-), mukosa
hidung lembab, berwarna merah muda, pembesaran konka (-), sekret maupun
polip (-). Hidung kokoh, patensi adekuat, ada nyeri tekan pada palpasi daerah
sinus paranasal.
d) Pemeriksaan Mulut
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak terdapat iritasi atau lesi pada
rongga mulut, susunan gigi lengkap, tidak terdapat caries, bentuk lidah simetris,
uvula normal, pasien tidak ada keluhan dalam mengunyah dan menelan.
e) Pemeriksaan Telinga
bentuk dan ukuran daun telinga dalam batas normal, mukosa lembab berwarna
merah muda, otorrhoe (-). Perforasi membran timpani (-) Pada pemeriksaan
menggunakan garpu tala didapatkan hasil yaitu : tes Rinne didapatkan hasil -/(BC > AC), tes Weber didapatkan hasil suara terdengar sama kerasnya pada
kedua telinga (tidak ada lateralisasi), tes Schwabach : memanjang.
E. Data Penunjang
a. Nasoendoskopi
Tidak terdapat pembengkakan pada konka.
F.Farmakologi
Nacl 0.9% digunakan untuk irigasi hidung yang dilakukan 6-10x perhari setiap
4jam.
Cetirizine 1x10mg digunakan jika ada keluhan saja saat malam.

G. Analisa Data
Data
DS:
Pasien mengeluh nyeri
kepala dan wajah saat
ditekan. Pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan sampai
mengganggu tidurnya.
DO:
- Pasien tampak menahan
nyeri ketika menekan
wajahnya
- Didapati skala nyeri 6
- RR= 26 x/ menit.
- Tidur <6jam karena nyeri
DS:
Pasien mengeluh merasakan
ada sumbatan di hidung
membuatnya sedikit tidak
nyaman dan terkadang
sesak.
DO:
- Hasil pemeriksaan
nasoendoskopi tidak
terdapat sumbatan dan
pembengkakan

Etiologi
Inflamasi pada sinus frontal

Peradangan

Nyeri pada kepala

Masalah Keperawatan
Nyeri

Rhinosinusitis

Post op septoplasti

Rasa tidak nyaman karena hidung


merasa ada sumbatan

Gangguan body image

Gangguan body image

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (kepala, wajah) berhubungan dengan peningkatan tekanan sinus sekunder
terhadap peradangan sinus paranasal.
2. Gangguan body image berhubungan dengan persepsi perubahan pada tubuh.

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny.W
No. RM

: 0001496665

Ruangan

: Poli THT

No.
1.

2.

Diagnosa Keperawatan
Nyeri
(kepala,
wajah)
berhubungan
dengan
peningkatan tekanan sinus
sekunder
terhadap
peradanggan sinus paranasal.

Tujuan
Intervensi & Rasional
Tujuan:
Nyeri
yang 1. Ajarkan
teknik
distraksi
atau
dirasakan klien berkurang
pengalihan nyeri dan teknik relaksasi.
R : Teknik distraksi diharapkan bisa
atau menghilang dalam
menurunkan skala nyeri setelah
waktu 1x24 jam.
pengobatan dengan obat analgesic.
Kriteria hasil :
a) Klien mengungkapkan 2. Anjurkan klien untuk memposisikan
tubuh senyaman mungkin ketika nyeri,
nyeri yang dirasakan
dan menciptakan suasana yang nyaman
berkurang
atau
untuk tidur.
menghilang
R : Membantu menurunkan rasa nyeri
b) Skala nyeri berkurang
sehingga tidurnya tidak terganggu.
c) klien dapat tidur
3. Kolaborasi pemberian analgesic.
dengan nyenyak
R : Obat analgesic dapat menurunkan
atau menghilangkan rasa nyeri.
Gangguan
body
image Tujuan: Klien tidak
1. Berikan kesempatan pada klien untuk
berhubungan dengan persepsi mengalami gangguan
mengungkapkan perasaan tentang
perubahan pada tubuh.
body image.
perubahan citra tubuh.
R:klien
butuh didengarkan dan
Kriteria hasil:
dipahami dalam proses peningkatan
a)
mampu
kepercayaan diri.
mengidentifikasi kekuatan
2. Bantu klien dalam mengembangkan
personal.
kemampuan
menilai
diri
dan
b)
mempertahankan
mengenali
serta
mengatasi
interasksi sosial
masalahnya.
c)
mempertahankan
R :kesan seseorang terhadap dirinya
interaksi sosial
sangat
berpengaruh
dalam
pengembalian kepercayaan diri.
3. Mendukung upaya klien untuk
memperbaiki citra diri.
R: Pendekatan dan saran yang positif
dapat membantu menguatkan usaha dan
kepercayaan diri.

D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Nama pasien: Ny.W
No. RM

: 0001496665

Ruangan

: Poli THT

HARI/TG

JAM

L
Jumat,

10.1

14-10-2016

10.3

TINDAKAN
T: Mengajarkan teknik relaksasi nafas

DIAGNOSA

PARAF

KEPERAWATAN
1

PERAWAT

dalam untuk mengurangi nyeri.


E

Pasien

mengerti

melakukannya.

T: menganjurkan

memposisikan

dan

dapat

klien
tubuh

untuk

senyaman

mungkin ketika nyeri


E
10.5

pasien mengerti dan kooperatif.

:
T: memberikan kesempatan pada klien

untuk mengungkapkan perasaan tentang


perubahan citra tubuh.
E

Pasien

mengatakan

sumbatan di hidung tetapi setelah


dilakukan

11.00 T

merasa

pemeriksaan

tidak

ada
ada

pembengkakan ataupun sumbatan.


membantu klien dalam mengembangkan
kemampuan menilai diri dan mengenali
serta
mengatasi
masalahnya.
Mendukung
upaya
klien
untuk
memperbaiki citra diri
pasien
kooperatif
dan
mengerti
bagaimana

keadaan

fisiknya

dan

perasaan persepsi yang salah tentang


keadaan hidungnya.

E. EVALUASI
Nama pasien: Ny.W
No. RM

: 0001496665

Ruangan

: Poli THT

Hari/ Tgl
Jumat,
14-10-2016

Diagnosa
Keperawatan
1

Paraf
Perawat

Evaluasi
S:
-

Pasien masih mengeluh nyeri pada


kepalanya

Pasien tampak kooperatif.

Nyeri
Gangguan body image

Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan


nyeri dan teknik relaksasi
Anjurkan klien untuk memposisikan
tubuh senyaman mungkin ketika nyeri
Berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang
perubahan citra tubuh
membantu klien dalam mengembangkan
kemampuan menilai diri dan mengenali
serta mengatasi masalahnya. Mendukung
upaya klien untuk memperbaiki citra diri

0:
A:
P:
-

I:
-

10.10 : Mengajarkan teknik relaksasi


nafas dalam untuk mengurangi nyeri
10.35 : menganjurkan klien untuk
memposisikan tubuh senyaman mungkin
ketika nyeri
10.50 : memberikan kesempatan pada
klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang perubahan citra tubuh.
11.00 : membantu klien dalam
mengembangkan kemampuan menilai
diri dan mengenali serta mengatasi
masalahnya. Mendukung upaya klien
untuk memperbaiki citra diri

E:
-

Pasien mengatakan senang karena


menjadi tahu bagaimana cara mengurangi
ketika merasa nyerinya timbul.
Klien mengerti dan mengatakan mungkin
benar bahwa yang dirasakannya ada
sumbatan hanya persepsinya yang salah.

R:
-

Masalah teratasi
intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

sebagian

lanjutkan

Benninger MS, Gottschall J. 2006. Rhinosinusitis: clinical presentation and


diagnosis. In: Itzhak Brook, ed. Sinusitis from microbiology to management. New
York: Taylor and Francis Group
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Soetjipto D, Dharmabakti U, Mangunkusumo E, Utama R. 2006. Functional
endoscopic sinus surgery di Indonesia pada panel ahli THT Indonesia. Jakarta:
Yanmedic-Depkes

Anda mungkin juga menyukai