W DENGAN RHINOSINUSITIS
KRONIK POST OP SEPTOPLASTI + REDUKSI KONKA +
ADENOIDECTOMI DI POLI THT DI RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG
LAPORAN KASUS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Medikal Bedah
Rika Riyanti T
220112160082
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2016
Tinjauan Teoritis
A. Definisi
Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih
mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering
disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Soetjipto D
& Wardani RS,2007).
B. Etiologi
1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rhinosinusitis kronik merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai
semua orang mulai dari kelompok jenis kelamin, umur dan semua ras.
b. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rhinosinusitis akut biasanya muncul karena adanya infeksi saluran
pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Rhinosinusitis akut yang tidak
diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan
bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan
sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
c. Infeksi Gigi
Salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila yaitu infeksi
gigi. Hal ini dapat terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan
yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Oleh karena
itu hal ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal
dari gigi dan menimbulkan infeksi sinus maksila.
d. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu reaksi tubuh terhadap benda atau bahan asing
yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun. Peranan alergi pada
rhinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan
pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi.
e. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi rhinosinusitis
kronik. Hal ini dapat terjadi karena penderita diabetes mellitus berada
dalam kondisi immunocompromised yaitu turunnya sistem kekebalan
tubuh sehingga akan lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti
rhinosinusitis.
f.
Asma
Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rhinosinusitis
kronik.
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi hidung seperti septum deviasi, bula etmoid yang
membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa
dapat menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan
menggangu clearance mukosilia sehingga terjadi rhinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapat
mengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener
atau sindrom silia immortal merupakan suatu penyakit yang diturunkan
secara genetik, yang dapat menyebabkan gangguan pada koordinasi
gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada
transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi
kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis.
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti :
Streptococcus pneumonia
Haemophillus influenza
Moraxella catarrhalis
Streptococcus pyogenes
Staphylococcus aureus
Bacteroides
Peptostreptococcus
Fusobacterium dan Basil gram (-)
Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus diantaranya:
Rhinovirus
influenza virus
parainfluenza virus dan Adenovirus
jamur (Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rhinosinusitis kronik yaitu
polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi
saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat
gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan
rhinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena
menyebabkan mukosa sinus membengkak.
C. Klasifikasi
Pinheiro et al. (1998) dalam CDK (2010), membagi rinosinusitis dilihat dari 5 aksis
yaitu:
1. Gambaran klinis (akut, subakut, dan kronik)
Menurut Konsensus International (2004) dalam Soetjipto & Wardani (2007)
membagi rinosinusitis menjadi:
a. Akut dengan batas sampai 4 minggu
b. Sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu
c. Kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu
Rinosinusitis kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal
yang menetap selama lebih 12 minggu atau 4 kali serangan akut berulang
pertahun yang masing-masing serangan lebih dari 10 hari.
2. Lokasi sinus yang terkena (maksilaris, frontalis, ethmoidalis, dan
sphenoidalis)
2. Gejala Minor :
Demam, halitosis
Pada anak; batuk, iritabilitas
Sakit gigi
Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
Gejala dan Tanda Klinis : (Ballenger, 1997 cit Setiadi 2009)
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
b. Sakit kepala
sakit kepala merupakan tanda yang umum pada sinusitis, nyeri kepala yang
timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan
sekitarnya.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri dapat dirasakan bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari saat
menyentuh permukaan wajah.
d. Gangguan penghindu
pasien dapat mencium bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan
yang lebih sering adalah hilangnya penghindu. Hal ini dapat disebabkan
adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena
itu ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan
hilangnya indra penghindu. Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat
degenerasi filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan
kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
a. Pembengkakan dan udem
pada penderita dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan
akibat periostitis. Saat dipalpasi dengan jari akan terasa seperti ada penebalan
ringan atau seperti meraba beludru.
b. Sekret nasal
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi:
a.
atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat
diberi metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan,
maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum
terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.
b. Terapi Medik Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal
mendampingi antibiotik. Dekongestan memberikan efek vasokontriksi yang
dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, dan meningkatkan ventilasi.
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis
pada lebih dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru
dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi.
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid
topikal dan kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek
lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia.
Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis
dan sinusitis. Penggunaan kortikosteroid topikal pada kelainan alergi dan
non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek
osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung.
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus.
Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral
dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat
semprot merata.
2. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan
optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi
tindakan bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi
meatus inferior, Caldwel-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan.
PENGKAJIAN
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama
: Ny.W
: 02 Mei 1996
Umur
: 20 tahun
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Cibereum Bandung
Tanggal Masuk
: 14 Oktober 2016
Tanggal Pengkajian
: 14 Oktober 2016
No. RM
: 0001496665
Diagnosa Medis
: Rhinosinusitis Kronik
B. Status Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada kepala dan wajahnya saat ditekan.
b. Riwayat Masalah Kesehatan
P: Pasien mengatakan datang ke RS untuk melakukan kontrol, pasien post op
septoplasti + reduksi konka + adenoidectomi. Pasien mengatakan seperti masih
ada yang menyumbat di hidungnya, pasien mengeluh nyeri kepala dan nyeri
pada wajah saat ditekan. Nyeri dirasakan saat beraktivitas dan nyeri berkurang
saat tidak beraktivitas.
Q: nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk sampai mengganggu tidurnya.
R: Keluhan dirasakan di kepala dan di bagian wajah ketika ditekan-tekan.
S: Saat dikaji skor nyeri menggunakan numeric rating scale didapatkan skor 6.
T: Nyeri dirasakan hilang timbul dan terasa pada saat malam hari dan saat
beraktivitas berat.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sejak 2 tahun yang lalu mengeluh hidung tersumbat, keluhan
dirasakan disertai hidung berair, bersin, hidung gatal, nyeri di daerah hidung dan
penurunan penciuman. Setelah didiagnosa rhinosinusitis kronik pasien dilakukan
oprasi septoplasti + reduksi konka + adenoidectomi 4 bulan yang lalu tepatnya
tanggal 17 juni 2016.
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan ibunya menderita penyakit yang sama dan adiknya juga
mempunyai asma.
Aktivitas
1.
Nutrisi
- Makan
-
Minum
Eliminasi
BAK
BAB
2.
Sebelum sakit
Setelah sakit
3.
Pola aktivitas
4.
D. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umun
- Penampilan Umum
: Pasien tampak tenang
- Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15 E: 4, V: 5, M: 6)
b) Tanda-tanda vital
- TD
: 120/80 mmHg
- RR : 26x/menit
- HR : 91 x/menit
- Suhu : 36.7C
c) Pemeriksaan Hidung
Bentuk hidung simetris, pernafasan cuping hidung dan sianosis (-), mukosa
hidung lembab, berwarna merah muda, pembesaran konka (-), sekret maupun
polip (-). Hidung kokoh, patensi adekuat, ada nyeri tekan pada palpasi daerah
sinus paranasal.
d) Pemeriksaan Mulut
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak terdapat iritasi atau lesi pada
rongga mulut, susunan gigi lengkap, tidak terdapat caries, bentuk lidah simetris,
uvula normal, pasien tidak ada keluhan dalam mengunyah dan menelan.
e) Pemeriksaan Telinga
bentuk dan ukuran daun telinga dalam batas normal, mukosa lembab berwarna
merah muda, otorrhoe (-). Perforasi membran timpani (-) Pada pemeriksaan
menggunakan garpu tala didapatkan hasil yaitu : tes Rinne didapatkan hasil -/(BC > AC), tes Weber didapatkan hasil suara terdengar sama kerasnya pada
kedua telinga (tidak ada lateralisasi), tes Schwabach : memanjang.
E. Data Penunjang
a. Nasoendoskopi
Tidak terdapat pembengkakan pada konka.
F.Farmakologi
Nacl 0.9% digunakan untuk irigasi hidung yang dilakukan 6-10x perhari setiap
4jam.
Cetirizine 1x10mg digunakan jika ada keluhan saja saat malam.
G. Analisa Data
Data
DS:
Pasien mengeluh nyeri
kepala dan wajah saat
ditekan. Pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan sampai
mengganggu tidurnya.
DO:
- Pasien tampak menahan
nyeri ketika menekan
wajahnya
- Didapati skala nyeri 6
- RR= 26 x/ menit.
- Tidur <6jam karena nyeri
DS:
Pasien mengeluh merasakan
ada sumbatan di hidung
membuatnya sedikit tidak
nyaman dan terkadang
sesak.
DO:
- Hasil pemeriksaan
nasoendoskopi tidak
terdapat sumbatan dan
pembengkakan
Etiologi
Inflamasi pada sinus frontal
Peradangan
Masalah Keperawatan
Nyeri
Rhinosinusitis
Post op septoplasti
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (kepala, wajah) berhubungan dengan peningkatan tekanan sinus sekunder
terhadap peradangan sinus paranasal.
2. Gangguan body image berhubungan dengan persepsi perubahan pada tubuh.
: 0001496665
Ruangan
: Poli THT
No.
1.
2.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri
(kepala,
wajah)
berhubungan
dengan
peningkatan tekanan sinus
sekunder
terhadap
peradanggan sinus paranasal.
Tujuan
Intervensi & Rasional
Tujuan:
Nyeri
yang 1. Ajarkan
teknik
distraksi
atau
dirasakan klien berkurang
pengalihan nyeri dan teknik relaksasi.
R : Teknik distraksi diharapkan bisa
atau menghilang dalam
menurunkan skala nyeri setelah
waktu 1x24 jam.
pengobatan dengan obat analgesic.
Kriteria hasil :
a) Klien mengungkapkan 2. Anjurkan klien untuk memposisikan
tubuh senyaman mungkin ketika nyeri,
nyeri yang dirasakan
dan menciptakan suasana yang nyaman
berkurang
atau
untuk tidur.
menghilang
R : Membantu menurunkan rasa nyeri
b) Skala nyeri berkurang
sehingga tidurnya tidak terganggu.
c) klien dapat tidur
3. Kolaborasi pemberian analgesic.
dengan nyenyak
R : Obat analgesic dapat menurunkan
atau menghilangkan rasa nyeri.
Gangguan
body
image Tujuan: Klien tidak
1. Berikan kesempatan pada klien untuk
berhubungan dengan persepsi mengalami gangguan
mengungkapkan perasaan tentang
perubahan pada tubuh.
body image.
perubahan citra tubuh.
R:klien
butuh didengarkan dan
Kriteria hasil:
dipahami dalam proses peningkatan
a)
mampu
kepercayaan diri.
mengidentifikasi kekuatan
2. Bantu klien dalam mengembangkan
personal.
kemampuan
menilai
diri
dan
b)
mempertahankan
mengenali
serta
mengatasi
interasksi sosial
masalahnya.
c)
mempertahankan
R :kesan seseorang terhadap dirinya
interaksi sosial
sangat
berpengaruh
dalam
pengembalian kepercayaan diri.
3. Mendukung upaya klien untuk
memperbaiki citra diri.
R: Pendekatan dan saran yang positif
dapat membantu menguatkan usaha dan
kepercayaan diri.
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Nama pasien: Ny.W
No. RM
: 0001496665
Ruangan
: Poli THT
HARI/TG
JAM
L
Jumat,
10.1
14-10-2016
10.3
TINDAKAN
T: Mengajarkan teknik relaksasi nafas
DIAGNOSA
PARAF
KEPERAWATAN
1
PERAWAT
Pasien
mengerti
melakukannya.
T: menganjurkan
memposisikan
dan
dapat
klien
tubuh
untuk
senyaman
:
T: memberikan kesempatan pada klien
Pasien
mengatakan
11.00 T
merasa
pemeriksaan
tidak
ada
ada
keadaan
fisiknya
dan
E. EVALUASI
Nama pasien: Ny.W
No. RM
: 0001496665
Ruangan
: Poli THT
Hari/ Tgl
Jumat,
14-10-2016
Diagnosa
Keperawatan
1
Paraf
Perawat
Evaluasi
S:
-
Nyeri
Gangguan body image
0:
A:
P:
-
I:
-
E:
-
R:
-
Masalah teratasi
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
sebagian
lanjutkan