Sko
r
Nila
i
28,57
Status lamun
28,57
Status mangrove
28,57
Status
karang
14,29
14,29
Habitat khusus
42,86
Produktivitas
estuaria
28,57
Perubahan iklim
28,57
14
200
Unit Data
terumbu
Bobot
100
Flag
India; di sebelah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-Kab. Aceh Besar; di sebelah
selatan berbatasan dengan Kab. Siak dan Kab. Palalawan, Prov. Riau; dan di sebelah
timur berbatasan dengan Kab. Bengkalis Kab. Kampar.
Secara umum, WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE
Indonesia India; di sebelah timur berbatasan dengan titik temu antara batas terluar
ZEE Indonesia India dengan ZEE Indonesia Thailand ditarik ke arah Selatan
menyusuri batas terluar ZEE Indonesia Malaysia di Selat Malaka hingga batas laut
laut Indonesia Singapura; di sebelah selatan berbatasan dengan selanjutnya ditarik
garis kearah Barat menyusuri pantai Selatan Kab. Bengkalis hingga Perbatasan antara
Kab. Palalawan dan Kab. Siak, Prov. Riau, melewati titik Tenggara terluar P.
Rangsang dan P. Rupat; di sebelah barat berbatasan dengan perbatasan antara Kab.
Palalawa dan Kab. Siak, Prov. Riau, ditarik garis menyusuri pantai Timur pulau
Sumatera hingga batas antara Kota Banda Aceh dan Kab. Aceh Besar menuju
Mauduru di P. Weh, Kota Sabang, lalu menyusuri pantai bagian Timur hingga Ujung
Bau di titik paling Utara pulau tersebut yang diteruskan dengan menarik garis ke arah
selatan tanjung terluar P. Nicobar besar hingga batas terluar ZEE Indonesia India.
Berdasarkan analisis terhadap semua parameter, diperoleh
penilaian kondisi ekosistem WPP 571 pada masing-masing indikator yaitu habitat
212.50 (baik), sumberdaya ikan 216.67 (baik), teknis penangkapan ikan 200.00
(sedang), sosial ekonomi 157.14 (sedang) dan kelembagaan 166.67 (sedang). Hasil
analisis komposit agregat semua indikator menunjukkan nilai 190.60, dimana kondisi
ekosistemnya adalah SEDANG atau warna flag kuning. Kemudian analisis lebih
detail, dapat dilihat pada masing-masing WPP berdasarkan indikatornya.
Suumber : http://www.eafm-indonesia.net/
Angin
Berdasarkan observasi, diketahui bahwa kondisi tiupan angin di atas perairan
Pulau Bintan yang menyebabkan gelombang dan arus adalah Angin Utara dan
Baratlaut. Dimana angin tersebut umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus.
Tinggi gelombang hasil pengamatan di perairan Bintan Timur sebelah utara pada
musim angin tersebut bisa mencapai 2 meter. Kecepatan angin maksimum yang
bertiup hasil pengukuran Stasiun Meteorologi Bandara Udara di Kecamatan Kijang
adalah 15 knot dengan arah U 20 T (Utara) dan U 300 330 T (Baratlaut).
2.
Pasang Surut
Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe Campuran Cenderung
Semidiurnal atau Mixed Tide Prevailing Semidiurnal (Wyrtki, 1961). Dimana saat air
pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi
perbedaan waktu pada antar puncak air tertinggi-nya. Hasil prediksi pasut
menggunakan Oritide Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora
(Kecamatan Gunung Kijang) pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata
air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah 121,31 cm, dengan tunggang
maksimum sekitar 194,79 cm. Sedangkan di sekitar perairan Pulau Mantang
(Kecamatan Kijang) pada bulan yang sama mempunyai tinggi rata-rata air pasang
tertinggi +78,68 cm, air surut terendah 135,84 cm, dengan tunggang maksimum
sekitar 214,52 cm.
Pada bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut
terendah 101,06 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm di sekitar
perairan pantai Trikora (Kecamatan Gunung Kijang). Sedangkan di sekitar perairan
Pulau Mantang (Kecamatan Kijang) pada bulan yang sama mempunyai tinggi rata-
rata air pasang tertinggi +98,18 cm, air surut terendah 117,74 cm, dengan tunggang
maksimum sekitar 215,92 cm.
3.
Temperatur
Secara umum temperatur permukaan air hasil pengukuran di perairan Bintan
Timur memperlihatkan kisaran 27,6 28,2 oC (lihat Tabel 4). Berdasarkan Peta
Oseanografi Wilayah Perairan Indonesia (BRKP, 2002) temperatur air permukaan di
perairan sekitar Bintan, pada Monsun Barat (Desember Februari) berkisar 27 28
oC, Monsun Peralihan dari Barat ke Timur (Maret - Mei) 29 29,5 oC, Monsun
Timur (Juni - Agustus) 31 31,5 oC, Monsun Peralihan dari Timur ke Barat
(September - November) 29 29,5 oC.
4.
Salinitas
Secara umum salinitas permukaan air hasil pengukuran di perairan Bintan
Timur memperlihatkan kisaran 29,7 30,7 ppt (lihat Tabel 4). Berdasarkan Peta
Oseanografi Wilayah Perairan Indonesia (BRKP, 2002) salinitas air permukaan di
perairan sekitar Bintan, pada Monsun Barat (Desember Februari) berkisar 32,5
32,8 ppt, Monsun Peralihan dari Barat ke Timur (Maret - Mei) 32 32,5 ppt, Monsun
Timur (Juni - Agustus) 31 31,5 ppt, Monsun Peralihan dari Timur ke Barat
(September - November) 32 32,5 ppt.
5.
pH
Secara umum derajat keasaman air permukaan hasil pengukuran di perairan
Bintan Timur memperlihatkan kisaran 7 8 pH. derajat keasaman air tersebut berada
pada kisaran yang diperbolehkan oleh SK. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988,
yaitu 6 - 9 pH, sehingga direkomendasikan bias mendukung untuk kegiatan
pariwisata, rekreasi, budidaya, dan konservasi laut.
6.
Turbiditas
Secara umum tingkat turbiditas air permukaan hasil pengukuran di perairan
Bintan Timur memperlihatkan kisaran 0,2 3,3 NTU (lihat Tabel 4). Tingkat
turbiditas tersebut sangat jauh dari ambang batas yang telah ditentukan SK. MenKLH
No. Kep-02/MENKLH/1988 yaitu <30-80 NTU. Jadi dapat dikatakan bahwa di
perairan Bintan Timur belum terkontaminasi partikel tersuspensi, yang biasanya
diakibatkan oleh penambangan pasir laut.
7.
Laju Sedimentasi
Secara umum laju sedimentasi di perairan Bintan Timur adalah sangat kecil
Kesimpulan
Pada umumnya sifat-sifat massa air (temperatur dan salinitas) di perairan P.
Simeulue dan sekitarnya pada tahun 2007 tidak jauh berbeda dengan sebelum terjadi
tsunami pada bulan Desember 2004. Ini berarti bahwa meskipun ekosistem perairan
berubah namun pengaruh tsunami terhadap kondisi oseanografi fisika perairan hanya
terjadi sesaat (temporer/tidak permanen). Setelah itu normal kembali karena perairan
Aceh terbuka terhadap perairan Samudera Hindia, dan dengan adanya sistem arus
global yang berjalan aktif maka penyegaran massa air berlangsung aktif pula