Pendahuluan
Down syndrome adalah kelainan genetik yang terjadi pada sekitar 1 dari 800
kelahiran hidup. Ini adalah penyebab utama dari kerusakan kognitif. Down syndrome
dikaitkan
dengan ringan
sampai
sedang
ketidakmampuan
belajar,
keterlambatan
perkembangan, fitur wajah yang khas, dan otot rendah di masa kanak-kanak awal. Banyak
orang dengan sindrom Down juga memiliki kelainan jantung, leukemia, awal-awal penyakit
Alzheimer , gastro-intestinal masalah, dan masalah
kesehatan
lainnya. Gejala-gejala
sindrom Down berkisar dari ringan sampai parah. Harapan hidup untuk individu dengan
sindrom Down telah secara dramatis meningkat selama beberapa dekade terakhir sebagai
perawatan medis dan inklusi sosial telah membaik. Seseorang dengan sindrom Down dalam
kesehatan yang baik akan rata-rata hidup sampai usia 55 atau lebih.
Untuk mengetahui adanya resiko kelahiran, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan untuk
memastikan keadaan janin selama dalam masa kehamilan. Dari pemeriksaan yang bermacammacam tersebut juga di butuhkan beberapa indikasi sebagai acuan untuk dilakukannya
permeriksaan-pemeriksaan tersebut. Secara singkat indikasi untuk diagnosis prenatal adalah
sebagai berikut : 1, 2
1. Kehamilan tunggal dengan usia 35 tahun saat pelahiran
Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk menjalani
pemeriksaan diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun insidens trisomi mulai
meningkat dengan cepat. Hal ini berhubungan dengan non-disjunction pada miosis.
Pada usia 35 tahun kemungkinan untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan
kromosom adalah 1:192, sehingga ada beberapa ahli yang menawarkan diagnosis
prenatal pada usia 33 tahun namun hal ini belum menjadi konsensus.
2. Kehamilan kembar dizigotik dengan usia 31 tahun pada saat pelahiran
Dengan dua janin, hukum probabilitas menyebutkan bahwa kesempatan salah satu
atau keduanya akan menderita sindrom Down lebih besar dibandingkan bila hanya
ada satu janin. Risiko trisomi 21 pada kehamilan kembar harus dihitung setelah
mempertimbangkan risiko sindrom Down yang terkait usia ibu.
3. Riwayat kelahiran trisomi autosomal
1
inversi atau translokasi pada ibu atau ayahnya. Aneuploidi nontrisomik ini akan
meningkatkan resiko mengalami kehamilan selanjutnya dengan kariotipik yang sama.
Hal ini membenarkan dilakukannya diagnostik prenatal pada kehamilan-kehamilan
berikutnya jika tidak terjadi keguguran dini. Dengan melihat fakta- fakta ini,
penentuan kariotipe pada orang tua dan bukannya kariotipe jaringan abortus setelah
keguguran dini berulang dapat memberikan informasi yang amat berguna mengenai
risiko pengulangan.
9. Pasien atau pasangan mempunyai aneuploidi
Wanita trisomi 21 atau 47, XXX serta laki-laki 47,XYY biasanya fertil dan
mempunyai 30 persen resiko mempunyai keturunan trisomi.
10. Defek struktural mayor janin pada pemeriksaan ultrasonografi
2
Memeriksa tubuh bayi untuk fitur fisik sindrom Down, seperti wajah datar, mata
yang miring ke atas, lipatan di tengah telapak tangan (simian lipatan), telinga
berbentuk tidak normal, lidah yang menonjol keluar, dan otot longgar dan sendi.
Meneliti telinga, hidung, dan tenggorokan untuk infeksi pernapasan.
Mendengarkan hati untuk kemungkinan cacat. Bahkan jika tidak ada bunyi jantung
yang tidak biasa didengar, bayi membutuhkan evaluasi jantung lengkap oleh spesialis
jantung dan pediatrik echocardiogram . Hal ini sangat penting untuk memiliki hal ini
rutin
dilakukan
selama
tahap
baru
lahir
(lahir
sampai
usia
bulan). Pemeriksaan untuk strabismus dan nystagmus mungkin tertunda tetapi harus
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis prenatal dimaksudkan untuk menentukan apakah janin yang berisiko besar
terhadap beberapa penyakit genetic benar terkena. Hasil uji akan negative untuk lebih dari
95% keluarga, sehingga mengurangi kecemasan pasangan yang terlibat sampai beberapa
bulan. Diagnosis positif memungkinkan orang tua memilih langkah tindakan mereka
selanjutnya. 5
Indikasi paling lazim untuk diagnosis prenatal adalah usia ibu yang lanjut. Meningginya
risiko trisomi pada anak dengan meningkatnya usia ibu bersifat relative, dan tidak ada usia
khusus ibu yang harus dianggap sebagai lanjut; sebagian besar RS menggunakan criteria 35
tahun. Risiko yang spesifik-usia pada janin pengidap trisomi autosomal yang dideteksi
setelah amniosentesis meningkat dari 0,9% pada usia 35-36 tahun, sampai 7,8% pada usia 4344 tahun. Bila anak yang lahir sebelumnya terkena trisomi, risiko rekurensi kira-kira 0,5%
bagi perempuan di bawah usia 35 tahun, dan setara dengan risiko spesifik-usia pada
perempuan yang lebih dari 35 tahun. Orang tua menampakkan kecemasan besar tentang
kesejahteraan janin, dan dianggap perlu melakukan diagnosis prenatal pada kehamilan
berikutnya. 5
3
Pemeriksaan penunjang yang kemudian akan dilakukan pada prenatal diagnostic ini adalah :
1. Uji genetic prenatal (amniosentesis atau pengambilan sampel vilus korion) dapat
mengidentifikasi janin pengidap sindrom Down. 6
Amniosentesis. Cara untuk mengetes kemungkinan adanya kelainan kromosom pada
bayi yang masih terdapat di dalam kandungan ibunya dinamakan amniosentesis.
Cairan amnion berikut sel-sel bebas dari fetus (bayi dalam kandungan) diambil
sebanyak 10-20 cc dengan menggunakan jarum injeksi. Waktu yang paling baik untuk
melakukan amniosentesis ialah pada kehamilan 14-16 minggu. Jika terlalu awal
dilakukan, cairan amnion belum cukup banyak, sedang jika terlambat melakukannya
maka akan lebih sulit untuk membuat kultur dari sel-sel fetus yang ikut terbawa cairan
amnion. 7 Amniosentesis hampir selalu dikerjakan secara transabdomen karena
besarnya resiko infeksi jika dilakukan secara transvaginal. Kadang-kadang
amniosentesis digunakan untuk terapi (missal, hidramnion). Lakukan pemeriksaan
USG segera sebelum amniosentesis untuk memandu jarum aspirasi. Keterangan
minimal yang didapat dari USG harus meliputi jumlah janin, aktivitas jantung janin,
diameter biparietal janin (dan kadang-kadang panjang femur atau lingkar perut), letak
plasenta dan lokasi terbaik untuk penempatan jarum. 8
Siapkan abdomen dengan memberikan bahan bakterisidal dan suntikan obat anestesi
local (elektif). Gunakan jarum terkecil yang cukup untuk mengambil sampel
(biasanya nomor 22) dan tusukkan jarum sedikit saja ke dalam ruang amnion.
Ambilah kira-kira 15 ml cairan untuk diagnostic. Rekamlah keadaan janin dengan
USG pada akhir tindakan. Berikan immunoglobulin-Rh untuk pasien dengan Rhnegatif yang belum tersensitisasi yang menjalani amniosentesis. 8
Cairan amnion normal jernih hingga sedikit kekuningan. Pada kehamilan lanjut,
cairan amnion dapat mengandung bintik-bintik (flek) verniks atau rambut lanugo. Jika
mengandung darah, mungkin darah ibu ikut teraspirasi. Namun, sel darah merah tidak
mempengaruhi analisis pertumbuhan sel di janin atau analisis lainnya. Periksalah
cairan berwarna hijau hingga coklat kehijauan di bawah mikroskop. Jika terlihat
bahan tertentu (mekonium) dan bukan darah lama (perdarahan janin), kemungkinan
kematian janin adalah sekitar 50%. 8
Sel-sel fetus setelah melalui suatu prosedur tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu
kemudian diperiksa kromosomnya untuk dibuat karyotipenya. Apabila terlihat adanya
3 buah autosom no.21, maka secara prenatal sindrom Down sudah dapat dipastikan
pada bayi itu. 7
4
untuk melaksanakan penyelidikan ini. Jika ditemukan suatu translokasi pada salah satu dari
orangtuanya, akan tampak bahwa ada peluang anak untuk mewarisi translokasi. Jika
mewarisi kedua translokasi dan satu kromosom 21 dari orangtua pengembannya, maka ia
akan memiliki sindroma Down karena memiliki kromatin ekstra, kromatin 21 lainnya berasal
dari orangtua normalnya. Tetapi, gamet abnormal terbentuk lebih jarang daripada yang
normal, khususnya pada laki-laki, sehingga jika ayahnya pengemban translokasi ramalannya
tidak akan begitu suram daripada yang diduga di atas. 10
Etiologi
Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21
(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Walaupun anak yang memiliki trisomi 21
dilahirkan dari orang tua semua usia, secara statistic terdapat risiko yang lebih besar pada
wanita lebih tua, terutama mereka yang berusia lebih dari 35 tahun. Misalnya, pada wanita
berusia 30 tahun insidens sindrom Down sekitar 1 dalam 1500 kelahiran hidup, tetapi pada
wanita berumur 40 tahun insiden sekitar 1 dalam 100. Namun, mayoritas (80%) bayiyang
menderita sindrom Down dilahirkan oleh wanita berusia kurang dari 35 tahun. Pada kurang
dari 5% kasus, usia ayah juga merupakan factor, terutama pada pria berusia 55 tahun atau
lebih.11
Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan 21 atau
22. Tipe aberasi genetic ini biasanya diturunkan dan tidak berhubungan dengan usia orang tia
yang lanjut. Dari 1% sampai 2% individu yang menderita menunjukkan mosaisisme, yaitu sel
yang memiliki kromosom normal dan abnormal. Tingkat kerusakan fisik dan kognitif
berhubungan dengan persentase sel yang tersusun dari kromosom abnormal. 11
Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka
sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian nondisjunctional sebagai penyebabnya,
yaitu: 12
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap non-disjunctional. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan
anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelim
Patofisiologi
Lahirnya anak sindrom Down itu berhubungan erat dengan umur ibu. Tidak ada korelasi yang
konsisten dengan umur ayah. Seorang perempuan lahir dengan semua oosit yang pernah
dibentuknya, yaitu berjumlah hampir tujuh juta. Semua oosit tadi berada dalam keadaan
istirahat pada profase I dari meiosis sejak sebelum ia lahir sampai mengadakan ovulasi.
Dengan demikian maka suatu oosit dapat tinggal dalam keadaaan istirahat untuk 12-45 tahun.
Selama waktu yang panjang itu, oosit dapat mengalami nondisjunction. Berhubung dengan
itu penderita sindroma Down biasanya lahir sebagai anak terakhir dari suatu keluarga besar
atau dari seorang ibu yang melahirkan pada usia agak lanjut. 7
Sebaliknya, testis menghasilkan kira-kira 200 juta spermatozoa sehari dan meiosis di dalam
spermatosit keseluruhannya membutuhkan waktu 48 jam atau kurang. Berhubung dengan itu
nondisjuction boleh dikata tidak pernah berlangsung selama spermatogenesis. 7
Pada sindroma Down trisomi 21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang
mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa
normal yang membawa autosom 21, maka terbentuklah zigot trisomi 21. 7
Ada beberapa pendapat tentang mengapa terjadi nondisjunction, yaitu:
a. Mungkin disebabkan adanya virus atau karena ada kerusakan akibat radiasi.
Gangguan ini makin mudah berpengaruh pada wanita yang berumur tua.
b. Mungkin disebabkan adanya pengandungan antibody tiroid yang tinggi
c. Sel telur akan mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam
saluran fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu para ibu yang berusia agak lanjut
(melebihi umur 35 tahun) biasanya akan menghadapi risiko lebih besar untuk
mendapatkan anak sindroma Down Triple 21.
Akan tetapi seperti diketahui, kadang-kadang dijumpai penderita sindroma Down yang hanya
memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah penderita sindroma Down translokasi 46,
t(14q21q). setelah kromosom dari orangtuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal,
tetapi ibunya hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14 dan
satu autosom translokasi 14q21q. jelaslah bahwa ibu itu merupakan carrier yang walaupun
memiliki 45kromosom 45, XX, t(14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya, laki-laki carrier
sindroma Down translokasi tidak dikenal dan apa sebabnya demikian, sampai sekarang tidak
diketahui.
Ibu yang menjadi carrier tadi, yaitu 45, XX, t(14q21q) akan membentuk sel telur dengan
berbagai kemungkinan, seperti: 7
1. Sel telur yang membawa autosom 14, 21
2. Sel telur yang membawa autosom translokasi 14q21q
9
3.
4.
5.
6.
Jadi perkawinan orang laki-laki normal (46, XY) dengan perempuan carrier sindroma
Down translokasi yang tampak normal, yaitu 45, XX, t(14q21q) seperti kasus di muka ini
diharapkan menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal: 1 sindroma
Down. Tambahan atau hilangnya kromosom besar (baik trisomi atau monosomi) bersifat
letal. 7
Hipotesis lain mengusulkan bahwa perubahan structural, hormonal, dan imunologis yang
terjadi di uterus seiring dengan pertambahan usia menghasilkan lingkungan yang tidak
mampu menolak pertumbuhan mudigah yang cacat. Karena itu, uterus yang tua lebih besar
kemungkinannya menunjang konseptus trisomi 21 hingga aterm tanpa bergantung pada siapa
(ibu atau ayah) yang member tambahan kromosom. Hipotesis ini dapat menjelaskan mengapa
kesalahan nondisjunction ayah meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu. Namun,
hipotesis ini tidak menjelaskan mengapa insidens sindrom Down akibat tata-ulang kromosom
tidak meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. 14
Gejala Klinis
Pola gambaran fisik bersifat khas dan memungkinkan pengenalan bahkan dalam periode
neonatal. Sebagian besar temuan wajah dan anggota gerak yang terlihat pada orang dengan
sindrom Down tidak abnormal secara sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran itu
khas. Tabel memuat daftar frekuensi temuan fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru
lahir. Brakisefali, telinga kecil, fisura palpebra miring ke atas, pangkal hidung rendah, bagian
tengah wajah datar, pipi penuh, dan wajah meringis saat menangis adalah ciri kraniofasial
yang paling konsisten dan bersama-sama menghasilkan penampilan yang khas. Walaupun
lipatan epikantus dan linea simian sering dicari dalam menentukan sindrom ini, masingmasing hanya mempunyai frekuensi sekitar 50%. Brakidaktili merupakan temuan tangan
yang lebih konsisten disbanding perubahan pada garis palmar. Garis fleksi tunggal pada jari
kelima, walaupun tidak tampak pada semua bayi, tidak lazim terdapat pada populasi umum
dan merupakan ciri penting. Telinga kecil (kurang dari 3,2 centimeter pada bayi baru lahir)
dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru lahir. 5
Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down: sekitar
sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum
10
ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot.
Malformasi gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom
Down mempunyai peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan
bila mereka yang dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun,
sebanyak 90% anak tanpa defek jantung congenital hidup sampai masa remaja. Mortalitas
yang lebih besar pada masa kanak-kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia.
Alasan atas kerentanan ini tidak semuanya diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas
fungsi limfosit T. abnormalitas anatomi system respirasi, seperti refluks gastroesofageal,
hipertensi pulmonal primer dan apnea obstruktif saat tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat
pada sindrom Down dan mungkin sebagian bertanggung jawab terhadap meningkatnya
insiden infeksi. 5
Tabel 1. Gejala Klinis Sindroma Down 5
Ciri
Kraniofasial
Mikrosefali
Oksiput datar
Pusaran rambut posterior di sentral
Telinga kecil (3,2 cm)
Kelebihan kulit tengkuk leher
Fisura palpebra miring ke atas
Lipatan epikantus
Bercak brushfield
Jembatan hidung datar
Menyeringai saat menangis
Palatum pendek dan sempit
Lidah menjulur
Garis vertical bibir bawah
Pipi penuh
Anggota gerak
Tangan lebar dan pendek
Kinodaktili, jari ke-5
Linea Simian
Dermatoglifik khas
Jarak antara jari kaki 1 dan 2 lebar
Garis telapak kaki banyak
Neurologik
Hipotonia
Frekuensi (%)
50
60-80
50
95
80
70-90
50-70
30-80
60-80
Sering
60-90
40-60
50
Sering
70
60
40-60
99
50-90
65
40-80
Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh keterlambatan
perkembangan, retardasi pertumbuhan , dan imunodefisiensi. Keterlambatan perkembangan
biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-tahapan
penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan
11
kognitif. IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun,
derajat retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan
banyak pengidap dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih
terbatas daripada kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami
retardasi berat. 14
Penatalaksanaan
Anak dengan sindrom Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penanganan
secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian disamping partisipasi dari
keluarganya. 12
Penanganan secara medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan
anak normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis,
serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana
anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal: 12
1. Pendengarannya
70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan
tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit Jantung Bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.
Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan
kerja sama dengan ahli gizi.
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi
patella, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan
yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, aau apabula anak
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
12
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolism atau kekacauan biokimiawi. 12
Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, maka memungkinkan
dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetic yang mendasari sindrom Down. 12
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan keluarganya,
menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti
program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang
dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi
anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi
sensoris dini, latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk
agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong
diri sendiri, seperti belajar makan, buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan member
kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas
rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan
fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.
12
Komplikasi
Defek congenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down. 6
Risiko leukemia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down.
Hal ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukemia dapat berhubungan
dengan defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita
Alzheimer selama empat atau lema decade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil
pengamatan bahwa penyakit Alzheimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom
21. 6
Sebagian 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10
dan 16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami
keguguran sebelum masa kehamilan 6 sampai 8 minggu. 6
Pencegahan
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga
sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan.
13
3. Pencegahan
dapat
dilakukan
dengan
melakukan
pemeriksaan
kromosom
melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi
ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa
dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom.
Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui
pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko
untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan
analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada
plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada
kehamilan 14-16 minggu. 15
Edukasi
Konseling genetic adalah proses pendidikan keluarga mengenai keadaan yang diwariskan
atau keadaan yang dapat memengaruhi masa depan anak. Konseling dimulai begitu seseorang
mulai dievaluasi, dan berlanjut terus selama dokter berkontak dengan keluarga. Tanggung
jawab komunikasi juga dapat meluas sampai masa akan datang yang tidak terhingga jika
penanganan baru ditemukan atau jika metode baru untuk skrining atau diagnosis prenatal
tersedia. Cacat lahir baik genetic atau bukan, dan keadaan-keadaan genetic mempunyai
potensi dampak emosional yang berarti pada keluarga, sering karena kemungkinan perasaan
bersalah dari orangtua. Karena gangguan ini sering kali terjadi tanpa riwayat keluarga,
keluarga mungkin tidak memahami sifat keadaan tersebut sehingga berkembang mekanisme
penanganan maladaptive, yang akan berpengaruh buruk pada hasil jangka panjang anak.
Konseling genetic dapat membantu keluarga memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa
takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut proses mengatasi secara konstruktif masalah
tersebut. Konseling genetic harus meliputi pembahasan dengan istilah yang dapat dimengerti
mengenai sifat keadaan dan cara pewarisannya; jika keadaan tersebut tidak diwariskan, hal
ini harus dinyatakan secara tegas. Perkiraan risiko rekurensi, kemungkinan diagnosis
prenatal, prognosis, dan alternative penanganan juga harus dibahas pada konseling. 13
Prognosis
44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.
Berbagai factor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang
terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, yang
14
mengakibatkan 80% kematian. Kematian akibat dari penyakit jantung bawaan pada satu
tahun pertama kehidupan. 12
Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah
meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi
yang normal. Timbulnya penyakit Alzeimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan
harapan hidup setelah umur 44 tahun. Juga anak dengan sindrom Down ini rentan terhadap
penyakit infeksi, yang sebabnya belum diketahui. 12
Setelah dua tipe sindroma Down dipelajari pembahasannya maka dapat diambil kesimpulan
bahwa trisomi-21 yang disebabkan karena adanya nondisjunction autosom no. 21 itu bukan
keturunan, melainkan semata-mata tergantung dari umur ibu diwaktu hamil. Sedangkan
sindroma Down yang disebabkan oleh translokasi autosom 14 atau 15 dengan autosom 21
dapat diturunkan, sebab seorang perempuan (yaitu si ibu) dapat normal nampaknya tetapi
sesungguhnya carrier sindroma translokasi. 7
Penutup
Sindrom down merupakan kumpulan dari berbagai kelainan yang disebabkan oleh adanya
ketidak normalan pada kromosom nomor 21. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya jumlah
berlebih pada kromosom nomor 21 atau adanya kesalahan pada translokasi. Kejadian down
syndrome sangat berkaitan erat dengan umur ibu saat masa kehamilan. Semakin tua umur
ibu, semakin besar pula resiko untuk terjadinya syndrome down. Sehingga, pemeriksaan
penunjang dengan tujuan diagnostic dibutuhkan untuk mengetahui kemungkinan adanya
resiko down syndrome. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penerita down syndrome
adalah salahsatunya dengan memberikan intervensi dini pada bagian pembelajaran, dan
menangani masalah lain secara simptomatik.
Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Ed IV. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. Hal 736-44
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Alih bahasa, Hartono A, Joko YS. Obstetri William. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2005; Edisi ke-21: 1084-112.
3. Liyanage S, Barnes J. The eye and Downs syndrome. Br J Hosp Med (Lond).
2008;69(11):632-4
4. Borgaonkar DS, Davis M, Bolling DR, Herr HM. Evaluation of dermal patterns in
Downs syndrome by predictive discrimination. I. Preliminary analysis based on
frequencies of patterns. Johns Hopkins Med J. Mar 1971;128(3):141-52.
15
5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric Rudolph voume 1.
Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006: 319-42.s
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009: 47-63
7. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003: 259-71.
8. Bensom RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2009: 224-5.
9. Norwitz E, Schorge J. At a glance obstetri & ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Erlangga; 2007: 81.
10. Clarke CA. Genetika manusia dan kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Widya Medika;
1996: 74-116.
11. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Wong buku ajar
keperawatan pediatric volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009: 713-4.
12. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995: 211-20.
13. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatric. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010:
155-9.
14. McPhee SJ, Ganong WF.Patofiologi penyakit: pengantar menuju kdokteran klinis.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2011:25-31.
15. Manusia Genetika Molekuler. Genetika Molekuler Manusia. April 2009; vol 18
16