1102012029
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Malpraktek
LO1.1 Definisi Malpraktek
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk dan practiceyang berarti suatu
tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakanmedis buruk yang dilakukan
dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional
yang diperbuat oleh dokter/tenagakesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa,
tidak menilai,tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukanoleh
dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,1950).
Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan
pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh
setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama,dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah
dipublikasikan.Kelalaian medik.
Definisi Menurut Kedokteran
Kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan terhadap pasien atau adanya kekurangan
keterampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pasien. Namun,tidak
semua kegagalan medis disebabkan oleh malpraktek kedokteran. Contohnya adalah perjalanan penyakir seorang
pasien yang semakin berat, reaksi tubuh yang tidak dapat diramalkan, komplikasi penyakit yang terjadi secara
bersamaan. (World Medical Association, 1992)
Sesuatu perbuatan atau sikap medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur 4D, yaitu:
a Duty. Ada kewajiban medis untuk melakukan tindakan medis tertentu terhadap pasien pada situasi
kondisi tertentu
b Derelection of that duty. Adanya penyimpangan kewajiban tersebut
c Damage. Segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan
kedokteran yang diberikan
d Direct causal relationship. Dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang nyata antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian
Definisi Menurut Hukum
Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu
profesi; baik dibidang kedokteran maupun bidan hukum. Tindakan yang salah secara yuridis penal diartikan
setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan
kerugian baik nyawa, maupun harta benda.
LO.1.2 Klasifiaksi Malpraktek
MALPRACTICE
CRIMINAL MALPRACTICE
1
CIVIL MALPRACTICE
ADMINISTRATIVE MALPRACTICE
a Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut
memenuhi rumusan delik pidana, yakni:
Perbuatan tersebut (positive/negative act) merupakan perbuatan tercela
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional),
kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)
o Intensional: melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal
332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa
indikasi medis (pasal 299 KUHP)
o Recklessness: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent
o Negligence: kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit / sarana kesehatan
b Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau
tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang
dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak
lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka RS / sarana kesehatan dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
c Administrative Malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga tenaga perawatan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa melakukan police power, pemerintah
mempunyai kewenangan menertibkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan
bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan
serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance:
Pasal 10 KODEKI: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi
makhluk insani
Pasal 11 KODEKI: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam
bidang penyakit tersebut
Pasal 13 KODEKI: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia
Pasal 14 KODEKI: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan
pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu dapat terkena sasaran
tuntutan malpraktek juga
Peraturan Hukum
1
Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di dalam penyelenggaraan
praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir
apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul.
Selain iitu juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh
banyak orang dan praktek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh undang-undang.
2
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukankesalahan profesi belum
tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan
pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred,
1991).Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan
pembuktian culpa lata daridokter atau dokter gigi.Dengandemikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum
pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,
KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
Tiga tingkatan culpa:
a Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (grossfault or neglect)
b Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)
c Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241).
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus
mengajukan buktibuktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan
sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, thething speaks for itself ) sehingga tidak diperlukan saksi
ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.
Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk
perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.
Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.
Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus cabang.
Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik
pemerintah maupun organisasi profesi lain
Bertanggung jawab kepada musyawarah cabang.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk
menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat
independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil
Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan
MKDKI terdiri atas 3 orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang
dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 orang sarjana hukum. Anggota MKDKI ditetapkan oleh
Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan MKDKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
adalah 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pimpinan MKDKI dipilih dan ditetapkan
oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MKDKI diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Fungsi MKDKI
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga Negara yang berwenang untuk :
1 Menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi dalam penerapan disiplin
ilmu kedokteran/kedokteran gigi
2 Menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah.
3 Dasar pembentukan dan kewenangan MKDKI adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.
Tugas MKDKI
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
1 Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
yang diajukan
2 Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan
tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah,
Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain.
Pelanggaran disiplin pada hakikatnya dibagi menjadi :
1 Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2 Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.
3 Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua MKDKI. Pengaduan sekurang-kurangnya
harus memuat :
1 Identitas pengadu
2 Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan
3 Alasan pengaduan.
Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke
pengadilan. MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin
dokter dan dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan
pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran
Indonesia. Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin
dapat berupa:
1 Pemberian peringatan tertulis;
2 Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
3 Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta
pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
(Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008)
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Informed Consent
Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien tersebut.
Bentuk Informed Consent
a Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu
lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
b
Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk
menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti
kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.
c Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur
pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan
pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.
Tujuan Informed Consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil
keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama.
Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua
informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American
College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya
sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed
consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Manfaat Informed Consent
Informed Consent bermanfaat untuk :
a Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien.
Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya
tinggi dsbnya.
b Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif.
Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun dokter telah bertindak
seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan subjek dilindungi,
mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan introspeksi,
mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip
autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.
Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien:
a Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, meliputi:
Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis
Diagnosis penyakit; atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka sekurang-kurangnya diagnosis
kerja dan diagnosis banding
c
d
Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran
Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, meliput:
Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik ataupun
rehabilitatif
Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan serta
efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan
komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya
Alternatif tindakan lain dan risikonya
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan
Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meliputi:
Prognosis tentang hidup-matinya
Prognosis tentang fungsinya
Prognosis tentang kesembuhan
Perkiraan pembiayaan
Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan secara
tertulis atau lisan dan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran yang dilakukan
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis
yang tertuang dalam formulir khusus yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan tindakan keokteran
Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup pada seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan
Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan
secara tertulis sebelum dimulainya tindakan
Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan / atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Penolakan tindakan
kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis
Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasien
Penolakan tindakan-tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien
Tanggung Jawab
a
b
Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter
atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran
Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran
Dokter
Pasien
Informasi
Mempertimbangkan / memutuskan
SETUJU
1
2
3
5
6
7
MENOLAK
10
Ayah/ibu kandung
Saudara saudara kandung
c Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e
Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Wali
Kurator
f
Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8 Cara menyatakan persetujuan
a Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
b Lisan; tindakan tidak beresiko
9 Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.
10 Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.
11 Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
a Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah satu saksi
b Materai tidak diperlukan
c Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
d Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
e Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan informasi
f Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya
12 Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.
Aspek Hukum dan Sanksi
1 Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan
o Sepakat mereka yang mengikatkan diri
o Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan
o Suatu hal tertentu
o Suatu sebab yang halal
2 Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau diperlukan
dengan paksaan atau penipuan
3 KUHPidana pasal 351
o Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
o Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)
o Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)
4 UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53
o Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya
o Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien
o Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
5 UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6).
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan
6 Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis.
Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya saksi
administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.
11
Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka
ia bertanggung jawab (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466.
Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 635)
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para
Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang bukan ahlinya) harus bertanggung jawab jika
timbul masalah dan harus dihukum agar jjera dan menjadi pelajaran bagi orang lain
b
12
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya.
Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika kesaksian
akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua
wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan,
dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi,
hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan
malpraktek dari diri pelaku).
Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa menjadi referensi
saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
Bentuk tanggung jawab malpraktek
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya.
Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan
bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya
sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang
mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja.
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian,tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak adakesengajaan
dalam menimbulkan bahaya.
13
14