BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia mempunyai hak untuk hidup, hak untuk hidup adalah hak
asasi manusia paling hakiki. Kesehatan adalah salah satu hak dasar hidup yang
sudah semestinya dipenuhi, negara harus menjamin akses kesehatan semua
rakyatnya tanpa kecuali. Di Indonesia, pemerintah telah menjamin akses
kesehatan rakyatnya dengan dasar UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal 5 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa: Setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab Pemerintah diantaranya
diamanatkan dalam pasal 19: Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Kesehatan yang menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan
bangsa, menjadi perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Dari tahun ke
tahun berbagai program dan kebijakan untuk meningkatkan taraf kesehatan dan
kesejahteraan dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa di tingkat dunia
terus dilaksanakan pemerintah demi mengejar ketertinggalan dari masyarakat
dunia pada umumnya. Berbagai program dan kebijakan tersebut antara lain:
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), Program Keluarga
Berencana, Program Asuransi Kesehatan Miskin, Posyandu, Dan lain-lain.
Program dan kebijakan ini tentunya dilaksanakan dengan maksud dan tujuan
yang mulia bagi rakyat dan bangsa Indonesia yang masih dalam taraf masyarakat
berkembang dan membangun menuju masyarakat yang adil, makmur, sehat dan
sejahtera sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945, sehingga rakyat dan bangsa
Indonesia berada pada posisi sejajar dan mampu bersaing dengan masyarakat
dunia pada umumnya.
Pada tahun 2008, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada
peringkat 107 dari 182 negara (UNDP 2008) dan turun menjadi peringkat ke111
pada tahun 2009 (UNDP 2009). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditentukan
oleh tiga indikator yaitu: pertama, indikator kesehatan yang diukur dari umur
harapan hidup (UHH), angka kesakitan serta angka kematian ibu (AKI), angka
kematian bayi dan anak bawah lima tahun (AKB); kedua, indikator kesehatan
yang diukur dari angka melek huruf dan tingkat kesehatan serta ketiga adalah
indikator ekonomi yang diukur dari pendapatan perkapita. Walaupun telah
terjadi penurunan AKI dan AKB serta peningkatan UHH namun Indonesia masih
jauh tertinggal bila dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Tingkat
kesehatan masyarakat diperburuk oleh adanya krisis multidimensi; khusus dalam
bidang kesehatan antara lain terjadi transisi epidemiologis yang menyebabkan
Indonesia mengalami beban ganda penyakit atau double burden of diseases,
yaitu saat masalah penyakit infeksi belum hilang, sudah muncul masalah
penyakit degeneratif misalnya penyakit jantung yang memerlukan biaya besar,
sementara dipihak lain, pembiayaan kesehatan masih tetap merupakan masalah
yang belum terselesaikan (Djuhaeni 2004:1).
Realitas diatas menunjukkan kepada kita betapa ironisnya kondisi rakyat
dan bangsa Indonesia saat ini. Berbagai kebijakan dan program yang
dilaksanakan pemerintah untuk membangun dan meningkatkan taraf kesehatan
dan kesejahteraan rakyatnya ternyata masih jauh dari harapan. Oleh karena itu
upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah salah satu langkah penting
untuk meningkatkan daya saing Indonesia di sektor kesehatan. Upaya ini
tentunya membutuhkan kerjasama berbagai pihak terkait, tidak hanya
pemerintah, masyarakat secara sadar harus melibatkan diri secara aktif, sehingga
terdapat sinergi yang baik bagi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Di era globalisasi kesehatan saat ini, dengan alasan peningkatan mutu
pelayanan kepada para pasien atau konsumen, sektor kesehatan melalui rumah
sakit memang telah menunjukkan sebuah revolusi besar dalam hal mutu
pelayanan, namun semua bentuk peningkatan mutu pelayanan itu memiliki harga
yang harus dibayar oleh pasien atau konsumen. Sehingga mulai diadakan
perhitungan untung-rugi.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
tengah mendorong RS Pemerintah di seluruh Indonesia untuk menerapkan
Pengelolaan BLU Badan Layanan Umum (BLU) yang dikenalkan sejak tahun
2005. Dengan BLU dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan
tarif dan harga layanan yang terjangkau masyarakat. BLU dijadikan sebagai alat
untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen
keuangan berbasis hasil dan bukanlah semata-mata sarana untuk mengejar
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, sehingga kualitas layanan yang baik,
cepat, efisien dan efektif dapat dinikmati masyarakat.
Tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip ekonomi, produktivitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
menetapkan strategi pengembangan model bisnis BLU RS melalui Pemenuhan
Kebutuhan Tempat Tidur Kelas III di RS dan Universal Coverage;
Pengembangan World Class Hospital; Pengembangan IT Rumah Sakit yang
meliputi :e-health, e-office, e-planning, e-reporting, dan e-procurement, dll; serta
Pengembangan Tarif Rumah Sakit Berbasis Pelayanan (MDGS).
Diharapkan kepada RS dan Balai yang sudah menjalankan BLU untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan berupaya meraih WTP di tahun 2012 dengan
melakukan pembenahan internal khususnya aspek manajemen keuangan,
pengadaan barang dan jasa dan pengelolaan inventori (SIMAK BMN).
Pada saat yang bersamaan, di Indonesia telah banyak bermunculan
rumah sakit-rumah sakit bertaraf internasional sebagai jawaban atas tuntutan
peningkatan mutu layanan, namun apakah rumah sakit itu benar-benar rumah
sakit internasional dengan prosedur pelayanan dan mutu internasional atau hanya
berlabel internasional dengan standar pelayanan dan mutu yang rendah.
Hal
tersebut
diatas
tentu
saja
menjadi
kontradiktif
dengan
b. Bagaimana fungsi sosial rumah sakit sebagai penyedia dan pelayan jasa
kesehatan?
c. Bagaimana peran pemerintah Lokal dalam menghadapi tantangan globalisasi
Rumah Sakit?
d. Bagaimana peran organisasi profesi kesehatan dalam menghadapi tantangan
globalisasi Rumah Sakit?
e. Bagaimana peran organisasi Rumah Sakit (PERSI) dalam menghadapi
tantangan globalisasi Rumah Sakit?
f.
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk menggali informasi secara mendalam tentang upaya advokasi
yang tepat dalam menghadapi tantangan globalisasi Rumah Sakit
b.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang mekanisme
globalisasi Rumah Sakit.
2. Untuk mendapatkan informasi mendalam tentang fungsi sosial rumah
sakit sebagai penyedia dan pelayan jasa kesehatan.
3. Untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang
peran
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Mekanisme Globalisasi Rumah Sakit
Sejatinya globalisasi kesehatan adalah perluasan dari globalisasi ekonomi
yang hanya menguntungkan negara-negara maju. Munculnya istilah globalisasi
kesehatan bermula dari WTO yang menganggap kesehatan sebagai jasa yang bisa
diperdagangkan atau diperjualbelikan. Sebagai catatan, pemerintah RI telah
meratifikasi WTO melalui UU No 7/1994. Dengan demikian, sejak saat itu
Indonesia menjadi salah satu anggota WTO yang memiliki kewajiban untuk
mentaati segala aturan main yang ada di dalamnya. Organisasi WTO dalam
mengatur sistem perdagangan internasional membedakannya dalam dua kategori,
yaitu kategori perdagangan barang dan perdagangan jasa. Mekanisme perdagangan
barang diatur dalam GATT (General Agreement on Tarif and Trade), sedangkan
perdagangan jasa diatur dalam GATS (General Agreement on Trade in Services).
Sampai saat ini WTO telah membagi belasan sektor jasa yang dapat
diperdagangkan di tingkat dunia. Adapun satu dari belasan sektor tersebut adalah
jasa kesehatan. Karena kesehatan dimasukkan dalam sektor jasa, maka kesehatan
menjadi sesuatu yang dijualbelikan. Jadi, praktik perdagangan atau jual beli jasa
kesehatan hukumnya sah dan dapat dipertanggungjawabkan menurut kacamata
WTO (diolah dari Badrun 2008 dan Supriyoko 2009 dengan berbagai penyesuaian).
Jasa kesehatan termasuk GATS di dalam sektor Health Related Social
Services, subsektor Medical and Dental Services, Hospital Services and Private
Hospital Services. Menurut GATS, pasokan jasa-jasa kesehatan dapat melalui
modus, antara lain:
1.
2.
Konsumsi luar negeri dan dalam negeri bebas mencari pelayanan ke luar
negeri, misalnya orang-orang kaya Indonesia yang pergi ke luar negeri
dan
membangun
cabang
badan
usaha
di
bidang
3.
4. Most favored nation & national treatment; yaitu perlakuan yang sama dalam
hubungan antar bangsa dan tidak ada perbedaan ketentuan dalam besarnya
modal yang di setor antara perusahaan dalam negeri dan asing (Christiana
Ginting 2004).
Dengan karakteristik tersebut diatas secara garis besar berarti bahwa
ada kemudahan bagi perusahaan dari lingkungan negara ASEAN untuk
mengembangkan usaha di sektor jasa kesehatan. Kondisi seperti ini tentu harus
dipersiapkan dan diantisipasi secara tepat baik oleh pemerintah maupun pelaku
bisnis di Indonesia agar perusahaan nasional tetap menjadi the main busisness
actor di negara sendiri. Dengan perkataan lain era globalisasi harus dihadapi
sebagai suatu peluang jangan sebagai ancaman. Salah satu kunci operasional yang
harus diterapkan adalah customer retention melalui pelayanan prima kepada
pelanggan sehingga pelanggan yang sudah ada tidak lari kepada perusahaan lain.
Pada 2010 ini globalisasi kesehatan uji coba di Medan dan Surabaya. Di
Surabaya, sudah ada rumah sakit afiliasi asing, selama 2010 dimungkinkan akan
bertambah lagi satu rumah sakit asing dari Australia (Harian Suara Surabaya,
Jumat 08 Januari 2010). Sebelum di Medan dan Surabaya, rumah sakit
internasional sudah banyak bermunculan di Jakarta, seperti Rumah Sakit GlennEagle dan Rumah Sakit Omni.
Mekanisme Rumah Sakit menjadi Pasien Globalisasi
Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni
antara lain bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat
kesehatan dan asuransi kesehatan. Rumah sakit sebagai salah satu bidang dalam
dunia kesehatan mulai berlomba-lomba memperbaiki mutu pelayanan kepada
konsumennya karena dengan adanya globalisasi kesehatan. Dalam memilih
pelayanan kesehatan, masyarakat semakin diberikan banyak pilihan untuk
memilih pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu tinggi sesuai dengan
kemampuan mereka. Dan bagi rumah sakit yang tidak siap dengan adanya
globalisasi kesehatan tentu dengan sendirinya akan tersingkir dari persaingan
bisnis pelayanan kesehatan yang sangat menggiurkan.
Dengan globalisasi kesehatan, semua rumah sakit baik milik pemerintah
maupun swasta dituntut untuk mampu memenuhi kepentingan dan keinginan
konsumennya serta persaingan bisnis penyediaan dan pelayanan jasa kesehatan.
Rumah sakit-rumah sakit pemerintah yang cenderung kurang memperhatikan
kualitas dan mutu pelayanan mulai ditinggalkan masyarakat yang menginginkan
pelayanan prima terlebih lagi bagi mereka yang kaya. Melihat hal ini, pemerintah
tidak tinggal diam, berbagai kebijakan, program dan pembangunan untuk
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit milik pemerintah mulai gencar
dilaksanakan.
Rumah sakit swasta nasional yang selama ini bersaing dan berdampingan
dengan pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan juga mulai
membenahi diri. Rumah sakit swasta nasional yang memiliki mutu pelayanan
yang lebih baik dari rumah sakit pemerintah senantiasa berinovasi dan beradaptasi
dengan tuntutan globalisasi kesehatan, sehingga rumah sakit swasta tetap eksis
sebagai alternatif pelayanan kesehatan setelah rumah sakit pemerintah.
Globalisasi kesehatan mengijinkan dan menghalalkan berdirinya rumah
sakit swasta asing di Indonesia. Sehingga di Indonesia terdapat tiga pelaku besar
10
11
kesehatan pun makin meluas dan proaktif, tidak sekadar mengobati penyakit dan
merehabilitasi kesembuhan, tetapi juga aktif mencegah penyakit dan menggalang
keikutsertaan masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan.
Globalisasi kesehatan yang salah satu bentuknya adalah commercial
presence yaitu diperbolehkannya pihak swasta asing untuk membuka layanan
rumah sakit di Indonesia, telah membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia
untuk bisa memilih dan memiliki alternatif pengobatan yang prima, bermutu
tinggi dan berkualitas internasional. Munculnya rumah sakit-rumah sakit baru
baik milik swasta nasional maupun swasta asing sebagai pelayan jasa kesehatan
memang sesuatu yang menggembirakan, rumah sakit-rumah sakit tersebut
tentunya berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan yang prima, berkualitas
dan bermutu tinggi. Hal ini tentunya akan semakin meningkatkan taraf kesehatan
dan kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia serta mampu mengangkat harkat,
derajat dan martabat bangsa Indonesia di dunia Internasional juga akan menaikkan
peringkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia ke rangking yang lebih baik
dari tahun-tahun lalu.
Pelayanan yang prima, berkualitas tinggi dan bermutu dalam berbagai
bentuknya (dokter yang ramah, cekatan, dan murah senyum; suster yang merawat
dengan penuh perhatian dan kasih sayang; ruang kamar yang bersih, rapi dan
wangi dilengkapi dengan AC, TV, Kulkas dan ruang tamu) yang diberikan oleh
pelayan jasa kesehatan (rumah sakit) tentunya tidak bisa didapatkan dengan cumacuma, si pasien atau konsumen harus mempunyai uang yang banyak untuk
mendapatkan semua pelayanan tersebut.
Sebagai contoh bentuk pelayanan prima, berkualitas dan bermutu tinggi
adalah pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Rumah Sakit Telogorejo
Semarang yang mematok biaya rawat inap untuk ruang rawat Presiden Suite Rp.
225.000,- per hari dan ini belum termasuk obat dan dokter. Lain lagi dengan
Rumah Sakit Internasional Siloam Gleen-Eagle di Kawasan Lippo Karawaci yang
memasang tarif Rp. 2,4 juta dan 1,7 juta per hari, juga di Rumah Sakit Pantai
Indah Kapuk yang memasang tarif Rp. 750.000,-/hari untuk Super VIP dan Rp.
500.000,-/hari untuk VIP (Prasetyo 2006:61).
12
13
14
pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas.
Misalnya saja dalam kamus bahasa Inggris yang disusun oleh Prof.
Wojowasito, Alm., Guru Besar IKIP Malang (kini Universitas Negeri
Malang) yang diterbitkan sejak tahun 1980, kata advocate dalam bahasa
Inggris dapat bermakna macam-macam. Avocate bisa berarti menganjurkan,
memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain,
advokasi juga bisa diartikan melakukan perubahan secara terorganisir dan
sistematis.
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan
atau profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan
pembelaan untuk atau secara aktif mendukung suatu maksud. Pengertian
pertama berkaitan dengan pekerjaan seorang advokat dalam membela seorang
kliennya dalam proses peradilan untuk mendapatkan keadilan.
Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus sedangkan
pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan
secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu.
Dalam konteks advokasi untuk memengaruhi kebijakan publik,
pengertian advokasi yang kedua mungkin yang lebih tepat karena obyek yang
di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan
publik atau kepentingan anggota masyarakat. Berbicara advokasi, sebenarnya
tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah
sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu
kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan.
Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi
advokasi, yaitu:
a. Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara
sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya
(Meuthia Ganier).
b. Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat
untuk
membuat
para
penguasa
bertanggung
jawab
menyangkut
15
16
(individu)
atau
organisasi/komunitas
kemahasiswaan
seperti
17
18
a. Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan
memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut
b. Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yangakan
mendapat manfaat dari kebijakan tersebut
c. Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
d. Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi
mereka
e. Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang
diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite
legislatif dan forum publichearing. Jaringan informal melalui komunikasi
interpersonal dari individu-individu yang dalam proses pembentukan kebijakan
f. Mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam
mendukung kebijakan yang telah dibuat
Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh
perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara
maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi
dalam melakukan advokasi:
a. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots),
seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
b. Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai
politik yang berorientasi reformasi pada pemerintahan
c. Melakukan lobi-lobi antar instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi
kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah)
d. Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
e. Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class action, dan lain-lain)
f. Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi
g. Advokasi kebijakan publik merupakan upaya pembelaan (pengawalan) secara
terencana terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana keputusan,
rencana program atau rencana peraturan yang dirancang pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan agar sesuai dengan kepentingan masyarakat. Nilainilai utama yang terdapat dalam masyarakat yang menjadi kepentingan seluruh
anggota masyarakat haruslah diprioritaskan.
19
20
partai dan aktor politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat masih jauh dari
harapan masyarakat. Partai dan aktor politik terlalu sibuk dengan dirinya sendiri
sehingga memunculkan apatisme politik dan ketidakpercayaan terhadap partai
politik.Mengingat advokasi dalam perkembangannya digunakan untuk berbagai
macam kepentingan, maka advokasi tak lain adalah advokasi yang bertujuan
memperjuangkan keadilan sosial. Dengan kata lain, advokasi yang dirumuskan
merupakan praktek perjuangan secara sistematis dalam rangka mendorong
terwujudnya keadilan sosial melalui perubahan atau perumusan kebijakan publik.
Meminjam bahasa Mansour Faqih, advokasi yang dimaksud adalah advokasi
keadilan sosial. Penegasan ini penting untuk menghindari kesimpangsiuran
pemahaman yang akan berujung pada kesalahan menerapkan strategi dan tujuan.
Bagaimanapun banyak lembaga atau organisasi yang merasa prihatin dengan
kenyataan sosial, kemudian mengupayakan sesuatu, namun pada akhirnya terjebak
pada kesalahan dalam mendiagnosa masalah. Misalnya saja organisasi yang berjuang
memberantas kemiskinan yang menggunakan pendekatan sedekah (charity) belaka
dengan membagi-bagi uang dan sebagainya tanpa pernah mempertanyakan apa yang
menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Dengan kata lain, sedekah merupakan
tindakan yang hanya menyelesaikan akibat, bukan sebab. Demikian halnya dengan
masalah-masalah lain yang menyangkut harkat hidup orang banyak, khususnya
masalah-masalah yang terkait dengan keadilan sosial.
6. Advokasi dan Perubahan Sosial
Advokasi sebagai suatu kegiatan mendesakkan terjadinya perubahan sosil (sosial
movement) secara bertahap maju melalui serangkaian perubahan kebijakan publik.
Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa suatu perubahan sosial yang lebih besar
dan luas bisa terjadi (atau paling tidak, bisa dimulai) dengan merubah satu persatu
kebijakan-kebijakan publik yang memang strategis atau sangat menentukan dalam
kehidupan masyarakat luas.
Maka, suatu kegiatan advokasi yang baik adalah yang memang terfokus hanya
pada satu masalah atau issu strategis kebijakan publik tertentu. Dengan demikian,
langkah awal terpenting dalam kegiatan advokasi adalah memilih dan menetapkan
issu kebijakan publik apa yang benar benar strategis dijadikan sebagai sasaran
21
advokasi. Untuk menetapkan strategis atau tidaknya sebuah issu kebijakan publik,
paling tidak dapat dilakukan atas dasar beberapa indikator sebagai berikut :
a. Taraf penting dan mendesaknya (urgensi) tuntutan masyarakat luas yang
mendesakkan perlunya segera perubahan kebijakan publik tersebut.
b.
c.
Besaran dan luasnya dampak positif yang dapat dihasilkan jika perubahan
kebijakan itu terjadi.
d.
C. Fungsionalisme Struktural
1. Konsep Fungsionalisme Struktural
Merupakan sebuah tradisi dalam pmikiran sosiologi yang lazim disebut
fungsionalisme,fungsionalisme struktural , analisis fungsional dan teori
fungsional. Kebaikan yang bersifat relatif dari tradisi fungsionalisme bukan hanay
diperdebadkan tetapi juga sring mendapatkan kritik mendasar yang merusakkan.
Walaupun demikian, tradisi tersebut masih dipegang teguh oleh para pengikutnya.
Beberapa ahli teori modern termashur yang dianggap sebagai wakil tradisi
adalah Talcott Parons Dn Robert K.Merton. Para sosiolog yang kurang terkenal juga
menggunakan bahasa dan konsep fungsionalisme, walaupun terkadang tanpa menguji
konsep tersebut secara kritis ataui hanya mengapresiasikan implikasi penggunaan
belaka. Oleh karenanya sangat tepat kiranya untuk mencari pandangan lain yang
mengkritik tradisi tersbut.
Apakah
Konsep-konsep
dan
ide-ide
pendekatan
pengiku
aliran
22
23
dari
tokoh
fungsionalisme
kenamaan,
D.F.Aberle,
situasi
yang
sama,
para
fungsionalis
menunjukkan
bahwa
24
agak teratur menurut seperangkat aturan dan nilai yang dianutoleh sebagian besar
masyarakat tersebut. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil
dengan suatu kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan
yang mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.
Dalam perspektif fungsionalis, dengan Talcott Parsons (1937), Kingsley
Davis (1937) dan Robert Merton (1957) sebagai para juru bicar yang terkemuka,
setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus,
karena hal itu fungsional. Jadi sekolah mendidik anak-anak, mempersiapkan para
pegawai, mengambil tanggung jawab orang tua murid dalam sebagian waktu pada
siang hari, dan sebagainya.
Corak prilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat. Di daerah
perbatasan Amerika dimana terdapat beberapa penginapan dan hanya sedikit orang
yang mampu menyewanya, tumbuhlah suatu pola sikap yang penuh keramahtamahan. Keluarga yang tengah bepergian pada waktu malam, merupakan tamutamu yang disambut hangat oleh setiap penduduk. Mereka yang sedang bepergian
itu membawa berita-beritadan pelipur kebosanan, tuan rumah menyediakan
makanan dan penginapan. Dengan bertambah mantapnyadaerah perbatasan, pola
keramahan-tamahan tidak lagi penting, dan menurun. Jadi pola perilaku timbul
untuk memenuhi kebutuhan dan hilang bila kebutuhan berubah.
Perubahan sosial mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun
tidakl lam kemudian terjadi keseimbangan baru. Sebagai contoh, dalam sebagian
besr sejarah, keluarga keluarga besar sangat didambakan. Tingkat kematian tinggi
dan keluarga besar membantu untuk meyakinkan adanya beberapa yang selamat.
Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu keseimbangan
yang serasi, hal tersebut dianggap fungsional; bila keseimbangan tersebut
menggangu keseimbangan, hal tersebut mererupakan gangguan fungsional; maka
hal tersebut tidak fungsional. Dalam suatu negara demokrasi, partai-partai politik
adalah fungsional, sedangkan pemboman, pembunuhan dan terorisme politik adalah
gangguan fungsional, dan perubahan-perubahan dalam kamus politik atau
perubahan dalam lambang partai adalah tidak fungsionalis.
3.
25
26
suatu orientasi teoritis atau hipotesis substantif mengenai kejadian yang empirik,
ini merupakan suatu model hubungan antar elemen sebagaimana model
matematika.
Tentunya pendekatan yang ketiga ini juga ada persyaratan minimal diman
ekplanasi ilmiah harus diletakkan terhadanya yakni asumsi itu tidak boleh
dipalsukan secara empirik, proposisi harus jelas diungkapkan, sehingga kasus
yang negatif dapat ditemukan secara meyakinkan.
D. Konflik Sosial
Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur
pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Teori konflik berasal dari Karl Marx
dengan konsep economic made of production, yang menghasilkan kelas yang
mengeksploitasi dan kelas yang tereskploitasi. Teori konflik muncul sebagai reaksi
dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau
menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an
dan 1960-an, teori konflik mulai merebak.
Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia
menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke-19 di Eropa di mana dia hidup,
terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas
proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis
melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi.
Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false
consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima
keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan
kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi.
Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum
borjuis terhadap mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan
antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan
konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak
27
akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti
pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori
konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat.
Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda.
Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi.
Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena
adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya
perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial
dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat
perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun
pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama.
Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah
suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan paksaan. Maksudnya,
keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi).
Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan
power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar
pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.
1. Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model
sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia
menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik
sosial.
Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua
perspektif
yang
berbeda
(teori
fungsionalis
dan
teori
konflik),
coser
28
29
kelompok
dari
kemungkinan
konflik
sosial.
Katup
melakukan
pengkambinghitaman
sebagai
pengganti
30
Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula-mula melihat teori konflik sebagai
teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai
untuk menganalisa fenomena sosial. Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat
bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama.
a. Inti Pemikiran
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh
penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx berpendapat
bahwa pemilikan dan Kontrol sarana-sarana berada dalam satu individuindividu yang sama.
Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana-sarana juga bertugas
sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan
tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di
masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
1). Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi-korporasi dengan saham
yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol
penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal.
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau
beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti
halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi
tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan
spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai-pegawai untuk
memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik.
2). Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan
yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh
biasa berada di bawah.
Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide
mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai
sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan
perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa
ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi
31
hubungan-hubungan
kekuasaan.
Dalam
setiap
asosiasi,
32
kejahatan di kantor polisi secara mendasar lebih tinggi pada kelas bawah
dibandingkan kelas-kelas yang memiliki hak-hak khusus.
Teori-teori konflik kontemporer sering kali juga menganggap kejahatan
sebagai suatu tindak rasional. Kejahatan yang terorganisir adalah suatu cara
rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ilegal dalam masyarakat kapitalis.
Teori-teori konflik menganggap kejahatan sebagai suatu ciri yang tidak dapat
diubah dari masyarakat kapitalis. Amerika Serikat adalah satu dari masyarakat
kapitalis tingkat tinggi/ lanjut dan angka kejahatan tertinggi di dunia saat ini.
4. Proposisi dalam Teori Konflik
Untuk lebih memahami adanya konflik sosial, ada beberapa proposisi yang
perlu dipahami, yaitu:
a. Semakin tidak merata distribusi sumber-sumber di dalam suatu sistem, akan
semakin besar konflik kepentingan antara segmen dominan atau lemah.
b. Segmen-segmen yang lebih lemah (subordinate) semakin menyadari akan
kepentingan-kepentingan
kolektif
mereka
maka
akan
semakin
besar
33
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
34
b. Berdasarkan pengelolaan
1). Rumah Sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
diselenggarakan
berdasarkan
35
3). Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit
pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri
yang
merupakan Rumah
36
37
38
barrier;
mengusulkan
peraturan
perundangan;
bersikap
atas
39
TKA maka strategi penggunaan TKA harus berorientasi pada peningkatan daya
saing tenaga kerja Indonesia melalui alih KSA (knowledge, skill and attitude).
Strategi jangka pendek meliputi: penyusunan daftar jabatan dan strategis TKA,
penyusunan standar kompetensi (competency standar), penyusunan persyaratan
jabatan (job requirement) dan penyusunan uraian jabatan. Sedangkan strategi
jangka panjang ditujukan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia. Peran
dan komitmen Organisasi Profesi Kesehatan (Sofyan Ismael, 2012) :
a. Memulai dengan membuat SWOT analysis.
b. Penyesuaian kurikulum beraspek global segera diantisipasi.
c. Pada pelayanan kesehatan seyogyanya tiap-tiap pehimpunan membuat standar
pelayanan medik dan meningkatkan kualitas dokter umum/spesialis sesuai
kepentingan nasional.
d. Perlu adanya standar kompetensi yang sesuai dengan kepentingan nasional.
e. Di setiap RS, komite medik merupakan badan yang dapat menapis segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan dokter spesialis duduk sebagai
anggota.
f. Mengusulkan segera produk hukum diberlakukan, yaitu Undang-Undang Praktek
Kedokteran (Konsil Kedokteran Indonesia), PP-UU, SKN dan Perda.
H. Peran Organisasi Rumah Sakit (PERSI) dalam menghadapi tantangan globalisasi
Rumah Sakit
Dalam menghadapi perkembangan perumahsakitan dalam era globalisasi
dan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan yang semakin tinggi, Rumah Sakit
dituntut harus bermutu, mampu berkompetisi dan mampu mewujudkan efisiensi
serta dapat menjalankan fungsi sosial berlandaskan Norma, Moral, dan Etika. Dan
dampaknya adalah kepercayaan (Trust) masyarakat kepada Provider /rumah sakit
yang memberi pelayanan.
Persi selaku organisasi pengelola Rumah Sakiy menyadari bahwa tantangan
bahkan ancaman pada tahun 2014 yaitu dengan berlakunya BPJS dan Era
Globalisasi, suka tak suka pihak pemilik rumah sakit / Yayasan, Manajemen dan
juga Staf Medis harus menyikapinya dengan bijak
40
I. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang dirancang dalam penelitian ini adalah berangkat dari
mekanisme global Rumah Sakit yang menjadi kesepakatan internasional yang wajib
diikuti oleh negara-negara diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan
mekanisme tersebut maka perlu dilakukan pengkajian upaya-upaya advokasi yang
tepat untuk memunculkan kesadaran kolektif Rumah Sakit global yang pada akhirnya
dapat memaksimalkan fungsi sosial Rumah Sakit yang hampir hilang pada kondisi
sekarang ini baik fungsi sosial bagi pemberian pelayanan masyarakat miskin maupun
pemberian tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat di sekitar Rumah Sakit.
Mekanisme Globalisasi RS
Advokasi
Perubahan Sosial
BAB III
41
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode metode penelitian kualitatif. Metode
kualitatif ini memerlukan elaborasi lengkap dalam bentuk ekploratif dan pemahaman
yang menyeluruh (komprehensif) serta mendalam (indepth). Tahapan penelitian;
observasi kebutuhan penelitian, orientasi lapangan, pengembangan rancangan
penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data, penyajian data,
seminar hasil, dan publikasi.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Rumah Sakit BLU Pusat, Rumah
Sakit BLU Provinsi Sulsel, dan 2 RS Swasta International yaitu RS Awal Bross
dan Rumah Sakit Siloam.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah manajemem Rumah Sakit, Pengurus
Organisasi Profesi Kesehatan, Pengurusan organisasi Rumah Sakit (PERSI), dan
masyarakat kategori miskin yang berada di Kota Makassar. Jumlah informan
penelitian ini tergantung dari tingkat kejenuhan informasi yang dibutuhkan.
D. Sumber Data
Jenis data yang akan digali pada penelitian ini terdiri data primer dan
data sekunder. Sumber data primer berasal dari informan manajemem Rumah
Sakit, Pengurus Organisasi Profesi Kesehatan, Pengurusan organisasi Rumah
Sakit (PERSI), dan masyarakat kategori miskin yang berada di Kota Makassar.
Sedangkan data sekunder diambil di Instansi Pemerintah seperti Dinas
Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pusat Statistik, dan
Instansi Lainnya.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan dalam tiga tahapan proses; 1) reduksi
data, 2) kategorisasi data, dan 3) interpretasi data.
F. Penyajian Data
42
Data akan disajikan dengan secara menyeluruh setiap temuan yang dikaitkan
dengan latar peristiwa dimana temuan tersebut terjadi. Untuk mendapatkan dukungan
informasi sebagai kekuatan analisis, elaborasi fakta akan disertakan kutipan-kutipan
pernyataan dari informan.
G. Uji Keabsahan Data/Triangulasi data
Untuk mendapatkan informasi yang memiliki validitas tinggi, maka pada
penelitian ini akan menggunakan teknik triangulasi pada data, sumber dan metode.
Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan antara konsistensi pola
pernyataan informan yang satu dengan lainnya. Triangulasi sumber dengan menggali
data dari informan kunci. Triangulasi metode dengan menggunakan lebih dari satu
metode kemudian mengamati kesamaan pola informasi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
43