Anda di halaman 1dari 22

ANALISA JURNAL

EKSTRAK ETANOLIK HERBAL CIPLUKAN (Physalis Angulata L)


BEREFEK SITOTOKSIK DAN MENGINDUKSI APOPTOSIS PADA
PERTUMBUHAN SEL KANKER PAYUDARA
Fitri, M., Armandari, I., D.B, Ikawati., Meiyanto., E.

Oleh
BAGUS MAULANA
152310101188

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ANALISA JURNAL
EKSTRAK ETANOLIK HERBAL CIPLUKAN (Physalis Angulata L)
BEREFEK SITOTOKSIK DAN MENGINDUKSI APOPTOSIS PADA
PERTUMBUHAN SEL KANKER PAYUDARA
Fitri, M., Armandari, I., D.B, Ikawati., Meiyanto., E.

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dalam


Keperawatan
Dosen pembimbing Nur Widayati, S.Kep., Ners.,MN

Oleh
Nama

: BAGUS MAULAN

NIM : 152310101188

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Analisa Pemanfaatan Hasil-Hasil Pertanian dalam Pengobatan dengan Judul
EKSTRAK ETANOLIK HERBAL CIPLUKAN (Physalis Angulata L)
BEREFEK SITOTOKSIK DAN MENGINDUKSI APOPTOSIS PADA
PERTUMBUHAN SEL KANKER PAYUDARA
Oleh
Nama : BAGUS MAULANA
NIM : 15230101188
Telah disetujui untuk dikumpulkan
Senin, 24 Oktober 2016
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang ada.
Jember, 20 Oktober 2016
Penyusun

(Bagus Maulana)
152310101188
Mengetahui
Penanggung Jawab Mata Kuliah

Dosen Pembimbing

Wantiyah, S.Kep., Ns., M.Kep

Nur Widayati, S.Kep., Ners.,MN

198107122006042001

198106102006042001

PRAKATA

Insyaf dan sadar bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa. Puji syukur selalu kita
panjatkan, karena berkat karunianya serta kelapangan berpikir dan waktu,
sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul
Manfaat Tumbuhan Ciplukan (Physallis Angulata L) dalam Bidang Pengobatan
atau Obat-obatan Tradisional. Makalah ini di berikan sebagi tugas dari
Farmakologi. Sholawat dan salam selalu kita panjatkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan kepada para sahabatnya. Berkat beliau kita terhindar dari
jaman penuh kebodohan.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Kedepannya pembaca dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Tidak ada gading yang tak retak begitu peribahasa mengatakan, karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya. Oleh sebab itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 20 Oktober 2016


Penulis

Bagus Mualana
152310101188

DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................i
Halaman Pengesahan..........................................................................ii
Prakata................................................................................................xi
Daftar Isi............................................................................................xii
Bab I Pendahuluan..............................................................................1
1.1.

Latar Belakang

..................................................................1
1.2. Tujuan Pembeuatan..........................................................1
Bab II Konsep Dasar Obat Tradisonal..............................................2
2.1. Definisi ..............................................................................2
2.2. Tingkatan Obat Tradisional............................................2
2.3. Syarat-syarat Obat Tradisional......................................4
2.4. Peraturan Terkait Obat dan Pengobatan Tradisional..8
Bab III Analisa Artikel .......................................................................9
3.1. Jenis....................................................................................9
3.2. Kandungan dalam Obat.................................................10
3.3. Farmasetika ....................................................................10
3.4. Farmakokinetik...............................................................10
3.5. Farmakdinamik...............................................................11
3.6. Dosis..................................................................................12
3.7. Indikasi dan Kontradiksi................................................12
3.8. Efek Samping Obat.........................................................13

3.9. Hal-hal yang Harus di Perhatikan.................................13


3.10. Implikasi Keperawatan....................................................13
Bab IV Penutup.....................................................................................14
4.1. Kesimpulan.........................................................................14
4.2. Saran...................................................................................14
Daftar Pustaka......................................................................................15
Lampiran

...............................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan keaneka ragaman hayati yang luar biasa,

yaitu 40.000 jenis tumbuhan. Dari jumlah tersebut 1.300 diantaranya digunakan
sebagai obat tradisional. Secara etnografis masyarakat indonesia terdiri dari
beberapa ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki kebudayaan sendiri.
Setiap suku memiliki pengetahuan lokal sendiri tetang pemanfaatan tumbuhan
obat, mulai dari etnis tumbuhannya, bagian yang digunakan, cara pengobatan,
sampai pada penyakit yang dapat disembuhkan dan itu semua diwariskan secara
turun-temurun.
Ciplukan atau juga sering disebut ceplukan (Physalis angulata L)
merupakan tumbuhan liar yang tumbuh dengan subur di dataran rendah sampai
ketinggian 1.550 meter di atas permukaan laut, di tanah tegalan, atau sawah
kering. Tumbuhan ini dapat ditemukan di semua negara dengan iklim tropis
terutama di Afrika, Asia, dan Amerika (Afandi, 2002).
Ciplukan juga bermanfaat untuk pengobatan atau pencegahan terhadap
penyakit kanker hal ini karena ciplukan mengandung saponin, flavor- noid,
polyphenol, dan physalin (Shingu, 1992) yang berperan dalam penghambatan sel
kanker. Kanker payudara merupakan kanker karsinoma yang menyerang pada
jaringan epitelial payudara.
1.2.

Tujuan
Tujuan dari analisa ini untuk memberikan pemahaman kepada pembaca

tentang tumbuhan ceplukan yang bermanfaat menghambat pertumbuhan sel


kanker pada payudara. Mengingat tumbuhan ini masih bisa di temukan di mana
saja dan tumbuh secara liar.

BAB II
KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL
2.1. Definisi
Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut
yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. (Pramono, 2003). Obat tradisional merupakan produk yang dibuat
dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga
untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik
dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
(Dirjen BPOM, 2005).
Obat tradisonal adalah praktik - praktik pengobatan yang didasarkan pada
pengalaman oleh masyarakat asli (indigenous peoples) dan diteruskan secara turun
temurun. Obat tradisional merupakan salah satu bagian dari keanekaragamaan
hayati. Obat tradisional merupakan istilah yang sangat luas, yang mencakup
pengetahuan masyarakat asli (indigenous peoples) atau pengetahuan penduduk
atau suku, pengetahuan tradisional para petani atau suku pedalaman yang secara
regional membatasi TK mengenai penyembuhan. (Saleh, 2009)
2.2. Tingkatan Obat Tradisional
Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,
bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta
khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan
sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 2000).
Menurut Material Medika (MMI, 1995 dalam E.Siswanti, 2010), simplisia dapat
digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan kelua
dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya
dan belum berupa zat kimia.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia Pelikan (mineral).
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia.
Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat
tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas. Dengan
sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat
tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan. (Dirjen POM, 1986).
Obat tradisional yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3,
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
1. Jamu (Empirical based herbalmedicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang
berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis
(bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara
turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur .
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi
cukup dengan bukti empiris turun temurun (Dirjen BPOM, 2005).
2. Obat Herbal Terstandar (Scientificbased herbal medicine)
3Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi

dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akutmaupun kronis
(Dirjen BPOM, 2005).
3. Fitofarmaka (Clinical basedherbal medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia
dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui,
pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji
memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis
untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga
bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan
pembuktian secara ilimiah (Dirjen BPOM, 2005).
2.3. Syarat Obat Tradisional
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan
persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui
dunia internasional (Dirjen BPOM, 2005).
Badan pengawas obat dan makanan (Dirjen BPOM, 2005) menyebutkan
persyaratan yang harus di penuhi dalam meproduksi obat tradisional yaitu:
a. Personalia
Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan
dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam
jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu
menangani tugas yang dibebankan kepadanya (Dirjen BPOM, 2005).

b. Bangunan
Bangunan industri obat tradisional hendaklah menjamin aktifitas industri dapat
berlangsung dengan aman, syarat banguna industry obat itu sendiri yaitu:
1) Bangunan industri obat tradisional hendaklah berada di lokasi yang
terhindar dari pencemaran, dan tidak mencemari lingkungan.
2) Bangunan industri obat tradisional hendaklah memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi.
3) Bangunan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah memiliki
rancangan, ukuran dan konstruksi yang memadai.
4) Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan
pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat
dan jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang
digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan (Dirjen
BPOM, 2005).
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki
rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan
dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara
seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan
perawatannya. Sarana pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan
sesuai dengan proses pembuatan dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Peralatan
serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap
bentuk sediaan produk yang dibuat (Dirjen BPOM, 2005).
d. Sanitasi dan Hiegine
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan
dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk (Dirjen BPOM,
2005).

e. Penyiapan Bahan Baku


Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi
persyaratan yang berlaku (Dirjen BPOM, 2005).
f. Pengolahan dan Pengemasan
(Dirjen

BPOM,

2005)

Pengolahan

dan

pengemasan

hendaklah

dilaksanakan dengan mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga
dapat menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku:
1. Menjalankan verifikasi
2. Tidak menimbulkan pencemaran
3. Melakukan system penomeran kode produksi
4. Penimbangan dan penyerahan
5. Waktu pengolahan dan pengemasan
6. Penyimpanan
g. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan
tersebut bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri
(Dirjen BPOM, 2005).
h. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan
CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini hendaklah
dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah
dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi
6

yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah dibuat


prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri (Dirjen BPOM, 2005).

i. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang
harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
(Dirjen BPOM, 2005)
(Dirjen BPOM, 2005) bahan-bahan obat tradisional harus memiliki syarat-syarat
berikut:
1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung:
a)
b)
c)
d)

bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat


narkotika atau psikotropika
bahan yang dilarang seperti tercantum pada Lampiran 14
hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :


a)
b)
c)
d)

intravaginal
tetes mata
parenteral
supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan
cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar

dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya
dengan pengenceran. (Dirjen BPOM, 2005). 7

2.4 Payung Hukum Obat Tradisonal Dan Penggunannya


Dalam

Permenkes

No1109/Menkes/PER/IX/2007

tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Kesehatan


disebutkan bahwa dokter merupakan pelaksana utama untuk pengobatan
komplementer alternative, sedang tenaga kesehatan lainnya mempunyai fungsi
untuk membantu dokter dalam melaksanakan pengobatan komplementer
alternatif. Sebelumnya dokter tersebut wajib melakukan registrasi komplementer
alternative di Dinas Kesehatan Propinsi setempat untuk memperoleh surat bukti
registrasi tenaga pengobatan komplementer alternative (SBR_TPKA). Salah satu
syarat untuk memperoleh SBR _ TPKA adalah adanya ijasah pendidikan tenaga
pelayanan pengobatan.

BAB III
ANALISA ARTIKEL
3.1. Jenis

Tumbuhan ciplukan (Physalis Angulata L) diklasifikasikan sebagai berikut


(Pitojo, 1969) :
Kindom

: Plantae

Divisio

: Spermathophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Marga

: Physalis

Spesies

: Physalis Angulata L
Ciplukan cocoktumbuh di tanah yang subur, gembur, dan tidak tergenang

air. Kondisi Lapisan tanah bagian atas yang sangat berpengaruh terhadap
kesuburan ciplukan. Tumbuhan ini banayak ditemukan pada saat musim hujan.
Oleh karena itu tanaman ciplukan cocok dibudidayakan pada daerah yang agak

basah atau lindung. Ciplukan tumbuh baik pada ketinggian 0-1.800 m dpl.
Merupakan tumbuhan semak semusim. Tumbuh liar di lereng- lereng tepi sungai,
pinggir selokan, dan kebun/tanah-tanah kosong yang tidak terlalu becek. Tanaman
semak setinggi 3080 cm, batang tegak, bersegi 4, berkayu, lunak, berwarna
hijau. Daun tunggal, lonjong, berseling, tepi bergelombang. Bunga tunggal,
bentuk corong, di ketiak daun, berbulu, kuning pucat. Buah berbentuk bulat
terbungkus kelopak seperti lampion. Biji ceplukan berstruktur keras dengan
panjang kurang dari 1 mm, berwarna coklat muda (Pitojo, 2002).
3.2. Kandungan
Ciplukan mengandung saponin, flavor- noid, polyphenol, dan physalin
(Shingu, 1992) yang berperan dalam penghambatan sel kanker . Daunnya
berkhasiat sebagai obat bisul, obat bengkak, dan peluruh air seni (Depkes RI,
1994). Akar ceplukan dapat digunakan sebagai obat cacing yang berada di rongga
perut, seduhan akar ceplukan dapat digunakan sebagai obat sakit demam. Saponin
yang terkandung dalam ceplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai
anti tumor dan menghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus besar.
Flavonoid dan polifenol berkhasiat sebagai antioksidan (Anonim, 2009).
3.3. Farmasetika
Herba ciplukan diperoleh dari daerah Sleman Yogyakarta. Herba yang
telah di- peroleh kemudian dikeringkan dan diser- buk, dan diekstraksi dengan
cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Selanjutnya, ekstrak yang
diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary eva- porator (Heidolph
WB 2000-Gast USA).
3.4. Farmakokinetik
Cover slip (Nunc) ditanam ke dalam 24 well plate dan sel didistribusikan
di atasnya. Kepadatan sel yang digunakan adalah 5 x 104 sel/well dalam 1000 L
media kultur. Inkubasi dilakukan selama 24 jam dalam inkubator CO2 (Heraeus)
agar sel teradap- tasi kembali. Selanjutnya sel diberi perla- kuan IC50 ekstrak dan
kontrol sel. Pada akhir inkubasi, media kultur DME M (Dulbeccos Modified
10

Eangles Medium) (Gibco) dicuci dengan PBS, dan cover slip diangkat dari
sumuran serta diletakkan di atas obyek gelas lalu ditetesi dengan akridin oranye
(Sigma) - etidium bromida (Sigma) sebanyak 10 L. Pengamatan morfologi sel
dilakukan dengan mikroskop fluoresens (Zeiss MC 80) menggunakan perbesaran
10 x 10.
Ciplukan merupakan salah satu bahan alam yang mempunyai banyak
komponen aktif diantaranya saponin, flavonoid, poly- phenol, dan physalin
(Shingu, 1992). Kom- ponen-komponen ini dapat memberikan aktivitas
farmakologi termasuk efek sito- toksik. MTT assay, merupakan metode yang
dipilih untuk menentukan efek sitotoksik dari EC pada sel kanker payudara MCF7 ini. Pada metode ini, sel hidup akan mereduksi MTT menjadi garam formazan
yang akan berwarna biru gelap dan dapat diukur panjang gelombangnya pada =
595 nm. Intensitas warna yang terbaca akan sebanding dengan jumlah sel yang
hidup. Selanjutnya absorban dikonversikan ke- dalam menjadi % sel hidup
dengan rumus:

3.5. Farmakodinamik

11

Dari % sel hiDup ini lalu dilakukan perhitungan IC50. IC50 merupakan gambaran efek sitotoksik yang diberikan EC, yaitu kadar yang dapat menghambat proliferasi sel sebesar 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EC tunggal
memberi- kan efek sitotoksik dengan harga IC 50 sebesar 118 g/ml.

Perlakuan dengan EC pada sel kanker payudara MCF-7 memberikan


pengaruh pada morfologi sel. Sel yang hidup tampak berbentuk daun dan tetap
mengapung pada dasar sumuran (Gambar 1 A), sedangkan sel yang telah
mengalami kematian tampak berbentuk bulat dan mengapung (Gambar 1 B).
Pemberian EC juga menunjukkan feno- mena dose-dependent di mana % sel
hidup terus berkurang seiring bertambahnya dosis (Gambar 1 C). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian EC dapat menginduksi terjadi- nya kematian sel
pada sel kanker payudara MCF-7. Dengan harga IC50 yang cukup baik yaitu 187
g/ml, maka EC berpotensi untuk dijadikan salah satu alternatif dalam pengobatan
kanker payudara (Tyagi et al., 2004).
3.6. Dosis
Dari hasil penelitian diketahui bahwa IC50 EC pada sel kanker payudara
MCF-7 sebesar 118 g/mg. Grafik hubungan kon- sentarsi EC versus sel hidup
menunjukkan terjadi fenomena dose dependent, yaitu semakin besar konsentrasi
EC yang diberi- kan, maka % sel hidup akan semakin rendah. Pada konsentrasi
EC rendah (10-25 g/mg), EC belum memberikan efek yang berarti yang
ditunjukkan dengan % sel hidup masih diatas 80%. Perubahan morfo- logi sel
mulai tampak pada konsentrasi 50 g/mg dimana pada konsentrasi ini mulai
banyak sel yang mengalami kematian dengan morfologi sel bentuk bulat dan
mengapung, dan pada konsentrasi yang lebih besar lagi (100 dan 200 g/mg),
jumlah sel yang mengalami kematian semakin banyak.
3.7. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi dari ekstrak etanol herba Ciplukan, merupakan salah satu tanaman
yang telah banyak diteliti mempunyai efek sitotoksik dan mampu menghambat
12

pertumbuhan sel kanker. Ciplukan mengandung saponin, flavonoid, polyphenol,


dan physalin. yang berperan dalam penghambatan sel kanker. Senyawa-senyawa
saponin

telah

diketahui

dapat

menghambat

pembentukan

Bcl-2

yang

diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 yang diekspresikan


terlalu rendah, meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle
arrest. Flavonoid dapat menurunkanenzim xantin oksidase, siklooksigenase
(COX), dan lipooksigenase (LOX) yang diperlukan dalam pro-oksidasi sehingga
akan menunda siklus sel. Selain senyawa-senyawatersebut, ciplukan juga
mengandung fisalin yang merupakan senyawa aktif dalam menghambat
pertumbuhan beberapa sel kanker.
Kontraindikasi dari ektrak etanol herba ciplukan tidak ada. Semua usia
bisa menkonsumsinya.
3.8. Efek Samping Obat
Tanama herba ciplukan mempunyai efek diuretik. Efek diuretik dari tanaman
ceplukan dibuktikan oleh Azizah (2005), ekstrak air daun ceplukan konsentrasi
10 % b/v (1,25 g/ kg BB) memberikan efek diuretik pada tikus putih jantan galur
Wistar. Dalam penelitian tersebut senyawa yang diuji bersifat polar. Untuk
melanjutkan penelitian tersebut perlu diteliti apakah senyawa yang bersifat polar
dari ekstrak daun ceplukan dengan penyari dengan etanol 70 % mempunyai efek
diuretik.
3.9. Hal-hal yang harus di Perhatikan
ekstrak etanol herba Ciplukan, merupakan salah satu tanaman yang telah banyak
diteliti mempunyai efek sitotoksik dan mampu menghambat pertumbuhan sel
kanker, semakin besar EC yang diberikan maka semakin banyak sel kanker yang
mengalami kematian.
3.10. Implikasi dalam Keperawatan
Diharapkan nanti perawat sebagai tenaga kesehatan mampu memanfaatkan
tekhnologi hasil pertanian yang ada, serta menjelaskan tentang khasiat dari

13

tumbuhan yang ada. Mengingat alam kita menyimpan seribu manfaat bagi kita
semua.

BAB IV
4.1. Kesimpulan
Ciplukan (Physalis Angulata L) merupakan tumbuhan liar yang
mengandung Ciplukan mengandung saponin, flavor- noid, polyphenol, dan
physalin (Shingu, 1992) yang berperan dalam penghambatan sel kanker.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan
memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel
kanker payudara MCF-7 sehingga ekstrak etanolik dapat dikembangkan menjadi
salah satu alternatif dalam pengobatan kanker payudara.
4.2. Saran
Mahasiswa atau masyarakat nantinya akan mengerti manfaat dari
tumbuhan ciplukan dan akan mampu memanfaatkan tekhnologi pertanian untuk
bidang kesehatan.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26271/4/Chapter%20II.pdf
2. http://www.ccrc.farmasi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/CiplukanBionatura-2011.pdf
3. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=169003&val=3913&title=Ekstraksi%20Batang%20Physalis
%20Angulata%20dengan%20Air%20Subkritik
4. Sumber: https://www.google.com/search?q=tanaman+beluntas&

15

1.
2.
3.
4.

LAMPIRAN
Jurnal utama (Terlampir)
Jurnal pendukung (Terlampir)
Kartu bimbingan (Terlampir)
Lembar pengesahan (Terlampir)

16

Anda mungkin juga menyukai