Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi yang morbiditas dan mortalitasnya sangat

tinggi terutama di negara tropis dan merupakan masalah kesehatan dunia. Survey
menemukan bahwa sekitar 40% penduduk dunia yang bermukim di daerah beresiko
tinggi telah terinfeksi malaria. Setiap tahun diperkirakan 2 milyar penduduk beresiko
terinfeksi, 300 juta orang telah terinfeksi dan sekitar 1 juta orang diantaranya telah
meninggal dunia.
Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus mendapat
perhatian. Diperkirakan 35% penduduk tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.
Survey WHO memperkirakan 43 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria.
Laporan tahunan 1998 menunjukkan terdapat 3,5 juta kasus malaria klinis dengan 300
kematian. Depkes menemukan 209.505 slide positif dari 1.851.819 sediaan (Depkes
1999). Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2001 telah menyerang 11 propinsi meliputi 13
kabupaten pada 93 desa dengan jumlah 20.000 kasus disertai 74 kematian. Di Jawa dan
Bali ditemukan peningkatan kasus dari 0,51 perseribu penduduk tahun 1999 menjadi 0,60
perseribu penduduk tahun 2001. Di luar Jawa ditemukan peningkatan dari 24,9 perseribu
penduduk tahun 1999 menjadi 26,1 perseribu penduduk di tahun 2001. Daerah dengan
malaria klinis tinggi masih dilaporkan di kawasan timur Indonesia seperti propinsi papua,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan lainnya. Sedangkan kawasan lainnya
yang dilaporkan cukup tinggi seperti propinsi Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu,
Kalimantan Barat dan Bangka Belitung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyakit ini menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat
berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi
ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
Malaria termasuk penyakit yang ikut bertanggung-jawab terhadap tingginya
angka kematian di banyak negara dunia. Diperkirakan, sekitar 1,5-2,7 juta jiwa melayang
setiap tahunnya akibat penyakit ini. Walau sejak 1950 malaria telah berhasil dibasmi di
hampir seluruh benua Eropa, Amerika Tengah dan Selatan, tapi di beberapa bagian benua
Afrika dan Asia Tenggara, penyakit ini masih menjadi masalah besar. Sekitar seratus juta
kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, satu persen diantaranya berakibat fatal.
Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama
kematian di negara berkembang. Penyebaran malaria juga cukup luas di banyak negara,
termasuk Indonesia.
2.1

Etiologi
Penyebab penyakit infeksi adalah plasmodium, yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil, mamalia.
Termasuk genus plasmodium dan famili plasmodidae. Spesies plasmodium pada
manusia adalah, Plasmodium falcifarum (P.falciparum), Plasmodium vivak
(P.vivax), Plasmodium Ovale (P.ovale), dan Plasmodium malariae (P.malariae).
Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.falcifarum dan
P.vivax, sedangkan P.malariae dapat ditemukan di beberapa propinsi antara lain
Lampung, Nusa tenggara timur, dan Papua. P.ovale pernah ditemukan di Nusa
tenggara timur dan Papua.

Plasmodium pada manusia dapat menginfeksi eritrosit atau sel darah


merah dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit.
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu nyamuk anopheles betina.
2.2

Transmisi dan Epidemiologi


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina

Siklus pada manusia


pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia.
Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama kurang lebih setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk
kedalam sel hati dan akan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10000-30000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih
kurang 2 minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps atau kambuh.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon(8-30 merozoit,
tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi
sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina)

Siklus pada nyamuk anopheles betina.


Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, didalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkenbang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit
dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax reseptor ini
berhubungan dengan faktor antigen duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P.falcifarum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P.malaria
dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah
menjadi bentuk ring, pada P.falcifarum menjadi bentuk stereo-headphones, yang
mengandung kromatin dan dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh
setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen
yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah menjadi lonjong, pada
P.falcifarum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang
penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi ke dalam
eritrosit, parasit berubah menjadi skizon dan bila skizon pecah akn mengeluarkan
banyak merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain.
Tingginya slide positive rate menentukan endemisitas suatu daerah dan
pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah
dibagi menjadi:

HIPOENDEMIK

: bila parasit rate atau spleen rate 0-10%

MESOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%

HIPERENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%

HOLOENDEMIK : bila parasite rate atau spleen rate >75%

parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9
tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia
berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral
pada usia anak-anak, sedangkan pada daerah hipoendemik/ daerah tidak stabil
banyak dijumpai malaria serebral, dengan gangguan fungsi hati atau gangguan
fungsi ginjal pada usia dewasa.
2.3

Patogenesis
Patogenesis malaria falcifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
pejamu(host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi,
densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor pejamu
adalah tingkatan endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutris
dan status imunologi. Parasit dalam stadium eritrosit secara garis besar
mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama dan stadium
matur pada 24 jam kedua. Permukaan eritrosit stadium cincin akan menampilkan
antigen RESA (Ring-eritrocyte surface antigen) yang menghilang setelah parasit
masuk ke stadium matur. Permukaan membran eritrosit stadium matur akam
mengalami penonjolan membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1)
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila eritrosit tersebut mengalami
merogoni, akan dilepaskan toksim malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidil
inositol yang merangsang pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari
makrofag.
Secara keseluruhan gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit, faktor
pejamu dan sosial-geografi

Faktor parasit
Resistensi obat, kecepatan multiplikasi, cara invasi, sitoadherence,
rosetting, polimorfisme antogenik, variasi antigenic, toksin malaria.

Faktor pejamu (host)


Imunitas, sitokin proinflamasi, genetik, umur kehamilan

Faktor sosial-geografi
Akses mendapat pengobatan, faktor budaya, faktor ekonomi, stabilitas
politik, intensitas transmisi nyamuk.
Sitoadherensi adalah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada
permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang
terletak dipermukaan knob eritrosit melekat dengan molekul-molekul adhesif
yang terletak di permukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob
eritrosit secara kolektif disebut PfEMP-1, P.falcifarum eritrhrocyte membrane
protein-1. Molekul adhesif dipermukaan sel endotel vaskular adalah CD-36,
trombospondin, intercellular-adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell
adhesion mollecule-1 (VCAM-1), Endotel leucocyte adhesion mollecule (ELAM1) dan glycosaminoglycan chondroitine sulfate. PfEMP-1 adalah protein-protein
hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di permukaan knob.
Sekuestrasi terjadi ketika parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam
jaringan mikrovaskular tidak beredar kembali kedalam sirkulasi. Hanya
P.falcifarum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya
seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organorgan vital dan hampir pada semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi
terjadi pada otak, diikuti oleh hepar dan ginjal, paru, jantung , usus, dan kulit.
Sekuestrasi ini diduga memiliki peranan penting dalam patofisiologi malaria
berat.
Rosetting ialah berkelompoknya eritrosit matur yang diselubungi 10 atau
lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi
juga dapat melakukan rosetting. rosetting dapat menyebabkan obstruksi aliran
darah lokal dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, makrofag setelah mendapat
stimulasi dari malaria toksin (LPS,GPI) sitokin ini antara lain TNF- (tumor
necrosis

factor-alpha),

Interleukin-1,

Interleukin-6

Interleukin

3,

LT

(lymphotoxin) dan Interferon-gamma (INF-). dari beberapa penelitian dapat

dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan


komplikasi yang berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF- yang tinggi.
Selain itu juga terdapat peran neurotransmiter yang lain sebagai freeradical seperti
Nitrit okside yang berperan sebagai faktor dalam malaria berat.
Nitrit

okside

memberikan

peran

protektif

karena

membatasi

perkembangan parasit dan menurunkan molekul adhesi. Diduga produksi NO


lokal di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ
tersebut. sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat. Kadar NO yang rendah yang dapat
menyebabkan malaria berat, ditunjukkan dengan rendahnya kadar nitrit dan nitrat
pada cairan serebrospinal. Anak-anak penderita malaria serebral di afrika
mempunyai kadar arginin yang rendah. Masalah peran sitokin inflamasi masih
dan NO pada malaria berat masih kontroversial dan masih banyak yang belum
jelas dan berbagai penelitian ada yang saling bertentangan.
2.4

Patologi
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF-. TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke
empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. P.falcifarum
memerlukan waktu 36-48 jam, P.vivax/ovale 48 jam, P.malariae 72 jam. demam
pada P.falcifarum dapat terjadi setiap hari, P.vivax/ovale selang waktu satu hari
dan P.malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. P.falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi secara akut atau kronis. P.vivax dan ovale
menginfeksi sel darah muda yang jumlahnya hanya 2 % dari seluruh jumlah sel
darah merah, sedangkan P.malariae menginfeksi sel darah tua yang jumlahnya

hanya 1 % dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh
plasmodium vivax,ovale dan malariae hanya terjadi pada keadaan kronis.
Splenomegali tejadi akibat adanya penghancuran sel-sel radang oleh
sistem retikuloendotelial oleh sel-sel makrofag dan limfosit.
Malaria berat akibat Plasmodium falcifarum mempunyai patogenesis yang
khusus. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan mengalami proses skuestrasi
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke dalam pembuluh darah
tubuh,terutama pembuluh darah kapiler. Selain itu pada permukaan eritrosit yang
terinfeksi akan membentuk knob yang berisi antigen plasmodium falcifarum.
Pada saat terjadi sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor
endotel kapiler. Akibat dari proses ini adalah akan terjadi obstruksi dalam
pembuluh darah kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoadherensi ini juga diduga ada proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator lainnya antara lain sitokin (TNF, Interleukin),
dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada
jaringan tertentu.
Kadang dijumpai pada otak, pembengkakan dengan pendarahan ptekiae,
yang multipel pada jaringan putih, dan tidak dijumpai herniasi. Hampir seluruh
pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain
sekuestrasi, jantung relatif normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi. Pada
paru dijumpai gambaran edema paru,pembentukan membran hialin, adanya
agregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia,
sekuestrasi pada kapiler glomerolus dan proliferasi sel mesangial dan endotel.
Pada saluran cerna dijumpai pendarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga
dijumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dijumpai
dyserytropoises, makrofag mengandung banyak pigmen dan erythrophagocytosis.

2.5

Gambaran klinis
Gejala klinis malaria tergantung dari imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria. Berat ringannya infeksi juga dipengaruhi oleh jenis
plasmodium (P.falcifarum sering mengakibatkan komplikasi), daerah asal infeksi
(untuk mengetahui resistensi pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi biasanya
lebih berat), adanya konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi,
kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya.
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan
splenomegali. Masa inkubasi bervariasi masing-masing plasmodium. Keluhan
prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise,
sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang,
demam ringan, anoreksia, perut tak enak, dan diare ringan. Keluhan prodormal
ada pada P.vivax dan ovale, sedangkan pada P. malariae dan falcifarum gejala
prodormal tidak jelas dan biasanya mendadak.
Gejala yang klasik adalah trias malaria secara berurutan adalah:
o periode dingin terjadi selama 15-60 menit dimulai oleh mulai
menggigil,penderita biasanya akan membungkus diri dan seluruh badan
bergetar.
o periode panas terjadi dimana penderita meras mukanya akan merah, nadi
cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti oleh keadaan
berkeringat.
o periode berkeringat penderita berkeringat banyak dan temperatur mulai
turun, penderita mulai merasa sehat.
Anemia merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria.
Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis, eritrofagositosis, penghambatan
pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa sering dijumpai

pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut
dan limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.
Beberapa keadaan klinik pada perjalanan infeksi malaria adalah:
o Serangan primer adalah keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan
mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin, menggigil,
panas, dan berkeringat.
o Periode latent adalah periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadi infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
o Recrudescence adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam
masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescence
dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari
serangan primer.
o Recurrence adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya masa serangan primer.
o Relapse adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih
lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu
setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya
terjadi karena infeksi yang tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit
(hati) pada malaria vivax dan ovale.
2.6

Pengobatan
Pengobatan pada malaria berat tergantung komplikasinya. Dilakukan
pengobatan simptomatis dan mengurangi kegagalan organ.
Berikut ini merupakan obat anti malaria yang digunakan dalam
pengobatan malaria berat :

Golongan Artemisin
1. Artesunat
2. Artemeter
3. Artemisinin
4. Dihidroartemisinin
Klorokuin difosfat/sulfat
Sulfadoksin-Pirimetamin
Kina sulfat
Primakuin
Kinidin
Doksisiklin atau tetrasiklin

BAB II
LAPORAN KASUS

I.

Identifikasi
Seorang laki-laki, usia 16 tahun, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam,
bertempat tinggal di Sungai Gerong Palembang dirawat di Departemen
Penyakit Dalam RSMH Palembang sejak 27 Desember 2007.

II.

Anamnesis
Keluhan Utama
Demam sejak 9 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit

minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak mata, wajah, dan leher saat
bangun tidur di pagi hari. Sembab menghilang pada siang hari. Os mengeluh
BAKnya sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna keruh (+). Os juga
mengeluh nafsu makannya menurun. Sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB biasa.
1 minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak mata, wajah, dan
leher saat bangun tidur di pagi hari. Di waktu siang, sembab muncul pada perut,
kemaluan, dan kedua tungkainya. Os mengeluh terasa sesak, sesak dipengaruhi
posisi, os merasa lebih enak bila duduk, os tidur dengan 4 bantal, sesak tidak
dipengaruhi cuaca, emosi, dan aktivitas. BAK sedikit (<1 gelas perhari), urin
berbusa, warna keruh (+). Mual (-), muntah (-). Os mengeluh nafsu makannya
menurun namun berat badannya bertambah. BAB biasa.
1 hari SMRS, os mengeluh sembab di seluruh tubuh, sampai os sulit
berjalan. Os mengeluh terasa sesak, sesak dipengaruhi posisi, os merasa lebih

enak bila duduk. Os tidur dengan 4 bantal. Sesak tidak dipengaruhi cuaca,
emosi, dan aktivitas. BAK sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna
keruh (+). Mual (-), muntah (-). Os mengeluh nafsu makannya menurun namun
berat badannya bertambah. BAB biasa. Lalu os berobat ke RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat dirawat di RSMH dengan penyakit yang sama 3 bulan yang


lalu. Setelah selesai perawatan, os pulang dan diberi obat warna putih (2
jenis), merah jambu, kuning, hijau. Os kontrol ke poli penyakit dalam
setiap hari kamis. Namun 1 bulan yang lalu, os kehilangan surat kontrol
sehingga os berhenti berobat (putus obat).

Riwayat mengalami radang tenggorokan disangkal.

Riwayat sakit kuning disangkal.

Riwayat alergi disangkal.

Riwayat malaria disangkal.

Riwayat penggunaan obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit DalamKeluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
Keadaan umum

: Tampak sakit

Keadaan sakit

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Gizi

: Baik

Dehidrasi

: (-)

Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 92 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 32 kali per menit, thoracoabdominal

Suhu

: 37,2o C

Berat Badan

: 57 kg

Tinggi Badan

: 160 cm

Lingkar Perut

: 80 cm

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi dalam batas
normal, keringat umum(-), keringat lokal (-), turgor baik, lapisan lemak cukup,
ikterus pada kulit (-), anemis pada telapak tangan dan kaki (+), nodul subkutan
(-), pertumbuhan rambut normal, sianosis (-).

Kelenjar Getah Bening


Kelenjar getah bening submandibula, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran dan tidak ada nyeri pada penekanan.

Pemeriksaan Organ

Kepala
Bentuk oval simetris, ekspresi biasa, rambut tidak mudah dicabut, alopesia (-),
malar rash (-), deformitas (-), muka sembab (+).

Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (+), konjungtiva palpebra
pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan bola
mata ke segala arah baik, lapangan penglihatan luas.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik.
Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan penyumbatan maupun
perdarahan. Pernafasan cuping hidung tidak ada.

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada
kelainan, pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah(-), atropi papil (-), gusi berdarah
(-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernafasan khas (-).

Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak
ada, tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O, kaku kuduk tidak ada. Edema (+).

Dada
Bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, retraksi dinding dada tidak ada.
Spider naevi (-).

Paru-paru
Inspeksi

: statis, dinamis simetris kanan=kiri

Palpasi

: stremfemitus kanan=kiri

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi

: batas atas ICS II, kanan linea parasternalis dextra, kiri


linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

Abdomen

: HR 92x/menit, murmur (-), gallop(-)

Inspeksi

: cembung, umbilicus tidak menonjol, venektasi (-)

Palpasi

: tegang, NT (-), H/L tidak teraba

Perkusi

: shifting dullness (+)

Auskultasi

: BU (+) normal

Alat Kelamin
Edema scrotum (+).

Ekstremitas atas
Eutoni, eutrofi, gerakan ke segala arah, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (+),
jaringan parut (-). Pucat (+), ujung jari dingin (-), jari tabuh (-), varices (-),
refleks fisiologis normal, turgor normal.

Ekstremitas Bawah
Eutoni, eutrofi, gerakan terbatas, kekuatan +4, nyeri sendi (-), edema (+),
jaringan parut (-). Pucat (+), ujung jari dingin (-), jari tabuh (-), varices (-),
refleks fisiologis normal, turgor normal.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 27 Desember 2007:
Hematologi
Darah Rutin
Hb

: 8,6 g/dl

(L 14-18 g/dl)

(P 12-16 g/dl)
Ht

: 26 vol%

(L 40-48 vol%)
(P 37-43 vol%)

Leukosit

: 35.300/mm3

(5000-10.000/mm3)

LED

: 61 mm/jam

(L <10 mm/jam)
(P <15 mm/jam)

Trombosit

: 578.000/mm3

(200.000-500.000/mm3)

Hitung jenis : 0/3/2/88/6/1%

Kimia Klinik
BSS

: 103 mg/dl

Cholesterol total

: 266 mg/dl

(<200)

HDL

: 61 mg/dl

(L >55, P >65)

LDL

: 164 mg/dl

(<130)

TG

: 208 mg/dl

(<150)

Uric acid

: 7,2 mg/dl

(L 3,5-7,1. P 2,6-6,0)

Ureum

: 114 mg/dl

(15-39)

Creatinin

: 4,6 mg/dl

(L 0,9-1,3. P 0,6-1,0)

Protein total

: 4,6 g/dl

(6,0-7,8)

Albumin

: 1,9 g/dl

(3,5-5,0)

Globulin

: 2,7 g/dl

Natrium

: 133 mmol/I

(135-155)

Kalium

: 2,3 mmol/I

(3,5-5,5)

Urinalisa
Sel epitel

: (+)

Leukosit

: 4-5/LPB

(0-5/LPB)

Eritrosit

: 0-1/LPB

(0-1/LPB)

Silinder

: (-)

Kristal

: (-)

Oval fat bodies : (-)

V.

Protein

: ++

Glukosa

: (-)

Nitrit

: (-)

CCT

: 21,9%

Resume
3 minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak mata, wajah, dan
leher saat bangun tidur di pagi hari. Sembab menghilang pada siang hari. Os
mengeluh BAKnya sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna keruh
(+). Os juga mengeluh nafsu makannya menurun. Sesak (-), mual (-), muntah
(-), BAB biasa.

1 minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak mata, wajah,


dan leher saat bangun tidur di pagi hari. Di waktu siang, sembab muncul pada
perut, kemaluan, dan kedua tungkainya. Os mengeluh terasa sesak, sesak
dipengaruhi posisi, os merasa lebih enak bila duduk, os tidur dengan 4 bantal,
sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan aktivitas. BAK sedikit (<1 gelas
perhari), urin berbusa, warna keruh (+). Mual (-), muntah (-). Os mengeluh
nafsu makannya menurun namun berat badannya bertambah. BAB biasa.
1 hari SMRS, os mengeluh sembab di seluruh tubuh, sampai os sulit
berjalan. Os mengeluh terasa sesak, sesak dipengaruhi posisi, os merasa lebih
enak bila duduk. Os tidur dengan 4 bantal. Sesak tidak dipengaruhi cuaca,
emosi, dan aktivitas. BAK sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna
keruh (+). Mual (-), muntah (-). Os mengeluh nafsu makannya menurun namun
berat badannya bertambah. BAB biasa. Lalu os berobat ke RSMH.
Riwayat dirawat di RSMH dengan penyakit yang sama 3 bulan yang
lalu. Setelah selesai perawatan, os pulang dan diberi obat warna putih (2 jenis),
merah jambu, kuning, hijau. Os kontrol ke poli penyakit dalam setiap hari
kamis. Namun 1 bulan yang lalu, os kehilangan surat kontrol sehingga os
berhenti berobat (putus obat). Riwayat mengalami radang tenggorokan, sakit
kuning, alergi, malaria, dan penggunaan obat-obatan disangkal.
Pada pemeriksaan didapatkan vital sign dalam batas normal, kecuali
tekanan darah yang sedikit meningkat (130/90 mmHg). Muka os sembab. Pada
mata didapatkan edema palpebra dan konjungtiva palpebra pucat. Pada
pemeriksaan toraks, paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan
abdomen dijumpai perut yang cembung, tegang, shifting dullness (+), hepar dan
lien tidak teraba. Pada ekstremitas didapatkan edema dan pucat pada telapak
tangan serta kaki.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Desember 2007
didapatkan Hb 8,6 g/dl, Ht 26 vol%, leukosit 35.300/mm 3, trombosit
578.000/mm3, LED 61 mm/jam, hitung jenis 0/3/2/88/6/1 %. Cholesterol total

266 mg/dl, HDL 61 mg/dl, LDL 164 mg/dl, trigliserida 208 mg/dl, asam urat 7,2
mg/dl, ureum 114 mg/dl, kreatinin 4,6 mg/dl, potein total 4,6 g/dl, albumin 1,9
g/dl, globulin 2,7 g/dl, natrium 133 mmol/L, kalium 2,3 mmol/L. Sel epitel urin
(+), leukosit urin 4-5/LPB, eritrosit urin 0-1/LPB, protein urin ++, Esbach 1,8
g/dl.

VI. Diagnosis Kerja


Sindroma nefrotik ec. idiophatic + Insufisiensi renal + Anemia + Hipokalemia

VII. Penatalaksanaan
a. Istirahat
b. Diet NB Protein 40 gram, rendah garam
c. IVFD D5 gtt x/menit (mikro)
d. Furosemid tab 1x40 mg
e. Spironolakton 2x25 mg
f. KSR 1x1 tab
g. B1B6B12 3x1 tab
h. Transfusi PRC 300 cc

VIII. Rencana Pemeriksaan


a. Esbach
b. USG Ginjal
c. Biopsi Ginjal

IX. Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Follow up tanggal 28 Desember 2007


S : Sembab seluruh tubuh
O : Sens : CM
TD

: 130/90 mmHg

BB: 57 kg

RR

: 20x/menit

LP: 80 cm

Nadi

: 88x/menit

Temp

: 37,1C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : +/+


Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba

P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 92x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Tegang, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+)

Ekstremitas

Superior : edema +/+


Inferior : edema +/+
A: Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + anemia + hipokalemia
P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- KSR 1x1 tab
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1
- Rencana transfusi PRC 300 cc
- Periksa Esbach (besok)
- Balans cairan (rutin)

Follow up tanggal 29 Desember 2007


S : Sembab seluruh tubuh (berkurang)
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 20x/menit

Nadi

: 84x/menit

Temp

: 37C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : +/+


Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 84x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Tegang, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+)

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+

CCT

: 21,9%

Balans cairan : -1200 cc


BB

: 56 kg

LP

: 78 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + anemia + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- KSR 1x1 tab
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

- Transfusi PRC 300 cc


- Cek Hb dan Kalium
- Periksa Esbach (hari ini)

Follow up tanggal 31 Desember 2007


S : Sembab seluruh tubuh (berkurang)
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 20x/menit

Nadi

: 82x/menit

Temp

: 36,7C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba

P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 82x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+)

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+

Esbach

: 1,8 g/dl

Protein urin : ++
Hb

: 10,3 g/dl

Kalium

: 2,8 mmol/l

Balans cairan : -1300 cc


BB

: 54 kg

LP

: 77 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia

P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 1 Januari 2008


S : Sembab seluruh tubuh berkurang
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 20x/menit

Nadi

: 80x/menit

Temp
Edema palpebra

: 37C
: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 80x/menit, M(-), G(-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+) minimal

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -480 cc


BB

: 54 kg

LP

: 76 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 2 Januari 2008


S : Sembab di muka dan perut
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 20x/menit

Nadi

: 78x/menit

Temp
Edema palpebra

: 36,7C
: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 78x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+) minimal

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -450 cc


BB

: 53 kg

LP

: 76 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1
- Cek ulang lab

Follow up tanggal 3 Januari 2007


S : Sembab di muka dan perut
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 76x/menit

Temp

: 36,5C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 76x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+) minimal

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -450 cc


BB

: 53 kg

LP

: 75 cm

Ureum

: 73 mg/dl

Creatinin

: 2,2 mg//dl

Albumin

: 2,0 g/dl

Kalium

: 3,0 mmol/l

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 4 Januari 2008


S : Keluhan : Sembab di muka

O : Sens : CM
TD

: 120/70 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 78x/menit

Temp

: 36,8C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 74x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)

A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (+) minimal

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -300 cc


BB

: 52 kg

LP

: 75 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 5 Januari 2008

S : Keluhan : Sembab di muka


O : Sens : CM
TD

: 110/70 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 82x/menit

Temp

: 37C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 82x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba

P = Shifting dullness (+)


A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (-)

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -300 cc


BB

: 52 kg

LP

: 74cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 6 Januari 2008


S : Sembab di muka
O : Sens : CM
TD

: 110/70 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 78x/menit

Temp

: 36,8C

Edema palpebra

: -/-

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 78x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung

P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba


P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (-)

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema +/+ minimal

Balans cairan : -300 cc


BB

: 52 kg

LP

: 74 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 30 gram
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Metil prednisolon 4-3-3
- Omeprazole 1x2 tab
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

Follow up tanggal 7 Januari 2008


S : Sembab di muka
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 74x/menit

Temp

: 36,6C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 74x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (-)

Ekstremitas

Superior : edema -/Inferior : edema -/-

Balans cairan : -300 cc


BB

: 51 kg

LP

: 74 cm

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal + hipokalemia


P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- KSR 1x1 tab
- Omeprazol tab 1x1

- Vit B1,B6,B12 tab 3x1


- Cek lab. ulang

Follow up tanggal 8 Januari 2008


S : Sembab di muka
O : Sens : CM
TD

: 120/80 mmHg

RR

: 18x/menit

Nadi

: 80x/menit

Temp

: 37C

Edema palpebra

: +/+

Konjungtiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik

: -/-

Leher

: JVP (5-2) cmH2O

Thorax

Pulmo : I = statis, dinamis simetris kanan = kiri


P = Stremfemitus kanan=kiri
P = Sonor dikedua lapangan paru
A = vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

I = Ictus cordis tidak terlihat


P = Ictus cordis tidak teraba

P = Batas atas ICS II, Batas kanan LPS dextra, Batas kiri LMC
sinistra
A = HR: 88x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = Cembung
P = Lemas, NT (-), hepar lien tidak teraba
P = Shifting dullness (+)
A = BU (+) normal

Alat kelamin

: edema scrotum (-)

Ekstremitas

Superior : edema -/-

Inferior : edema -/-

Balans cairan : -300 cc


BB

: 51 kg

LP

: 74 cm

Ureum

: 44 mg/dl

Kreatinin

: 1,7 mg/dl

Albumin

: 2,1 g/dl

Kalium

: 3,6 mmol/l

A : Sindroma nefrotik ec.idiophatic + insufisiensi renal

P:

- Istirahat
- Diet NB rendah protein 40 gram, rendah garam
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Furosemid tab 1x40 mg
- Spironolakton tab 2x25 mg
- Metil prednisolon tab 4-3-3
- Omeprazol tab 1x1
- Vit B1,B6,B12 tab 3x1

BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki dewasa muda 16 tahun datang dengan keluhan utama sembab
seluruh tubuh sejak 1 hari SMRS. 3 minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak
mata, wajah, dan leher saat bangun tidur di pagi hari. Sembab menghilang pada siang
hari. Os mengeluh BAKnya sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna keruh (+).
Os juga mengeluh nafsu makannya menurun. Sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB biasa.
1 minggu SMRS, os mengeluh sembab pada kelopak mata, wajah, dan leher saat
bangun tidur di pagi hari. Di waktu siang, sembab muncul pada perut, kemaluan, dan
kedua tungkainya. Os mengeluh terasa sesak, sesak dipengaruhi posisi, os merasa lebih
enak bila duduk, os tidur dengan 4 bantal, sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan
aktivitas. BAK sedikit (<1 gelas perhari), urin berbusa, warna keruh (+). Mual (-),
muntah (-). Os mengeluh nafsu makannya menurun namun berat badannya bertambah.
BAB biasa. 1 hari SMRS, os mengeluh sembab di seluruh tubuh, sampai os sulit
berjalan. Os mengeluh terasa sesak, sesak dipengaruhi posisi, os merasa lebih enak bila

duduk. Os tidur dengan 4 bantal. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan aktivitas.
BAK sedikit (<1 gelas/hari), kencing berbusa (+), warna keruh (+). Mual (-), muntah (-).
Os mengeluh nafsu makannya menurun namun berat badannya bertambah. BAB biasa.
Lalu os berobat ke RSMH. Os pernah dirawat di RSMH dengan penyakit yang sama 3
bulan yang lalu. Setelah selesai perawatan, os pulang dan diberi obat warna putih (2
jenis), merah jambu, kuning, hijau. Os kontrol ke poli penyakit dalam setiap hari kamis.
Namun 1 bulan yang lalu, os kehilangan surat kontrol sehingga os berhenti berobat (putus
obat). Riwayat mengalami radang tenggorokan, sakit kuning, alergi, malaria, dan
penggunaan obat-obatan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal, kecuali
tekanan darah yang sedikit meningkat (130/90 mmHg). Muka os sembab. Pada mata
didapatkan edema palpebra dan konjungtiva palpebra pucat. Pada pemeriksaan toraks,
paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen dijumpai perut yang
cembung, tegang, shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas
didapatkan edema dan pucat pada telapak tangan serta kaki.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Desember 2007
didapatkan Hb 8,6 g/dl, Ht 26 vol%, leukosit 35.300/mm 3, trombosit 578.000/mm3, LED
61 mm/jam, hitung jenis 0/3/2/88/6/1 %. Cholesterol total 266 mg/dl, HDL 61 mg/dl,
LDL 164 mg/dl, trigiserida 208 mg/dl, asam urat 7,2 mg/dl, ureum 114 mg/dl, kreatinin
4,6 mg/dl, potein total 4,6 g/dl, albumin 1,9 g/dl, globulin 2,7 g/dl, natrium 133 mmol/L,
kalium 2,3 mmol/L. Sel epitel urin (+), leukosit urin 4-5/LPB, eritrosit urin 0-1/LPB,
protein urin ++, Esbach 1,8 g/dl.
Berdasarkan data di atas bahwa pada pasien ini didapatkan edema di seluruh
tubuh. Edema berawal di kelopak mata, wajah, dan leher di pagi hari, namun saat siang
hari edema di daerah tersebut menghilang dan muncul edema di perut, kemaluan, dan
tungkai. Edema seperti ini khas untuk pasien dengan sindrom nefrotik. Selain itu, juga
didapatkan adanya air kencing yang berbusa dan keruh, hal ini menunjukkan adanya
proteinuria. Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu, os pernah dirawat di rumah sakit
dengan penyakit yang sama dan diberi obat yang kemungkinan adalah steroid (karena
menurut os dikonsumsi dengan aturan 4-2-1 tablet/ hari), furosemide (karena menurut os

kencingnya menjadi bertambah setelah mengkonsumsi obat ini), 3 obat lain (warna merah
jambu, kuning, hijau) mungkin adalah vitamin B1,B6, dan B12. Dari pemeriksaan fisik
juga didapatkan edema seluruh tubuh, yang menunjang diagnosis sindrom nefrotik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peningkatan profil lipid darah,
penurunan kadar albumin darah, dan proteinuria. Berdasarkan data-data di atas, diagnosis
sindrom nefrotik dapat ditegakkan. Namun pada pasien ini juga dijumpai konjungtiva
palpebra pucat, pucat pada telapak tangan dan kaki, juga pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan rendahnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan kalium, serta tingginya kadar
ureum dan kreatinin. Sehingga diagnosis akhir pasien ini adalah sindrom nefrotik +
insufisiensi renal + anemia + hipokalemia.
Edema anasarka pada pasien ini disebabkan antara lain karena penurunan kadar
albumin intravaskuler yang banyak dikeluarkan melalui urin akibat adanya kerusakan
pada dinding kapiler glomerulus, sehingga permeabilitasnya terhadap protein darah
meningkat. Akibat rendahnya kadar albumin akan menurunkan tekanan onkotik plasma,
sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler dan akan terjadi
retensi natrium sebagai mekanisme kompensasinya. Sedangkan teori lain mengatakan
bahwa edema terjadi akibat retensi natrium sebagai defek lama pada ginjal. Dalam teori
ini dijelaskan bahwa retensi natrium oleh ginjal menyebabkan peningkatan cairan
ekstraseluler yang berakibat terjadinya edema. Bagaimana terganggunya mekanisme
pengaturan Na oleh ginjal (yang mengalami kerusakan) masih belum bisa diketahui.
Peningkatan tekanan darah ringan yang dijumpai pada pasien ini dapat terjadi akibat
retensi natrium dan air. Hiperlipidemia dapat disebabkan karena meningkatnya sintesis
LDL, VLDL, lipoprotein yang menyertai peningkatan sintesis albumin oleh hati dan
menurunnya degradasi lemak akibat terbuangnya -glikoprotein asam yang berfungsi
merangsang lipase dan terbuangnya HDL urin. Selain itu pada kasus ini juga dijumpai
oliguria, tingginya kadar ureum dan kreatinin. Hal ini dapat terjadi akibat edema
intrarenal sehingga menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal. Anemia yang terjadi
dapat disebabkan karena meningkatnya volume vaskuler, hemodilusi, atau karena kadar
transferin yang menurun akibat banyak terbuang. Hipokalemi yang terdapat pada pasien
ini mungkin disebabkan karena riwayat penggunaan diuretik (yang diduga furosemid)
oleh os dalam jangka waktu yang lama. Furosemid menyebabkan peningkatan ekskresi

kalium. Penyebab hipokalemi lainnya yaitu hiperaldosteronisme sekunder akibat sindrom


nefrotik.
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit
dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema, dan
mengobati komplikasi. Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat
membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan baik dengan atau tanpa
kombinasi dengan Potassium-sparring diuretics. Pada pasien ini diberikan kombinasi
furosemid dan spironolakton agar pengobatan lebih efektif selain karena rendahnya kadar
kalium. Pembatasan asupan protein yaitu 0,8-1 g/kgBB dapat mengurangi proteinuria dan
agar tidak memperberat kerja ginjal. Pada sindrom nefrotik idiophatic (yang kebanyakan
berupa lesi minimal) dapat diberikan steroid, karena umumnya responder terhadap
steroid. Dalam hal ini diberikan metil prednisolon dengan dosis 2 mg/kgBB dibagi dalam
3 takaran selama 28 hari. Program berikutnya dengan pemberian berselang (alternate-day
therapy) 4 mg/kgBB/hari sebagai takaran tunggal selama 1 bulan; takaran diturunkan
bertahap sampai mencapai 4-6 bulan. Karena steroid dapat menyebabkan terjadinya
gastritis erosif sehiingga perlu diberikan penghambat pompa proton (omeprazol).
Hipokalemi diatasi dengan pemberian KSR 1x1 tablet perhari.
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam, karena pada penderita
belum didapati adanya penyulit berat seperti gagal ginjal terminal yang dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad bonam, karena
masih ada kemungkinan fungsi ginjal untuk kembali normal, karena sepertinya penderita
responsif terhadap steroid (dari hasil pemeriksaan albumin yang menunjukkan
peningkatan) dan juga karena membaiknya fungsi ginjal (karena kadar ureum dan
kreatinin sudah hampir mencapai normal, dan tidak lagi terjadi oliguria).

Anda mungkin juga menyukai