Electric Burnnnnnn New
Electric Burnnnnnn New
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat
khususnya rumah tangga.1Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di
Amerika Serikat setiap tahunnya dan dari 200.000 pasien yang memerlukan
penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000
meniggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang
beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar, kaum remaja laki-laki dan pria usia
kerja juga lebih sering menderita luka bakar.2
Luka bakar dapat disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Antara 3% dan 5% dari rawat inap
luka bakar berhubungan dengan luka bakar listrik.3
. Luka bakar listrik disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik dengan
badan, dan sering lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan.Luka
bakar akibat listrik dapat menyebabkan cedera berupa henti jantung (cardiac
arrest) akibat efek listrik pada jantung, kerusakan otot saraf dan jaringan, dan luka
bakar thermal akibat kontak dengan sumber listrik. Luka bakar listrik mungkin
kelihatannya ringan, namun kerusakannya bisa sampai jauh ke dalam jaringan
bawah kulit.3
Luka bakar juga merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan
derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, luka bakar masih
merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena
itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri
dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum),
intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan
psikologi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn). 1
2.2.
Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.2,5
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilatan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
2.3.
2.3.1
tubuh manusia dan menyebabkan kerusakan jaringan atau fungsi organ di dalam
tubuh.. Tubuh manusia dapat bertindak sebagai penghantar energi listrik yang
baik. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi
kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak.3
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
1. Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung.
2. Kerusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati
tubuh.
3. Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
Patofisiologi5
2.3.2
Luka bakar listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel
maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang.
Cedera yang ditimbulkan bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian,
tergantung kepada:
1. Jenis dan kekuatan arus listrik
Secara umum, arus searah/ direct current (DC) tidak terlalu berbahaya
jika dibandingkan dengan arus bolak-balik/ alternating current (AC). Tubuh
manusia lebih sensitive sekitar 4-6 kali terhadap arus jenis AC dibandingkan DC.
Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya
arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi
rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih
berbahaya dari DC pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.
Arus DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali
mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber arus, sedangkan arus AC
menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat
kemampuan
tubuh
untuk
menghentikan
atau
memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit
dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering
dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan
lembab.
Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir
yang lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi
kulit utuh yang lembab.Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang
tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak
yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka
bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan
hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.
Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.
3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala dan
paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke tungkai
bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang
mengalir dari tungkai ke tanah.
Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
a. Kejang.
b. Pendarahan otak.
c. Kelumpuhan pernapasan.
d. perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek,
perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur).
e. irama jantung yang tidak beraturan.
f. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.
4. Lamanya terkena arus listrik.
Semakin lama seseorang terkena arus listrik maka semakin banyak
jumlah jaringan yang mengalami kerusakan. Tetapi, jika seseorang tersambar
petir, jarang mengalami luka bakar yang berat (luar maupun dalam) karena
kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik cenderung melewati
tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas. Meskipun
demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru
dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak.
2.3.3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat timbul tergantung kepada interaksi yang
rumit dari semua sifat arus listrik. Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa
mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya
kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah
tulang dan cedera tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut
jantung bisa lumpuh. Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa
meluas ke jaringan yang lebih dalam.
Arus listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk
dan titik keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas.
Akibatnya, sejumlah besar cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang
menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah. Serat-serat otot yang rusak akan
melepaskanmioglobin, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Dalam
keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada keadaan
tersebut, resistensi kulit sedemikian rendah sehingga tidak terjadi luka bakar tetapi
terjadi henti jantung(cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapatkan
pertolongan dapat menyebabkan kematian.
Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta
jarang menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin melalui urin.
Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadang diikuti dengan koma
atau kebingungan yang sifatnya sementara, yang biasanya akan menghilang dalam
beberapa jam atau beberapa hari. Penyebab utama dari kematian akibat petir
adalah kelumpuhan jantung dan paru-paru (henti jantung dan paru-paru).
Tingkat kerusakan luka akibat trauma listrik biasanya diassosiasikan dengan
voltase, jenis arus, resistensi jaringan tertinggi, terendah pada saraf dan pembuluh
darah sehingga mudah terjadi kerusakan .
Energi
listrik
diubah
2. Zona stasis, dimana zona ini mengalami penurunan perfusi jaringan. Resusitasi
pada luka bakar bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan pada zona ini dan
mencegah kerusakan jaringan menjadi ireversibel.
3. Zona hiperemia, dimana pada zona ini perfusi jaringan meningkat. Jaringan pada
zona ini akan mengalami perbaikan kecuali jika terdapat sepsis berat ataupun
hipoperfusi yang berkepanjangan.
Ketiga zona ini adalah tiga dimensi, dan kehilangan jaringan pada zona
stasis akan menyebabkan jaringan luka semakin dalam dan semakin luas. 8
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lokasi luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.
Respon sistemik yang dapat terjadi antara lain :
1. Perubahan Kardiovaskular
Permeabilitas kapiler meningkat, yang mengakibatkan kehilangan protein
intravaskular dan cairan ke kompartemen interstitial. Terjadi vasokonstriksi arteriarteri di perifer dan splanknik. Kontraktilitas myokardiak menurun, yang mungkin
diakibatkan oleh dikeluarkannya tumor necrosis factor . . Perubahan ini, disertai
dengan kehilangan cairan dari jaringan luka bakar, dapat menyebabkan hipotensi
sistemik dan berujung pada hipoperfusi organ.
2. Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi, dan pada luka bakar berat
dapatterjadi respiratory distress syndrome.
3. Perubahan Metabolik
BMR meningkat hingga tiga kali lipat dari BMR normal. Hal ini jika disertai
hipoperfusi splanknik, membutuhkan suplai enteral yang segera dan agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas usus.
4. Respon imunologik
Terjadi down regulation non-spesifik pada system imun baik selular maupun
humoral.
2.4.
Klasifikasi 9,10
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari.
10
dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan
masih ada beberapa aliran darah ). Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh
dalam 3 -9 minggu.
11
2.5.Luas Luka11
Presentasi dari total area permukaan tubuh yang terbakar (TBSA). Untuk
memudahkan perhitungan, satu telapak tangan pasien adalah 1 3/4 % TBSA.
Perhitungan berdasarkan Rule of Nine :
Kepala, leher : 9%
Lengan, tangan : 2 x 9%
Paha, betis, kaki : 4 x 9%
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
Genitalia : 1%
12
Gambar 2.2. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Orang Dewasa11
Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala dan kedua tungkai berbeda.
Anak 9 tahun:
Kepala : 14%
Tungkai, kaki : 16%
Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi 1 tahun:
Kepala, leher : 18%
Tungkai, kaki : 14%
Bagian lain sama dengan dewasa
Cara perhitungan lain dengan menggunakan Lund dan Browder Chart, mungkin
lebih tepat, tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari.11
13
14
h. Electrical shock sering disertai dengan trauma lain, seperti jatuh atau terlempar
yang menyebabkan cedera internal maupun eksternal. Hindari menggerakkan
korban, terutama bagian leher bila dicurigai adanya cedera cervical.
i. Jangan melakukan hal-hal berikut :
- Jangan sentuh korban dengan tangan telanjang sewaktu korban masih terhubung
dengan sumber listrik.
- Jangan memecahkan bula pada kulit korban karena luka bakar.
- Jangan mengoleskan es, mentega, obat salep, kapas berbulu halus, pakaian, atau
perban pada kulit yang terbakar.
- Jangan sentuh kulit korban yang meninggal karena terkena listrik.
- Jangan memindahkan atau menggerakkan tubuh korban, kecuali diperlukan atau
jika ada bahaya bila tidak segera diposisikan.
j. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder.
2.7 Penatalaksanaan Luka Bakar9
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan berlangsung
walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tidak meluas.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisasisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
15
Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah
sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk
penangan luka bakar tersebut. Dalam perjalanan penderita sudah dilengkapi
dengan infus dan penutup kain yang bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya
yang bisa membawa penderita dalam posisi tidur.
Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih
berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan
terlebih dahulu di trauma centre sebelum ditransfer ke unit luka bakar.
Pada luka bakar berat, selain penangan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi edema laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi dead space, dan memudahkan pembersihan jalan napas
dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen
murni.
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik
juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka
bakar.
A. Primary Survey dan Resusitasi
Primary survey dan resusitasi pada pasien dengan luka bakar berfokus
pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.
Jalan napas
Edema laring dapat terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terhisap asap atau
uap panas sehingga memerlukan penanganan segera agar tidak serjadi obstruksi
jalan napas dan henti napas. Selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda obstruksi
jalan napas seperti stridor, mengi, suara serah sehingga tindakan intubasi dapat
segera dilakukan karena keterlambatan melakukan penilaian dapat menyebabkan
16
terjadinya intubasi yang sulit. Bila ditemukan rambut hangus terbakar, wajah
terbakar, serak, disfoni, batuk, jelaga di mulut dan hidung, tanpa disertai distres
napas, harus dicurigai kemungkinan adanya edema yang mengancam di jalan
napas atas dan bawah.
Pernapasan
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi perlu dilakukan dengan melihat usaha
napas, ekspansi dada, suara napas dan adanya sianosis. Pulse oksimetri dapat
digunakan untuk melihat saturasi seseorang dengan luka bakar. Hipoksia biasanya
berhubungan erat dengan trauma inhalasi, ventilasi yang tidak adekuat
dikarenakan luka melingkar pada dada. Pemberian oksigen dengan atau tanpa
intubasi harus segera diberikan.
Harus selalu mencurigai paparan terhadap CO pada pasien yang terkena
luka bakar pada area yang tertutup. Diagnosis pada keracunan CO diawali dengan
riwayat paparan dan pengukuran langsung dengan carboxyhemoglobin (HbCO).
Pasien dengan level CO kurang dari 20% biasanya tanpa gejala, tetapi pasien
dengan level CO yang lebih tinggi dapat menunjukkan tanda:
Sakit kepala dan mual
Kebingungan
Koma
Kematian
Pasien dengan keracunan CO diberikan oksigen murni 100%.
Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dengan penilaian berupa kesadaran, nadi, warna kulit,
17
24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema. Plasma
diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
cairan yang telah keluar, 3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat
penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada keadaan prasyok,
dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderuta dapat minum tanpa kesulitan,
infus dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu : luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4 mL
larutan Ringer. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu
larutan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya pada penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu
sekurang-kurangnya
1000-1500mL/24jam
atau
1mL/kgBB/jam
dan
3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah
sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia
sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang.
Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang
menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. Ketidakseimbangan
18
elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.9
Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan
terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi
melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi
waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang
pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia
terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam
pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari
tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.9
B. Kontrol Infeksi dan Penanganan Nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan
uji kepekaan kuman.Antibiotik topikal tidak dibutuhkan dalam luka bakar kecil
dan luka bakar derajat I. Namun pada luka bakar derajat lebih dari II dan luka
bakar yang dalam, dibutuhkan pemberian antibiotik sesegera mungkin sambil
menunggu hasil kultur.9 Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat
melalui intavena dalam dosis serendah mungkin yang menghasilkan analgesia
yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan
tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.9
C. Nutrisi9
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 25003000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka
bakar sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik
19
melalui
mendekompresi
selang
nasogastrik
lambung.Penderita
yang
yang
sekaligus
sudah
mulai
berfungsi
stabil
untuk
keadaanya
evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah
20
21
ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dan padat dibersihkan dan diganti setiap hari.9
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur
menjadi kotor.9
Perawatan
tertutup
dilakukan
dengan
memberikan
balutan
yang
22
pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan
lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup
banyak.9
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri. Penutupan
luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau
amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita.
Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi sementara untuk
sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegahan infeksi yang lebih parah
dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutupan sementara ini harus
diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.Sebaiknya pada
penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting
untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Sking
grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya
jaringan granulasi.9
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin substitute ini antara
lain integra, aloderm dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang
elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan
hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon,
kolagen babi dan jaring nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas
dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra merupakan
analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapiran
silikon tipis.9
2.8 Komplikasi
Untuk luka bakar akibat listrik dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
yaitu berupa sindrom kompartemen, aritmia, kehilangan kesadaran, dan
mioglobinuria. Mioglobinuria sering dijumpai pada cedera luka listrik
bertegangan tinggi.
23
Kerusakan sel akibat sengatan listrik berbeda dengan kerusakan sel akibat
trauma panas. Kerusakan jaringan akibat trauma panas disebabkan oleh denaturasi
dan koagulasi protein, sedangkan kerusakan jaringan akibat sengatan listrik dapat
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran sel sehingga terjadi
ketidakseimbangan di dalam sel dan menyebabkan perubahan bentuk pada
membran sel. Dapat juga terjadi kematian sel akibat gangguan elektrolit sel.
Energi listrik yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi energi
panas dan akan menyebabkan denaturasi, koagulasi, dan nekrosis koagulasi.
Kerusakan tipe ini dapat terjadi pada luka bakar listrik akibat paparan dengan
voltase tinggi.
Energi listrik voltase rendah dapat menyebabkan terjadinya tetani pada
otot Aliran listrik yang terus menerus dapat merangsang voltage gate channel
membrane sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Tetani ini lebih banyak terjadi pada
luka bakar listrik akibat arus bolak-balik frekuensi rendah. Syok listrik dapat
menyebabkan kontraksi otot yang sangat kuat sehingga menimbulkan perdarahan
serabut otot. Kontraksi otot yang bersifat tetani akan menyebabkan kerusakan
sarkolema otot dan menyebabkan kematian sel.
Kematian terbesar akibat luka bakar karena sengatan listrik disebabkan
oleh gangguan kerja jantung. Serangan listrik menyebabkan gangguan pada sistem
kelistrikan jantung dan menyebabkan kerusakan pada otot jantung.
Efek pada jantung akibat sengatan listrik dapat dibagi menjadi :
1. Aritmia
Dua keadaan jantung yang dapat menyebabkan kematian akibat sengatan
listrik adalah asistole dan fibrilasi ventrikel. Asistole disebabkan oleh paparan
listrik bertegangan > 1000 volt, sedangkan fibrilasi ventrikel disebabkan oleh
paparan listrik bertegangan 65-1000 volt. Henti jantung mendadak karena fibrilasi
ventrikel lebih sering terjadi karena arus AC dengan voltase rendah, sedangkan
asistole lebih sering terjadi akibat kejutan lidtrik dari arus DC atau AC dengan
tegangan tinggi.Aritmia yang berpotensi fatal sering disebabkan oleh arus yang
bergerak horizontal dari tangan ke tangan. Arus yang bergerak secara vertical
biasanya menyebabkan kerusakan myocardium.
24
Aritmia yang paling sering terjadi adalah sinus takikardi dan kontraksi
ventrikula. Kebanyakan aritmia terjadi secara langsung setelah kejadian, namun
dapat tertunda hingga 12 jam setelah sengatan listrik.
2. Konduksi Abnormal
Sinus bradikardi dan blok atrioventrikular dapat terjadi setelah sengatan
listrik. Luka bakar akibat sengatan listrik dengan arus AC memiliki
kecenderungan terhadap nodus SA dan AV. Hal ini disebabkan oleh
kecenderungan nodus SA dan AV untuk mudah mengalami kerusakan, iskemia
maupun infark akibat distribusi arteri koroner kanan.
3. Kerusakan miokardium
Kerusakan disebabkan secara langsung oleh perubahan energy listrik
menjadi energy panas atau karena diinduksi oleh keadaan iskemik.
Selain itu. sepsis yang muncul akibat infeksi sering menjadi penyebab
kematian pada pasien pada pasien luka bakar. Kriteria yang bisa digunakan dalam
menentukan sepsis adalah dengan menggunakan skor SOFA.
SOFA score
Respiration
PaO2/
FIO2
>400
<40
<300
<200
<100
142-220
67-141
<67
<100
<50
<20
2.0-5.9
6.0-11.9
>12.0
(mmHg)
SaO2/FIO2
221301
Coagulatioin
Platelets
>150
<15
0
Liver
Bilirubin
<1.2
(mg/dL)
Cardiovascul
ar
hypotension
1.21.9
No
MA
Dopamine
Dopamine >5
Dopamine
Hypotensio
</=5 or
Or
>15
<70
dobutamin
norepinephri
Or
e (any)
ne </= 0.1
Norepinephri
25
ne
>0.1
CNS
GCS
15
13-
10-12
6-9
<6
2.0-3.4
3.5-4.9 or
>5.0
<500
Or
14
Renal
Creatinine
(mg/dL) or
<1.2
1.21.9
OUP
<200
2.9 Prognosis
Untuk mengukur prognosis penderita luka bakar dapat menggunakan Baux
Score (mortalitas sebanding dengan %TBSA). Namun dengan meningkatnya
kualitas penanganan luka bakar, Baux score tidak lagi akurat. Umur, ukuran luka
bakar, dan trauma inhalasi menjadi indikator terpenting pada mortalitas penderita.
Pada pasien non-ekstrim, komorbid seperti HIV, kanker metastasis, penyakit
ginjal, dan penyakit hepar berpengaruh pada mortalitas dan lama rawatan. Pada
sebuah studi terbaru yang melibatkan 68.661 pasien luka bakar menemukan nilai
prediksi mortalitas tertinggi, yakni umur, %TBSA, trauma inhalasi, trauma lain
yang menyertai, dan pneumonia.11
BAB 3
STATUS PASIEN
3.1 Anamnesis
26
/0
1
2
m
4
ja
6
IB
W0
5
3
2
/4
1
5
m
ja
6
W
IB 0
/4
1
ja
6
2
m
IB
W
D
rid
b
e
n
t
3.2 Primary Survey
Electrical Burn
Tanda dan Gejala
A (airway)
Snoring (-)
Gargling (-)
Kesimpulan
Penanganan
Hasil
27
Crowing (-)
Trauma Inhalasi
(-)
B (Breathing)
Oxigenation O2
RR 24x/menit
Regular
ST: C (Circulation)
Akral:D/M/K
HR 109x/i
UOP: Kateter (+)
Residue: 300cc
D (Disability)
Oedemma (+)
Fraktur (-)
30gtt/i
Akral: D/M/K
TD:140/70
HR:100x/i
UOP: 800cc
Head Up 30
GCS 14 (E3,
Ringer Laktat
GCS 14
E (Exposure)
RR 24x/menit
SaO2 99%
V5,M6)
Electrical Burn
22,5%
< 2 detik,
T : 37C
B3 : Sens : CM ; pupil : isokor, diameter kiri 3mm/ kanan 3mm; RC: +/+,
oedema palpebra.
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%
Resusitasi cairan
28
Hasil
Rujukan
14 g%
4.99
22,760 mm3
42 %
269,000
84 fL
28, 1pg
33.4 g/dL
12.5 %
9.6 fL
0.260 %
10.4 %
13 - 18
4.50 - 6.50
4000 - 11000
39 - 54 %
150000 - 450000
81 - 99
27.0 - 31.0
31.0 - 37.0
11.5 - 14.5
6.5 - 9.5
0.100 - 0.500
10.0 - 18.0
88.20%
4.90 %
6.80 %
0.00 %
0.10 %
20.07 x103/uL
1.11 x103/uL
1.54 x103/uL
0.01 x103/uL
0,03 x103/uL
50.00 - 70.00
20.00 - 40.00
2.00 - 8.00
1.00 - 3.00
0.00 - 1.00
2.7 - 6.5
1.5 - 3.7
0.2 - 0.4
0 - 0.10
0 - 0.1
FAAL HEMOSTASIS
PT
1.08
APTT
0.9
TT
0.9
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
138 mEq/L
Kalium (K)
3.1 mEq/L
Klorida (Cl)
106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 119 mg/dL
135155 mEq/L
3,65,5 mEq/L
96106 mEq/L
<200 mg/dL
29
GINJAL
Ureum
Kreatinin
19 mg/dL
0.74 mg/dL
19-44
0.7-1.3
3.6. Diagnosis
Electrical Burn 22,5% Grade III
3.7. Pre-operasi
30
< 2 detik,
T : 36,7C
B3 : Sens : CM, pupil : isokor, diameter kiri 3mm/ kanan 3mm; RC: +/+,
oedem palpebra
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%
Diagnosa: Electrical Burn 22,5% Grade III
Tindakan : Debridement emergensi
PS ASA: 2E
Posisi: Supine
Lama operasi
: 60 menit
HR
: 85-120 x/i
SpO2
: 98 100%
Pre Op
: Ringer Laktat 500cc
Perdarahan
: Tidak ada
Maintenance + penguapan: (2+2) x 60 = 240cc/jam
Durante op
: Ringer Laktat 1200cc
UOP
: 150cc
=
-/-/-,
Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/B2 : akral : H/M/K, TD : 130/80, HR : 108x/menit, T/V : kuat/cukup ,
CRT: < 2 detik,
T : 36,7C
31
B3 : Sens : GCS 14 (E3, M5, V6) ; pupil : isokor, diameter kiri 3mm/
kanan 3mm; RC: +/+
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%
Terapi Pasca Operasi:
1. IVFD Ringer Laktat 30gtt/i
2. Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
4. Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
02 April 2016
S: OS post debridement
O:
kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: sdn
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
03 April 2016
S: OS post debridement
O:
32
T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: sdn
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
Sudah dilakukan pemasangan CVC 7fr di subclavicula kanan dengan
kedalaman 15cm.
Leukosit : 20,390
T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 2 mm/ 2 mm
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
05 April 2016
S: OS post debridement
O:
33
T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
Albumin: 2,1 g/dL
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
Bed rest + head up 30
Diet TKTP 2100 kkal + 70 gr protein
IVFD RL 30gtt/i
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
Inj. Paracetamol 1gr/ 6 jam
Inj. Fentanyl 300mg + 30mg Midazolam + 50 cc NaCl 0.9% -> 6 cc/jam
06 April 2016
S: OS post debridement
O:
T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
34
T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
BAB 4
DISKUSI
Teori
Etiologi
Pasien
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan Luka bakar pada pasien ini terjadi
oleh termal, zat kimia, listrik dan akibat tersengat listrik dan wajah dan
35
radiasi.
kedua tungkai.
Patofisiologi
Luka bakar listrik bisa terjadi akibat
tersambar petir atau menyentuh kabel
maupun sesuatu yang menghantarkan
listrik dari kabel yang terpasang. Cedera
yang ditimbulkan bisa berupa luka
bakar
ringan
sampai
kematian,
rendah
disebabkan
oleh
luka
bakar/panas,
pasien
yang
ginjal.
Kehilangan protein intravaskular,
dan
cairan
sehingga
gagal
elektrolit
terjadinya
bisa
humoral.
Klasifikasi luka bakar berdasarkan Pasien ini mengalami luka bakar
kedalaman
luka bakar derajat I (superficial berwarna putih dan pucat. Sensasi pada
epidermis)
36
luka bakar derajat II (dangkal dan dengan teori akibat ujung ujung syaraf
dalam)
luka bakar derajat III (fullthickness)
Airway:
perhatikan
tanda-tanda
di
wajah
namun
tanda-tanda
tidak
dijumpai
obstruksi
jalan nafas.
Breathing: Pada pasien ini tidak
dijumpai
hanya
tanda-tanda
diberikan
keracunan
oksigen
2L/I
kapiler
ektermitas.
dengan
sebanyak
kg
dan
Keberhasilan
suhu
mL
Ringer
5L
mengalami
Laktat
30gtt/i
sesuai
dengan
larutan
Ringer.
pemberian
cairan
800cc.
yaitu
1000-
sekurang-kurangnya
Menurut
teori,
pasien
37
infeksi
dan
penanganan
nyeri
Antibiotik
diberikan
sistemik
untuk
spektrum
mencegah
misalnya
menghasilkan
analgesia
yang
kebutuhan
kalori
kebutuhan
Tatalaksana awal luka bakar adalah bakar pada hari perawatan pertama.
melakukan pembersihan dan membuang
38
jaringan
diusahakan
yang
mati.
sedini
Debridemen
mungkin
untuk
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien seorang pria berusia 30 tahun dengan berat badan 60 didiagnosa
dengan electrical burn 22,5& Derajat III dan diberikan terapi oksigen 2l/i via
nasal canule, IVFD RL 30gtt/I, Inj. Meropenem 1gr/12 jam (IV), Inj. Ranitidine
50 mg/12 jam (IV) dan Inj. Ketorolac 30mg/8jam.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Budyantra, R. 2015. Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar
denganPemberian Madu Dibandingkan dengan Pemberian Mupisorin pada
Tikus Putih.
2.Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2EGC. Jakarta. p 66-88
3. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
4. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus
2008
5. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006
6. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara. 2007. Access
In:www.terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalo
g/download/63/92/226-1
7.Porter and Kaplan. 2011. The Merck Manual Nineteenth edition.
40
11. Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. 2010. Schwartzs Principle of Surgery
10thedition: Burns (ch. 8 : 227-236). Mc Graw Hill Education : New York.
12.St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter19