Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat

khususnya rumah tangga.1Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di
Amerika Serikat setiap tahunnya dan dari 200.000 pasien yang memerlukan
penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000
meniggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang
beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar, kaum remaja laki-laki dan pria usia
kerja juga lebih sering menderita luka bakar.2
Luka bakar dapat disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Antara 3% dan 5% dari rawat inap
luka bakar berhubungan dengan luka bakar listrik.3
. Luka bakar listrik disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik dengan
badan, dan sering lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan.Luka
bakar akibat listrik dapat menyebabkan cedera berupa henti jantung (cardiac
arrest) akibat efek listrik pada jantung, kerusakan otot saraf dan jaringan, dan luka
bakar thermal akibat kontak dengan sumber listrik. Luka bakar listrik mungkin
kelihatannya ringan, namun kerusakannya bisa sampai jauh ke dalam jaringan
bawah kulit.3
Luka bakar juga merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan
derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, luka bakar masih
merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena
itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri
dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum),
intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan
psikologi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak

dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn). 1
2.2.

Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat

kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.2,5
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilatan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan

terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
2.3.
2.3.1

Luka Bakar Listrik


Definisi
Luka bakar listrik disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik dengan

tubuh manusia dan menyebabkan kerusakan jaringan atau fungsi organ di dalam
tubuh.. Tubuh manusia dapat bertindak sebagai penghantar energi listrik yang
baik. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi
kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak.3
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
1. Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung.
2. Kerusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati
tubuh.
3. Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
Patofisiologi5

2.3.2

Luka bakar listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel
maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang.
Cedera yang ditimbulkan bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian,
tergantung kepada:
1. Jenis dan kekuatan arus listrik
Secara umum, arus searah/ direct current (DC) tidak terlalu berbahaya
jika dibandingkan dengan arus bolak-balik/ alternating current (AC). Tubuh
manusia lebih sensitive sekitar 4-6 kali terhadap arus jenis AC dibandingkan DC.
Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya
arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi
rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih
berbahaya dari DC pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.
Arus DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali
mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber arus, sedangkan arus AC
menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat

melepaskan genggamannya pada sumber listrik.Akibatnya korban terkena


sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat.Biasanya
semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar kerusakan yang
ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut.
Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama
dengan 1/1,000 ampere. Pada arus AC dengan tegangan rendah yang mengalir
melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung
yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal. Arus bolak-balik lebih dapat
menyebabkan aritmia jantung dibanding arus searah. ArusAC dalam seperlima
detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung.Efek yang sama
ditimbulkan oleh arus DC. Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya
melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun
arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).
Tegangan (voltase) juga mempengaruhi keparahan luka bakar akibat
sengatan listrik. Voltase lebih rendah lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan dengan voltase yang lebih tinggi. Kematian pada tegangan rendah
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, sedangkan kematian pada tegangan tinggi
lebih disebabkan oleh luka bakar/panas.
2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik
Resistensiadalah

kemampuan

tubuh

untuk

menghentikan

atau

memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit
dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering
dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan
lembab.
Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir
yang lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi
kulit utuh yang lembab.Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang
tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak
yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka
bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan

hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.
Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.
3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala dan
paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke tungkai
bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang
mengalir dari tungkai ke tanah.
Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
a. Kejang.
b. Pendarahan otak.
c. Kelumpuhan pernapasan.
d. perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek,
perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur).
e. irama jantung yang tidak beraturan.
f. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.
4. Lamanya terkena arus listrik.
Semakin lama seseorang terkena arus listrik maka semakin banyak
jumlah jaringan yang mengalami kerusakan. Tetapi, jika seseorang tersambar
petir, jarang mengalami luka bakar yang berat (luar maupun dalam) karena
kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik cenderung melewati
tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas. Meskipun
demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru
dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak.
2.3.3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat timbul tergantung kepada interaksi yang
rumit dari semua sifat arus listrik. Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa
mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya
kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah
tulang dan cedera tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut

jantung bisa lumpuh. Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa
meluas ke jaringan yang lebih dalam.
Arus listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk
dan titik keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas.
Akibatnya, sejumlah besar cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang
menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah. Serat-serat otot yang rusak akan
melepaskanmioglobin, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Dalam
keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada keadaan
tersebut, resistensi kulit sedemikian rendah sehingga tidak terjadi luka bakar tetapi
terjadi henti jantung(cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapatkan
pertolongan dapat menyebabkan kematian.
Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta
jarang menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin melalui urin.
Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadang diikuti dengan koma
atau kebingungan yang sifatnya sementara, yang biasanya akan menghilang dalam
beberapa jam atau beberapa hari. Penyebab utama dari kematian akibat petir
adalah kelumpuhan jantung dan paru-paru (henti jantung dan paru-paru).
Tingkat kerusakan luka akibat trauma listrik biasanya diassosiasikan dengan
voltase, jenis arus, resistensi jaringan tertinggi, terendah pada saraf dan pembuluh
darah sehingga mudah terjadi kerusakan .

Energi
listrik
diubah

menjadi panas menyebabkan cedera thermal. Pembangkit panas tergantung pada


kekuatan arus, durasi aliran, dan ketahanan jaringan. Panas yang meningkat
dihasilkan ketika salah satu dari tiga faktor tersebut meningkat. Tulang memiliki
ketahanan tertinggi dibandingkan jaringan lain dan sedikit menimbulkan
kerusakan akibat panas. Saraf dan pembuluh darah menghasilkan lebih sedikit
panas tetapi mudah terjadi kerusakan.4
Luka bakar menghasilkan respon lokal dan respon sistemik. Pada respon lokal,
luka bakar mengakibatkan denaturasi protein dan nekrosis koagulatif. Terdapat
tiga zona luka bakar 7 :
1. Zona koagulasi, dimana hal ini terjadi pada kerusakan maksimum, terdapat
kehilangan jaringan yang ireversibel.

2. Zona stasis, dimana zona ini mengalami penurunan perfusi jaringan. Resusitasi
pada luka bakar bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan pada zona ini dan
mencegah kerusakan jaringan menjadi ireversibel.
3. Zona hiperemia, dimana pada zona ini perfusi jaringan meningkat. Jaringan pada
zona ini akan mengalami perbaikan kecuali jika terdapat sepsis berat ataupun
hipoperfusi yang berkepanjangan.
Ketiga zona ini adalah tiga dimensi, dan kehilangan jaringan pada zona
stasis akan menyebabkan jaringan luka semakin dalam dan semakin luas. 8
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lokasi luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.
Respon sistemik yang dapat terjadi antara lain :
1. Perubahan Kardiovaskular
Permeabilitas kapiler meningkat, yang mengakibatkan kehilangan protein
intravaskular dan cairan ke kompartemen interstitial. Terjadi vasokonstriksi arteriarteri di perifer dan splanknik. Kontraktilitas myokardiak menurun, yang mungkin
diakibatkan oleh dikeluarkannya tumor necrosis factor . . Perubahan ini, disertai
dengan kehilangan cairan dari jaringan luka bakar, dapat menyebabkan hipotensi
sistemik dan berujung pada hipoperfusi organ.
2. Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi, dan pada luka bakar berat
dapatterjadi respiratory distress syndrome.
3. Perubahan Metabolik
BMR meningkat hingga tiga kali lipat dari BMR normal. Hal ini jika disertai
hipoperfusi splanknik, membutuhkan suplai enteral yang segera dan agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas usus.
4. Respon imunologik
Terjadi down regulation non-spesifik pada system imun baik selular maupun
humoral.
2.4.

Klasifikasi 9,10

Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman :


a. Luka bakar derajat I
Disebut juga luka bakar superficial. Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis
superfisial tidak sampai mengenai daerah dermis. Kulit kering hiperemik, berupa

eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari.

b. Luka bakar derajat II


Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujungujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna
merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
I. Derajat II Dangkal (Superficial)
1 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
1 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa
sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang
dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
II. Derajat II dalam (Deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna
merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah

10

dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan
masih ada beberapa aliran darah ). Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh
dalam 3 -9 minggu.

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka.

11

d. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat,
terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa
luka.

2.5.Luas Luka11
Presentasi dari total area permukaan tubuh yang terbakar (TBSA). Untuk
memudahkan perhitungan, satu telapak tangan pasien adalah 1 3/4 % TBSA.
Perhitungan berdasarkan Rule of Nine :

Kepala, leher : 9%
Lengan, tangan : 2 x 9%
Paha, betis, kaki : 4 x 9%
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
Genitalia : 1%

12

Gambar 2.2. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Orang Dewasa11

Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala dan kedua tungkai berbeda.
Anak 9 tahun:
Kepala : 14%
Tungkai, kaki : 16%
Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi 1 tahun:
Kepala, leher : 18%
Tungkai, kaki : 14%
Bagian lain sama dengan dewasa
Cara perhitungan lain dengan menggunakan Lund dan Browder Chart, mungkin
lebih tepat, tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari.11

13

Gambar 2.3. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Anak11


2.6 Pertolongan Pertama12
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, jika memungkinkan
memutuskan hubungan aliran listrik.
b. Meminta bantuan medis.
c. Jika tidak dapat dipadamkan, segera gunakan obyek yang tidak menghantar
listrik seperti sapu, kursi, atau karet untuk mendorong korban menjauhi sumber
listrik. Jangan menggunakan objek dari metal atau objek yang basah. Jangan
mencoba menolong korban dengan menyentuh langsung atau terlalu dekat dengan
korban.
d. Setelah korban terlepas dari sumber arus listrik, segera periksa airway,
breathing, dan sirkulasi. Jika sangat lemah atau berhenti, segera perbaiki dan
lakukan resusitasi jantung paru (RJP).
e. Jika terdapat luka bakar, segera lepaskan pakaian yang dapat dilepas dari
permukaan luar dan dinginkan pada air yang mengalir sehingga nyeri berkurang,
kemudian lakukan pertolongan pertama pada luka bakar.
f. Bila korban tidak sadar, pucat, dan menunjukkan tanda-tanda shock, posisikan
korban dengan kepala sedikit lebih rendah dari badan dan kaki diangkat,
kemudian selimuti dengan selimut atau mantel agar tetap hangat.
g. Tetap damping korban hingga pertolongan datang.

14

h. Electrical shock sering disertai dengan trauma lain, seperti jatuh atau terlempar
yang menyebabkan cedera internal maupun eksternal. Hindari menggerakkan
korban, terutama bagian leher bila dicurigai adanya cedera cervical.
i. Jangan melakukan hal-hal berikut :
- Jangan sentuh korban dengan tangan telanjang sewaktu korban masih terhubung
dengan sumber listrik.
- Jangan memecahkan bula pada kulit korban karena luka bakar.
- Jangan mengoleskan es, mentega, obat salep, kapas berbulu halus, pakaian, atau
perban pada kulit yang terbakar.
- Jangan sentuh kulit korban yang meninggal karena terkena listrik.
- Jangan memindahkan atau menggerakkan tubuh korban, kecuali diperlukan atau
jika ada bahaya bila tidak segera diposisikan.
j. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder.
2.7 Penatalaksanaan Luka Bakar9
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan berlangsung
walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tidak meluas.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisasisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.

15

Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah
sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk
penangan luka bakar tersebut. Dalam perjalanan penderita sudah dilengkapi
dengan infus dan penutup kain yang bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya
yang bisa membawa penderita dalam posisi tidur.
Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih
berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan
terlebih dahulu di trauma centre sebelum ditransfer ke unit luka bakar.
Pada luka bakar berat, selain penangan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi edema laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi dead space, dan memudahkan pembersihan jalan napas
dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen
murni.
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik
juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka
bakar.
A. Primary Survey dan Resusitasi
Primary survey dan resusitasi pada pasien dengan luka bakar berfokus
pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.
Jalan napas
Edema laring dapat terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terhisap asap atau
uap panas sehingga memerlukan penanganan segera agar tidak serjadi obstruksi
jalan napas dan henti napas. Selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda obstruksi
jalan napas seperti stridor, mengi, suara serah sehingga tindakan intubasi dapat
segera dilakukan karena keterlambatan melakukan penilaian dapat menyebabkan

16

terjadinya intubasi yang sulit. Bila ditemukan rambut hangus terbakar, wajah
terbakar, serak, disfoni, batuk, jelaga di mulut dan hidung, tanpa disertai distres
napas, harus dicurigai kemungkinan adanya edema yang mengancam di jalan
napas atas dan bawah.
Pernapasan
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi perlu dilakukan dengan melihat usaha
napas, ekspansi dada, suara napas dan adanya sianosis. Pulse oksimetri dapat
digunakan untuk melihat saturasi seseorang dengan luka bakar. Hipoksia biasanya
berhubungan erat dengan trauma inhalasi, ventilasi yang tidak adekuat
dikarenakan luka melingkar pada dada. Pemberian oksigen dengan atau tanpa
intubasi harus segera diberikan.
Harus selalu mencurigai paparan terhadap CO pada pasien yang terkena
luka bakar pada area yang tertutup. Diagnosis pada keracunan CO diawali dengan
riwayat paparan dan pengukuran langsung dengan carboxyhemoglobin (HbCO).
Pasien dengan level CO kurang dari 20% biasanya tanpa gejala, tetapi pasien
dengan level CO yang lebih tinggi dapat menunjukkan tanda:
Sakit kepala dan mual
Kebingungan
Koma
Kematian
Pasien dengan keracunan CO diberikan oksigen murni 100%.

Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dengan penilaian berupa kesadaran, nadi, warna kulit,

waktu pengisian kapiler dan suhu ektermitas. Pemberian cairan intravena


bertujuan untuk memperbaiki hipovolemi akibat dari kebocoran kapiler kulit yang
terluka. Kebocoran kapiler lokal dan sistemik dapat terjadi secara proporsional
sesuai dengan luas dan kedalaman luka bakar. Perhitungan luasnya permukaan
luka bakar dengan menggunakan rule of nine.
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk mengitung kebutuhan cairan ini. Cara evans adalah sebagai
berikut: 1) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL NaCl per
24 jam; 2) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL plasma per

17

24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema. Plasma
diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
cairan yang telah keluar, 3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat
penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada keadaan prasyok,
dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderuta dapat minum tanpa kesulitan,
infus dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu : luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4 mL
larutan Ringer. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu
larutan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya pada penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu
sekurang-kurangnya

1000-1500mL/24jam

atau

1mL/kgBB/jam

dan

3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah
sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia
sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang.
Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang
menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. Ketidakseimbangan

18

elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.9
Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan
terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi
melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi
waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang
pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia
terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam
pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari
tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.9
B. Kontrol Infeksi dan Penanganan Nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan
uji kepekaan kuman.Antibiotik topikal tidak dibutuhkan dalam luka bakar kecil
dan luka bakar derajat I. Namun pada luka bakar derajat lebih dari II dan luka
bakar yang dalam, dibutuhkan pemberian antibiotik sesegera mungkin sambil
menunggu hasil kultur.9 Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat
melalui intavena dalam dosis serendah mungkin yang menghasilkan analgesia
yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan
tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.9
C. Nutrisi9
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 25003000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka
bakar sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik

19

untuk mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status


hipermetabolisme yang tarjadi pada fase akut luka bakar. Nutrisi enteral ini
diberikan

melalui

mendekompresi

selang

nasogastrik

lambung.Penderita

yang

yang

sekaligus

sudah

mulai

berfungsi
stabil

untuk

keadaanya

memerlukan fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan mecegah


kekauan sendi.9
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah:
Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui

evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah

dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek


kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB,
jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk
menghitung kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 2030%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal
dengan formula HARRIS BENEDICT yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur.
Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula
dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS

20

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian


khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang
lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain,
kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya
pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai
sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.
D. Perawatan Luka Bakar
Tujuan utama dari perawatan luka bakar adalah untuk mengurangi
kehilangan cairan, mencegah pengeringan kulit yang masih layak, mempercepat
penyembuhan dan mencegah terjadinya infeksi. Tatalaksana awal luka bakar
adalah melakukan pembersihan dan membuang jaringan yang mati. Eksisi dan
skin graft pada luka bakar yang dalam menjadi pilihan yang utama walaupun
belum ada penelitian terkontrol yang membuktikannya.9
Luka bakar derajat satu dan dua menyisakan elemen epitel berupa kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri,
asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi.
Pada luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan
kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai
mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka
atau tertutup.9
Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topikal, tetapi
yang penting obat topikal tersebut membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa
nyeri, bisa menembus skar dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat
yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO
(moist exposure burn ointment).9
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan salep atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa. Antiseptik yang dipakai
adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang
selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat

21

ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dan padat dibersihkan dan diganti setiap hari.9
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur
menjadi kotor.9
Perawatan

tertutup

dilakukan

dengan

memberikan

balutan

yang

dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya


sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.
Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak
bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena
dipakainya banyak pembalut dan antisepsis. Kadang suasana luka yang lembab
dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila
pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau sebaiknya jangan dilepaskan,
tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri.9
E. Tindakan Bedah
Pemotongan eskar atau eskaratomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pasa ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangusng dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehinggan bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung
distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang
membuka keropeng sampai penjepitan terlepas.9
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan

22

pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan
lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup
banyak.9
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri. Penutupan
luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau
amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita.
Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi sementara untuk
sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegahan infeksi yang lebih parah
dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutupan sementara ini harus
diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.Sebaiknya pada
penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting
untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Sking
grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya
jaringan granulasi.9
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin substitute ini antara
lain integra, aloderm dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang
elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan
hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon,
kolagen babi dan jaring nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas
dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra merupakan
analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapiran
silikon tipis.9

2.8 Komplikasi
Untuk luka bakar akibat listrik dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
yaitu berupa sindrom kompartemen, aritmia, kehilangan kesadaran, dan
mioglobinuria. Mioglobinuria sering dijumpai pada cedera luka listrik
bertegangan tinggi.

23

Kerusakan sel akibat sengatan listrik berbeda dengan kerusakan sel akibat
trauma panas. Kerusakan jaringan akibat trauma panas disebabkan oleh denaturasi
dan koagulasi protein, sedangkan kerusakan jaringan akibat sengatan listrik dapat
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran sel sehingga terjadi
ketidakseimbangan di dalam sel dan menyebabkan perubahan bentuk pada
membran sel. Dapat juga terjadi kematian sel akibat gangguan elektrolit sel.
Energi listrik yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi energi
panas dan akan menyebabkan denaturasi, koagulasi, dan nekrosis koagulasi.
Kerusakan tipe ini dapat terjadi pada luka bakar listrik akibat paparan dengan
voltase tinggi.
Energi listrik voltase rendah dapat menyebabkan terjadinya tetani pada
otot Aliran listrik yang terus menerus dapat merangsang voltage gate channel
membrane sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Tetani ini lebih banyak terjadi pada
luka bakar listrik akibat arus bolak-balik frekuensi rendah. Syok listrik dapat
menyebabkan kontraksi otot yang sangat kuat sehingga menimbulkan perdarahan
serabut otot. Kontraksi otot yang bersifat tetani akan menyebabkan kerusakan
sarkolema otot dan menyebabkan kematian sel.
Kematian terbesar akibat luka bakar karena sengatan listrik disebabkan
oleh gangguan kerja jantung. Serangan listrik menyebabkan gangguan pada sistem
kelistrikan jantung dan menyebabkan kerusakan pada otot jantung.
Efek pada jantung akibat sengatan listrik dapat dibagi menjadi :
1. Aritmia
Dua keadaan jantung yang dapat menyebabkan kematian akibat sengatan
listrik adalah asistole dan fibrilasi ventrikel. Asistole disebabkan oleh paparan
listrik bertegangan > 1000 volt, sedangkan fibrilasi ventrikel disebabkan oleh
paparan listrik bertegangan 65-1000 volt. Henti jantung mendadak karena fibrilasi
ventrikel lebih sering terjadi karena arus AC dengan voltase rendah, sedangkan
asistole lebih sering terjadi akibat kejutan lidtrik dari arus DC atau AC dengan
tegangan tinggi.Aritmia yang berpotensi fatal sering disebabkan oleh arus yang
bergerak horizontal dari tangan ke tangan. Arus yang bergerak secara vertical
biasanya menyebabkan kerusakan myocardium.

24

Aritmia yang paling sering terjadi adalah sinus takikardi dan kontraksi
ventrikula. Kebanyakan aritmia terjadi secara langsung setelah kejadian, namun
dapat tertunda hingga 12 jam setelah sengatan listrik.
2. Konduksi Abnormal
Sinus bradikardi dan blok atrioventrikular dapat terjadi setelah sengatan
listrik. Luka bakar akibat sengatan listrik dengan arus AC memiliki
kecenderungan terhadap nodus SA dan AV. Hal ini disebabkan oleh
kecenderungan nodus SA dan AV untuk mudah mengalami kerusakan, iskemia
maupun infark akibat distribusi arteri koroner kanan.
3. Kerusakan miokardium
Kerusakan disebabkan secara langsung oleh perubahan energy listrik
menjadi energy panas atau karena diinduksi oleh keadaan iskemik.
Selain itu. sepsis yang muncul akibat infeksi sering menjadi penyebab
kematian pada pasien pada pasien luka bakar. Kriteria yang bisa digunakan dalam
menentukan sepsis adalah dengan menggunakan skor SOFA.
SOFA score
Respiration
PaO2/

FIO2

>400

<40

<300

<200

<100

142-220

67-141

<67

<100

<50

<20

2.0-5.9

6.0-11.9

>12.0

(mmHg)
SaO2/FIO2

221301

Coagulatioin
Platelets

>150

<15
0

Liver
Bilirubin

<1.2

(mg/dL)
Cardiovascul
ar
hypotension

1.21.9

No

MA

Dopamine

Dopamine >5

Dopamine

Hypotensio

</=5 or

Or

>15

<70

dobutamin

norepinephri

Or

e (any)

ne </= 0.1

Norepinephri

25

ne
>0.1
CNS
GCS

15

13-

10-12

6-9

<6

2.0-3.4

3.5-4.9 or

>5.0

<500

Or

14
Renal
Creatinine
(mg/dL) or

<1.2

1.21.9

OUP

<200

2.9 Prognosis
Untuk mengukur prognosis penderita luka bakar dapat menggunakan Baux
Score (mortalitas sebanding dengan %TBSA). Namun dengan meningkatnya
kualitas penanganan luka bakar, Baux score tidak lagi akurat. Umur, ukuran luka
bakar, dan trauma inhalasi menjadi indikator terpenting pada mortalitas penderita.
Pada pasien non-ekstrim, komorbid seperti HIV, kanker metastasis, penyakit
ginjal, dan penyakit hepar berpengaruh pada mortalitas dan lama rawatan. Pada
sebuah studi terbaru yang melibatkan 68.661 pasien luka bakar menemukan nilai
prediksi mortalitas tertinggi, yakni umur, %TBSA, trauma inhalasi, trauma lain
yang menyertai, dan pneumonia.11

BAB 3
STATUS PASIEN

3.1 Anamnesis

26

Pasien seorang pria berusia 30 tahun dengan berat badan 60 kg datang ke


IGD RSUP Haji Adam Malik Medan dengan keluhan utama luka bakar akibat
tersengat listrik di wajah dan kedua tungkai. Hal ini dialami 3 jam sebelum
masuk SMRS. Pasien tersengat listrik tegangan tinggi saat membetulkan atap
rumah. Sebelumnya pasien telah dirawat di RS luar sebelum akhirnya dirujuk ke
RSUP Haji Adam Malik Medan. Riwayat pingsan (-), muntah (-), kejang (-).
RPT: RPO: Time Sequence

/0
1
2
m
4
ja
6
IB
W0
5
3
2
/4
1
5
m
ja
6
W
IB 0
/4
1
ja
6
2
m
IB
W
D
rid
b
e
n
t
3.2 Primary Survey
Electrical Burn
Tanda dan Gejala
A (airway)

Snoring (-)
Gargling (-)

Kesimpulan

Penanganan

Hasil

27

Crowing (-)
Trauma Inhalasi

(-)
B (Breathing)

Oxigenation O2

RR 24x/menit
Regular
ST: C (Circulation)

2L/I via nasal


canule

Akral:D/M/K
HR 109x/i
UOP: Kateter (+)
Residue: 300cc
D (Disability)

Oedemma (+)
Fraktur (-)

30gtt/i

Akral: D/M/K
TD:140/70
HR:100x/i
UOP: 800cc

Head Up 30

GCS 14 (E3,

Ringer Laktat

GCS 14
E (Exposure)

RR 24x/menit
SaO2 99%

V5,M6)
Electrical Burn
22,5%

3.3. Secondary Survey

B1 : airway clear, RR : 20x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C = -/-/-,


Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/B2 : akral : D/M/K, TD : 110/80, HR : 86x/menit, T/V : kuat/cukup , CRT:

< 2 detik,
T : 37C
B3 : Sens : CM ; pupil : isokor, diameter kiri 3mm/ kanan 3mm; RC: +/+,

oedema palpebra.
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%

3.4. Penanganan IGD

Pemberian oksigen 2L/I via nasal canul.

Memasang IV line di tangan kanan dan kiri menggunakan Abocath No.18

Resusitasi cairan

Memantau urine output

28

Inj. Meropenem 1gr/12 jam (IV)

Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam (IV)

Inj. Ketorolac 30mg/8jam

SIA dan inform concern

3.5. Laboratorium IGD


Jenis pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut
Eosinofil Absolut
Basofil Absolut

Hasil

Rujukan

14 g%
4.99
22,760 mm3
42 %
269,000
84 fL
28, 1pg
33.4 g/dL
12.5 %
9.6 fL
0.260 %
10.4 %

13 - 18
4.50 - 6.50
4000 - 11000
39 - 54 %
150000 - 450000
81 - 99
27.0 - 31.0
31.0 - 37.0
11.5 - 14.5
6.5 - 9.5
0.100 - 0.500
10.0 - 18.0

88.20%
4.90 %
6.80 %
0.00 %
0.10 %
20.07 x103/uL
1.11 x103/uL
1.54 x103/uL
0.01 x103/uL
0,03 x103/uL

50.00 - 70.00
20.00 - 40.00
2.00 - 8.00
1.00 - 3.00
0.00 - 1.00
2.7 - 6.5
1.5 - 3.7
0.2 - 0.4
0 - 0.10
0 - 0.1

FAAL HEMOSTASIS
PT
1.08
APTT
0.9
TT
0.9
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
138 mEq/L
Kalium (K)
3.1 mEq/L
Klorida (Cl)
106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 119 mg/dL

135155 mEq/L
3,65,5 mEq/L
96106 mEq/L
<200 mg/dL

29

GINJAL
Ureum
Kreatinin

19 mg/dL
0.74 mg/dL

19-44
0.7-1.3

3.6. Diagnosis
Electrical Burn 22,5% Grade III
3.7. Pre-operasi

Melakukan edukasi tindakan dan persetujuan tindakn yang akan dilakukan


Memastikan IV line terpasang
Melakukan pemeriksaan fisik dan menilai pemeriksaan penunjang sebelum
tindakan operasi
Persiapan alat yang terdiri dari mesin anastesi + sungkup sesuai ukuran +
corrugated tube, mesin monitor hemodinamik dan elektroda, mesin suction
dan catheter suction, stetoskop dan laryngoscope blade, ETT,
plaster,connector, stylet,bantal intubasi, donat, boh, papan tangan, magil
forceps, pack mulut, hand gloves, kasa, jelli, salep mata, betadine,alcohol.

30

Persiapan obat-obatan anstesi seperti fentanyl, midazolam, propovol,


rocuronium , atropine, epinefrin, dan efedrin.

3.8 Pemeriksaan Fisik di ruangan OK KBE

B1 : airway clear, RR : 18x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C = -/-/-,


Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/B2 : akral : H/M/K, TD : 130/80, HR : 96x/menit, T/V : kuat/cukup , CRT:

< 2 detik,
T : 36,7C
B3 : Sens : CM, pupil : isokor, diameter kiri 3mm/ kanan 3mm; RC: +/+,

oedem palpebra
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%
Diagnosa: Electrical Burn 22,5% Grade III
Tindakan : Debridement emergensi
PS ASA: 2E
Posisi: Supine

3.9 Durante Operasi

Lama operasi
: 60 menit
HR
: 85-120 x/i
SpO2
: 98 100%
Pre Op
: Ringer Laktat 500cc
Perdarahan
: Tidak ada
Maintenance + penguapan: (2+2) x 60 = 240cc/jam
Durante op
: Ringer Laktat 1200cc
UOP
: 150cc

3.10 Post Operasi

B1 : airway clear terintubasi, RR : 20x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C

=
-/-/-,
Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/B2 : akral : H/M/K, TD : 130/80, HR : 108x/menit, T/V : kuat/cukup ,
CRT: < 2 detik,

T : 36,7C

31

B3 : Sens : GCS 14 (E3, M5, V6) ; pupil : isokor, diameter kiri 3mm/
kanan 3mm; RC: +/+
B4 : BAK (+), warna : kuning pekat
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+), fraktur : (-), flame burn gr III 15%
Terapi Pasca Operasi:
1. IVFD Ringer Laktat 30gtt/i
2. Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
4. Inj. Ketorolac 30mg/8 jam

02 April 2016
S: OS post debridement
O:

B1 : airway clear terintubasi RR : 20x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C

= -/-/-, NRM 6L/I, satO2: 99% nafas spontan.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 111/78, HR : 115x/menit, T/V :

kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: sdn
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:

Head up 30% + Bed Rest


O2 2l/i via nasal canule
IVFD RL 20gtt/i
Inj. Ketamin 300 mg + 50cc NaCl 0.9% - > 10 cc/ jam
Inj. Midazolam 30mg + 50cc Nacl 0.5% - > 1000/jam
Inj. Meropenem 1 gr/ 8 jam
Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam

03 April 2016
S: OS post debridement
O:

B1 : airway clear terintubasi RR : 20x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C

= -/-/-, satO2: 98%.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 135/86, HR : 130x/menit,

32

T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: sdn
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
Sudah dilakukan pemasangan CVC 7fr di subclavicula kanan dengan

kedalaman 15cm.
Leukosit : 20,390

A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement


P:
Bed rest + head up 30
IVFD RL 30gtt/i
IVFD Aminofusion 1 fls/hari
Inj. Ketamin 300 mg + 50cc NaCl 0.9% - > 10 cc/ jam
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
04 April 2016
S: OS post debridement
O:

B1 : airway clear terintubasi RR : 20x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C

= -/-/-, satO2: 98%.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 128/72, HR : 130x/menit,

T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 2 mm/ 2 mm
B4 : kateter terpasang, UOP: +
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:

Bed rest + head up 30


Diet TKTP 2100 kkal + 70 gr protein
IVFD RL 30gtt/i
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam

05 April 2016
S: OS post debridement
O:

33

B1 : airway clear terintubasi RR : 14x/menit, SP : vesikuler, ST : - , S/G/C

= -/-/-, satO2: 99%.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 110/90mmhg, HR : 120x/menit,

T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
Albumin: 2,1 g/dL
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:
Bed rest + head up 30
Diet TKTP 2100 kkal + 70 gr protein
IVFD RL 30gtt/i
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
Inj. Paracetamol 1gr/ 6 jam
Inj. Fentanyl 300mg + 30mg Midazolam + 50 cc NaCl 0.9% -> 6 cc/jam
06 April 2016
S: OS post debridement
O:

B1 : airway clear terintubasi RR : 14x/menit, SP : Bronkial, ST : Ronki ,

S/G/C = -/-/-, satO2: 94%.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 140/93mmhg, HR : 130x/menit,

T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:

Bed rest + head up 30


Diet TKTP 2100 kkal + 70 gr protein
IVFD RL 30gtt/i
IVFD Aminofusin 1fls/hari
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam

34

Chloramphenicol Salep ODS


Chest Physiotherapy
Foto kontrol
07 April 2016
S: OS post debridement
O:

B1 : airway clear terintubasi RR : 14x/menit, SP : Bronkial, ST : Ronki ,

S/G/C = -/-/-, satO2: 94%.


B2 : akral : H/M/K, CRT < 2 dtk, TD : 100/65mmhg, HR : 120x/menit,

T/V : kuat/cukup
B3 : Sens : DPO, Pupil: isokor ka=ki 3 mm/ 3 mm, RC: +/+
B4 : kateter terpasang, UOP: +, 50cc/jam, warna kuning
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Oedem(-), luka bakar (+)
A: Electrical Burn 22,5% Grade III Post Debridement
P:

Bed rest + head up 30


Diet TKTP 2100 kkal + 70 gr protein
IVFD RL 30gtt/i
IVFD Aminofusin 1fls/hari
Inj. Meropenem 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
Chloramphenicol Salep ODS
Chest Physiotherapy

BAB 4
DISKUSI
Teori
Etiologi

Pasien

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan Luka bakar pada pasien ini terjadi
oleh termal, zat kimia, listrik dan akibat tersengat listrik dan wajah dan

35

radiasi.

kedua tungkai.

Patofisiologi
Luka bakar listrik bisa terjadi akibat
tersambar petir atau menyentuh kabel
maupun sesuatu yang menghantarkan
listrik dari kabel yang terpasang. Cedera
yang ditimbulkan bisa berupa luka
bakar

ringan

sampai

kematian,

tergantung kepada jenis dan kekuatan


arus listrik, ketahanan tubuh terhadap

Pasien tersengat listrik tegangan tinggi


saat membetulkan atap rumah. Sesuai
dengan teori bahwa kematian pada
tegangan

rendah

disebabkan

oleh

fibrilasi ventrikel, sedangkan kematian


pada tegangan tinggi lebih disebabkan
oleh

luka

bakar/panas,

pasien

meninggal akibat luka bakar.

arus listrik, jalur arus listrik ketika


masuk ke dalam tubuh serta lamanya
terkena arus listrik.
Manifestasi klinis

Luka bakar listrik

Serat-serat otot yang rusak akan


melepaskanmioglobin,
menyebabkan

yang

tekanan darah 90/60 mmHg saat

ginjal.
Kehilangan protein intravaskular,

masuk rumah sakit dan hipoperfusi

dan

cairan

sehingga

menyebabkan hipotensisistemik dan

kedua tungkai pasien.


Pasien mengalami hipotensi dengan

gagal

elektrolit

terjadinya

bisa

Luka bakar dijumpai di wajah dan

jaringan yaitu akral terasa dingin.


Pasien
mengalami
alkalosis
respiratorik.

berujung pada hipoperfusi organ.


Peningkatantumor necrosis factor .
Respiratory distress syndrome.
down regulation non-spesifik pada
system imun baik selular maupun

humoral.
Klasifikasi luka bakar berdasarkan Pasien ini mengalami luka bakar
kedalaman

derajat III. Kulit pasien yang terbakar

luka bakar derajat I (superficial berwarna putih dan pucat. Sensasi pada
epidermis)

luka bakar pasien berkurang sesuai

36

luka bakar derajat II (dangkal dan dengan teori akibat ujung ujung syaraf

dalam)
luka bakar derajat III (fullthickness)

sensorik mengalami kerusakan.

luka bakar derajat IV (full thickness


yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang)
Luas luka bakar

TBSA pada pasien ini adalah 22,5%.

Perhitungan total area permukaan tubuh


yang terbakar (TBSA) dapat dihitung
dengan Rule of 9 .
Primary survey dan resusitasi

Airway:

perhatikan

tanda-tanda

Airway: Pasien ini mengalami luka


bakar

di

wajah

namun

tanda-tanda

tidak

obstruksi jalan nafas dan trauma

dijumpai

obstruksi

inhalasi serta resiko edema laring.


Breathing: penilaian ventilasi dan

jalan nafas.
Breathing: Pada pasien ini tidak

oksigenasi dengan cara look, listen

dijumpai

and feel. Perhatikan tanda-tanda

CO atau respiratory distress. Pasien

keracunan karbon monosikda.


Circulation: penilaian kesadaran,

hanya

tanda-tanda

diberikan

keracunan

oksigen

2L/I

nadi, warna kulit, waktu pengisian

melalui nasal kanul.


Ciculation: Pasien

kapiler

ektermitas.

hipotensi dan suhu akral dingin.

Hitungan cairan resusitasi dengan

Pasien diberikan resusitasi cairan

rumus Baxter, yaitu : luas luka bakar

dengan

dalam persen x berat badan dalam

sebanyak

kg

dan

Keberhasilan

suhu

mL

Ringer
5L

mengalami

Laktat

30gtt/i

sesuai

dengan

larutan

Ringer.

rumusan Baxter. Hasil urine output

pemberian

cairan

setelah resusitasi adalah sebanyak

dapat dilihat dari diuresis normal

800cc.

yaitu

1000-

seharusnya diberikan 100 gtt/i RL

1500mL/24jam atau 1mL/kgBB/jam

untuk 8 jam pertama dan 50gtt/i

sekurang-kurangnya

Menurut

teori,

pasien

untuk 16 jam selanjutnya.


22,5% X 60 X 4 = 5400 cc
8 jam pertama= 2700cc/8 jam=
337,5cc/jam = 112,5 gtt/I (makro)

37

16 jam selanjutnya = 2700/16jam =


168,75cc/jam= 56,25 gtt/I
Kontrol

infeksi

dan

penanganan

nyeri

Pasien ini diberikan inj. Meropenem 1

Antibiotik
diberikan

sistemik
untuk

spektrum

mencegah

misalnya

luas gr/8n jam sebagai pencegahan infeksi

infeksi, dan Inj. Ketorolac 30mg/8jam untuk


golongan mengatasi nyeri.

aminoglikosida.Untuk mengatasi nyeri,


paling baik diberikan opiat melalui
intavena dalam dosis serendah mungkin
yang

menghasilkan

analgesia

yang

adekuat Diberikan pencegahan tetanus


berupas ATS dan/atau toksoid.
Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk Pasien dipasang nasogastric tube dan
menutup

kebutuhan

kalori

dan diberikan Diet TKTP 2100kkal + 70 gr

keseimbangan nitrogen yang negatif protein. Pasien seharusnya diberikan


pada fase katabolisme, yaitu sebanyak nutrisi sebanyak 2080 kkal menurut
2500-3000 kalori sehari dengan kadar rumus harris benedict + 90-120gr
protein tinggi. Pemberian dini nutrisi protein.
enteral melalui selang nasogastrik untuk 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) (6.8
mencegah terjadinya ulkus Curling dan X U) X AF X FS
memenuhi

kebutuhan

status 66,5 + (13,7 X 60) + (5 X 160) (6,8

hipermetabolisme yang tarjadi pada fase X 30) X 1,2 X 1,6= 2850kkal


akut luka bakar.

Kebutuhan protein: 1,5-2 gr/kgBB =


90-120 gr protein

Perawatan luka bakar & tindakan


bedah

Pasien dilakukan debridemen luka

Tatalaksana awal luka bakar adalah bakar pada hari perawatan pertama.
melakukan pembersihan dan membuang

38

jaringan
diusahakan

yang

mati.

sedini

Debridemen

mungkin

untuk

membuang jaringan mati dengan jalan


eksisi tangensial.

BAB 5
KESIMPULAN
Pasien seorang pria berusia 30 tahun dengan berat badan 60 didiagnosa
dengan electrical burn 22,5& Derajat III dan diberikan terapi oksigen 2l/i via
nasal canule, IVFD RL 30gtt/I, Inj. Meropenem 1gr/12 jam (IV), Inj. Ranitidine
50 mg/12 jam (IV) dan Inj. Ketorolac 30mg/8jam.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Budyantra, R. 2015. Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar
denganPemberian Madu Dibandingkan dengan Pemberian Mupisorin pada
Tikus Putih.
2.Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2EGC. Jakarta. p 66-88
3. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
4. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus
2008
5. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006
6. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara. 2007. Access
In:www.terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalo
g/download/63/92/226-1
7.Porter and Kaplan. 2011. The Merck Manual Nineteenth edition.

8. Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of burns. BMJ.


2004. June 12; 328(7453):1427-9.
9.Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. EGC.
Jakarta.
10. Price T, Cooper MA: Electrical and Lighting Injuries, Rosens Emergency
Medicine, Concepts and Clinical Practices, 6th Edition, 2006.

40

11. Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. 2010. Schwartzs Principle of Surgery
10thedition: Burns (ch. 8 : 227-236). Mc Graw Hill Education : New York.
12.St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter19

Anda mungkin juga menyukai