ASMA
ASMA
2.1 Definisi
Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh
berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran
pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada
kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya.
Diantaranya adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan jasmani,perubahan
cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang, infeksisaluran napas,
faktor makanan dan reaksi alergi.
Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek,
asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma
merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat
kecederungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun
belakangan ini obat-obatan asma dikembangkan. Laporan organisasi kesehatan
dunia who dalam world health report 2000 menyebutkan lima penyakit paru
utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia. Saat ini penyakit asma
masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data dari WHO 2002 dan
Gina 2011 di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma
dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta.
2.3 Klasifikasi
Ada 2 bentuk asma : asma bronkhial menurut Subuea (2005), yaitu :
1.
2.4 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai
teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada
reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika
ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma
ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan Keparahan Penyakitnya :
a.
Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam
beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1
bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan,
Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second
(PEV1) > 80%
b. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1
hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%.
c. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau
tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu,
menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF
dan PEV1 >60% dan < 80%.
d. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma
malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF
dan PEV1 < 60%.
2.5 Faktor risiko
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
4. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
2.6 Patofisiologi
Faktor
pencetus
-alergen
-cuaca
Antigen yang trkait IGE pada
permukaan sel mast atau
basofil
Mengeluarkan mediator histamine,
platelet, bradikinan
Permiabelitas
kapiler meningkat
Edema mukosa, skresi produktif,
kontrinsik otot polos meningkat
Konsentrasi 02
dalam darah
menurun
Suplai darah O2
kejantung
berkurang
Penyempitan/obstru
ksi proksimal dari
bonkus pd tahap
ekspirasi dan
inspirasi
Mucus berlebihan
batuk wheezing
sesak nafas
hipoksemia
Penurunan cardiac
ouput
Kelemahan dan
keletihan
Intoleransi aktivitas
Kebutuhan o2
meningkat
Hiperventilasi
Tekanan partial
oksigen dialveoli
menurun
Retensi o2
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Asidosis respiratori
Penurunan curah
jantung
6
adanya
hiperaktifitas
Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratoium
1. Analisa Gas Darah (AGD/ astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. Pada pasien asma terdapat hasil abnormal
sebagai berikut:
a)
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan sebagai berikut:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
3. Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm
baik asma intrisik ataupun ekstrisik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-200/mm.
4.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma brokhial biasanya
normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, dan atelektasis. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e) Bila
terjadi
pneumonia
mediastinum,
pneumotoraks,
dan
2)
4)
Gagal nafa adalah ketika pertukaran gas antara oksigen dengan karbon
dioksida di paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan
produksi karbon dioksida pada sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan tekanan
oksigen arterial kurang dari 50mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbon
dioksida arterial meningkat lebih dari 45mmHg(hiperkapnea)
5) Brokitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronkus yang dapat
disebabkan oleh karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan dan
oleh karena infeksi akut.
6) Status Asmatikus adalah bentuk hebat dari asma akut dimana obstruksi jalan
nafas tahan terhadap terapi obat konvensional dan berakhir lebih dari 24 jam.
7) Disritmia adalah gangguan pada frekuensi jantung regular atau irama yang
disebabakan
oleh
perubahan
pada
konduksi
elektrik
atau
otomatisasi(Rab,1996)
2.10 Penatalaksanaan medis
Pengobatan nonfarmakologi
a)
Penyuluhan
Penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit
pencetus,
kesehatan.
b)
c)
Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat
dilakukan
Pengobatan Farmakologi
a)
Agonis beta
Metilxantin
Kortikosteroid
10
Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4x semprot
tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secra inhalsi atau parenteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin secara parenteral, sebab makaisme yang berlain, demikian
pula sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin oral,
maka sebainya diberikan obat golongan simpatomimetik.
Obat-obat brokodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap
adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol)
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil
dibandingkan dengan bentuk non- selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin).
Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak
dan dewaa. Mula-mula diberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire
( Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap
empat jam , jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka
berikan Aminophilin intervena.
Obat-obat Brokodilator simpatomimetik memberikan efek samping takikardi,
penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskular, dan serebrovaskular. Pada dewasa dicoba dengan 0,3
ml larutan epinefrin 1:1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg/KgBB
subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Asma adalah penyakit kronik saluran napas yang di tandai oleh hiperaktivitas
bronkus, yaitu kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan. Manifestasi
penyakit ini adalah penyempitan saluran napas dengan berbagai gejala, mulai dari
batuk-batuk, rasa berat di dada, bunyi mengi, dan sesak napas. Gejala ini timbul
biyasanya bila ada faktor pencetus yang merangsang saluran napas. Penyakit asma
mengenai semua umur, tetapi terbanyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda. Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk merupakan satu satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi
pada malam hari. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan
rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius.
DAFTAR PUSTAKA
13
Graha C. 2008. Terapi untuk anak asma. Jakarta. PT Elex media komputindo.
Brunner & Suddarth.(1997). Keperawatan Medikasi Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Penerbit : Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk ( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2.
14
Penanganan
Asma
Dalam
Keperawatan
Primer.
Jakrta:Hipokrates.
Doengoes, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: Buku
kedokteran
EGC.
15