Case Report DR - Endah (Pleuritis)
Case Report DR - Endah (Pleuritis)
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
No. Rekam Medis
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Alamat
Agama
Pendidikan
Sts. Perkawinan
Ruang Rawat
Tanggal Masuk
II.
: Tn. A. M
: 0000324483
: Laki-laki
: 12 Juni 1987
: 29 Th
: Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat
: Islam
: SMP
: Lajang
: Wijaya Kusuma
: 30 Mei 2016
ANAMNESIS
dinding dada.
Palpasi : Trakea tidak deviasi, fremitus vocal dan fremitus taktil
NILAI
HASIL
REFERENSI
SATUAN
13.1 *
9
40
215
13.2 17.3
3.8 10.6
40 52
150 440
g/dL
ribu/L
%
ribu/L
0*
3
2
58
35
2
20 *
<1
<3
<6
50 70
20 40
28
< 10
%
%
%
%
%
%
mm/jam
23
17
< 37
< 42
U/L
U/L
CATATAN
V.
RESUME
Tn. A, 29 tahun, datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu yang lalu dan dirasakan
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan hilang timbul, terasa
berat jika melakukan aktivitas, dan meringankan dengan istirahat. Selain sesak, pasien juga
mengeluhkan batuk, tenggorokan terasa gatal, lemas, pusing, nyeri ulu hati dan mual tetapi tidak
muntah. Pasien pernah menjalani pengobatan TB paru beberapa tahun yang lalu, dan
menjalaninya hingga tuntas. Pasien memiliki riwayat merokok, 1 hari menghabiskan 1
bungkus rokok. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, GCS 15, TD 110/70 mmHg, Nadi 65 x/menit, Pernafasan 20 x/menit, Suhu 36.4 0C.
Kepala, mata, paru, jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
VI.
DIAGNOSIS
Pleuritis TB
Dyspepsia
VII. TATALAKSANA
Terapi awal yang diberikan di Rumah Sakit :
IVFD RL 1 kolf/12 jam
Rifampisin 1 x 600 mg
INH 1 x 300 mg
Etambutol 1 x 1500 mg
Pirazinamide 1 x 1000 mg
Curcuma 2 x 1
Streptomysin 1 x 1 g (IM)
Terapi tambahan :
Ambroxol 3 x 30 mg
Cefoperazone 2 x 1 gr
Ranitidine 2 x 1 tablet
Omeprazole 2 x 20 mg capsul
Cefixime 2 x 200 mg
TINJAUAN PUSTAKA
PLEURITIS TB
A. Definisi
Pleuritis atau radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/Pleuritic chest pain) adalah suatu
peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru) yang
mengakibatkan rasa nyeri saat menarik napas maupun mengeluarkan napas. Biasanya
rasa nyeri dirasakan semakin bertambah saat menarik nafas dalam atupun saat batuk.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
Tuberculosis. TB diklasifikasikan menjadi TB paru dan TB ekstra paru. TB paru adalah
tuberculosis yang menyerang jaringan paru, sedangkan TB ekstra paru adalah
tuberculosis yang menyerang organ selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening,
tulang, kulit, usus, ginjal, otak, dan lain-lain.
Pleuritis TB merupakan infeksi pada pleura akibat tuberculosis. Penyakit ini
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi TB paru melalui focus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari perkijuan ke arah saluran getah
bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara
hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan dapat menimbulkan cairan efusi karena tuberkuloprotein yang
ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat.
Pleuritis dapat berlangsung secara akut, subakut, atau kronis, dengan ditandai
perubahan pola pernafasan yang intensitasnya tergantung pada berat proses radang. Pada
yang berlangsung akut, pasien mengalami kesakitan saat bernafas hingga pernafasan
menjadi dangkal, cepat, serta bersifat abdominal. Pada yang berlangsung subakut, proses
radang biasanya diikuti dengan empyema serta mengakibatkan kolaps sebagian paruparu, hingga pernafasan akan mengalami kesulitan (dyspnea). Sedangkan yang
berlangsung kronis, pada waktu istirahat tidak tampak adanya perubahan pada proses
pernafasan karena telah terjadi kompensasi.
B. Etiologi
1. Infeksi Virus
Infeksi virus merupakan penyebab paling sering terjadi pleuritic. Virus yang diketahui
sering menyebabkan terjadinya pleuritic adalah virus influenza, parainfluenza,
C. Klasifikasi
Pleuritis terbagi menjadi 2 :
1. Pleuritis Kering (Fibrinosa/Sicca)
Penyebabnya :
Trauma dinding dada
Penyakit primer pada paru :
TB paru
Rheumatoid artritis
Pneumonia
SLE
Infark paru
Abses paru
Kanker bronkus
2. Pleuritis Basah (Efusi Pleura)
Berdasarkan jenis cairannya, efusi pleura terbagi menjadi :
a. Eksudat
Terjadi jika factor local yang mempengaruhi pembentukkan penyerapan cairan
pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan
eksudatif dengan pengukuran kadar laktat dehydrogenase (LDH) dan protein di
dalam cairan pleura.
b. Transudat
Terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung
kongestif, dan dapat juga terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati
dan ginjal. Penimbunan transudate dalam rongga pleura disebut hidrotoraks.
D. Patofisiologi
Reaksi hipersensitivitas terhadap M. Tuberculosis memegang peranan penting
dalam terjadinya dan banyaknya cairan pleura. Protein tuberculin atau antigen M.
Tuberculosis menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang merangsang sel
limfosit T melepaskan sejumlah limfokin yang menyebabkan perubahan permeabilitas
pembuluh darah pleura.
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di rongga
pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura visceralis
dan absorbsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya
keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH 2O dan tekanan koloid
pleura visceralis sebesar 10 cmH2O. Tekanan dalam rongga paru lebih rendah dari
yang pecah.
Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic. Terjadinya gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sistemik
Keringat malam
Demam
Penurunan berat badan
Nafsu makan menurun
Malaise
Gejala tuberculosis ekstra paru
Gejala tuberculosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberculosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberculosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritic tuberculosis terdapat gejala sesak nafas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pasien dengan pleuritis, umumnya mengeluh nyeri disekitar dada atau yang sering
disebut nyeri pleuritik. Terutama dirasakan pada akhir inspirasi dan bertambah berat
dengan adanya pergerakan nafas dalam, batuk keras, bersin sehingga penderita berusaha
menahan nafas untuk menahan nyerinya. Nyeri dirasakan didaerah axilla dan menjalar
sepanjang nervus intercostalis, kadang dijumpai sesak nafas ringan.
Pada efusi pleura, penderita umumnya mengeluhkan sesak nafas, dan kadang
disertai batuk produktif dan nyeri dada.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis riwayat penyakit. Pada umumnya gejala-gejala
penyakit TB juga dapat ditemukan pada penderita pleuritis TB. Gejala yang sering terjadi
pada pleuritic TB adalah :
Nyeri dada : ini adalah yang paling umum. Rasa sakit bersifat tajam seperti
ditusuk, tetapi juga bisa menjadi tumpul atau seperti rasa terbakar. Rasa sakit akan
bertambah ketika pasien menarik nafas dalam, batuk, atau bergerak. Oleh karena
itu pasien akan bernafas pendek atau berbaring disisi yang sakit.
Batuk : umumnya pasien mengalami batuk kering, tetapi dapat juga batuk
cairan pleura mencapai kadar yang massif dalam waktu sekitar 3 minggu.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik TB pleuritic dapat bervariasi apabila volume efusi
pleura > 300 ml akan didapatkan tanda-tanda adanya penurunan resonasi pada
perkusi, penurunan fremitus taktil, dan friction rub.
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien-pasien TB mungkin
ditemukan konjungtiva mata dan kulit yang anemis atau pucat karena anemia,
subfebris, badan kurus (berat badan menurun).
Pada pleuritis, penderita sering tampak sakit, nyeri ketuk pada perkusi, suara
nafas menurun dan terdengar bising gesek pleura.
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura, maka paru-paru
yang sakit akan terlihat tertinggal saat pernafasan, perkusi memberikan suara
pekak, auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai menghilang.
Pemeriksaan Penunjang
Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberculosis paru tinggi dan terutama pada
pasien usia muda, sehingga besar efusi pleura karena pleuritic TB. Permulaan
pleuritic TB terlihat sebagai efusi.
Pemeriksaan penunjang pada pleuritis TB adalah sebagai berikut :
Foto Thorax
Tampak permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura dan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada medial. Cairan dalam pleura bisa juga tidak
membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi, keadaan ini
sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatassan dengan
Eksudat
>3
>0,5
efusi
dengan
protein serum
Kadar LDH dalam < 200
>200
efusi (I.U)
Rasio LDH dalam < 0,6
>0,6
serum
Berat jenis cairan
<1,016
>1,016
Rivalta
-/+
+
Glukosa
Kadar glukosa < 30 mg/100 cc : Pleuritis rheumatoid
Kadar glukosa > 60 mg/100 cc : Tuberculosis, keganasan, atau
empyema.
Enzim
Kadar ADA (Adenosin diaminase) > 50 IU, oleh karena
tuberculosis.
pH
Jika pada analisis pleura didapatkan pH rendah, PCO 2 tinggi
dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi tidak memuaskan, dapat
dilakukan biopsi ulang.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran
infeksi atau pada tumor pada dinding dada.
Diagnosis utama pleuritis tuberculosis berdasarkan adanya kuman
tuberculosis dalam cairan efusi (biakan) atau dengan biopsy dan terutama pada
pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis TB
walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura.
G. Diagnosis Banding
Jantung
Pajanan
GIT
Hematologi/onkolog
i
Genetik
Infeksi
Inflamasi
Renal
Rematologi
H. Penatalaksanaan
Sesuai dengan panduan yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
tahun 2011, pengobatan pleuritic TB dimasukkan pada kategori pengobatan TB pada
keadaan khusus dan menggunakan panduan pengobatan 2 bulan fase intensif dengan obat
rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, dilanjutkan 4 bulan fase lanjutan
dengan rifampisin dan isoniazid.
Penatalaksanaan pleuritic TB terdiri dari :
1. Obat
Pengobatan dengan obat-obatan antituberkulosis RHZES memakan waktu 6 12
bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru.
Pengobatan ini mengakibatkan cairan efusi dapat diserap kembali, tetapi untuk
menghilangkan eksudat dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis.
RHZE
seminggu RH
30 37 kg
Selama 56 hari
2 Tab 4 KDT + 50 mg
(150/75/400/275) + S
Selam 28 hari
2 tab 4KDT
Streptomisin inj.
(150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2 KDT + 2 tab
Etambutol
38 54 kg
3 tab 4 KDT
55 70 kg
mg Streptomisin inj.
4 tab 4 KDT + 1000
4 tab 4 KDT
Etambutol
4 tab 2 KDT + 4 tab
71 kg
mg Streptomisin inj.
5 tab 4 KDT + 1000
5 tab 4 KDT
Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab
mg Streptomisin inj.
Etambutol
kadang-kadang, diare.
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
dihentikan dulu dan penatalaksanaan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin), dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekspirasi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kgBB perhari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3
kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena resiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Resiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Resiko
tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinnitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap.
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan jarang terjadi seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25 gr.
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
I. Komplikasi
Komplikasi berupa terjadinya fibrotoraks dan penebalan pleura yang menetap, selain itu
dapat muncul pleuritic kalkarea (kalsifikasi fibrotoraks) dengan atau tanpa deformitas
dinding dada, COPD dengan atau tanpa bronkietaksis, ekserbasi TB lambat dan fisula
internal maupun eksternal.
Komplikasi yang lain juga dapat terjadi tuberkulosa empyema. Pecahnya kavitas
parenkim ke ruang pleura dapat berkembang menjadi fistula bronkopleural dan
pyopneumotoraks.
J. Prognosis
Setengah dari kasus yang tidak diterapi akan berkembang menjadi bentuk tuberculosis
paru dan ekstra paru yang lebih berat dimana dapat berakibat pada kecacatan dan
kematian.
Umumnya efusi pada pleuritic TB primer tanpa diketahui dan proses penyembuhan
spontan sebnyak 90% kasus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
2. Astowo, P. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas, Empiema. Jakarta: Medical Faculty
University Of Indonesia
3. Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
4. Handojo, I. 2000. Nilai Diagnostik Uji PAP-TB Pada Tuberkulosis di Luar Paru.
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.
Sutomo, Surabaya.
5. Lorraine W, Sylvia A, Price, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Jilid 2. Jakarta: EGC
6. Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius
7. PDPI. 2006. Tuberculosis, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
PDPI
8. Slamet H, Abdul Mukty H. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Universitas Airlangga.