Anda di halaman 1dari 3

Wilayah perairan Indonesia yang begitu luas memberi tantangan

besar bagi TNI Angkatan Laut, Polisi Air, dan instansi terkait untuk
memastikan kemanan dan perlindungan terhadap yurisdiksi
Indonesia. Praktik Illegal fishing merupakan satu dari sekian
pelanggaran yang paling masif dilakukan di wilayah perairan
Indonesia.
Kendala yang dihadapi adalah kurangnya koordinasi dari instansiinstansi yang memiliki kewenangannya masing-masing, misalnya
TNI Angkatan Laut, Polisi Air, Kapal Pengawas Perikanan, sampai
Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai, yang menggunakan prinsip multi
agency multi task. Walaupun menurut peraturan perundangundangan setiap instansi memiliki peranan yang berbeda, dalam
praktiknya sering terjadi tumpang tindih kewenangan, sehingga
terjadi kebingungan dalam hal melaksanakan penegakan hukum.
Hal ini jelas akan menimbulkan ketidakpastian hukum, inefisiensi
anggaran, dan konflik antar instansi pemerintah, yang hal tersebut
pantang terjadi jika ingin mempertahankan laut Indonesia.
Hal tersebut dirasa perlu untuk menciptakan suatu koordinasi antar
instansi demi terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam
pelaksanaan pengamanan dan penegakan hukum. Sebenarnya,
melalui Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2005, telah dibentuk
Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) sebagai upaya
menciptakan harmonisasi dalam koordinasi antar instansi dalam
pengamanan dan penegakan hukum di laut. Sayangnya
kewenangan koordinasi yang diberikan terlampau lemah sehingga
pada akhirnya tidak memberi pengaruh apapun.
Salah satu pasal yang terdapat pada UU Kelautan mengatur
pembentukan Badan Keamanan Laut. Badan Keamanan Laut
(Bakamla) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang
berada dibawah Presiden, yang memiliki tugas utama yakni
melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan
Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Pada dasarnya, Bakamla
merupakan revitalisasi dari Bakorkamla, yang telah dikuatkan
kewenangannya, yakni menjadi sentral komando penegakan hukum
di wilayah perairan Indonesia, berbeda dengan Bakorkamla yang
hanya mengkoordinir instansi terkait.
Pembentukan Bakamla akan menggeser paradigma penegakan
hukum di laut dari multi agency multi task, menjadi single agency
multi task, yang dalam praktik akan menciptakan efektivitas dan

efisiensi, serta penegakan hukum yang sesungguhnya. Konsep


sentralisasi seperti Bakamla sendiri sebenarnya telah dipraktikan
oleh beberapa negara, seperti Malaysia Maritime Enforcement
Agency/MMEA, Japan
Coast
Guard/JCG, United States Coast
Guard/USCG, dan Indian Coast Guard/ICG.
Bakamla akan berperan sebagai rumah bagi setiap instansi
terkait, sehingga tumpang tindih kewenangan, kebingungan akan
siapa yang melakukan penegakan hukum, dapat diatasi. Efektivitas
Bakamla sendiri mulai terasa, dimulai dari inisiatif penenggalam
kapal asing yang melakukan illegal fishing, sampai yang terbaru
penangkapan kapal MV Hai Fa[14] yang merupakan salah satu
penangkapan kapal ikan terbesar sepanjang sejarah. Langkah ini
tentu ini perlu terus didukung, mengingat potensi illegal fishing
rasanya masih akan terus ada.
Pembentukan Badan keamnana laut ( Bakamla ) ini dimaksudkan diharapkan sebagai
wadah pengintegrasian seluruh ataupun sebagian fungsi dan kewenangan instansi
pemerintah untuk melakukan penegakan hukum, ke amanan dan keselamatan di laut
yang secara sektoral berada di stakeholder (kementerian/instansi terkait).
Sebagai legalitasnya perlu didukung instrumen hukum yang menjadi dasar hukum
dari badan tersebut. Hal ini sesuai dengan pasal 62 ayat (2) UU 32 tahun 2014 bahwa
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi
dan terpadu dalam sutu kesatuan komando dan kendali.
Bahwa berlakunya UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang memberikan
kewenangan yang sangat luas kepada badan keamanan laut, namun tidak menghapus
kewenangan yang dimiliki oleh institusi penegak hukum dilaut lain yang telah ditaur
dalam Undang-undang terdahulu.

Upaya untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan maka Bakamla dengan


kewenangannya perlu menempuh langkah langkah sbb:
1). Amanat pasal 64 UU nomor 32/2014 dalam hal menjaga keamanan dan
keselamatan diatur dengan ketetapkan Presiden, dimana ketetapan presiden ini
hendaknya bisa memberi kejelasan apa yg dimaksud dengan menjaga keselamatan.
2). Amanat pasal 63 ayat (2) UU nomor 32/2014 perlu adanya kejelasan yg dapat
diguanakan sebagai landasan yuridis bahwa Bakamla diberi kewenangan
mengintegrasikan dan sebagai komando dalam penegakan hukum dilaut.
3). Bakamla merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan dan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui menteri yang mengkoordinasikan, dalam hal ini
Menkopolhubkam, sedangkan instansi lain yg memilki kewenangan penegakan

hukum dilaut dibawah koordinator kementrian lain, sehingga perlu ada aturan dan
ketentuan yang bisa mengakomodir.

Anda mungkin juga menyukai