Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772,
walaupun sebenarnya penyakit ini telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria
ditandai dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa
gatal dan terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab. 1 Urtikaria atau
dikenal juga dengan hives adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular
terhadap bermaca-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi,
yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit
udem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat
setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan.2
Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah kaligata atau biduran.
Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena reaksi alergi
terhadap alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak ketahui
penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah
faktor, baik imunologik dan nonimunologik yang dapat melepaskan histamin dari
sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan (termasuk
morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang dan makanan
lain, toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat
lebih sering pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling
sering adalah reaksi hipersensitiitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen

yang mempertemukan dua molekul IgE spesifik yang mengikat sel mast atau
permukaan basofil.2
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai
15-25% populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun
kronik. Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien
untuk mencari pengobatan di Unit Gawat Darurat (UGD). Bahkan urtikaria akut
adalah penyakit kulit paling umum yang dirawat di UGD.1 Urtikaria kronik yang
terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup
seseorang.3
Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek.
Namun, ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien
atau dokter yang merawat.4 Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang
dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan.2 penatalaksanaan utama urtikaria
meliputi langkah-langkah umum untuk mencegah atau

menghindari faktor

pencetus dan farmakoterapi. Penatalaksanaan tersebut dibagi menjadi first-line


therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Urtikaria merupakan suatu lesi kulit yang terdiri dari ruam lokal
edema intrakutan yang mengelilingi suatu area kemerahan (eritema) yang khas
ditandai oleh pruritus. Individu dapat merasakan gatal-gatal yang berlangsung
mulai dari 30 menit hingga 36 jam. Ukuran lesi tersebut mulai dari lesi kecil
(milimeter) hingga 6 sampai 8 inci (giant urticaria). Lesi tersebut memucat
dengan tekanan sebagai dilatasi dari pembuluh darah yang terkompresi.
Dilatasi pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas yang berkarakteristik
urtikaria terdapat pada dermis superfisial dan melibatkan pleksus venular di
lokasi tersebut.5
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit6
1. Anatomi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh.
Lapisan

luar kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah

dermis atau korium.

Gambar 1. Lapisan Epidermis Kulit.6


3

Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum


lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale
(stratum germinativum). Fungsi epidermis sebagai proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel langerhans).6
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan
retikuler yang merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis berfungsi sebagai struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi.6

Gambar 2. Anatomi Kulit.7

2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan,

sebagai

barier

infeksi,

mengontrol

suhu

tubuh

(termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit


adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.6

2. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria umum terjadi. Usia, ras, seks, pekerjaan, lokasi geografis,
dan iklim tahunan dapat berpengaruh pada urtikaria. Pada satu kelompok
mahasiswa, 15% dari 20% dilaporkan memiliki pengalaman mengalami
urtikaria, dimana 1% dari 3% pasien dikirim ke klinik dermatologi di Inggris
tercatat mengalami urtikaria. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan
30-40 tahun.5
Urtikaria mengarah pada kondisi akut yang terjadi kurang dari 6
minggu, sebagian besar episode akut disebabkan oleh reaksi akibat obat atau
makanan atau pada anak, disebabkan oleh infeksi virus. Episode dari urtikaria
dapat bertahan hingga 6 minggu dan menjadi kronik dan dibagi menjadi 2
kelompok mayor, urtikaria autoimun kronik (45 persen) dan urtikaria idiopatik
kronik (55 persen), terdapat insiden campuran pada populasi umum sekitar 0,5
persen. Berbagai jenis dari urtikaria fisik mungkin selama beberapa tahun

terakhir, tapi lesi individual mungkin lebih sedikit dair 2 jam (kecuali pada
tekanan urtikaria tipe lambat) dan intermiten. 85 persen dari anak mengalami
urtikaria tanpa angioedema, 40 persen dari pasien dewasa dengan urtikaria juga
mengalami angioedema.5
Sekitar 50 persen dari pasien dengan urtikaria kronik (dengan atau
tanpa angioedema) tidak memiliki lesi dalam 1 tahun, 65 persen dalam 3 tahun,
dan 85 persen dalam 5 tahun; kurang dari 5 persen memiliki lesi selama 10
tahun terakhir.5Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan
bahwa urtikaria (kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi
pada suatu waku dalam hidup mereka. Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi
hibgga 0,5-1,5% populasi semasa hidupnya. Insiden urtikaria akut lebih tinggi
pada orang dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria berdasarkan usia
menunjukkan bahwa urtikaria akut paling sering terjadi pada anak dan dewasa
muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita setengah
baya.4
Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signofikan pada
perempuan

(0,48%)

daripada

laki-laki

(0,12%).

Penelitian

tersebut

menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi urtikaria kronik


berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis, atau luas wilayah suatu kota.
Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu kota dengan penduduk lebih dari
500.000 orang memunyai frekuensi urtikaria akut yang secara signifikan lebih
tinggi daripada wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari 500.000.7

3. ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% urtikaria tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain: 5
1. Obat-obatan atau bahan kimia. Penisilin dan derivatnya kemungkinan
merupakan penyebab obat paling sering dari urtikaria akut, tetapi obatobatan lainnya, apakah melalui oral, injeksi, inhalasi, atau topikal juga
dapat menyebabkan reaksi urtikaria.
2. Makanan. Makanan merupakan penyebab yang umum dari urtikaria akut.
Terutama adalah makanan laut, sedangkan makanan lainnya sering
dilaporkan adalah strawberry, cokelat, kacang, keju, telur, gandum dan
susu.
3. Gigitan dan sengatan serangga dapat menyebabkan timbulnya urtikaria, hal
ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).2
3. Agen fisik. Urtikaria juga dapat merupakan akibat dari paparan panas,
dingin, radiasi dan cedera fisik.
4. Inhalan, Nasal sprat, insect sprat, inhalasi dari debu, bulu binatang atau
karpet, dan serbuk merupakan beberapa faktor pencetus melalui inhalasi.
5. Infeksi. Adanya fokus infeksi sering dipertimbangkan, cepat atau lambat,
pada kasus kronik, dan pada penyebab yang tidak biasa. Sinus, gigi geligi,
tonsil, kandung empedu, dan saluran genitourinaria sebaiknya diperiksa.
6. Penyakit sistemik. Urtikaria dapat timbul pada penyakit hati, parasit usus,
kanker, demam rematik dan lainnya.

7. Psikis. Setelah semua penyebab urtikaria kronik telah disingkirkan, maish


terdapat sejumlah kasus yang muncul berhubungan dengan stress atau
cemas dan kelelahan.
8. Sindroma Urtikaria Kontak. Respon yang tidak lazim ini dapat diakibatkan
karena kontak antara kulit dengan obat-obatan, bahan kimia, makanan,
serangga, hewan dan tanaman.
9. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.2
4. Gejala Klinis2,4

Klinis tampak plaques edemateus multiple yang berbatas tegas, berwarna merah,
rasa terbakar dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang
dikelilingi warna merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap
lesi bervariasi dari diameter beberapa milimeter sampai beberapa centimeter,
berbentuk sirkular atau sepiginosa.

Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul
lesi baru.

Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar


lesi terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi
akan terlihat pada daerah yang terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria kolinergik
adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 milimeter dikelilingi daerah warna merah

dan terdapat di daerah yang berkeringat. Secara klinis urtikaria kadang-kadang


disertai angioedema yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting
dengan predileksi di muka, daerah periorbita dan perioral, kadang-kadang di
genitalia. Kadang-kadang pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring
sehingga dapat mengancam jiwa.
Jika ada reaksi

anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory


distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

5. PATOGENESIS
Sangat penting sekali diketahui mekanisme terjadinya urtikaria, karena
hal ini akan dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Hal yang mendasari
terjadinya urtikaria adalah triple respons dari Lewis, yaitu eritema akibat
dilatasi dari kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantarai refleks
akson saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi cairan akibat
meningkatnya permeabelitas vaskuler.2
Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh
darah dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit
infiltrasi sel perivaskuler, diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil.
Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamine, kibat
degranulasi sel mast kutan atau subkutan, dan leukotrien juga dapat berperan. 2
Histamine akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah

kulit

sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan

peningkatan permeabelitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama


eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit
local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit
sehingga timbul rasa gatal dan bentol merah.2

Gambar 3. Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang


dapat terjadi melalui mekanisme imun atau nonimun.
Histamine adalah mediator terpenting pada reaksi alergi fase cepat yang
diperantarai IgE pada penyakit atopik. Histamine terikat pada reseptor
histamine yang berbeda-beda. Terdapat 4 jenis reseptor histamine, diantaranya
reseptor H1, H2, H3 dan H4. masing-masing memiliki efek fisiologi yang
berbeda.
A. Mekanisme Imun
Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat
antigen dengan pembentukan atau adanya yang tersensitisasi. Degranulasi

10

sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe
I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik. 2,3,4
1. Reaksi hipersensitivitas tipe I
Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat
pada urtikaria akut. Bila individu terpajan allergen tertentu akan
membentuk antibodi IgE yang bersifat homositotropik, yaitu mudah
terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel mast. Bila
individu tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa,
maka tersebut akan berikatan dengan molekul IgE yang ada pada
permukaan sel mast. Bridging dari dua molekul IgE yang ad pada
permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan perubahan
konfigurasi membrane sel mast. Perubahan ini akan mengakibatkan
aktivasi enzim dalam sel sehingga sehingga terjadilah degranulasi sel
mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target,
yaitu pembuluh darah dibawah kulit. Allergen dapat berupa allergen
lingkungan sepeti debu rumah, tungau, serbuk sari tumbuhan, bulu
binatang atau dapat pula allergen makanan, obat-obatan, dan bahan kimia
seperti bahan pengawet, penyedap dan zat warna. 2,4
2. Aktivasi komplemen jalur klasik
Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur
klasik dan akan menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan
anafilaktosin. Anafilaktosin dapat langsung menginduksi degranulasi sel

11

mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada membrane sel mast.
Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine sehingga terbentuk
urtikaria.
Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dapat diakibatkan oleh
reaksi yipe II dan III., misalnya pada reaksi transfuse darah, penyakit
sistemik keganasan (limfoma) lupus eritomatosus sistemik, heoatitis dan
sebagainya. Penglepasan histamine melalui aktivasi komplemen ini
sering dikaitkan dengan patofisiologi urtikaria kronik. Belum jelas
apakah

semua penderita yang mengalami aktivasi komplemen akan

menunjukan gejala urtikaria.


B. Mekanisme nonimun
1. Liberator histamine
Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat menginduksi
degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya
kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat dan
lain-lain. Sampai saat ini belum jelas mengapa zat tersebut metangsang
degranulasi sel mast hanya pada sebagian orang saja.
2. Faktor fisik
Factor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria Panas), dan
getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.

12

3. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang
dinamakan juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil-kecil dengan
diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna merah, terdapat di tempat
yang berkeringat. Diperkirakan yang memegang peranan adalah
asetilkolin yang terbentuk yang bersifat langsung dapat menginduksi
degranulasi sel mast.2,3
4. Zat penghambat siklooksigenase
Zat

penghambat

enzim siklooksigenase

akan

menghambat

metabolisme asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga


metabolisme hanya melalui jalur lipoksigenase yang akan menghasilkan
leukotrien yang bersifat sama seperti histamine. Zat tersebut antara lain
aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid, zat warna tartrazin, dan zat
pengawet sodium benzoate. Pada skema di bawah ini dapat dilihat jalur
metabolisme asam arakhidonat.

13

Secara singkatnya semua mekanisme diatas dapat dilihat pada skema berikut
ini:

14

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis
daripada etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau
patogenesis urtikaria dan banyak kasus karena idiopatik. 3 Terdapat bermacammacam klasifikasi urtikaria, berdasarkan lamanya serangan berlangsung
dibedakan urtikaria akut dan kronik.
A. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu
biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak dan

15

sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20-30% pasien dengan urtkaria akut
berkembang menjadi kronis atau rekuren.3
B. Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu 2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama
lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya
mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas
hidup.3
C. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di
tempat di mana agen eksternal memiliki kontak dengan kulit atau mukosa.
Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE)
atau non alergi (IgE-independen).3
D. Urtikaria Fisik
1. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria
fisik dan merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang
biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa
detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism tampak sebagai garis
biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara
Gambar 4. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.8
muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan
tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus
dd sehingga bekas garukan dapat
muncul.8

16

2. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam.
Erupsi terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin
berhubungan dengan delayed pressure urticaria.8
3. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi
tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada
kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari,
dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.8

Gambar 5. Delayed Pressure Urticaria pada Kaki.10


3. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat,
dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa

17

tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja


di pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat
sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam keluarga.
Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah. 8,9
4. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan
(herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang
meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung
dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin dan onset munculnya
gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode adalah
12 jam.8

Gambar 6. Cold Urticaria. 8


5. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh.
Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast.
Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kirakira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.8,9

18

Gambar 7. Cholinergic Urticaria. 8

6. Local heat urticaria


Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43C. Area
yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi merah,
bengkak dan indurasi. 8,9

Gambar 8. Local Heat Urticari


7. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin
dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan
dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB,
dan sinar/cahaya yang terlihat.8

19

Gambar 9. Solar Urticaria. 12


8. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks
terdiri dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan
intestinal), dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria.
Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga atau exercise
sebagai stimulusnya. 8

Gambar 10. Exercise-induced anap

9. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white
halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi
karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah

20

rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan


coklat.8,9
10. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak
sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi
terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan cholinergic
urticaria.8,9
E.Sindrom Khusus
1. Schnitzler syndrome
Schnitzler Syndrome adalah varian unik urtikaria kronis yang ditandai
oleh pruritic non-wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri tulang,
arthralgias, atau radang sendi, terdapat peningkatan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dan monoclonal IgM gammopathy. 3,14
2. Muckle-Wells syndrome
Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan
autoinflammatory yang ditandai dengan urtikaria, arthralgia, ketulian
sensorineural yang progresif, dan amiloidosis.3,15

3. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy


Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai
gatal yang dikenal dengan Pruritic Urticarial Papules and Plaques of
Pregnancy (PUPP). Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan 90% di

21

abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar secara simetris


dengan tidak melibatkan wajah.8
4. Urticarial vasculitis
Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria kronis.
Berbeda dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis cenderung
bertahan lebih lama dari 24 jam dan berkaitan dengan sensasi panas,
nyeri, dan gatal. Lesi ini juga digambarkan sebagai penyembuhan dengan
atau petechiae purpura karena garukan.3

7. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam
serta gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut,
rekuren, atau kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan
berbagai pilihan terapi.
Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas
berat, cahaya matahari, kontak dengan serangga, stres emosional, atau
penyakit kronik, serta makanan dan obat obatan yang dikonsumsi.

22

B. Pemeriksaan Fisik
Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan
elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi
ini dapat terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan
dapat berpindah.
o Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan
ringan).
o Pemeriksaan

fisik

sebaiknya

terfokus

pada

keadaan

yang

memungkinkan menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi


mengancam nyawa. Di antaranya :8

Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak

Angioedema pada bibir, lidah, atau laring

Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan


adanya hepatitis atau penyakit kolestatik hati

Pembesaran kelenjar tiroid

Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai


limfoma

Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya


penyakit jaringan penyambung, rheumatoid arthritis,
atau systemic lupus erythematosus (SLE)

Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia


atau bronchospasm (asthma)

23

Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit


bakteri atau jamur

Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk
menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau
kelainan pada alat dalam.2 Pemeriksaan darah rutin bisa
bermanfaat
penyakit

untuk
penyerta.

mengetahui

kemungkinan

adanya

Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti

komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal,


faal hati, faal hati, dan urinalisis akan membantu konfirmasi
urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria.16 Cryoglubulin dan cold hemolysin
perlu diperiksa pada urtikaria dingin.2
o Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan
vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya
infeksi fokal.2
o Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan
konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test)
dan pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-

24

RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien


sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai
sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui
adanya

faktor

vasoaktif

seperti

histamine-releasing

autoantibodies. 16
o Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik,
bila tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif.
Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara
hati-hati untuk menjamin keamanannya.16
o Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan
yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya
kembali satu demi satu.2
o Tes foto tempel
Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat
sinar.16
o Suntikan mecholyl intradermal
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa
urtikaria kolinergik.2
o Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat
apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu. 2

25

o Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat
membantu diagnosis.2 Pada urtikaria perubahan histopatologis
tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat perubahan epidermis.
Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara
serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis.
Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla
dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain
itu terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin
sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit
yang bersangkutan.17
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe
akut dan kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran
infiltrat seluler, yaitu campuran limfosit, polymorphonuclear
leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan
histopatologi dari respon alergi fase akhir. Beberapa pasien
dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal
memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi
berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik
(ringan) sampai ke vaskulitik (parah).4

2.8 Komplikasi

26

Urtikaria dapat sangat berdampak pada hidup penderitanya terutama yang


mengalaminya dalam jangka panjang. Jika tidak ditangani sama sekali, ruam
urtikaria yang sering menyebar ke seluruh tubuh dan terasa sangat gatal akan
mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya dan bahkan berujung pada
berbagai komplikasi.
Angioedema19
Penderita urtikaria kronis atau akut bisa mengalami angioedema.
Angioedema adalah pembengkakan pada lapisan kulit manusia di bagian yang
lebih dalam. Sedangkan pada urtikaria, pembengkakan terjadi pada lapisan kulit
yang lebih luar. Bagian yang biasanya terpengaruh oleh angioedema adalah
kelopak mata, bibir, tangan, kaki, dan sekitar alat kelamin.
Kondisi ini dapat bertahan kurang lebih tiga hari. Gejala yang muncul
lebih parah daripada biduran biasa. Salah satu penyebab kondisi ini adalah obat
antihipertensi yaitu penghambat ACE. Untuk mengatasi angioedema,antihistamin
dan steroid bisa digunakan.
Anafilaksis18
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang parah dan terjadi secara tiba-tiba.
Kondisi ini bisa berakibat fatal karena gejalanya yang ekstrem. Anafilaksis
menyebabkan penurunan tekanan darah sehingga orang yang mengalami bisa
langsung pingsan. Selain itu, pembengkakan akan langsung terjadi khususnya
pada bagian wajah dan tenggorokan atau leher sehingga penderita akan sulit
bernapas. Gejala-gejala anafilaksis yang lain adalah:
27

Bengkak pada kelopak mata, bibir, tangan, kaki

Sakit atau mual pada bagian perut

Detak jantung yang cepat

Pusing

Muntah-muntah

Satu-satunya pengobatan yang digunakan untuk anafilaksis adalah dengan


memakai suntikan epinephrine. Obat ini berfungsi untuk membalikkan reaksi
gejala yang terjadi pada anafilaksis. Perlu diingat bahwa ini adalah kondisi
darurat, jika Anda mencurigai adanya gejala anafilaksis, segera ke rumah sakit
terdekat.
1. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy,
second-line therapy, dan third-line therapy.3
-

First-line therapy
First-line therapy terdiri dari: 3,4

a. Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan


menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria


yang tidak mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi
yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak
dapat ditemukan.

28

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu


panas, stres, alcohol, dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan


ACE inhibitor.

Menghindari

agen

lain

yang

diperkirakan

dapat

menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim


menthol 1% atau 2%.

c. Antagonis reseptor histamin


Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika
gejalanya menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria
sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan
jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara
klinis

dasar

pengobatan

pada

urtikaria

dan

angioedema

dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor


H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek
samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya
terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat
terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai
antihistamin nonklasik.2
Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya
adalah terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin.

29

Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak


dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek
maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan
aztemizol

dalam waktu 96 jam setelah pemberian

oral.

Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH1


yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah
pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal
sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting. Keunggulan lain
AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak
dapat menembus sawar darah otak.2
Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan
dengan pada beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor
histamin pada kulit adalah tipe H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya
tidak digunakan sendiri karena efeknya yang minimal pada
pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine,
ranitidine, nizatidine, dan famotidine.3
-

Second-line therapy
Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja,
second-line therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan
farmakologi dan non-farmakologi.

Photochemotherapy
Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy
(psoralen plus UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun

30

beberapa penelitian menunjukkan peningkatan efektivitas


PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi tidak untuk
urtikaria kronis.

Antidepresan
Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai
antagonis reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan
lebih sedikit mempunyai efek sedasi daripada diphenhydramine
dalam pengobatan urtikaria kronik. Doxepin dapat sangat
berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan
dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat
bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari
yang dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah
antidepresan yang menunjukkan efek signifikan pada reseptor
H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah dilaporkan untuk
membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayedpressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.3

Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin
mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek
samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria
seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika
tidak berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses
penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis).

31

Kortikosteroid

juga

dapat

digunakan

dalam

urticarial

vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin.


Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap
hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis
tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan untuk
episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin.
Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka
panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek samping
kortikosteroid

seperti

hiperglikemia,

osteoporosis,

ulkus

peptikum, dan hipertensi.3,4

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,


methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus
diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat
diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam
1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO
dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi
permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60
mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan
dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis
atau

dosis).

Methylprednisolone

dapat

membalikkan

peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis

32

dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8


mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.4

Leukotriene Receptor Antagonist


Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten
dan mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien
dengan urtikaria kronis atau pada individu yang sehat.
Leukotriene

receptor

antagonist

seperti

montelukast,

zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan yang lebih


dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan
urtikaria kronik.3

Calcium Channel Blocker


Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus
dan whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila
digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan antihistamin.
Mekanisme nifedipin berhubungan dengan modifikasi influks
kalsium ke dalam sel mast kutaneus.3

Third-line therapy
Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang
tidak berespon terhadap first-line dan second-line therapy. Thirdline therapy menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi
cyclosporine,

tacrolimus,

methotrexate,

cyclophosphamide,

33

mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG).


Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai
bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya
meliputi

plasmapheresis,

(salbutamol),

asam

colchicine,

tranexamat,

dapsone,

terbutaline,

albuterol

sulfasalazine,

hydroxychloroquine, dan warfarin.3

Immunomudulatory Agents
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif
dalam mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter.
Cyclosporine dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan
manfaat pada dua pertiga pasien dengan urtikaria kronik yang
tidak berespon terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan dosis
20-g/mL setiap hari dapat mengobati pasien dengan
corticosteroid-dependent urticaria.3
Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam
manajemen pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang
parah. Meskipun mekanisme yang terlibat tidak jelas, namun
telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi anti-idiotypic
antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1
dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens
IgG endogen.3

Plasmapheresis

34

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam


pengelolaan

urtikaria

autoimun

kronik

yang

parah.

Plasmapheresis saja tidak cukup untuk mencegah akumulasi


kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan harus
diselidiki

dalam

hubungannya

dengan

penggunaan

immunosuppressant pharmacotherapy.3

Obat lainnya
Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam
mengelola urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara
histologis, tetapi mungkin paling berguna untuk urticarial
vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan dalam pengobatan urtikaria kronik idiopatik;
dan

telah

dikaitkan

dengan

respon

yang

baik

pada

hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun 2adrenoceptor agonist terbutaline telah dievaluasi untuk
manajemen urtikaria kronik, penggunaannya umumnya tidak
dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan
insomnia yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak
pasien.3

35

NAC: not adequately controlled

Gambar 12. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Akut.20

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal,


namun sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus.
Meskipun demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau
dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan

36

seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin H 1 non sedatif. Pada pasien


dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga
menjadi terapi pilihan utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara
adekuat, pemberian kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan.
Pada pasien yang menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress
pernapasan, asma, atau edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa
epinefrin subkutan, kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin
H1 intramuskuler.20

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilat


(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)
NAC
Antihistamin H1 non sedatif
NAC
Antihistamin H1 non sedatif
+
Tambahan obat:

antihistamin H1 pada malam hari, antidepresan trisiklik, antihis

Antihistamin H1 + kostikosteroid oral jangka pendek + pencarian/penanganan untuk urtikaria karena vasku

NAC: not adequately controlled

Gambar 13. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Kronik.2


37

penanganan awal seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non sedatif.


Terapi tambahan lain mungkin berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif menjelang
tidur, antidepresan trisiklik, atau antihistamin H2. Sebagai tambahan antihistamin
H1 mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid jangka pendek
dengan harapan dapat memotong siklus penyakit.20

38

PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit
dicari.2
II.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan nonimunologik.
2. Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah umum untuk
mencegah atau menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi.
3. Edukasi kepada pasien dan antagonis reseptor histamine H1 merupakan
first-line therapy urtikaria.
a. Saran
4. Penatalaksanaan urtikaria sebaiknya menggunakan stratifikasi terapi yaitu
first-line therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.
5. Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian-penelitian yang
meneliti tentang penatalaksanaan urtikaria secara holistik sehingga dapat
menolong memperbaiki kualitas hidup para penderita urtikaria.

Faktor Imunologi :

Genetik
Jumlah antibody
Ig.E dalam darah
besar

Faktor NonImunologik :

Bahan-bahan kimia
Paparan fisik
Zat kolinergik
Infeksi

yang
Faktor Modulasi Tekanan
:
terus-menerus /
Bahan-bahangoresan
kimia
Paparan fisik
Zat kolinergik
Infeksi
Demografisme

Sel Mast
39
Terangsang
Peningkatan
Cairan & Sel terutama
Merangsang permeabilitas
ujung
kapiler
Vasodilatasi
Eosinofil keluar
dari
saraf
perifer
Pelepasan
pembuluh
darah Gatal berulang setempat
Transudasicairan
cairanlokal
pembuluh
darah
Pembengkakan
kulit
lokal
pengumpulan

Pembengkaka
n pada daerah
yang tertekan

URTIKARI
A

edema lokal

eritema

Nyeri
akut

40

Digaruk
berlebih

Terjadi pada
malam hari

Lesi

Sering terbangun
saat malam
Resiko
infeksi

Gangguan
pola tidur

Kerusakan integritas
jaringan

41

Anda mungkin juga menyukai