Anda di halaman 1dari 24

Demam Berdarah Dengue

Sebastian Ivan k
A4
10-2011-130
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Alamat Korespondensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
E-mail: cynthialiasnawi@gmail.com
Pendahuluan
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang
jumlah penderitanya cederung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD
merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. DBD menyerang
khususnya pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat banyak genangangenangan air yang menjadi tempat perkembangannya nyamuk yang menjadi vector terinfeksi
virus dengue. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,
disebabkan oleh virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh,
dan pada kasus berat menebabkan sindrom syok.1
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai penyakit demam berdarah
dengue. Dalam tulisan ini diulas mengenai cara anamnesis pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, penyebab, proses perjalanan virus dalam tubuh, gejala klinis dan
penatalaksanaan penyakit demam berdarah dengue serta pencegahan penyakit dengan
pemberantasan vektornya.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter
akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.2
1 Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
2

diagnosis)
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

pasien (diagnosis banding)


Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

4
5

predisposisi dan faktor risiko)


Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan)


Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai

kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya
mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan
akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. 2
Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan
identitas pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap
keluhan waktu muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil
pemeriksaan sebelumnya dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain.3
Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit
dan keluhan penyerta pasien. Riwayat penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernha
diderita pasien dapat masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan
kebiasaan pasien sehari-hari. Riwayat keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami
atau sedang diderita oleh keluarga pasien.3

Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk dan riwayat penyakit sekarang
dan keluhan penyerta.

Keluhan utama : Seorang laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3
hari yang lalu.
Saat menanyakan keluhan utama harus disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk
mengetahui masa inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih

lanjut.
Riwayat penyakit sekarang : Demam tinggi dan turun sebentar setelah pasien minum
obat penurun panas lalu deman naik lagi.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Bagaimana ciri-ciri demamnya pak? Apakah demamnya panas sekali, atau hangat?
Demamnya terus menerus atau naik turun ? Apakah sudah minum obat? Lalu

bagaimana hasilnya setelah minum obat, tetap saja atau turun atau bagaimana?
Keluhan penyerta : Panasnya tidak tentu, disertai adanya pegal-pegal dan mual-mual.
Menurut keluarga sebelum masuk rumah sakit 1 hari yang lalu pasien mimisan.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Selain keluhan demam tadi apakah ada keluhan lain lagi? Seperti mual, muntah,
lemas, batuk pilek, diare atau pendarahan seperti mimisan atau gusi berdarah?

Dari skenario juga didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua lengan bawahnya dengan
dilakukan uji tournikuet pada pemeriksan fisik.
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Yang meliputi tanda-tanda vital yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi, dan
tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :
Suhu : 38C (Tinggi)
Respiratory rate : 18 x / menit (Normal)
Nadi : 98 x/ menit (Normal)
Tekanan darah : 120/80 mmHg (Normal)
Adanya suhu tubuh yang tinggi, sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah masih
dalam batas normal.
2. Uji tourniquet
Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan dapat dinilai
sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Di daerah
endemis DBD, uji tourniquet dilakukan kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari

tanpa alasan yang jelas. Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar yang ditetapkan
oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah
pasien. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur
yang diletakan dilengan atas siku, tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulmya petekie di bagain volar
lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapatkan10 atau
lebih 10 petekie (WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil positif.
Namun dapat berhasil negative atau positif lemah pada keadaan syok. Sesuai dengan
skenario didapatkan hasil uji tourniquet postif (+).4
3. Inspeksi Palpasi Perkusi dan Auskultasi
Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa didapati adanya
hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan pada palpasi didapati konsistensi hepar
yang kenyal. Namun pada DBD dapat disertai atau tanpa hepatomegali.
Pemeriksaan penunjang
Sesuai dengan kasus maka dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan uji serologi
1. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan ini yang mencakup: eritrosit (Hemoglobin, Jumlah sel, Hematokrit, dll),
leukosit, dan trombosit. Hemoglobin merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel darah
merah SDM yang memberikan warnah merah pada darah. Hemogloblin berisi zat besi yang
membawa oksigen. Kadar hemoglobin tinggi karena ada nya hemokonsenstrasi akibat
kehilangan cairan. Hematokrit adalah volume sel darah merah dalam 100 ml darah yang
dihitung dalam presentase. Hematokrit rendah pada kondisi anemia dan leukemia dan tinggi
pada keadaan hemokonsentrasi akibat penurunan volume cairan dan peningkatan SDM.
Sementara leukosit berpengaruh pada proses imunitas dan trombosit pada pembekuan darah.
Didapatkan hasil pemeriksaan darah sebagai berikut :5

Tabel 1. Perbandingan hasil pemeriksaan laboratorium darah dengan nilai normal.


Jenis
Hemoglobin
Hematokrit

Hasil
16 g/dl
54 %

Nilai normal (untuk pria)


13-17 g/dl
40-48%

Leukosit
4 x 103/uL
4,5-11,0 x 103 /uL
Trombosit
100.000/uL
150-350 x 103 /uL
Dari hasil tersebut didapatkan bahwa kadar hemoglobin normal, kadar hematokrit meningkat
(penunjuk DBD), dan kadar leukosit dan trombosit sedikit dibawah normal.
2. Uji serologi6
Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum
penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita.

IgM merupakan antibody yang diproduksi dalam 48 sampai 72 jam setelah antigen
masuk kedalam tubuh dan banyak berperan atas imunitas primer. N= 4% ; 40-350

mg/dl
IgG merupakan antibody utama. Ig G terjadi akibat pajanan terhadap antigen asing
dan menimbulkan aktivitas antivirus dan antibacterial. Respon ini leboh kuat dan
lebih lama dari immuonoglobulin lainnya. N= 80% ; 900-2200 mg/dl.
Seseorang dapat didiagnosis menderita demam berdarah dengue dengan parameter

medis sebagai berikut :1

Leukosit

: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru

(LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua FDP

pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT : dapat meningkat
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse

darah atau komponen darah


Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3 , menghilang
setelah 60-90 hari
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG muali terdeteksi hari ke2

Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.


NS1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam pertama sampai hari ke delapan.
Sensitivitas NS1 berkisar 63-93,4% dengan spesifisitas gold standart kultur virus.

Differential Diagnosis
1. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau lebih

manifestasi klisis sebagai berikut: 1


Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artaglia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia. Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien

DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam tipoid
Demam tipoid ialah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Demam tipoid menyerang penduduk di semua Negara. Seperti
penyakit menular lainnya, tipoid banyak di temukan di Negara berkembang yang
sanitasi linkungannya kurang baik. Meskipun demam tipoid menyerang semua umur,
namun golongan terbesar tetap usia kurang dari 20 tahun. Penularan penyakit ini ialah
melalui air dan makanan. Kuman salmonela dapat bertahan lama dalam makanan.
Serangga sebagai vector juga berperan dalam penularan penyakit.7,8
Salmonella ialah bakteri gram negatife, tidak berkapsul, menpunyai flagella
dan tidak membentuk spora. Kuman ini mempunyai antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium yaitu antigen O, H, dan K. Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 57C selama beberapa menit. Masa inkubasinya adalah 10-20 hari. 8
Kuman Salmonela typhi masuk dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi. Sebagian kuman mati di lambung dan sebagian lagi bertahan dan
sampai diusus. Kuman kemudian masuk ke lamina propria dan difagositosis oleh
makrofag. Kuman berkembang biak didalam makrofag yang selanjutnya dibawa ke
plaque penyeri di ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterium
lalu melalui ductus torasikus masuk ke peredaran darah (bakterimia asimptomatik).
Kuman lalu masuk ke oragan retikuloendotelial sel, terutama hati dan limpa. Di organ
ini kuman keluar dari makrofag masuk ke sinusoidnya lalu masuk kembali ke dalam
darah ( bacteremia simptomatik). Dalam hati kuman masuk ke empedu dan masuk ke

usus, sebagian dikeluarkan dengen feses sebagian lagi melalui siklus dari awal lagi.
Makrofag yang memfagositosis kuman kemudian mengeluarkan mediator inflamasi
yang menyebabkan gejala.7
Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini
sifatnya ialah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari. Demam
ini bias diikuti oleh gejala khas lainnya yaitu diare, anoreksia, mual, muntah, batuk
dan epiktasis. Pada kondisi yang parah dapat terjadi gangguan kesadaran. Komplikasi
yang bias terjadi ialah perforasi usus, pendarahan usus dan koma. Diagnosis
ditegakkan bila ditemukan salmonella dalam dalam melalui kultur. Pemeriksaan
serologi widal untuk mendekteksi antigen O dan H. Titer lebih besar atau sama
dengan 1/40 maka dianggap positif demam tifoid.7,8
3. Chikungunya
Virus chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa dari
family togaviridae. Virus ini menyebabkan gejal penyakit mirip dengue. Virus
chikungunya ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan aedes africanus.
Chikungunya tersebar di derah tropis dan sub tropis yang berpenduduk padat seperti
afrika, india dan asia tenggara. Masa inkubasi chikunguya ialah 1-6 hari. Virus ini
masuk melalui gigitan nyamuk pada manusia lalu menimbulkan gejala awal berupa
demam mendadak, kemudian diikuti munculnya ruam kulit (kumpulan bintik-bintuk
kemerahan) dan limfadenopati, artalgia, myalgia atau artritis yang merupakan tanda
khas chikungunya. Penderita merasakan ngilu bila berjalan karena serangan pada
sendi-sendi. Pendarahan jarang terjadi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya
antibody Ig M dan Ig G dalam darah.8,9
4. Leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira. Ciri organisme ini ialah
berbelit tipis, fleksibel, dengan spiral yang halus dan terdapat gerakan rotasi aktif
walaupun tidak temuakn flagella. Leptospirosis merupakan zoonosis yang terpadat
diseluruh dunia dengan spketrum hewan yang luas sebagai hospes. Reservoir utama
adalah mamalia rodensa yang mengeluarkan leptospira sepanjang hidupnya. Bakteri
leptospira ditularkan secara tidak langsung melalui air, tanah yang tercemar urin yang
terinfeksi. Tikus, mencit, rodensa liar, anjing, babi dan ternak sapi merupakan sumber
utama infeksi pada manusia. Penyakit ini bersifat musiman yaitu pada musim panas
atau musim kemarau, karena temperatur berpengaruh pada kelangsungan hidup
leptospira. Sementara pada daerah tropis ditemukan pada musim hujan. 10,11
Leptosipira masuk kedalam darah melewati kulit atau selaput lendir, kemudian
dengan adanya respon imun leptospira masuk ke daerah yang terisolasi secara

immunologi yaitu salah satunya pada ginjal. Leptospira akan menetap pada tubulus
koligens dan kemudian dilepaskan bersama urin. Leptospira dalam perjalanannya
mengeluarkan toksin yang bertanggung jawab atas gangguan fungsi beberapa organ
seperti hati, otot dan pembuluh darah. Leptospira juga dapat masuk ke mata dan otak
serta dapat masuk ke cairan serebropsinal yang banyak menyebabkan komplikasi
berupa meningitis. 10
Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia,
influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis
hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis,
penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk riwayat resiko
tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama
di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan
lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis,
normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urine dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila organ
hati terlibat,bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum
dan kreatinin bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia
terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologi. 10
Working Diagnosis
Pada analisis deferential diagnosi didapatkan berbagai ciri-ciri klinik penyakit. Ciri-ciri
tersebut lalu dibandingkan satu sama lain dan kemudian dicocokan dengan kasus yang ada
pada skenario. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus dalam skenario ialah
demam berdarah dengue.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat

lain
Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali

hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama
adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus
dan lain-lain.1

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari
kelompok arbovirus B, arthropod-borne virus, atau virus yang disebarkan oleh artropoda.
Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.1,4
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat
reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encehphalitis, dan West Nile virus.1
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.1
Mekanisne penularan
Virus dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, jika
nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur
nayamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang
tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue akan memperbanyak
diri dalam tubuh manusia dan berada dalam daarah selama satu minggu. 4
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit
demam berdarah degue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya
atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa
virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai
wilayah yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur
hidupnya.4

Epidemiologi
Demam berdarah menjadi endemis di banyak negara tropis dan subtropis. Di asia
penyakit ini sering menyerang di cina selatan, Pakistan, india dan semua Negara di asia
tenggara. Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah mejadi KLB. Mortalitasnya
kemudian menurun mencapai 2 % pada tahun 1999. 1,4
Terdapat beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi biakan virus
dengue yaitu :
1. Lingkungan
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan virus dengue,
yaitu lingkungan fisik dan biologis. Lingkungan fisik contohnya seperti cuaca yang hujan
akan meningkatkan perkembangan penularan virus ini dengan terciptanya banyak
genangan-genangan air yang merupakan tempat nyamuk yang terinfeksi virus dapat
berkembang. Sementara lingkungan biologis lebih erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus dalam tubuh nyamuk. Penularan virus
dengue terjadi pada nyamuk A. aegypti betina yang betina yang suka hidup di air-air yang
jernih seperti bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya. Bila sanitasi
lingkungan tidak baik, banyak sampah-sampah kaleng berserakan saat musim hujan maka
genangan air tersebut dapat menjadi wadah yang baik untuk perkembangan nyamuk.1
2. Pejamu
Faktor ini berpengaruh pada penularan virus degue bila kondisi tubuh pejamu sedang
dalam keadaan yang tidak baik atau bila terdapat penderita DBD pada anggota keluarga
sehingga mempermudah penularan virus dengue, sebab setiap orang yang terinfeksi DBD
dengan atau tanpa gejala dapat menjadi pembawa penularan virus.1,4
3. Vektor
Vektor utama penyakit DBD ialah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
nyamuk Aedes albopictus (di derah pedesaan).4

Morfologi Daur Hidup


Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form)
yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur A. Aegypti mempunyai dinding yang
bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva A. Aegypti mempunyai pelana
yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.12
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata100 butir telur tiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. 12
Tempat perindukan utama A. Aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang
berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia; seperti
tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol,
drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yan berisi air hujan, juga
berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang),
tempurung kelapa, tongak bamboo, dan lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat
perindukan A.aegypti seringkali ditemukan larva A. Albopictus yang hidup bersama-sama.12
Perilaku Nyamuk Betina
Nyamuk betina menisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam
rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan
dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit(08:00-12:00) dan sebelum matahari
terbenam (15:00-17:00). Tempat istirahat Ae. Aegypti berupa semak-semak atau tanaman
rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman / kebun / pekarangan rumah. Juga
berupa benda-benda yan tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan
lain sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di
laboratorium mencapai 2 bulan. Ae.aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun
umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter. 12

Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection
yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe

yang

berbeda.

Re-infeksi

menyebabkan

reaksi

amnestik

antibodi

sehingga

mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. 1


Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok monoklonal reaktif yang
tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus dan atobodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Antibody yang
dibentuk pada infeksi primer akan meyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi
sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat
bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe berbeda cenderung menyebabkan
manifestasi yang berat. 4
Reaksi immunologi yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD ialah sebagai
berikut :
a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel kupffer merupakn
tempat terjadinya infeksi virus dengue primer. Sel ini berperan dalam fagositosis virus
dengan opsonisasi antibodi. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; 1,4
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma. 1
c. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis
ini disebut antibody dependent enchancement (ADE); 1

d. Virus ini kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah
terinfeksi. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks inmin akan menyebar
ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Parameter perbedaan terjadinya BD dengan
atau tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi. 1,4
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral
dan sistem komplemen. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya mediator (C3a dan C5a) yang akan memperngaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. 1,4
Permeabilitas kapiler yang meninggi mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi
sehingga aliran darah lambat.11 Kemudian terjadi hipoksia dan asidosis metabolik.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang
dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui peningkatan fragmen C3g. Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan
endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.1
Gejala klinis
Pada kasus DBD biasanya disertai dengan demam tinggi, pendarahan, hepatomegaly
dan gangguan sirkulasi. Trombositopenia yang disertai dengan hemokonsentrasi dapat
ditemukan dengan uji di laboratorium. Perubahan patofisologis yang utama yang
menbedakan demam berdarah dan deman berdarah dengue ialah hemostatis abnormal dan
kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.13
Demam berdarah dengue dimulai dengan peningkatan suhu secara tiba-tiba dan
disertai dengan kemerahan dan gejala lainya seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri
otaot dan sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok. Ketidaknyamanan di epigastrik
dan nyeri tekan pada tepi rusuk kanan dan nyeri perut. Demam tinggi pada dua sampai tujuh

hari kemudian baru turun menjadi normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh mencapai
40C dan dapat terjadi kejang demam. 13
Pendarahan paling umum yaitu hasil positif pada uji tounikuet positif. Ditemukan
petekie yang kecil dan menyebar pada anggota gerak, ketiak, wajah dan palatum lunak yang
tampak pada masa awal demam. Ruam makulopapular atau ruam seperti pada campak mucul
pada awal dan akhir perjalanan penyakit. Terkadang terjadi epiktasis dan gusi berdarah. Hati
umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. 13
Pada kasus ringan maupun sedang semua gejala biasanya mereda saat demam turun,
perdaan ini terjadi dengan adanya pengeluaran keringat, perubahan nadi dan tekanan darah
serta mendinginnya anggota gerak dan kongesti kulit. Perubahan ini menandakan adanya
gangguan ringan dan sementara pada system sirkulasi akibat kebocoran plasma. Pasien
biasanya akan pulih dengan sendirinya setelah diberikan terapi cairan dan elektrolit. 13
Pada kasus yang berat, kondisi pasien memburuk tiba-tiba setelah beberapa hari
demam. Gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer
yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan
tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara
hari ke-3 dan hari ke-7. Nyeri abdomen akut ialah keluhan yang biasa diutarakan pasien tepat
sebelum syok terjadi. Bila terjadi syok paisen dapat meninggal 12-24 jam kemudian atau
pulih dengan cepat bila diberikan terapi pergantian cairan yang tepat. Syok yang tidak
ditangani akan menciptakan situasi yang lebih rumit, terjadi asidosis metabolic, pendarahan
pada saluran gastrointestinal dan lainnya sehingga prognosis menjadi buruk. Sementara pada
pasien yang pulih dari syok akan pulih dengan cepat tanpa meninggalkan gejala, peningkatan
nafsu makan ialah tanda prognosis membaik. 13
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:1
1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket yang positif
atau mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan kulit
dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa
terjadi di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa, hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase
kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita

berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah
dan denyut nadi.
Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi berantai
polymerase tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah jika terindikasi secara
klinis.1
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria : 1

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


1

Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama


pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. 1
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila : 1

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000 pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini : 1
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%


Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun,
frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap
membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian. 1
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap
tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah
menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus

menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan
tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
terapi pemberian cairan awal. 1
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran
kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah,
nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,
dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit
sebaiknya diulangi setiap 4 6 jam.
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tandatanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT
yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit
hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID. 1
Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok
dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan
dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan,
penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda
renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaanpemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. 1
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100
mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit
dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120
menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60
120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24
- 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis
cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma
yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus
terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjdi.) 1
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit
masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah
renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan
daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. 1
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan kemudian
dievaluasi setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung
maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati
terjadi perdarah (internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10
ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 1
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka

untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan
pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum
teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah
sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /
vasopresor. 1

Komplikasi
1

Sindrom Syok Dengue


Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok
tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini
terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh
sakit. Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti :11
Kulit menjadi dingin
Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin
cepat)
Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan
dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok. 1
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan
darah turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin
dan lembab serta gelisah.. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan
dapat berakibat pada kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan
menimbulkan kematian. 1

Edema Paru14
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi
cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan

aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.


3 Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi

syok yang

berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain tidak atau jarang menyertai
DBD. Tingginya presentasi enselopati dengue pada golongan umur 1-4 tahun
memerlukan peningkatan kewaspadaan. Pada ensefalopati cenderung terjadi edema
otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang
tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat
ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3.
Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam,
tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3
hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi
darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai
pendek.4
Prognosis
Bila penanganan demam berdarah dengue dilakukan dengan manajemen medis yang
baik yaitu pemantau kadar trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan
dan prognosisnya baik. Namun keadaan bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dahulu
dan tidak dilakukan penanganan yang tepat sehingga jumlah trombosit <100.000/ul dan
hematokrit meningkat maka harus mewaspadai terjadinya syok yang dapat berakhir dengan
prognosis yang buruk.

Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk
dewasa dan pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk.
Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau
membunuhan nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida ( malation, losban). 12
Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang
tepat baik secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu: 12
1. Fisik
Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur
untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan
cara:
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan
lain-lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentikjentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy)
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Pencegahan gigitan nyamuk dengan cara: 8,12
1. Melakukan tidakan 3M yaitu meguras, menutup dan mengubur.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk oles.

4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi


5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan klambu waktu tidur.
Kesimpulan
Hipotesis diterima, laki-laki berusia 18 tahun menderita demam berdarah dengue
derajat 2.

Daftar pustaka
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 9.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.
4. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Ed ke 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002.h.155-75.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H. Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik.
Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007.h.42,59-61.
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan dignostik. Ed ke-6. Jakarta : EGC;
2007.h.279-80.
7. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing;
2009. h. 2797-9.
8. Widoyo. Penyakit

tropis

epidemiologi,

penularan,

pencegahan,

dan

pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.h. 34-70.


9. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jakarta :
Karisma Publishing Group; 2008.h.408-9.
10. Zein U. Leptospirosis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing;
2009. h.2807-10.
11. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobilogi medis dan infeksi. Ed ke-3.
Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009;h.60-1.
12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.265-7.
13. WHO. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: panduan
lengkap. Jakarta: EGC; 2004.h. 16-8.
14. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2002. h.207.

Anda mungkin juga menyukai