Anda di halaman 1dari 24

22

DAS DAERAH BEKASI


A. PENDAHULUAN
DAS Kali Bekasi memiliki 5 Sub DAS besar, yaitu Kali Bekasi, Cikeas,
Cileungsi, Citeurep dan Cijanggel. Bagian hilir DAS ini bermuara di CBL (Cakung
Bekasi Laut) Kab. Bekasi bagian Utara. Bagian Hulu berada di Kab. Bogor. Luas
DAS ini 51.785 Ha. Daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian
tengah sampai hilir. Kurang kebih 31,20% dari total luas DAS ini adalah lahan
terbangun. Daerah yang termasuk pemukiman 27,5%. Daerah pemukiman yang
paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS. Kawasan hijau lebih banyak
tersebar di bagian hulu karena merupakan dalam kawasan hutan. Proporsi luasan tipe
penutupan lahan yang lainnya di tunjukan oleh Gambar 3.19 di bawah ini. Di bagian
hulu Kali bekasi terdapat pemukiman Bukit sentul, serta lahan bermasalah di
sekitar Babakan Madang dan Cileungsi, sehingga berkurangnya atau hilangnya
perkebunan karet di bagian hulu yang berubah menjadi daerah pemukiman
menyebabkan berubahnya aliran S. Cikeas dan Cilengsi.
Di bagian selatan terdapat perumahan Sentul, Lapang Golf Sentul dan Gunung
Geulis yang merupakan hulu dari S. Cikeas, demikian juga perumahan dan lapang
Golf di kanan kiri Jl Tol Jagorawi, di sekitar Cibinong, Cileungsi dan Cimanggis
memberikan konstribusi positif terhadap naiknya debit S. Cikeas di sekiar perumahan
Villa Indah Bekasi. Di bagian Sub DAS Cileungsi terdapat kawasan industri yang
padat di sekitar Pabrik semen Cibinong, Pabrik semen Holcim dan kawasan industri
Branta-Mulia. Selain itu, di daerah ini juga terdapat perumahan-perumahan seperti
Kota Legenda, Kota Wisata di Cibubur sehingga Sub DAS Cileungsi merupakan
daerah yang menyebabkan naiknya debit di DAS Kali Bekasi.

[Type here]

22

B. DATA MENGENAI KABUPATEN BEKASI


PETA GEOLOGI KABUPATEN BEKASI

[Type here]

22

DATA CURAH HUJAN KABUPATEN BEKASI


Jumlah debit curah hujan wilayah harian pada setiap DAS Jabodetabek
pada 2013

Jumlah debit curah hujan wilayah harian pada setiap DAS Jabodetabek
pada 2014

Jumlah debit curah hujan wilayah harian pada setiap DAS Jabodetabek
pada 2015
[Type here]

22

IKLIM DAERAH KABUPATEN BEKASI

Berdasarkan pengamatan BMKG Halim Perdana Kusuma Tahun 2010


keadaan iklim di Kota Bekasi cenderung panas dengan curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan September dan Oktober, yaitu masing-masing tercatat 346,8 mm dan
519,1 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 11 dan 13 hari. Sedangkan
jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 83,6 mm dengan jumlah
hari hujan sebanyak 2. Temperatur harian diperkirakan berkisar antara 23,6 34,2oC.

[Type here]

22

Kondisi temperatur yang tinggi tersebut mengakibatkan kondisi lingkungan dan


ruangan sangat panas. Total curah hujan bulanan tahun 2010 rata-rata mencapai
sekitar 2.438 mm rerata kecepatan angin 8,37 km/jam (min 5,4 km/jam dan maks
13,7 km/jam), rerata kelembaban udara sekitar 82 % (min 68,9% dan maks 91,2%).

SUHU DAERAH KABUPATEN BEKASI

Suhu adalah tertinggi rata-rata pada Oktober, di sekitar 27.8 C. Januari adalah bulan
terdingin, dengan suhu rata-rata 26.2 C.

[Type here]

TABEL IKLIM DAERAH KABUPATEN BEKASI

22

Variasi dalam presipitasi antara bulan terkering dan bulan terbasah adalah
319 mm. Sepanjang tahun, suhu bervariasi menurut 1.6 C.

C. DAERAH ALIRAN SUNGAI BEKASI

[Type here]

22

Nama
Luas Daerah Aliran
Hulu
Hilir

: Kali Bekasi
: 51,785 Ha
: Bukit Sentul
;: Laut Jawa

SubDAS

: Kali Bekasi, Kali Cikeas, Kali Cileungsi, Kali


Citeurep dan Kali Cijanggel

Curah Hujan

: 2300 mm/tahun

DAS Kali Bekasi memiliki 5 Sub DAS besar, yaitu Kali Bekasi, Cikeas,
Cileungsi, Citeurep dan Cijanggel. Bagian hilir DAS ini bermuara di CBL (Cakung
Bekasi Laut) Kab. Bekasi bagian Utara. Bagian Hulu berada di Kab. Bogor. Luas
DAS ini 51.785 Ha. Daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian
tengah sampai hilir. Kurang kebih 31,20% dari total luas DAS ini adalah lahan
terbangun. Daerah yang termasuk pemukiman 27,5%. Daerah pemukiman yang
paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS. Kawasan hijau lebih banyak
tersebar di bagian hulu karena merupakan dalam kawasan hutan. Proporsi luasan tipe
penutupan lahan yang lainnya di tunjukan oleh Gambar 3.19 di bawah ini.

[Type here]

22

Di bagian hulu Kali bekasi terdapat pemukiman Bukit sentul, serta lahan
bermasalah di sekitar Babakan Madang dan Cileungsi, sehingga berkurangnya atau
hilangnya perkebunan karet di bagian hulu yang berubah menjadi daerah pemukiman
menyebabkan berubahnya aliran S. Cikeas dan Cilengsi. Di bagian selatan terdapat
perumahan Sentul, Lapang Golf Sentul dan Gunung Geulis yang merupakan hulu dari
S. Cikeas, demikian juga perumahan dan lapang Golf di kanan kiri Jl Tol Jagorawi, di
sekitar Cibinong, Cileungsi dan Cimanggis memberikan konstribusi positif terhadap
naiknya debit S. Cikeas di sekiar perumahan Villa Indah Bekasi. Di bagian Sub DAS
Cileungsi terdapat kawasan industri yang padat di sekitar Pabrik semen Cibinong,
Pabrik semen Holcim dan kawasan industri Branta-Mulia. Selain itu, di daerah ini
juga terdapat perumahan-perumahan seperti Kota Legenda, Kota Wisata di Cibubur
sehingga Sub DAS Cileungsi merupakan daerah yang menyebabkan naiknya debit di
DAS Kali Bekasi.

Status Kawasan Hutan


Berdasarkan status kawasan hutan, luas total wilayah DAS di Jabodetabek
yang merupakan kawasan hutan seluas 11,7 %, sedangkan sisanya di luar kawasan
hutan. Pembagian batas DAS berdasarkan status kawasan disajikan pada Tabel 3.1
dan Gambar 3.2 di bawah ini.

[Type here]

22

Berdasarkan status kawasan wilayah Jabodetabek, yang merupakan area


dalam kawasan hutan terdiri dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan
Taman Nasinal Halimun Salak di bagian selatan. Keberadaan taman nasional ini
merupakan daerah resapan air dan penyangga untuk DAS Ciliwung, Cisadane dan
Kali bekasi di bagian hulu. Sedangkan hulu Sungai Angke dan Pesanggahan berada di
luar kawasan, tetapi di bagian muara terdapat Cagar Alam Muara Angke. Pada hulu
DAS Ciliwung terdapat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna.
Sedangkan di bagian hulu DAS Cisadane terdapat Taman Nasional Gunung Halimun.
Diantara hulu Ciliwung dan Cisadane terdapat Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Di DAS Kali Bekasi terdapat Taman Wisata Alam/Hutan wisata Gunung
Pancar. Di DAS Krukut dan Grogol terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke. Dari
Tabel 3.1 terlihat bahwa luas total kawasan hutan 7 DAS tersebut hanya 11,7 % dari
total areal.

[Type here]

22

Gambar 3.2. Wilayah DAS Jabodetabek Menurut Status Kawasan (Baplan, Kepmen
No.SK.195/Kpts-II/2003 tgl 4 Juli 2003 dan Kepmen No.SK.220/Kpts-II/2000 tgl 2
Agustus 2000).

3.3. Geologi dan hidrogeologi


3.3.1. Geologi
Berdasarkan tatanan geologi daerah Jabodetabek termasuk ke dalam 2 zona fisiografi,
yakni zona Bogor, menempati wilayah Bogor yang dicirikan oleh adanya
antiklinorium dengan arah barat-timur dan wilayah Sukabumi merupakan kelanjutan
dari zona Bandung yang dicirikan oleh adanya tinggian yang terdiri dari sedimen tua
menyembul di antara endapan vulkanik. Batas kedua zona tesebut di lapangan tidak
terlalu jelas karena tertutup oleh endapan gunung api Kuarter.
[Type here]

22

Batuan tertua menempati initi antiklin yang secara berurutan ditutupi oleh batuan
yang lebih muda yang tersingkap pada bagian sayap antiklin di bagian utara dan
selatan. Berdasarkan peta geologi lembar Bogor oleh A.C. Effendi, (1986) yang
dikorelasikan dengan peta geologi lembar Jakarta oleh T. Turkandi, (1992) dapat
dikelompokan

secara

sederhana

menjadi

satuan

batuan,

yaitu

a) Batuan sedimen tersier


b) Batuan vulkanik dan terobosan
c) Batuan endapan permukaan
Geologi daerah Bekasi seluruhnya terbentuk oleh batuan sedimen yang
berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang
berumur sekarang. Secara singkat, litostratigrafi daerah penyelidikan dari yang
berumur tua hingga muda dapat dikemukakan sebagai berikut di bawah ini.
Endapan Permukaan
a. Satuan Batu Pasir Tufan dan Konglomerat/Kipas Aluvium (Qav)
Tuf halus berlapis, tuf konglomerat berselang-seling dengan tuf pasiran dan
batu apung. Tuf halus, kelabu muda, berlapis tipis, pejal, merupakan bagian bawah
dari satuan ini. Tebal yang tersingkap sekitar 2 m. Sebagian lapisannya
memperlihatkan perairan sejajar.
Tuf Konglomeratan, putih kekuningan, kemas terbuka, pemilihan buruk,
membundar tanggung-membundar sempurna, berbutir 1-3 cm, tersusun oleh andesit
dan

kuarsa,

matrik

tuf

halus,

tebal

kira-kira

1,5

m.

Tuf pasiran, kelabu muda, pemilihan buruk, berbutir halus-kasar, membundar


tanggung-membundar, bersusunan andesitan, bersisipan selang-seling dengan tuf
konglomeratan.
Tuf batu apung, kuning kecoklatan, kemerahan, mengandung konkresi besi (23 cm) dan fragmen batu apung, membundar tanggung sampai membundar, garis
tengah 3-5 cm dan kerikil kuarsa yang bundar, menindih langsung tuf konglomeratan.
Tebal sekitar 3 m.

[Type here]

22

Satuan ini membentuk morfologi kipas dengan pola aliran dischotomic.


Pengendapanya diduga pada lingkungan darat, bahan pembentuknya berasal dari
batuan gunung api muda di Dataran Tinggi Bogor. Umur satuan ini diduga Pleistosen
Akhir atau lebih muda. Tebal satuan ini diduga sekitar 300 m. Satuan ini terlempar
sangat luas, dari selatan ke utara. Di selatan pada lembar Bogor membentuk kipas
aluvium (Qa), sedangkan pada lembar Karawang merupakan satuan Konglomerat dan
Batu Pasir Tufan (Qav).
b. Endapan Pematang Pantai (Qbr)
Terdiri dari pasir halus-kasar, warna kelabu tua dan terpilah bagus.
Sebarannya berarah timur-barat searah dengan bentuk pasir sekarang. Kenampakan di
lapangan sangat sulit dikenal karena sudah tertutup oleh pemukiman. Namun masih
tampak pada foto udara, yaitu berupa tanggul dengan morfologi menggelombang.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan batuan penyusunnya, diduga satuan ini
terbentuk karena endapan angin yang membentuk onggokan pasir (sand dune).
c. Aluvium (Qa)
Terdiri dari lempung pasir, kerikil , kerakal dan bongkahan. Endapan ini
meliputi endapan pantai sekarang, endapan sungai dan rawa. Sebaran satuan ini
terlampar di sepanjang pantai utara dan di sepanjang lembah sungai besar. Endapan
ini menyebar luas ke arah timur pada lembar Karawang yang terdiri dari endapan
sungai muda (Qa), endapan dataran banjir (Qaf) dan endapan batu dangkal (Qac).
Batuan Sedimen
a. Formasi Klapanunggal
Terdiri dari batu gamping koral dengan sisipan batu gamping pasiran, napal,
batu pasir kuarsa glokonitan dan batu pasir hijau.
Batu gamping koral, tersusun dari cangkang moluska dan koral, makin ke atas
berubah menjadi batu gamping pasiran, pejal, berlapis, kelabu muda, tebal 20-50 cm,

[Type here]

22

kemiringan 200 dengan arah jurus timur laut-barat daya. Setempat mempunyai
retakan dengan kemiringan 50-600 ke arah timur laut.
Batu gamping pasiran, kelabu kekuningan, glokonitan, mengandung moluska,
foraminifora dan koral, berlapis baik dengan tebal 5-20 cm, kemiringan 20-500,
setempat sampai 700 dengan arah jurus timur laut-barat daya. Batu gamping ini
berselingan dengan napal dan batu pasir hijau. Beberapa sayatan sisipnya
menunjukkan bahwa batu ini mengandung glokonit, moluska, foraminifera,
echinodermata dan bahan rombakan berupa kuarsa berhablur tunggal atau banyak,
felspar, fragmen batuan andesitan dan granitan, hornblenda, biotit, piroksen, epidot,
turnalin dan magnetit yang tersemen oleh sparit dan matrik mikrit.
Napal, kelabu, tidak berlapis dan lunak mengandung foraminifera, moluska,
berhablur priti, berselingan dengan batu gamping pasiran, tebal 40-200 m. Batu pasir
kuarsa glakoinitan, kelabu kehijauan, banyak mengandung kuarsa, berbutir halus
hingga sedang, membundar tanggung-bundar, terpilih baik, tebal 40-80 cm, menyisip
dengan batu lempung.
Batu pasir, kehijauan, lunak, sebagian mengandung 80% glokonit, berbutir
halus-sedang, kandungan moluska, foraminifera, koral melimpah, juga terdapat bekas
galian binatang (burrow). Hasil analsis palaentologi menunjukkan bahwa batu
pasirnya mengandung fosil foraminifera kecil, plankton dan bentos, di antanya
Globigerina venezuelana HERDBERG, kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur
Miosen Tengah atau zona N9-N12 (Purnamaningsih, 1986, hubungan tertulis).
Pada batuan yang sama dijumpai fosil bentos, antara lain Uvigerina sp.,
brazilina sp., planulina sp, dan gyoridina sp. Fosil tersebut menunjukkan bahwa
formasi ini berlingkungan pengendapan sublitoral luar-batial. Formasi ini tebalnya
ratusan meter dan menyebar di bagian tenggara lembar, meliputi daerah Rawaragos,
Sungai Cibeber, yang membentuk morfologi hogbag. Berdasarkan bentuk sebaran
dan umurnya, formasi ini menjemari dengan kelapanunggal.
Nama Formasi Jatiluhur pertamakali diusulkan oleh Effendi (1974) dan menerus ke
lembar Karawang dan lembar Bogor.

[Type here]

22

b. Formasi Bojongmanik (Tmb)


Terdiri dari perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu
gamping.Batu pasir, kelabu kehijauan, berbutir halus-sedang, membundar tanggungmembundar, terpilih baik, tersusun oleh kuarsa dan banyak glokonit tebal 40-80 cm.
Batu lempung, kelabu kebiruan, berlapis baik, berstruktur perairan, agak padat, tebal
berkisar antara 10-30 cm.
Batu gamping, kelabu kekuningan, padat berlapis dengan tebal 50-100 cm,
mengandung fosil moluska dan koral. Pada beberapa tempat terdapat sisipan tipis tuf
batu apung, breksi tufan, batu pasir tufan dan sedikit sisa tumbuhan, berstruktur
simpang siur. Di beberapa tempat dijumpai sisipan batubara muda dan kuning
kecoklatan bila sudah lapuk.
Analisis Palaentologi pada batu lempung dijumpai jejak fosil dan foraminifera
plankton, diantaranya Globigerinoides trilobus REUSS. Kumpulan fosil-fosil tersebut
di atas menunjukkan umur Miosen Tengah (N9-N13, Purnamaningsih, 1986,
hubungan tertulis). Dengan dijumpainya fosil bentos antara lain Robulus sp., maka
formasi Bojongmanik diperkirakan diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
terbuka, sublitoral dalam. Secara umum formasi ini menunjukkan perlapisan bagus
dengan struktur sedimen lapis bersusun, simpang siur dan struktur perairan, yang
menunjukkan sedimen ini diendapkan dalam lingkungan air yang berarus.
Tebal formasi ini diperkirakan mencapai 1.000 m. Berdasarkan kesamaan
batuan dan umur nisbinya, formasi ini dapat dikorelasikan dengan formasi
Bojongmanik bagian bawah (Sudjatmiko, dkk. 1989). Sebarannya meliputi daerah Pr.
Rahang,

Bojongsengket,

Cikaau,

Banakan

dan

lain-lainnya.

Pada lembar Bogor, Formasi Bojongmanik (Tmb) ini tertindih oleh tuf dan breksi
(Tmtb), sedangkan pada lembar Jakarta tuf dan Breksi merupakan bagian dari
Formasi Bojongmanik (Tmb).

[Type here]

22

c. Formasi Genteng (Tpg)


Terdiri dari tuf batu apung, batu pasir tufan, breksi, andesit, konglomerat dan
sisipan lempung tufan. Tuf batu apung warna putih sampai kelabu, berbutir halus
hingga kasar, bersifat asam hingga menengah, berlapis baik, mengandung batu apung,
kaca gunung api, kuarsa, mika, hornblenda, dan pecahan batuan, tebal batuan sekitar
90 cm, setempat bersisipan tipis tuf debu dan kayu terkesikkan.
Batu pasir tufan, kelabu hingga kebiruan, berbutir sedang hingga kasar,
mengandung glokonit, kuarsa dan kayu terkesikkan yang melimpah, berstruktur
silang

siur,

tebal

lapisan

sampai

puluhan

meter.

Breksi andesit, berstruktur perlapisan bersusun, berbutir pasir kasar hingga kerakal,
menyudut tanggung hingga membundar tanggung, berkomponen andesit basal, batu
apung, kuarsa dan gunung api, tebal lapisan dari beberapa sentimeter hingga puluhan
meter. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa tuf dan batu pasir terutama di bagian
alasnya. Konglomerat, kelabu tua, agak mampat, berbutir pasir kasar hingga kerakal,
membundar hingga membundar tanggung, berlapis baik, berkomponen andesit,
kuarsa, batu apung, felspar, batu pasir dengan masa dasar tuf pasiran, berstruktur lapis
bersusun, tebal lapisan antara 15-60 cm, terutama pada bagian bawah formasi.
Lempung tufan, berwarna kelabu kehijauan, lunak, tebal sekitar 5-10 cm,
sebagai sisipan dalam batu pasir. Di dalam formasi ini tidak ditemukan adanya fosil.
Berdasarkan stratigrafinya yang menindih tak selaras Formasi Bojongmanik dan
ditindih secara selaras Formasi Serpong, maka formasi ini diduga berumur Pliosen
awal-pliosen tengah. Marks (1956) menyatakan Pliosen awal berumur pliosen awalpliosen tengah, sedangkan Van Bammelen (1949) menyatakan berumur MiosenPliosen Awal. Berdasarkan struktur sedimen dan batuan penyusunnya, diduga formasi
ini diendapkan dalam lingkungan litoral hingga darat. Tebal lapisan ini diperkirakan
puluhan hingga ratusan meter, sebarannya meliputi daerah-daerah Dago hilir,
Pasirawi, Celong, Pagedangan dan Curugwetan.
Nama satuan ini didasarkan persamaan litologi dan penyebarannya di lembar Serang,
dengan lokasi tipe di Desa Genteng, sebelah selatan Rangkasbitung, Banten.

[Type here]

22

Nama lain adalah Genteng Lagen (Anonimous, 1938) atau Genteng Bed (Van
Bemmelen, 1949).
d. Formasi Serpong (Tpss)
Tersusun oleh perselingan konglomerat, batu pasir,batu lanau, batu lempung
dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung dan tuf batu apung.
Konglomerat, hitam kebiruan, terdiri dari beraneka ragam komponen, yaitu andesit,
basal, batu gamping dan rijang, setempat terdapat fosil kayu, matriks pasir hitam,
kemas terbuka, pemilahan sedang, komponen berumur 7-12 cm, setempat sampai 30
cm, membundar-tanggung membundar, berstruktur imbrikasi (imbrication). Pada
umumnya mengisi bagian yang tererosi pada batuan yang lebih tua (Formasi
Bojongmanik). Di bagian atas, konglomerat ini mengandung batu apung yang
berukuran lebih kecil dari (3-5 cm) dengan matrik pasir tufan.
Batu pasir, kelabu kehijauan, halus-sedang, membundar tanggung-membundar baik,
pemilihan sedang, sebagian berstruktur silang siur, tebal lapisan 60-200 cm, berselang
seling dengan konglomerat. Batu lanau, kelabu kehitaman, berstruktur perairan,
mengandung banyak sisa tanaman seperti daun, batang dan tunggul pohon, berselang
seling dengan konglomerat, tebal lapisan 50-300 cm.
Batu lempung, kelabu kehitaman, pejal dan berstruktur perairan, mengandung sisa
tanaman dan bekas galian binatang, berselang seling dengan konglomerat, tebal
lapisan 30-100 cm.
Konglomerat batu apung, putih kekuningan, komponen terdiri dari batu apung
andesitan, pemilihan baik, berukuran 3-5 cm, matrik tufan kelabu cerah, berselang
seling dengan tuf batu apung.
Tuf batu apung, putih, berbutir kasar, pemilihan jelek, membundar tanggung hingga
membundar, tersusun dari pasir kasar (lapili) bersusunan andesitan, berstruktur silang
siur, semakin ke atas semakin halus dan menjadi tuf halus yang berstruktur perairan,
setempat bersisipan pasir hitam. Kemiringan batuan 5-100 dengan arah jurus timur
laut-barat daya.

[Type here]

22

Dalam formasi ini tidak ditemukan adanya fosil. Berdasarkan kedudukan


stratigrafinya yang menindih secara tidak selaras Formasi Bojongmanik dan Formasi
Genteng, dan ditindih secara selaras oleh batuan vulkanik muda. Diduga Formasi
Serpong berumur Pliosen Akhir.
Berdasarkan kenampakan batuan, struktur sedimen dan bentuk sebarannya yang di
sepanjang sungai, maka formasi ini diduga diendapkan pada sungai tua yang berpola
menganyam dan bertanggul (levee), dan sebagian di endapkan pada lingkungan rawa.
Tebal lapisan ini sekitar 100 m, sebaran Formasi ini di sepanjang Sungai Cisadane,
Sungai Cikeas, Sungai Cileungsi, di Kampung Bodonglio dan Depok.
Hidrogeologi
Berdasarkan kesebandingan lempung laut dari berbagai sumur bor endapan
kuarter di cekungan air tanah Jakarta, Soekardi (1992) menyusun penampang
hidrogeologi utara selatan dengan hasil sebagai berikut :
1. Kelompok Akuifer I, merupakan akuifer tak tertekan berkedalaman kurang daru 40
meter bmt.
2. Kelompok Akuifer II, merupakan akuifer tertekan atas dengan kedalaman 40-140
meter bmt.
3. Kelompok Akuifer III, merupakan akuifer tertekan tengah dengan kedalaman 140250 m bmt.
4. Kelompok Akuifer IV, merupakan akuifer tertekakn bawah dengan kedalaman >
250 meter bmt.
Selanjutnya , menyusun diagram pagar di wilayah Jabotabek berdasarkan data
sumur bor. Tataan akuifer di wilayah Jabotabek terutama dijumpai pada akuifer
endapan kuarter dan terbagi ke dalam 3 zona akuifer, yaitu zona akuifer tak tertekan,
zona akuifer tertekan tengah dan zona akuifer tertekan bawah yang masing-masing
zona ini dipisahkan oleh lapisan akuitar. Masing-masing zona akuifer tersebut
bervariasi dari kedalaman sekitar 20-60 m, 60-150 m, dan 150-250 m bmt. Pada
kedalaman yang lebih lanjut dijumpai batuan sedimen Polisen dan Miosen yang
umumnya berfungsi sebagai nir akuifer terutama pada endapan Plisen.

[Type here]

22

Keterdapatan air tanah di suatu daerah dipengaruhi oleh keterkaitan dari


berbgai faktor pendukung, seperti keadaan iklim, curah hujan, jenis litologi, struktur
geologi, morfologi dan tata guna lahan.
Mandala Air Tanah
Terutama didasarkan pada ciri morfologi, di Bekasi dapat dibagi menjadi 3 mandala
air tanah, yaitu mandala air tanah dataran, mandala air tanah perbukitan, dan mandala
air tanah karst.

Mandala air tanah dataran; menempati dataran aluvium pantai dan dataran
aluvium sungai. Dataran patai berarah barat-timur meliputi utara Tangerang
Jakarta dan Bekasi dengan lebar antara 6-16 km, selebihnya sebagian besar
mandala air tanah dataran terletak di bagian selatan hingga sampai di sekitar
daerah Serpong dan Depok. Umumnya mandala ini mempunyai sudut
kelerengan antara 0-1,5%, ketinggian antara 0-100 m dpl. Luas mandala ini
sekitar 75% dari daerah penyelidikan. Litologi penyusun dari mandala ini
terutama terdiri dari endapan bersifat lepas dari endapan kuarter berupa
kerakal, kerikil, pasir, lempung dan terdiri dari endapan batuan padu tersier
berupa batu pasir, breksi, tufa, konglomereat dan batu lempung. Batu-batu
lepas terutama diendapkan oleh sungai Cisadane, Ciliwung dan Bekasi serta
cabang-cabangnya berupa endapan aluvium pantai, pematang pantai dan
sungai purba di bagian utara meliputi utara Tangerang-Jakarta-Bekasi. Ke arah
lebih selatan dari daerah ini litologi penyusunnya berupa endapan kipas
aluvium berupa pasir, lempung dan kerikil yang semuanya bersifat tufaan.
Tata guna lahan di daerah ini berupa pemukiman, ladang, kebun buah-buahan,
sawah dan industri.

Mandala air tanah perbukitan; menempati sekitar 20% dari daerah


penyelidikan, menempati bagian selatan dengan ketinggian sekitar 60-512 m
dpl, umumnya bersudut lereng 3-10% (kemiringan sedang) dan sebagaian di
barat daya bersudut lereng 10-30% (kemiringan curam). Litologi penyusun
dari mandala air tanah perbukitan terdiri dari endapan tersier dan kuarter.
Endapan tersier berupa batu lempung, batu pasir, konglomerat, tufa dan
sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan vulkanik muda dan
kipas aluvium. Batuan vulkanik muda terdiri dari breksi, lahar, tufa batu
apung di daerah lereng curam. Endapan kipas aluvium umumnya bersifart
tufaan terdiri dari pasir dan lempung. Penyebaran mata air mandala ini sedikit
dijumpai, diantaranya adalah mata air gabageang di daerah lereng utara
Gunung Sudamanik bagian barat daya daerah penyelidikan mempunyai debit
0,4 l/dtk. Tata guna lahan mandala ini berupa ladang, belukar, sawah,
pemukiman, kebun karet, kebun teh dan hutan.

[Type here]

22

Mandala air tanah karst; dicirikan oleh daerah batu gamping dengan gejala
pelarutannya oleh air. Proses pelarutan ini ditunjukkan oleh rongga-rongga
dan permukaan-permukaan runcing pada batu gamping tersebut. Luas
mandala ini sekitar 5% dari daerah penyelidikan, menempati bagian tenggara
daerah penyelidikan. Litologi penyusun mandala ini terdiri daribatu gamping
koral dan bati gamping berlapis. Pemunculan mata air di mandala ini
mempunyai debit cukup besar dengan kiksaran 100-500 l/dtk (M.A. Cilalai).
Tata guna lahan di mandala ini berupa ladang dan belukar.Daerah resapan air
tanah utama di Jabodetabek antara lain daerah Parung, Sawangan, Cileungsi,
Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Pancoran Mas, Cisarua. Tingkat
kelulusan batuan sangat tinggi, yaitu diatas 10 m/hari dengan jenis batuan
endapan kipas aluvium, aluvium sungai dan endapan gunung api muda.
Dibagian selatan tingkat kelulusan relatif rendah yaitu sebesar 10-1 sampai
10-2 m/hari. Daerah ini jenis tanahnya regosol, latosol dengan curah hujan
2.500-5.000 mm ke arah selatan.

Daerah resapan sedang terdapat di daerah Megamendung dengan luasan relatif


kecil dibanding lainnya. Daerah resapan kecil tersebar di wilayah Parungpanjang,
Cigudeg, G. Awi Bengkok, G. Salak, G. Mandalawangi di selatan, G. Megamendung,
G. Telaga, tersusun atas material gunung api muda, endapan gunung api tak
teruraikan, endapan gunung api tua, lava Formasi Cantayan dan kompleks sedimen
berselang seling dengan kelulusan air antara 10-1 sampai 10-2 m/hari. Curah hujan
antara 3.500-5.000 mm ke arah tenggara dengan jenis tanah grumusol dan andosol.
Menurut perhitungan imbangan air berdasar penggunaan lahan dan hujan th 1998
maka di Kabupaten Dati II Bogor masih mampu meresapkan air sebanyak 7.837,09 x
106 m/th. Nilai ini sudah terjadi penurunan dibanding data th 1996 dengan resapan
sebesar 7.980 x 106 m/th.
3.4 Topografi, Kelerengan dan Kecepatan Aliran
Rata-rata bentuk DAS yang mengalir ke Jakarta adalah memanjang dari hulu
ke hilir. Hanya DAS-DAS besar seperti Cisadane, Ciliwung dan Bekasi yang
mempunyai bentuk DAS membesar di bagian hulu. Terkait dengan kondisi topografi
dan kelerengannya, maka variasi lereng yang curam terdapat di tiga DAS tersebut
terutama di daerah hulu. Sedangkan bagian tengah dari DAS tersebut berbatasan
dengan bagian hulu dari DAS lain seperti Angke, Pasanggrahan, Grogol-Krukut,
Sunter dan Cakung yang mempunyai kelerengan relatif landai dari 0-15%. Dengan
melihat kondisi ini, maka pada saat aliran air permukaan di tiap DAS tersebut masuk
ke dalam wilayah Jakarta akan mengalami kecenderungan waktu konsentrasi yang
lebih lama atau dengan kata lain mempunyai potensi genangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan pembagian kelas lereng di wilayah DAS di Jabodetabek disajikan pada
Tabel 3.3 dan Gambar 3.4 di bawah ini.

[Type here]

22

Keterangan: 1.Cisadane, 2.Angke, 3.Pesanggrahan, 4.Krukut & Grogol, 5.Ciliwung,


6.Sunter, 7.Cakung, 8.Kali Bekasi
Dengan menggunakan batasan kelerengan dan metode perhitungan kecepatan aliran
seperti yang dijelaskan pada Bab II, maka untuk setiap DAS di dapatkan waktu
konsentrasi mulai dari bagian paling hulu sampai dengan hilir seperti yang disajikan
pada Tabel 3.4.

Dengan melihat waktu konsentrasi aliran terlihat bahwa DAS Cisadane mempunyai
waktu yang lama (18 jam) sehingga dari segi bahaya banjir lebih rendah bila

[Type here]

22

dibandingkan dengan DAS lainnya. DAS Angke, Pesangrahan, Krukut-Grogol dan


Sunter mempunyai waktu pemusatan aliran berkisar antara 4-7 jam sehingga perlu
diwaspadai, sementara DAS Ciliwung memerlukan waktu 10,4 jam untuk
berkumpulnya seluruh aliran apabila di wilayah Jabodetabek ada hujan yang seragam
dari hulu sampai hilir, sehingga masih ada waktu yang cukup untuk melakukan
antisipasi terhadap banjir yang mungkin terjadi di Jabodetabek.
Jenis Tanah dan Potensi Infiltrasi
Berdasarkan peta tanah klasifikasi USDA skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian
Tanah, daerah kajian meliputi 8 tipe jenis tanah. Jenis tanah yang ada meliputi
distrandept, distropept, eutropept, hidraquent, paleudult, rendole, tropaquept,
tropudalf dan vitrandept. Penjelasan masing-masing jenis tanah ditunjukan pada Tabel
3.5.

[Type here]

22

Berdasarkan tebal solum, distrandept; distropept; eutropept; hidraquent;


tropaquept dan vitrandept memiliki tebal solum yang dalam. Paleudult memiliki tebal
solum yang sangat dalam sedangkan rendole tebal solumnya dangkal. Jenis tanah
tropudalf memiliki tebal solum dalam sangat dalam.
Berdasarkan muka air tanah distrandept, distropept, eutropept, paleudult,
rendole, tropudalf dan vitrandept memiliki muka air tanah yang dalam sedangkan
hidraquent dan tropaquept memiliki muka air tanah yang dangkalsangat dangkal.
Berdasarkan laju infiltrasi, distrandept dan vitrandept memiliki laju infiltrasi
yang lebih tinggi dibandingkan jenis tanah yang lainnya. Distropept dan eutropept
memiliki tingkat laju infiltrasi yang sedang. Laju infiltrasi tanah hidraquent berkisar
antara rendahsangat rendah. Sedangkan paleudult, rendole, tropaquept dan tropudalf
laju infiltrasinya rendah.
Peta sebaran jenis tanah menunjukkan di bagian hulu DAS Cisadane,
Ciliwung dan Kali Bekasi relatif lebih beragam jenis tanahnya dibandingkan DASDAS yang lainya. Distropept lebih mendominasi jenis tanah di bagian hulu DAS
Ciliwung dan Cisadane. Sedangkan di DAS Kali Bekasi lebih didominasi oleh jenis
tanah tropudalf. Jenis tanah Paleudult lebih mendominasi di bagian tengah DAS
Ciliwung, Cisadane dan Kali bekasi atau di bagian hulu DAS Krukut dan Grogol,
Cakung, Sunter, Angke dan Pesanggrahan. Hampir seragam di bagian hilir daerah
kajian lebih didominasi oleh

[Type here]

22

Kelompok Hidrologi Tanah (Soil Hidrology Group)


Untuk menghitung karakteristik infiltrasi tanah U.S. Soil Conservation Service
membagi tanah ke dalam empat Soil Hidrological Group, yang didefinisikan sebagai
berikut :
Grup A : potensi run-off rendah, tanah mempunyai laju transmisi air tinggi (laju
infiltrasi final lebih besar 0,72 cm/jam), tektur berpasir
Grup B : tanah mempunyai laju transmisi air tergolong sedang (laju infiltrasi final
antara 0,72 0.36 cm/jam), tektur lempung berpasir
Grup C : tanah mempunyai laju transmisi air tergolong lambat (laju infiltrasi final
antara 0,36-0,12 cm/jam), lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar
bahan organik rendah, dan tanah tanah berkadar liat tinggi
Grup D : potensi run-off tinggi, tanah mempunyai laju transmisi air tergolong sangat
rendah (laju infiltrasi final lebih kecil 0,12 cm/jam), tanah-tanah yang mengembang
secara nyata jika basah, liat berat, dan plastis.
Soil Hidrological Group di daerah kajian didominasi oleh grup C, yang paling banyak
ditemukan di bagian tengah daerah kajian. Hanya sebagian kecil ditemukan pada
bagian hulu DAS Cisadane dan Kali Bekasi. Group B lebih banyak di temukan pada
bagian Hulu DAS Cisadane dan Kali Bekasi. Bagian Hilir semua DAS kajian
termasuk dalam Group D, di mana daerah ini memiliki potensi limpasan permukaan
yang tinggi atau potensi transmisi air ke dalam tanah sangat rendah
Kesimpulan
Daerah Aliran Sungai Bekasi memiliki sifat fisik sebagai berikut
Lebar

: 115.202,46 m

Panjang

: 186.209,43 m

Luas

: 51.785,47 Ha

Draianage Factor

: 2,225 Dd

Compact Factor

: 0,572

Shape Factor

: 0,0000039

Secara topografis, DAS Kali Bekasi terletak pada dataran landai dan
perbukitan bergelombang. Daerah dataran terletak pada kota bekasi yang merupakan
bagian hilir DAS dengan elevasi titik tengahnya pada 27 m sedangkan pada bagian
hulu masih terdiri dari daerah bergelombang seperti DAS Cikeruh, Cibadak, dan

[Type here]

22

Cijanggel yang masing-masing terletak pada elevasi titik tengah pada 400 m, 509 m
dan 417 m. DAS Cikeruh dan Cibadak memiliki lereng yang relatif terjal yaitu 2540%. Kelerengan ini dibentuk oleh pegunungan yang terletak disebelah selatan DAS
Bekasi sementara dibagian hilir didominasi oleh kelerangan yang relatif rendah, yaitu
antara 0-8%.
DAS Kali Bekasi hampir seluruhnya mempunyai bentuk wilayah datar dengan
cekungan-cekungan berupa rawa namun beberapa di antaranya telah berubah menjadi
pemukiman dan industri. Perbedaan tinggi tempat berkisar antara 0-15 meter dengan
lereng kurang dari 3%. Secara garis besar fisiografi DAS Kali Bekasi bagian Bekasi
Utara dikategorikan sebagai dataran pantai (coastal plain) dengan sub unit
fisiografinya dibedakan menjadi beting pantai, dataran aluvial, tanggul sungai atau
levee dan cekungan/ perlembahan. Sedangkan wilayah lainnya yang mengarah ke
hulu Sungai Bekasi (Bekasi Selatan dan Bogor) sub unit fisiografinya dibedakan
menjadi daerah jalur sungai/pelembahan, daerah kipas vulkan, daerah perbukitan
lipatan, daerah vulkan.

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai