Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR : CEDERA LISTRIK

Pembimbing:

dr. M.Ihsan Sp.An


Disusun Oleh:
Ressa Hana Natasa (110100100)
Lia Oktavia Sari

(110100120)

Asna Hidaya (110100519)


Marina Shamsudin (110100418)
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Electrical Burn.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. M.Ihsan, Sp.An atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui makalah ini,
pengetahuan dan pemahaman kita mengenai peritonitis semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik
secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang kesehatan.
Medan, April 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Daftar Isi...........................................................................................................................
Bab 1 Pendahuluan..........................................................................................................
Bab 2 Tinjauan Pustaka..................................................................................................
2.1 Definisi.................................................................................................................
2.2 Etiologi.................................................................................................................
2.3 Patofisiologi.........................................................................................................
2.4. Klasifikasi ......................
2.5.Luas Luka ............................................................................................................
2.6. Diagnosis.............................................................................................................
2.7. Pertolongan Pertama.........................................................................................10
2.8. Penatalaksanaan....12
2.9. Komplikasi............14
2.10.Prognosis..........................14
Bab 3 Laporan Kasus....................................................................................................23
Bab 4 Masalah dan Pembahasan.............32
Bab 5 Kesimpulan..........................................................................................................35
Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan oleh kontak dengan suatu sumber yang memiliki suhu yang tinggi
misalnya luka yang terjadi akibat terbakar api langsung maupun tidak langsung
seperti tersiram air panas, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia 1,2
Akibat yang ditimbulkan oleh luka bakar adalah kerusakan jaringan kulit yang
disebabkan oleh adanya kontak dengan sumber panas.Kulit mengalami kerusakan
pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan akibat luka bakar.Kerusakan yang
timbul tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit berkontak dengan faktor
penyebab. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi1
Luka bakar merupakan hal yang sangat umum dijumpai. Diperkirakan setiap
tahunnya terjadi 265.000 kematian yang disebabkan oleh luka bakar yang terjadi pada
negara berpenghasilan rendah dan sedang3. Sedangkan di Amerika Serikat, pada
tahun 2000 diperkirakan seseorang meninggal akibat api setiap 2 jam dan seseorang
terluka akibat api setiap 23 menit 4.
Data Indonesia berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2008,
menyatakan prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 2,2%. Sedangkan menurut tim
Pusbankes 118 Persi DIY tahun 2012 angka kematian akibat luka bakar di RSUPN
Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta berkisar 37-39 % pertahun dan di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahunnya. 5
Menurut Riskesdas di Sumatera Utara pada tahun 2007 didapatkan prevalensi luka
bakar sebesar 2,5 % dari seluruh jenis luka, dimana kota Medan hanya 0,4%.6
Salah satu luka bakar yang unik adalah luka bakar akibat sengatan listrik yang
telah terjadi selama hampir 300 tahun. Kematian pertama terjadi pada tahun 1879 di

Lyon, Perancis ketika seorang tukang kayu terkena kontak dengan generator AC
250V. Luka bakar listrik dapat terjadi apabila arus listrik dengan tegangan tinggi
berkontak dengan tubuh. Energi panas yang timbul dapat menyebabkan luka bakar
pada jaringan tubuh.7,8,9
Di Amerika Serikat, kejadian luka bakar listrik mencakup 4-6% dari seluruh
kejadian luka bakar dalam setahun dan menyebabkan kematian 500-1000 orang
pertahunnya.7,8
Di Indonesia sendiri menurut data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada
tahun 2011-2012, 14% dari seluruh kematian akibat luka bakar disebabkan oleh luka
bakar listrik.9
1.2. Tujuan Penulisan
1.Memahami mengenai luka bakar dan penatalaksanaan mengenai luka bakar
khususnya tentang luka bakar listrik.
2.Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang kedokteran.
3.Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan ProfesiDokter
(P3D) di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FakultasKedokteran
Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).10
Luka bakar listrik adalah luka bakar yang disebabkan oleh panas yang
dihasilkan arus listrik yang berkontak dengan tubuh.
2.2 Etiologi10
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka bakar
thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn): Luka bakar kimia biasanya
disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang
industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn): Listrik menyebabkan kerusakan
yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar
disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh
dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown.
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury): Luka bakar radiasi disebabkan karena
terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh
penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran
dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.
2.3 Patofisiologi1

Luka bakar pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai

440oC tanpa

kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap


derajat kenaikan temperatur.
Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi

panas.Kerusakan

pembuluh

darah

ini

mengakibatkan

cairan

intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya
cairan tetapi protein plasma dan elektrolit.Pada luka bakar ekstensif dengan
perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan
syok. Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem.
Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan
kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus
menerus

dapat

mengakibatkan

hipopolemik

dan

hemokonsentrasi

yang

mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi


gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler,
hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan
organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam
bagan berikut.

Gambar 2.1: Bagan Patofisiologi Luka Bakar1


Cedera trauma listrik dapat dibagi menjadi eksposur terhadap tegangan tinggi
(>1000V) dan tegangan rendah (1000V). Tingkat kerusakan cedera trauma
listrik bergantung pada voltase, jenis dan kuat arus, serta resistensi terhadap
listrik itu sendiri.7,8
Ada beberapa mekanisme terjadinya cedera akibat listrik yaitu:7,8
1. Kontak Langsung

Arus listrik yang masuk langsung ke tubuh akan menghasilkan panas yang
menyebabkan terjadinya luka bakar elektrotermal pada permukaan kulit
dan jaringan yang lebih dalam tergantung pada resistensinya.
2. Kontak Tidak Langsung
Terjadi beberapa mekanisme yaitu:
- Arc
Percikan arus yang terjadi di antara 2 objek yang memiliki potensial
listrik yang berbeda namun tidak menyentuh satu sama lain. Suhu
yang meningkat pada terjadinya electrical arc dapat mencapai 25000C
dan menyebabkan luka bakar termal pad daerah yang kontak dengan
-

kulit.
Flame
Terbakarnya pakaian akibat peningkatan suhu oleh arc dan

elektrotermal yang menyebabkan luka bakar langsung pada kulit.


Flash
Keadaan dimana panas akibat arc menyebabkan luka bakar termal
namun arus dari arc tersebut sebenarnya tidak kontak langsung dengan
kulit.Flash burn dapat mencakup area yang luas namun tidak dalam.

Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan membentuk satu titik
masuk dan keluar dan jaringan diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas
seketika. Jumlah panas yang masuk menentukan derajat kerusakan jaringan.
Dapat dihitung dengan : 0,24 x (tegangan listrik, dalam volt)2 x resistensi
listrik. Tampak bahwa tegangan menjadi faktor utama derajat kerusakan
jaringan.11
Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga, antara lain :11,12
Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang menyebabkan luka kecil
namun dalam. Dapat mengganggu siklus jantung dan menyebabkan aritmia.
True high tension injuries (trauma tegangan tinggi sesungguhnya). Terkena
tegangan >1.000V dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas hingga
menyebabkan kehilangan ekstremitas. Kerusakan otot dapat menyebabkan
rabdomiolisis hingga gagal ginjal. Resusitasi dan debridement segera dan
agresif sangat dibutuhkan. Kontak dengan tegangan >70.000V dapat berakibat
fatal.

Flash injury terjadi ketika terdapat percikan api dari sumber tegangan tinggi
yang menyebabkan luka superfisial pada bagian tubuh yang terpajan, biasanya
pada tangan dan wajah. Pada kasus ini tidak terdapat aliran listrik yang
mengalir langsung ke tubuh pasien.
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah mengamati jantung.Apabila
gambaran EKG saat kunjungan normal dan tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, pengamatan jantung tidak dibutuhkan. Namun bila ada, sebaiknya
dilakukan monitor dalam 24 jam.12
Luka bakar menghasilkan respon lokal dan respon sistemik.Pada respon lokal,
luka bakar mengakibatkan denaturasi protein dan nekrosis koagulatif. Terdapat
tiga zona luka bakar11 :
1. Zona koagulasi, dimana hal ini terjadi pada kerusakan maksimum, terdapat
kehilangan jaringan yang ireversibel.
2. Zona stasis, dimana zona ini mengalami penurunan perfusi jaringan.
Resusitasi pada luka bakar bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan
pada zona ini dan mencegah kerusakan jaringan menjadi ireversibel.
3. Zona hiperemia, dimana pada zona ini perfusi jaringan meningkat. Jaringan
pada zona ini akan mengalami perbaikan kecuali jika terdapat sepsis berat
ataupun hipoperfusi yang berkepanjangan.
Ketiga zona ini adalah tiga dimensi, dan kehilangan jaringan pada zona stasis akan
menyebabkan jaringan luka semakin dalam dan semakin luas.13
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lokasi luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh. Respon
sistemik yang dapat terjadi antara lain :
1. Perubahan Kardiovaskular
Permeabilitas kapiler meningkat, yang mengakibatkan kehilangan protein
intravaskular dan cairan ke kompartemen interstitial. Terjadi vasokonstriksi
arteri-arteri di perifer dan splanknik. Kontraktilitas myokardiak menurun,
yang mungkin diakibatkan oleh dikeluarkannya tumor necrosis factor . .

Perubahan ini, disertai dengan kehilangan cairan dari jaringan luka bakar,
dapat menyebabkan hipotensi sistemik dan berujung pada hipoperfusi organ.
2. Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi, dan pada luka bakar berat
dapat terjadi respiratory distress syndrome.
3. Perubahan Metabolik
BMR meningkat hingga tiga kali lipat dari BMR normal. Hal ini jika disertai
hipoperfusi splanknik, membutuhkan suplai enteral yang segera dan agresif
untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas usus.
4. Respon imunologik
Terjadi down regulation non-spesifik pada system imun baik selular maupun
humoral.13
Perubahan histologik yang terjadi pada otot akibat kontak langsung dengan
sumber

listrik

adalah

coagulation

necrosis

dengan

sarkomer

yang

memendek.Serupa dengan kerusakan pada otot, cedera pembuluh darah yang


serius biasanya juga terjadi pada cedera akibat eksposur tegangan tinggi.
Kerusakan terbanyak terjadi pada tunika media yang dapat menyebabkan
perdarahan yang bersifat delayed ketika pembuluh darah tersebut rupture.
Kerusakan pada tunika intima dapat menyebabkan trombosis yang langsung
maupun delayed serta sumbatan vaskular akibat edema dan pembekuan darah pada
tunika intima yang rusak dalam periode beberapa hari. Cedera pembuluh darah
biasanya lebih berat pada kapiler karena aliran darah yang lebih lambat. Kerusakan
pada arteri kapiler ditambah dengan kerusakan otot yang tidak terlihat dengan
inspeksi menciptakan ilusi bahwa terjadi nekrosis jaringan yang progresif.7
Trombosis pada arteri yang cepat dapat menyebabkan hilangnya pulsasi pada
pemeriksaan namun keadaan ini juga dapat terjadi akibat spasme vascular yang
seharusnya kembali normal dalam beberapa jam. Bila keadaaan tetap bertahan
demikian, dapat terjadi cedera yang serius pada vaskular.7
Cedera pada jaringan saraf juga dapat terjadi akibat coagulation necrosis dan
dapat menyebabkan menurunnya konduktivitas jaringan saraf.Cedera tidak
langsung dapat berakibat rusaknya myelin atau edema yang progresif akibat

sindrom kompartemen. Tanda kerusakan saraf dapat dalam beberapa jam hingga
beberapa hari.7
Pemeriksaan histologis otak menunjukkan adanya perdarahan petechial yang
fokal pada batang otak, terjadinya edema serebral, dan terjadinya chromatolysis
yang luas.7
Paparan listrik dapat menyebabkan kematian akibat asystole, fibrilasi
ventrikel, ataupun paralisis sistem respirasi.7
2.4 Klasifikasi1,7
Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman :
a. Luka bakar derajat I
Disebut juga luka bakar superficial. Kerusakan terbatas pada lapisan
epidermis superfisial tidak sampai mengenai daerah dermis. Kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu
5 -10 hari.
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujungujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka

berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
I. Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
1 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
II. Derajat II dalam (Deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis


Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,

kelenjar

keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.


Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi

suplay

darah

dermis

(daerah

yang

berwarna

putih

mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa
aliran darah ). Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu.
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama
d.

karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.


Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar,
terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama
karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka.

Pembagian Berat Luka Bakar14,15

Berat/kritis
Derajat 2 lebih dari 25%

Derajat 3 lebih dari 10% Atau terdapat pada muka, kaki, tangan
Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau

fraktur
Luka bakar akibat listrik
Sedang
Derajat 2 : 15-25%
Derajat 3 kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, tangan
Ringan
Derajat 2 kurang dari 15%

2.5 Luas Luka14,15,16


Presentasi dari total area permukaan tubuh yang terbakar (TBSA). Untuk
memudahkan

perhitungan,

satu

telapak

tangan

TBSA.Perhitungan berdasarkan Rule of Nine :

Kepala, leher : 9%
Lengan, tangan : 2 x 9%
Paha, betis, kaki : 4 x 9%
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
Genitalia : 1%

pasien

adalah

3/4

Gambar 2.2. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Orang Dewasa14
Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala dan kedua tungkai berbeda.Anak 9
tahun:
Kepala : 14%
Tungkai, kaki : 16%
Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi 1 tahun:
Kepala, leher : 18%
Tungkai, kaki : 14%
Bagian lain sama dengan dewasa
Cara perhitungan lain dengan menggunakan Lund dan Browder Chart, mungkin lebih
tepat, tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari.14,15,16

Gambar 2.3. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Anak14


2.6 Diagnosis
Anamnesis penyebab luka bakar sangat berguna dalam penentuan penanganan
luka bakar. Luka bakar dapat disebabkan oleh api, cairan panas, bahan kimia, uap
panas, ledakan, sengatan listrik, dan sebagainya. Penting juga diketahui lama
paparan dan lokasi pajanan.Mekanisme cedera yang berhubungan juga perlu
ditanyakan,

misalnya

sebagainya.Trauma

ledakan,

akibat

ledakan

jatuh,
dapat

kecelakaan

lalu

menghasilkan

lintas,

dan

proyektil

yang

menyebabkan fraktur maupun kerusakan organ dalam.Pasien dengan keluhan sakit


kepala atau pusing dan menderita luka bakar karena api, harus dipertimbangkan
keracunan karbon monoksida. Luka bakar akibat sengatan listrik perlu perhatian
khusus terhadap keadaan jantung.
Luka bakar terjadi pada usia ekstrem dapat membawa komorbiditas dan
mortalitas lebih besar. Perhatian terhadap usia<3 tahun atau >60 tahun, karena
imunitas kurang dibanding usia lainnya. Wajah, kepala, tangan, kaki, dan

perineum (area primer) memerlukan perhatian khusus. Penyakit penyerta, alergi,


dan konsumsi obat-obatan dan alkohol terakhir juga perlu ditanyakan.14,15
2.7 Pertolongan Pertama17
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan
suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan
diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada
luka bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang
diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada
survey sekunder.
2.8 Penatalaksanaan Luka Bakar1
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas.

Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam


daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan berlangusng
walaupun api telah dipadamkan, sehinggan destruksi tidak meluas.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisasisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka.Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit
terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk
penangan luka bakar tersebut.Dalam perjalaanan penderita sudah dilengkapi
dengan infus dan penutup kain yang bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya
yang bisa membawa penderita dalam posisi tidur.
Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih
berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan
terlebih dahulu di trauma centre sebelum ditransfer ke unit luka bakar.
Pada luka bakar berat, selain penangan umum seperti pada luka bakar ringan,
kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok.Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen.Kalau terjadi edema laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi.Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi dead space, dan memudahkan pembersihan jalan napas
dari lendir atau kotoran.Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen
murni.
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal.Pemberian kalsium sistemik

juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka


bakar.
A. Primary Survey dan Resusitasi
Primary survey dan resusitasi pada pasien dengan luka bakar berfokus pada
jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.

Jalan napas
Edema laring dapat terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terhisap asap atau
uap panas sehingga memerlukan penanganan segera agar tidak serjadi obstruksi
jalan napas dan henti napas. Selain itu perlu diperhatiakn tanda-tanda obstruksi
jalan napas seperti stridor, mengi, suara serah sehingga tindakan intubasi dapat
segera dilakukan karena keterlambatan melakukan penilaian dapat menyebabkan
terjadinya intubasi yang sulit. Bila ditemukan rmabut hangus terbakar, wajah
terbakar, serak, disfoni, batuk, jelaga di mulut dan hidung, tanpa disertai distres
napas, harus dicurigai kemungkinan adanya edema yang mengancam di jalan

napas atas dan bawah.12


Pernapasan
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi perlu dilakukan dengan melihat
usaha napas, ekspansi dada, suara napas dan adanya sianosis. Pulse oksimetri
dapat digunakan untuk melihat saturasi seseorang dengan luka bakar.12 Hipoksia
biasanya berhubungan erat dengan trauma inhalasi, ventilasi yang tidak adekuat
dikarenakan luka melingkar pada dada. Pemberian oksigen dengan atau tanpa
intubasi harus segera diberikan.16
Harus selalu mencurigai paparan terhadap CO pada pasien yang terkena luka
bakar pada area yang tertutup. Diagnosis pada keracunan CO diawali dengan
riwayat paparan dan pengukuran langsung dengan carboxyhemoglobin (HbCO).
Pasien dengan level CO kurang dari 20% biasanya tanpa gejala, tetapi pasien
dengan level CO yang lebih tinggi dapat menunjukkan tanda:16
Sakit kepala dan mual
Kebingungan
Koma
Kematian

Pasien dengan keracunan CO diberikan oksigen murni 100%.

Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dengan penilaian berupa kesadaran, nadi, warna kulit,
waktu pengisian kapiler dan suhu ektermitas. Pemberian cairan intravena
bertujuan untuk memperbaiki hipovolemi akibat dari kebocoran kapiler kulit yang
terluka. Kebocoran kapiler lokal dan sistemik dapat terjadi secara proporsional
sesuai dengan luas dan kedalaman luka bakar. Perhitungan luasnya permukaan
luka bakar dengan menggunakan rule of nine.18
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk mengitung kebutuhan cairan ini. Cara evans adalah sebagai
berikut: 1) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL NaCl per
24 jam; 2) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL plasma per
24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
cairan yang telah keluar, 3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat
penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5% per 24 jam.1
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada keadaan prasyok,
dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderuta dapat minum tanpa kesulitan,
infus dapat dikurangi, bahkan dihentikan.1
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu : luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4 mL
larutan Ringer. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu
larutan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya pada penderita dalam

keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar.1
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurangkurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam pada
pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau
tidak.1
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang tidak
betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia sebagai
gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang.
Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG
yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. Ketidakseimbangan
elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.1
Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah
merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap
suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler
yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel
darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama
setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh
sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali
terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka
bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.19
B. Kontrol Infeksi dan Penanganan Nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.Yang
banyak

dipakai

adalah

golongan

aminoglikosida

yang

efektif

terhadap

pseudomonas.Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji
kepekaan kuman.Antibiotik topikal tidak dibutuhkan dalam luka bakar kecil dan luka

bakar derajat I. Namun pada luka bakar derajat lebih dari II dan luka bakar yang
dalam, dibutuhkan pemberian antibiotik sesegera mungkin sambil menunggu hasil
kultur.1,20,21Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intavena dalam
dosis serendah mungkin yang menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertao hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupas ATS dan/atau
toksoid.1
C. Nutrisi1
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 25003000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka bakar
sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik untuk
mencegah

terjadinya

ulkus

Curling

dan

memenuhi

kebutuhan

status

hipermetabolisme yang tarjadi pada fase akut luka bakar. Nutrisi enteral ini diberikan
melalui selang nasogastrik yang sekaligus berfungsi untuk mendekompresi
lambung.Penderita yang sudah mulai stabil keadaanya memerlukan fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mecegah kekauan sendi.1
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah:
Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa

bebas lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit

ginjal dan lain-lain.


Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui

evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah
dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek kalorimetri
karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas
luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan
kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang
tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal
dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur.
Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan
menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian
khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama
dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan
asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya
pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai
sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.
D. Perawatan Luka Bakar
Tujuan utama dari perawatan luka bakar adalah untuk mengurangi kehilangan
cairan, mencegah pengeringan kulit yang masih layak, mempercepat penyembuhan
dan mencegah terjadinya infeksi.Tatalaksana awal luka bakar adalah melakukan
pembersihan dan membuang jaringan yang. Eksisi dan skin graft pada luka bakar
yang dalam menjadi pilihan yang utama walaupun belum ada penelitian terkontrol
yang membuktikannya.18
Luka bakar derajat satu dan dua menyisakan elemen epitel berupa kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri,

asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi.Pada
luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang
mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar
jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.1
Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topikal, tetapi yang
penting obat topikal tersebut membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa
menembus skar dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat yang
dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist
exposure burn ointment).1
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan salep atau krim.Antibiotik
dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa. Antiseptik yang dipakai adalah yodium
povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2
jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai
garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua
kain.Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat bakteriostatik,
mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak
menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan padat
dibersihkan dan diganti setiap hari.1
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi
kotor.1
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedemikian rupa
sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.Keuntungan
perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita.
Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena dipakainya banyak pembalut
dan antisepsis. Kadang suasana luka yang lembab dan hangat memungkinkan kuman
untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi
tidak berbau sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri.1

E. Tindakan Bedah
Pemotongan eskar atau eskaratomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pasa ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangusng dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehinggan bagian distal bisa mati.Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung distal.
Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka
keropeng sampai penjepitan terlepas.1
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial.Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan.Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti
boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih
dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.1
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan
skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri.Penutupan luka bakar
dengan bahan biolohis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau amnion manusia
dapat

dilakukan

jika

terdapat

keterbatasan

luas

kulit

penderita.Walaupun

kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapay berfungsi sementara untuk sebagai


pengjalang penguapan berlebihan, pencegahan infeksi yang lebih parah dan
mengurangi nyeri.Namun, sedikit demi sedikit penutupan sementara ini harus diganti
dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.Sebaiknya pada penderita
luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting untuk mencegah
terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Sking grafting dapat dilakukan
sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.1
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan.Skin substitute ini antar lain
integra, aloderm dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemenelemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen dan

berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis.Dermagraft merupakan hasil pembiakan


fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon, kolagen babi dan jaring
nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas dan digantikan dengan STSG
(split thickness skin graft). Integra merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan
kolagen dan kondroitin ditambah lapiran silikon tipis.1
2.9 Komplikasi
Komplikasi dari luka bakar adalah sebagai berikut14,22 :

Syok hipovolemik
Hipotermia
Pneumonia berhungan dengan ventilator
Edema laring
Acute respiratory distress syndrome
Keracunan metabolic (CO, HCN)
Compartment syndrome (abdomen, thoraks, maupun ekstremitas)
Deep vein thrombosis dan emboli paru
Gagal ginjal akut
Infeksi akibat kateterisasi urin
Sepsis
MODS
Skar
Kontraktur (pemendekkan dan pengetatan ligament, sendi, otot, ataupun
kulit)

2.10 Prognosis
Untuk mengukur prognosis penderita luka bakar dapat menggunakan Baux
Score (mortalitas sebanding dengan %TBSA). Namun dengan meningkatnya kualitas
penanganan luka bakar, Baux score tidak lagi akurat. Umur, ukuran luka bakar, dan
trauma inhalasi menjadi indikator terpenting pada mortalitas penderita.Pada pasien
non-ekstrim, komorbid seperti HIV, kanker metastasis, penyakit ginjal, dan penyakit
hepar berpengaruh pada mortalitas dan lama rawatan. Pada sebuah studi terbaru yang
melibatkan 68.661 pasien luka bakar menemukan nilai prediksi mortalitas tertinggi,
yakni umur, %TBSA, trauma inhalasi, trauma lain yang menyertai, dan pneumonia.14

BAB 3
LAPORAN KASUS DAN DISKUSI
3.1.

Anamnesis
Bapak RS, 28 tahun 62 kg, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik dengan keluhan luka bakarpada kepala dan tungkai akibat sengatan listrik.
Luka bakar dijumpai pada wajah, kepala, dan tungkai. Hal ini sudah dialami sejak
kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit saat os sedang membetulkan atap
rumah.Luka

tersebut

dalam

keadaan

basah

dan

mengeluarkan

bau

menyengat.Riwayat pingsan tidak dijumpai, riwayat kejang tidak dijumpai, riwayat


muntah tidak dijumpai.
Time Sequence

0 L a k u k a n tin d a k a n re s u ita s i b e ru p a p e m b e b a s n a irw a y , p e m b e ria n o k s ig e n d a n c a ira n re s u ita s i P a s ie n m a s u k ru a n g o p e ra s i u n tu k tin d a k a n o p e ra s i


P 0 1 A p ril
d e b rid e m e n t
0 1 A p ril 2 0 1 6

3.2.

Primary Survey

Tanda dan Gejala


Kesimpulan
A (airway)
Airway clear
Snoring (-)
Gargling (-)
Crowing (-)
Trauma Inhalasi

(-)
B (breathing)
Inspeksi
Nafas spontan
Thorax simetris

Penanganan
-

Hasil
Airway clear

Kompensasi tubuh

Oksigen via Sungkup

RR: 24

terhadap luka

non-rebreathing 10 liter

kali/menit
SaO2: 99%

Kompensasi tubuh

Pasang 2 IV line

TD: 110/80

terhadap

20G
mmHg
Pemberian cairan RL HR:

bakar

tidak ada bagian


yang ketinggalan
Perkusi:
Sonor kedua
lapangan paru
Auskultasi
SP/ST:
vesikuler/ronchi
(-/-)
SaO2: 95%
RR: 30
kali/menit
C (circulation)
Capillary Refill

Time<3 detik
kemungkinan
Akral H/M/K
dehidrasi ringan T/V lemah
TD: 140/90 mmHg sedang
HR:100 kali/menit,
regular

dengan rumus

80kali/men

Parkland
=4cc x luas luka

it

bakar x BB
= 4 x 23% x 62=
5700cc

8 jam pertama:
50%x5700cc=2850c
c
16jam kedua:
50%x5700cc=2850c
c
Maintenance:
4ccx10kg= 40cc
2ccx10kg= 20cc
1ccx42kg= 42cc
122cc/jam
Diberikan cairan
Pasien dengan

478cc/jam
Mempertahankan A-B-

Pasien

Kesadaran: GCS

penurunan

C tetap lancar

dengan

14 (E3V5M6).

kesadaran

penurunan

Risiko

Menyelimuti pasien

kesadaran
Pasien

hipovolemia dan

agar tidak hipotermi

normotermia

D (disability)

E (exposure)
Dijumpai luka
bakar di wajah,
kepala, dan
tungkai.

hipotermia

3.3.

Secondary Survey

B1 : Airway clear dengan sungkup terpasang, RR : 24x/menit, SP : vesikuler,


ST: ronchi-/-, S/G/C = -/-/-, SaO2: 99%, Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/- ; MLP :
sdn
B2 : Akral : H/M/K, TD : 110/80, HR : 80x/menit, T/V : kuat/cukup , CRT: <3detik,
B3 : Sens : GCS 14 (E3V5M6); pupil : isokor, diameter kiri 3mm/ kanan 3mm; RC:
+/+
B4 :BAK (+) vol : 400cc, warna : kuning kecoklatan, kateter terpasang
B5 : Abdomen : soepel, peristaltik (+) Normal
B6 :Luka bakar di wajah, kepala, tungkai bawah kanan dan kiri dengan luas luka
bakar23%
3.4.

Penanganan IGD

Pemberian O2 via non rebreathing mask 10 L/i

Pemasangan IV line 20G

Pemberian cairan RL 20gtt/i

Pemberian Ketorolac 30gr/8 jam

Pemberian Meropenem 1gr/12 jam

Pemberian Ranitidine 50mg/12 jam

Rencana dilakukan cek darah lengkap, HST, Elektrolit, KGD, AGDA, RFT,
EKG, CT scan kepala, foto thorax PA

Rencana dilakukan tindakandebridement oleh departemen bedah

3.5.

Pemeriksaan Penunjang

3.5.1. Laboratorium IGD


Jenis pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB)
14g%
Leukosit (WBC)
22,76 x 103/mm3
Hematokrit
42%
Trombosit (PLT)
269x103
FAAL HEMOSTASIS
PT
15,2 (13,9) detik
APTT
29,5 (33) detik
TT
15,2 (17) detik
INR
1,08
GINJAL
Ureum
19 mg/dL
Kreatinin
0,7 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
138 mEq/L
Kalium (K)
3,1 mEq/L
Klorida (Cl)
106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah
119 mg/dL
(Sewaktu)
HATI
Albumin

3,0 g/dL

Kesimpulan:
Leukositosis, Hipokalemia, dan Hipoalbuminemia

Rujukan
11,715,5%
4,511,0x103/mm3
3844%
150450x103

19-44 mg/dL
0,71,3 mg/dL
135155 mEq/L
3,65,5 mEq/L
96106 mEq/L
<200 mg/dL

3,55 g/dL

3.6.

Diagnosis
Electrical Burn grade II-III 23%

3.7.

Follow-Up Pasien

2 Maret 2016
S :
O:
B1 : Airway: clear (terintubasi) S/G/C : -/-/- RR: 20x/menit, SP/ST: vesikuler/-,
SpO2: 98%
B2 : Akral : H/M/K, TD: 160/70 mmHg , HR: 88 x/menit, T/V: kuat/cukup, CRT
< 2 detik, reguler
B3 : Sens: DPO p7upil isokor 2cm/2 cm
B4 : UOP: (+), kateter terpasang
B5 : Soepel, peristaltik (+)
B6 : Oedem (-)
A:Electrical burn 48%
P:
- Bed rest, head up 30 derajat
- MV SIMV, vt 48%, RR 14x, SiO2 40%, P5: 12 cmH2O, RFTP: 7 cmH2O
- IVFD RL 30 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
- Inj Ketamin 100mg dalam 50 cc NaCl 0,9% 3,5 cc/jam (s.pump)
- Inj Levosol 4mg/150 cc NaCl 0,9% 9mg/jam
- Inj Furosemide 10mg/jam
- Inj Ranitidin 50mg/12 jam IV
- Inj Paracetamol 1 gr (k/p) iv
- inj vit C 1gr/24 jam
- KSR 1x600mg
- Diet SV 2100 kkal, 70 gr Protein.
10 Maret 2016
S :luka bakar Post OP

O:
B1 : Airway: clear, S/G/C : -/-/- terintubasi ETT no. 7, RR: 18 x/menit, SP/ST:
bronkial/ronchi (+/+)-, SpO2: 98%
B2 : Akral : H/M/K, TD: 150/70 mmHg , HR: 90 x/menit, T/V: kuat/cukup, CRT <
2 detik, reguler
B3 : Sens: DPO, pupil isokor 2 cm/2cm
B4 : UOP: (+), kateter terpasang
B5 : Soepel, peristaltik (+)
B6 : Oedem (-), luka bakar bekas operasi tertutup perban
A: Electrical burn 48%
P:
- Bed rest, head up 30 derajat
- MV SIMV, vt 48%, RR 14x, FiO2 30%, P5: 12 cmH2O,PEEP: 7 cmH2O
- IVFD RL 30 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
- Inj Ketamin 100mg dalam 50 cc NaCl 0,9% 3,5 cc/jam (s.pump)
- Inj Levosol 4mg/150 cc NaCl 0,9% 9mg/jam
- Inj Furosemide 10mg/jam
- Inj Ranitidin 50mg/12 jam IV
- Inj Paracetamol 1 gr (k/p) iv
- inj vit C 1gr/24 jam
- KSR 1x600mg
Diet SV 2100 kkal, 70 gr Protein.

15 Juni 2015
S :luka bakar Post OP

O:
B1 : Airway: clear, S/G/C : -/-/- terintubasi ETT no. 7, RR: 20 x/menit, SP/ST:
bronkial/ronchi (+/+)-, SpO2: 98%
B2 : Akral : H/M/K, TD: 150/70 mmHg , HR: 90 x/menit, T/V: kuat/cukup, CRT <
2 detik, reguler
B3 : Sens: DPO, pupil isokor 2 cm/2cm
B4 : UOP: (+), kateter terpasang
B5 : Soepel, peristaltik (+)
B6 : Oedem (-), luka bakar bekas operasi tertutup perban
A: Electrical burn 48%
P:
- Bed rest
- MV SIMV, vt 48%, RR 14x, FiO2 30%, P5: 12 cmH2O,PEEP: 7 cmH2O
- IVFD RL 30 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
- Inj Fentanyl 200mg dalam 50 cc NaCl 0,9% 4 cc/ jam (s.pump)
- Inj Levosol 8mg/ 50 cc NaCl 0,9% titrasi
- Inj Furosemide 30mg/ 50cc NaCl 0,9% titrasi
- Inj Ranitidin 50mg/12 jam IV
- Inj Paracetamol 1 gr (k/p) iv
- inj vit C 1gr/24 jam
- KSR 1x600mg
- Plasment 50% 1 fls 7gtt/mnt
Diet SV 2100 kkal, 70 gr Protein.

BAB 4
MASALAH DAN PEMBAHASAN
No.
1.

Masalah
Airway

Pembahasan
Airway

Gargling dialami oleh pasien sehingga Penanganan

awal

pada

pasien

yaitu

dilakukanSuction.
Setelah

dilakukan

pastikan jalan nafas lancar. Pada pasien


tindakan,

tidak yang diduga adanya sumbatan karena

terdengar gargling, jalan nafas lancar.

cairan sehingga menyebabkan gargling


dapat dilakukan pembersihan jalan nafas

2.

dengan melakukan suction.


Breathing

Breathing

Pasien mengalami peningkatan frekuensi Pada

pasien

pernafasan 30 kali/menit. Pada pasien ini hipovolemik,


dilakukan

pemasangan

sunkup

dan berkurang

ini

karena

terjadinya

maka

perfusi

jaringan

sehingga

banyak

terbentuk

diberikan 10 L oksigen. Saturasi oksigen laktat. Timbunan laktat yang tinggi dalam
dipertahankan > 90%.

darah menimbulkan pH darah menjadi


asam

3.

sehingga

dikompensasi

dengan

bernafas secara cepat


Circulation

Circulation

Dilakukan pemasangan 2 IV line dengan Pada luka bakar, terjadi kerusakan


IV cath No. 20 G dan dilakukan pembuluh darah sehingga mengakibatkan
pemberian cairan 3500 L yang habis cairan dari intravaskuler berpindah keluar
dalam

16

kebutuhan

jam
cairan

untuk
pasien,

mencukupi ke interstisial. Pada luka bakar yang luas,


menjaga dengan perubahan permeabilitas yang

sirkulasi tubuh tetap lancar. Hasilnya yaitu hampir menyeluruh terjadi penimbunan
akral hangat, merah, kering dan denyut cairan di interstisial sehingga
4.

jantung berkurang, tekanan darah naik.


Disability

menyebabkan kondisi hipovolemik


Disability

Pada evaluasi secondary survey pada B3 Penilaian pada disability pada saat primary
atau Brain pada pasien kesadaran berada survey hanya menilai pasien dengan
dalam pengaruh obat.

AVPU,

dan

pada

secondary

survey

dilakukan lebih cermat dengan Glasgow


Coma Scale dengan nilai paling tidak sadar
5.

Exposure

yaitu 3 dan paling sadar yaitu 15


Exposure

Dijumpai luka bakar di wajah, tangan, Seluruh pakaian dibuka dan mencari

lengan, dada, perut, dan kaki.

trauma dari head to toe. Dilakukan cara


logroll untuk melihat adanya jejas di
daerah punggung.
Pasien yang pakaiannya dibuka cenderung
untuk

mengalami

hipotermi,

sehingga

diperlukan untuk menyelimuti pasien atau


6.

menggunakan blanket penghangat.


Penanganan awal akibat luka bakar dapat Luka bakar rentan terhadap rasa nyeri
dicegah dengan dlakukan:
-

sehingga diperlukan:

Cegah hipoksia
Pasien
dalam

keadaan

Narkotik seperti morphine, fentanyl


dan remifentanil, direkomendasikan

normovolume

sebagai

lini

Cegah nyeri, diberikan analgesia yaitu

menyediakan

injeksi Ketamin 100mg dalam 50 cc NaCl

ringan,
-

0,9% 3,5 cc/jam (s.pump)

pertama

yang

analgesia,

sedasi

Pada pasien diberikan ketamin ang


juga memiliki efek menguramgi

nyeri dan sedasi.


BAB 5
KESIMPULAN
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan suatu sumber yang memiliki suhu yang tinggi
misalnya luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung
seperti tersiram air panas, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun
bahan kimia
Akibat yang ditimbulkan oleh luka bakar yaitu kerusakan jaringan kulit yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas.Kulit mengalami kerusakan pada
epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan akibat luka bakar.Kerusakan yang
timbul tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan faktor penyebab.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman

kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan
jaringan yang terjadi.
Luka bakar harus ditangani secara cepat dan tepat. Jika tidak diterapi secara
tepat dan dibiarkan berlamaan dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti
infeksi, resistensi vaskular perifer dan hipovolemi, nekrosis tubular akut, cardiac
arrthymia, dan cardiac arrest yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian.
Bapak BS, 48 tahun 70 kg, mengalami Electrical burn 48%, dilakukan
pemeriksaan primary survey dan secondary survey secara teliti serta mengatasi secara
langsung masalah yang ditemukan. Penangan awal pada bapak BS ialah:

Suction

Pemberian O2 via ETT 10 L/i

Pemasangan IV line 20G

Pemberian cairan NaCl 0,9% 20gtt/I via CPC

Pemberian Furosemide 20 mg/i.v

Pemberian NaCl 0,9% + Vascon 4 mg via Syringe pump dosis 9cc/jam

Pemberian NaCl 0,9% + Miloz + Ketamin via Syringe pump II dosis


3,5cc/jam

Persiapan operasi debridement

DAFTAR PUSTAKA
1.Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi ke-3.EGC.
Jakarta.
2.Moenadjat, Yefta. 2009. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana, Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
3.World

Health

Organization.

2014.

Burns.

Access

In:

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/
4.Karter, M.J. 2001. Fire loss in the United States during 2000. Quincy (MA):
National Fire Protection Association, Fire Analysis and Research Division
5.Nurmalisa,

B.E.,

2012.

Efektivitas

Pemberian

Salep

Propolis

Terhadap

Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Melalui
Pengamatan Mikroskopis yaitu Ketebalan Epitel dan Jumlah Fibroblas. UMY:
Yogjakarta.
6.Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara. 2007. Access In:
www.terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/download/63/92/
226-1
7.Price T, Cooper MA: Electrical and Lighting Injuries, Rosens Emergency
Medicine, Concepts and Clinical Practices, 6th Edition, 2006.
8.Cushing,

Tracy

A.

Medscape.

March

2016.

Available:

http://emedicine.medscape.com/article/770179-overview
9.Martina, Nungki Ratna; Wardhana, Aditya. Mortality Analysis of Adult Burn
Patients. Jurnal Plastik Rekonstruksi, {S.1.}, v.2,n.2, Feb, 2014. ISSN 2089-9734.
Available:http://jprjournal.com/index.php/jpr/article/view/155.
10.Budyantra, R. 2015. Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar dengan
Pemberian Madu Dibandingkan dengan Pemberian Mupisorin pada Tikus Putih.
UNILA: Lampung
11.Porter and Kaplan. 2011. The Merck Manual Nineteenth edition.
12.Center for Disease Control. Fire deaths and injuries: Fact sheet overview.
[Accessed on February 21,2016].

13.Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of burns. BMJ.


2004. June 12; 328(7453):1427-9.
14.Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. 2010. Schwartzs Principle of Surgery 10 th
edition: Burns (ch. 8 : 227-236). Mc Graw Hill Education : New York.
15.Sudjatmiko, G. 2014. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi Edisi 4.
16.American College of Surgeon. 2010. ATLS 9th edition.
17. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19
18.Dewi,

R.,

2014.

Current

Evidences

in

Pediatric

Emergencies

Management.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.


19. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns.http://www.medicinenet.com.
20.Yasti, Ahmet Cinar., et al. Guideline and Treatment Algorithm for Burn Injuries.
Ulus

Travma Acil

Cerrahi

Derg,

March

2015,

Vol

21,

No

2.

DOI:

10.5505/tjtes.2015.88261
21.Arnoldo, Brett., Klein, Matthew., Gibran, Nicole S. Practice Guidelines for the
Management of Electrical Injuries. 2006. American Burn Association. DOI:
10.1097/01.BCR.0000226250.26567.4C
22.Mayo clinic. 2015. Burns : complication. Assessed on 21th February 2016 from
www.mayoclinic.org/diseases-conditions/burns.

Anda mungkin juga menyukai