KELOMPOK 2D
GERALDI
1113102000037
RAMAZA RIZKA
1113102000076
LUTHFIA WIKHDATUL A.
1113102000019
SABILAH VISA
1113102000018
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan perubahan
zat aktif di dalam tubuh. Aktivitas ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Nasib obat di
dalam tubuh dikenal dengan istilah farmakokinetika. Fase farmakokinetik ini merupakan salah
satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan
selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat. Fase farmakokinetika terdiri dari absorpsi,
distribusi, metabolism, dan ekskresi.
Farmakokinetika obat dapat diilustrasikan dalam model yang dikenal dengan istilah
model farmakokinetika atau kompartemen. Model farmakokinetik sendiri dapat memberikan
penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar obat dalam plasma dan respons
farmakologik. Salah satu model kompartemen yang biasa digunakan untuk perhitungan
farmakokinetika adalah model kompartemen satu terbuka.
1.2.
Tujuan
Dapat menjelaskan proses farmakokinetika obat di dalam tubuh setelah pemrian secara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Injeksi Intravena
a. Pengertian
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena
dengan menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh
darah yang menghantarkan darah balik ke jantung.
b. Kegunaan Injeksi Intravena
1. Digunakan pada pasien yang dalam keadaan darurat, agar obat yang diberikan
dapat menimbulkan efek langsung. Contoh pada pasien epilepsi atau kejang-kejang
2. Digunakan pada pasien yang tidak dapat diberi obat melalui oral, contoh pada
pasien terus menerus muntah
3. Digunakan pada pasien yang tidak diperbolehkan memasukkan obat apapun
melalui mulutnya
c. Indikasi Obat Intravena
Pemberian obat intra vena bermanfaat untuk beberapa alasan :
1) Jaminan bahwa konsentrasi obat yang efektif dicapai dengan cepat.
2) Mengontrol permulaan konsentrasi puncak obat dalam serum.
3) Produksi efek biologis bila obat tidak dapat diabsorbsi melalui rute oral.
4) Pemberian obat kepada pasien yang tidak dapat meminum obat.
d. Kontra Indikasi Obat Intravena
1. IV sangat berbahaya karena reaksinya terlalu cepat.
2. Menimbulkan kecemasan.
3. infeksi di pemasangan infus.
4. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah).
e.
- Vena temporalis
5. Pada mata kaki
- Vena dorsal pedis
f. Macam-Macam Injeksi Intravena
1. Pemberian obat melalui intravena (secara langsung)
Cara pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana
cubiti/cephalika (lengan), vena saphenosus (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis(kepala), yang bertujuan agar reaksi cepat dan langsung masuk
pada pembuluh darah
2. Pemberian obat melalui intravena (secara tidak langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke
dalam media (wadah atau selang), yang bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
2.2.
Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek
tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A),
distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi
dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat
(Gunawan, 2009).
1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah
cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus
halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter
persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili )
(Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh,
melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat
diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.
2. Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan
cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan
jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar,
Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat.
Permeabilitas kapiler
Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat
atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat
bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80%
obat terikat protein
3. Metabolisme
Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti
sirosis.
Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat
4. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat
dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paruparu, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk
aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami
kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi
obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).
2.3.
Model Farmakokinetika
Model
farmakokinetika
adalah
suatu
hubungan
matemik
yang
log C p =
Kt
+log C0p
2.3
Dimana:
C p =konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t
C0p =konsentrasi obat dalam plasma pada t=0
3. Orde Reaksi
Orde reaksi menunjukkan cara bagaimana konsentrasi obat atau pereaksi
mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Orde reaksi ditentukan oleh kemungkinan
suatu unit yang terjadi pada populasi tertentu. Dalam farmakokinetika hanya orde
reaksi 0 dan orde reaksi 1 yang penting.
a. Reaksi Orde Nol
Bila jumlah obat A berkurang dalam suatu jarak waktu yang tetap t, maka laju
hilangnya obat A dinyatakan sebagai :
dA/dt = - Ko
Ko adalah tetapan laju reaksi orde nol dan dinyatakan dalam satuan massa/waktu
(misal : mg/menit). Integrasi persamaan diatas menghasilkan persamaan berikut
A = - Ko.t + Ao
Ao adalah jumlah obat A pada t = 0, maka dari persamaan tersebut dapat dibuat suatu
grafik hubungan antara A terhadap t yang menghasilkan suatu garis lurus.
b. Reaksi Orde Satu
Bila jumlah obat A berkurang dengan laju uang sebanding dengan jumlah obat A
tersisa, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai :
dA/dt = -Ka
Ka adalah tetapan laju reaksi orde satu dan dinyatakan dalam satuan waktu -1 (misal
:jam-1). Integrasi dari persamaan diatas menghasilkan persamaan sebagai berikut :
ln A = - Kt + ln Ao
Dapat pula dinyatakan sebagai berikut :
A = Ao . e Kt . Bila ln = 2.3 log, maka persamaannya menjadi : Log A = - Kt / 2,3 +
log Ao, yang mana dari persamaan ini, grafik hubungan log A terhadap t menghasilkan
garis lurus.
waktu.
Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi obat. Vd adalah
volume perkiraan (apparent) obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.
dalam
satu
satuan
waktu. Tetapan
kecepatan
eliminasi
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai
puncak.
Kadar puncak (Cp mak)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau
plasma. Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan eliminasi
dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak proses-proses
tersebut berada dalam keadaan seimbang.
Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu (AUC)
Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obat
diabsorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi
obat-waktu (AUC) berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh
tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik.
5. Parasetamol Injeksi
analgesik yang efektif dan menarik bagi bayi baru lahir dan anak-anak terutama pada
mereka yang tidak bias mengkonsumsi oral. Ia bekerja sebagai alternatif atau sebagai
suplemen untuk analgesik opioid yang paling penting pada pasien yang rentan
terhadap efek samping opioid. Selain itu, parasetamol IVmemberikan hasil yang sama
seperti ditawarkan oleh Propasetamol.
Palmer dkk mempelajari formulasi parasetamol IV, clearance dan efek pada tes
fungsi hati di lima puluh neonatus. Dalam penelitian ini, neonatus menerima rata-rata
15 dosis sesuai dengan usia kehamilan (28-32 minggu = 10 mg / kg, 32-36 minggu =
12,5 mg / kg dan 36 minggu = 15 mg / kg) selama rata-rata 4 hari bersama dengan
pengukuran harian konsentrasi serum parasetamol dan tes fungsi hati. Mereka
menemukan bahwa parasetamol IV memilki parameter menyerupai orang-orang
dengan pemberian Propasetamol. Tidak ada efek hepatotoksisitas yang signifikan yang
dilaporkan pada pasien mereka kecuali satu pasien yang Alanin Aminotransferase
meningkat tiga kali lipat. Peneliti dalam penelitian ini menyarankan dosis yang lebih
rendah dari parasetamol IV pada pasien yang memiliki hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi. Penelitian ini merujuk pada usia kehamilan berbasis rejimen dosis pada
pengaplikasian parasetamol IVdi unit neonatal.
Demikian pula, penelitian yang dilakukan Wilson dkk dilakukan secara acakn
metode double blind pada kelompok control placebo pada
41 anak-anak untuk
mengetahui efikasi dan tolerabilitas dosis tunggal Propasetamol IV. Pada pasien
dengan suhu tubuh 38,5 C hingga 41 C menerima 30 mg / kg IV Propasetamol (20
pasien) dan plasebo (21 pasien), diberikan selama 15 menit melalui infus. Suhu tubuh
diukur di awal, setelah 15 menit, satu jam dan selanjutnya selama enam jam. Hasil
pertama adalah pengurangan suhu tubuh pada saat evaluasi di berbagai periode. Dalam
kelompok Propasetamol IV, 10% diperlukan penyelamatan dosis sedangkan pada
kelompok plasebo ,52,4% anak-anak memerlukan obat penyelamatan. Mereka
mengamati bahwa khasiat Propasetamol IV secara signifikan lebih besar daripada
plasebo. Selain itu, baik Propasetamol IV dan placebo sama-sama ditoleransi. Pada
penelitian ini tidak mengomentari perbandingan Propasetamol IV dengan obat
antipiretik lainnya.
Bayi
baru Anak-anak
lahir,
balita
anak-anak
Dosis
dan
(>10 Anakanak,remaja
Remaja
dan
dewasa
(>50
(<10 kg)
Sekali infus Sekali infus 15 Sekali infus 15 Sekali infus 1 g
pemberian
7,5
Dosis
(0,75 ml/kg)
30 mg/kg
60
mg/kg
mg/kg
ml/kg)
(6 60 mg/kg
maksimu
ml/kg)
ml)
(300 ml)
Tabel 1. Rekomendasi MHRA untuk dosis pemberian perfalgan(R) (preparasi
parasetamol IV)
a. Keamanan
Injeksi parasetamol IV dipercaya memilki efek terapeutik terbaik dengan efek
hepatotoksi yang rendah. Meskipun memilki efek toksisitas yang rendah pada
dosis terapi, tetapi harus juga diperhatikan bahwa memberikan terapi pada pasien
yang menggunakan parasetamol IV harus melalui persiapan yang baik. Kerusakan
hati telah dilaporkan terjadi pada anak-anak yang mengkonsumsi prasetamol yang
lama dengan jumlah dengan jumlah dosis sesuai dengan dosis terapi. Hepatotoksis
terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan antara produk metabolik reaktif ( Nacetyl p-benzoquinone imine) dan kurangnya jumlah glutathion 31. Pada anak-anak
(umur kurang dari 2 tahun), resiko hepatotoksis telah diidentifikasi pada pemberian
parasetamol IV dengan dosis lebih dari 90 mg/kg/hari.
Selain itu, untuk menghindari toksisitas dari injeksi parasetamol IV maka
pemberiannya harus dilakukan di rumah sakit. Pemberian parasetamol IV memiliki
kontraindikasi pada beberapa kondisi diantaranya insufisiensi hepar, peminum
alkohol yang kronik, malnutrisi dan dehidrasi yang kronik. Namun demikian,
penelitian terbaru menunjukan bahwa injeksi parasetamol IV sesuai dengan dosis
terapi tidak memberikan kerugian pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Selain
itu juga, tidak ada data yang signifikan mengenai hepatotoksitas pada pasien
sirosis, hal ini mungkin disebabkan karena kompensasi fungi hati dan hasil
metabolit dengan toksisitas yang rendah. Dengan kata lain, parasetamol IV tidak
menjadi kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi hati jika dosis yang
diberikan tidak melebihi dosis terapi yang sesuai.
BAB III
METODOLOGI
Gelas beaker
Vial
Pompa peristaltic
Syringe
Labu ukur
Cawan porselen
Timbangan analitik
Spektrofotometer
3.2.1 Bahan
NaOH 0,1 N
Parasetamol
Aquadest
3.2 Cara Kerja
1.
2.
3.
4.
Daftar Pustaka
Carbopol
934
Wibowo, D dan Paryana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Wilson TG, Kornman KS. Fundamentals of Periodontics, Second Edition. Hong
Kong: Quintesence Publishing Co Inc, 2003: 491-3.
Yuniastuti, A., 2008. Gizi dan Kesehatan. Cetakan I,Yogyakarta : Graha Ilmu.