Oleh :
Janeva Septiana Sihombing
04084821517076
Pembimbing :
drg. Billy Sujatmiko, SpKG
1. Kedalaman karies
Menurut ICDAS (International Caries Detection and Assessment System), karies
terbagi atas 6, yaitu :
D1 : dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
D2 : dalam keadaan gigi basah, terlihat adanya lesi putih pada permukaan gigi.
D3 : terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
D4 : lesi lebih dalam, tampak bayangan gelap denti atau lesi sudah mencapai bagian
Dentino Enamel Junction (DEJ).
D5 : lesi telah mencapai dentin.
D6 : lesi telah mencapai pulpa
2. White spot
White spot lession adalah proses awal terjadinya lubang gigi namun pada fase ini
permukaan gigi masih utuh. Bercak putih (White spot) timbul akibat pelepasan ion
kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi. Biasanya white
spot terbentuk di bagian gigi yang dekat dengan perbatasan gusi. Proses ini bisa
dihentikan
dengan
penyebabnya.
pembersihan
yang
tepat
dan
penghentian
faktor-faktor
3. Progresifitas karies
Lesi email awal di dapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah
sehingga tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah
untuk menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam
berpenetrasi dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan
demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya
remineralisasi di permukaan yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion
Ca2+ dan HPO 42+, dan juga saliva. Yang termasuk karakteristik klinis lesi email
awal adalah kehilangan translusensi
normal
dari
yang
memberikan
penampakan putih kapur, terlebih lagi pada saat dehidrasi, selain itu juga terdapat
lapisan permukaan yang rentan rusak pada saat probing, khusunya pada pit dan
fissura. Termasuk pula didalamnya,
pada
adanya
peningkatan porusitas,
khususnya
adanya penurunan densitas pada bagian sub permukaan, yang dapat di deteksi dengan
radiograf atau dengan transluminasi. Ukuran lesi sub permukaan dapat berkembang
sehingga dentin dibawahnya terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi
interproksimal dapat terdeteksi oleh radiograf. Walau begitu, selagi permukaan gigi
menyatu, lesi masih dapat dikatakan reversible.
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha
mengembalikan densitas email, tetapi pada realitanya hanya terdapat sebagian
perbaikan pada densitas permukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian
pada lesi awal menjadikan email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi asam
daripada email normal dan secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih bauk bagi pasien
untuk tetap menjada oral hygiene daripada langsung memperbaiki gigi dan
mengabaikan usaha remineralisasi. Jika ketidakseimbangan remineralisasi atau
demineralisasi berlanjut, maka permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya
pelarutan apatit atau fraktur kristal yang lemah, sehingga menghasilkan kavitas.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin sulit
dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa akan
menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar. Akan
terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan tubuli dentin sehingga
menghasilkan lapisan translusen. Hal
dapat diungkapkan
ini
tidak
terlihat
secara
klinis
tetapi
terdemineralisasi diangkat pada saat preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah
suatu reaksi pertahanan dari pulpa yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan
satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan
yang
sama
dalam
proses
penyembuhan. Sekali demineralisasi berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri
menjadi permanen di dalam kavitas, mereka akan menerobos ke dalam dentin yang
lebih dalam dengan sendirinya. Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet
substrat tetapi bakteri juga akan memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit
pada dentin yang lebih dalam. Tekstur dan warna dentin akan berubah
seiring perkembangan lesi. Tekstur akan berubah karena demineralisasi dan warna
akan bertambah gelap akibat produk bakteri atau noda dari makanan dan minuman.
Pada lesi kronik, perubahan warna akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan
lebih lunak. Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan
infeksi pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya
menjadi abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak
disekitar periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan interradikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah menyebar ke
jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival berupa eksudat,
yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis yang terjadi pada
gigi susu pada
saat pembentukan
aktif dari
dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering dijumpai pada gigi
premolar.
Kesimpulan Tahapan Proses Karies
a. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
b. Bluish WhiteArea
4. ICD-10
Chapter XI
Diseases of the digestive system
(K00-K93)
Diseases of oral cavity, salivary glands and jaws
(K00-K14)
K00 Disorders of tooth development and eruption
Excl.: embedded and impacted teeth (K01.-)
K00.0 Anodontia
Hypodontia
Oligodontia
K00.1 Supernumerary teeth
Distomolar
Fourth molar
Mesiodens
Paramolar
Supplementary teeth
K00.2 Abnormalities of size and form of teeth
Concrescence
Fusion
of teeth
Gemination
Dens:
evaginatus
in dente
invaginatus
Enamel pearls
Macrodontia
Microdontia
Peg-shaped [conical] teeth
Taurodontism
Tuberculum paramolare
Excl.: tuberculum Carabelli, which is regarded as a normal variation and should not be
coded
K00.3 Mottled teeth
Dental fluorosis
Mottling of enamel
Nonfluoride enamel opacities
Excl.: deposits [accretions] on teeth (K03.6)
K00.4 Disturbances in tooth formation
Aplasia and hypoplasia of cementum
Dilaceration of tooth
Enamel hypoplasia (neonatal)(postnatal)(prenatal)
Regional odontodysplasia
Turner tooth
Excl.:
Amelogenesis
Dentinogenesis
Odontogenesis
Dentinal dysplasia
Shell teeth
imperfecta
Natal
Neonatal
tooth
Premature:
eruption of tooth
Wear:
approximal
occlusal
of teeth
Abrasion:
dentifrice
habitual
occupational
ritual
traditional
Wedge defect NOS
K03.2 Erosion of teeth
Erosion of teeth:
NOS
of teeth
due to:
o
diet
persistent vomiting
idiopathic
occupational
subgingival
supragingival
betel
black
green
materia alba
orange
tobacco
Staining of teeth:
NOS
extrinsic NOS
NOS
acute
chronic (hyperplastic)(ulcerative)
irreversible
reversible
calcifications
stones
Dental
Dentoalveolar
Dental
Dentoalveolar
Periapical
abscess NOS
apical (periodontal)
periapical
residual radicular
Excl.: lateral periodontal cyst (K09.0)
NOS
desquamative
hyperplastic
simple marginal
ulcerative
NOS
complex
simplex
K05.4 Periodontosis
Juvenile periodontosis
K05.5 Other periodontal diseases
K05.6 Periodontal disease, unspecified
NOS (K05.1)
acute (K05.0)
chronic (K05.1)
mandibular
maxillary
Macrognathism (mandibular)(maxillary)
Micrognathism (mandibular)(maxillary)
Excl.: acromegaly (E22.0)
deep
horizontal
vertical
Overjet
Posterior lingual occlusion of mandibular teeth
K07.3 Anomalies of tooth position
Crowding
Diastema
Displacement
Rotation
Spacing, abnormal
Transposition
of tooth or teeth
Impacted or embedded teeth with abnormal position of such teeth or adjacent teeth
Excl.: embedded and impacted teeth without abnormal position (K01.-)
K07.4 Malocclusion, unspecified
K07.5 Dentofacial functional abnormalities
Abnormal jaw closure
Malocclusion due to:
abnormal swallowing
mouth breathing
dislocation (S03.0)
strain (S03.4)
5. Innervasi gigi
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V atau
nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial,
selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, keXI, ke-XII.
Nervus Maksila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan
gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang
lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan
bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus
alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris
superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior
medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian medial,
nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian
distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus
alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi
molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan
sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang
membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan
mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini
juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal
di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari
caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan
memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus
mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot
mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecil pada kedua sisi midline.
Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral
dan ligament periodontal.
terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis. Ditandai dengan adanya rasa
sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa
sakit akan berkurang.
7. Hiperemia pulpa
Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi pulpa adalah
suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan, terjadi sirkulasi
darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam pulpa. Pulpa
terdiri dari saluran pembuluh darah halus, pembuluh syaraf, dan saluran lymphe.
Hiperemi pulpa ada dua tipe:
Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri.
Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena.
Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi lagi
untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat.
Hiperemi pula dapat disebabkan oleh:
a. Trauma, seperti oklusi traumatik, syok termal sewaktu preparasi kavitas,
dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi
terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.
b. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan
tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2,
alkohol, kloroform).
c. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa,
jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru
toksin bakteri.
Gejala-gejala:
Terasa lain jika terkena makanan/ minuman manis, asam panas dan dingin.
Makanan / minuman dingin lebih ngilu daripada makanan / minuman panas
Kadang-kadang sakit kalau kemasukan makanan
Pemeriksaan objektif:
Terlihat karies media atau propunda
Bila di tes dengan chlor etil terasa ngilu
Di test dengan sonde kadang terasa ngilu, kadang tidak
Perkusi tidak apa-apa
Terapi:
Bila ada karies media ditambal sesuai indikasinya, bila mahkota cukup baik.
Bila karies profunda dilakukan pulpa capping, bila mahkotanya baik
8. Pulpitis
a. Reversible
Pulpitis reversible merupakan proses inflamasi ringan yang apabila penyebabnya
dihilangkan maka inflamasi menghilang dan pulpa akan kembali normal. Faktorfaktor yang menyebabkan pulpitis reversible, antara lain stimulus ringan atau
sebentar seperti karies insipient, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian
besar prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam dan fraktur email
yang menyebabkan tubulus dentin terbuka.
Gejala pulpitis reversible ada yang simtomatik dan asimtomatik.
Simtomatik: rasa sakit tajam yang hanya sebentar, disebabkan
oleh
Meskipun
inflamasi akut.
b. Irreversible
Pulpitis irreversible
merupakan
inflamasi
parah
yang
tidak
akan
bisa
pulih walaupun penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan
menjadi nekrosis. Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau
perkembangan
dari
pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif,
berlangsung lama seperti karies. Bila karies menembus dentin dapat menyebabkan
respon inflamasi kronis. Venula pascakapiler menjadi padat dan mempengaruhi
sirkulasi di dalam pulpa, serta dapat mengakibatkan nekrosis. Daerah nekrotik ini
menarik leukosit PMN dengan kemotaktik dan memulai reaksi inflamasi akut.
Terjadi fagositosis oleh PMN pada daerah nekrosis. Setelah itu PMN yang masa
hidupnya pendek, mati dan melepaskan enzim lisosomal. Enzim ini menyebabkan
lisis beberapa stroma
melalui
massa
9. Nekrosa pulpa
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung
pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Disebabkan oleh bakteri, trauma dan iritasi.
Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah jejas
traumatik
yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi. Nekrosis ada dua
jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi,
bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid.
Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi
masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis
likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang
melunak, suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku,
tidak mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta
akibat
menjadi
meningkatnya
nekrosis
tekanan
likuifaksi.
jaringan
Jika
sehingga
eksudat
yang
limfatiknya
pulpitis irreversible
dihasilkan
kolaps
akan
selama pulpitis
irreversible diserap atau didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang
tebuka ke dalam rongga mulut, proses nekrosis akan tertunda; pulpa di daerah akar
akan tetap vital dalam jangka waktu yang cukup lama. Sebaliknya, tertutup atau
ditutupnya pulpa yang terinflamasi mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat
dan total serta timbulnya patosis periapikal.
Gejala umum nekrosis pulpa :
- Tidak ada gejala rasa sakit
- Diskolorisasi gigi
- Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik. Penampilan mahkota yang buram
atau opak hanya disebabkan karena translusensi normal yang jelek, tetapi kadangkadang gigi mengalami perubahan warna keabu-abuan atau kecoklat-coklatan yang
nyata dan dapat kehilangan kecemerlangan dan kilauan yang biasa dipunyai. Adanya
pulpa nekrotik mungkin ditemukan secara kebetulan, karena gigi macam itu adalah
asimtomatik dan radiograf adalah nondiagnosis.
- Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti
pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura
- Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu
atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
- Gigi dengan nekrosis sebagian dapat bereaksi terhadap perubahan termal, karena
adanya serabut saraf vital yang melalui jaringan inflamasi di dekatnya.
Keluhan subjektif :
- Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
- Bau mulut (halitosis)
- Gigi berubah warna.
Pemeriksaan objektif :
infeksi telah meluas dari saluran akar melalui periodontal apikalis sampai ke dalam
tulang periapeks. Perasaan sangat nyeri terutama bila ditekn pada keadaan ini untuk
menghilangkannya perlu segera dilakukan drainase atau trepanasi.
Untuk itu dapat dipakai dua Cara:
- Trepanasi melalui saluran akar.
- Trepanasi di daerah apeks akar.
Trepanasi melalui saluran akar
Usaha awal untuk memperoleh drainase adalah membuka saluran akar
lebar-lebar sampai melewati foramen apikalis dan saluran akar dibiarkan
terbuka beberapa hari supaya sekret dapat mengalir ke luan Ke dalam
kavum pulpa dimasukkan kapas yang longgar agar sisa makanan Lidak
menutup jalan drainase. Setiap hzui kapas diganti dan saluran dibersihkan
dengan larutan garam fisiologis utau NaCl 5% bila sekret pus tidak ada
lagi. Dalam hal ini, Schroeder (1981) menganjurkan terapi altematif, yaitu
pemberian preparat antibiotik dan kortikosteroid (pasta Ledermix), dan
menutup saluran dengan oksida seng engenol. Setelah rasa sakit berkurang
dan drainase telah berhenti, saluran akar dipreparasi dengan sempuma dan
diisi dengan bahan pengisi saluran akar.
Trepanasi Melalui Tulang
Trepanasi ini dikenal dengan nama fistulasi apikal.
Teknik:
1, Berikan anatesi lokal.
2. lnsisi (dalam benmk semalumr panjangnya kara-kara 20 mm) sekitar
daerah batas mukogingival di mana terletak apeks, dilakukan dengan
bantuan foto rontgen.
3. Pengambilan tulang alveolar langsung di atas apeks dan nanah mengalir
keluar.
4. Kuretase dengan kuret secara hatbhati pada apeks dan irigasi dengan
larutan garam fisiologis.
5. Lakukan penjahikan
6. Memasukkan sebuah pita kasa ke bawah selaput lendir.
7. Pemberian analgetik dan antibiotik
12. Cellulitis (phlegmon) mandibula
Phlegmon atau Ludwig's angina adalah suatu penyakit kegawatdaruratan,
yaitu terjadinya penyebaran infeksi secara difus progresif dengan cepat yang
menyebabkan timbulnya infeksi dan tumpukan nanah pada daerah rahang bawah
kanan dan kiri (submandibula) dan dagu (submental) serta bawah lidah (sublingual),
yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas dengan gejala berupa
perasaan tercekik dan sulit untuk bernafas secara cepat (mirip dengan pada saat
terjadinya serangan jantung yang biasa dikenal dengan angina pectoris). Sedangkan
Ludwig's angina sendiri berasal dari nama seorang ahli bedah Jerman yaitu Wilhem
Von Ludwig yang pertama melaporkan kasus tersebut.
Phlegmon adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Streptokokus yang
menginfeksi lapisan dalam dasar mulut yang ditandai dengan pembengkakan yang
dapat menutup saluran nafas. Phlegmon berawal dari infeksi pada gigi (odontogenik),
90% kasus diakibatkan oleh odontogenik, dan 95% kasus melibatkan submandibula
bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi yang berbahaya dan
seringkali merenggut nyawa. Angka kematian sebelum dikenalnya antibiotik
mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan
perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan
tepat, maka saat ini angka kematian (mortalitas) hanya 8%.
Kata angina pada Ludwig's angina dihubungkan dengan sensasi tercekik
akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak. Penyakit ini merupakan infeksi yang
berasal dari gigi akibat perjalaran pus dari abses periapikal.
Gambaran klinis dari penyakit ini ditandai dengan adanya selulitis yang
mekuas dan menyebabkan pembengkakan pada dasar mulit, lidah dan regio
submandibula sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, penyebaran infeksi
ke jaringan leher yang lebih dalam ataupun menyebabkan mediastenitis yang
berpotens fatal. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lebih daro 95% pasien dnegan
pembengkakan submandibular bilateral dan pembengkakan dasar mulut yang
menyebabkan lidah terangkat. Gejala lainnya adalah edem jaringan leher depan di atas
tulang hyoid yang memberikan gambaran seperti bulls neck. Demam, takikardi,
takipneu, dan dapat pula disertai dnegan agitasi. Bengkak dan nyeri pada dasar mulut
dan leher, sulit menelan, nyeri menelan, berliur, trismus, dan nyeri gigi. Hoarseness,
stridor, distress pernapasan, sianosis dan postur tubuh mengendus (postur tubuh yang
menandai pasien dengan kompensasi obstruksi saluran napas atas, yakni postur tubuh
tegak dengan leher menjulur ke depan dan dagu terangkat seperti orang sedang
mengendus) adalah tanda0tanda ancaman obstruksi jalan napas. Selain itu, gejala
disfonia juga muncul akibat edema plika vokalis, tand aini merupakan tanda bahaya
bagi klinisi oleh karena potensi sumbatan jalan napas.
Terapi phlegmon:
- Penilaian jalan napas, apabila ada tanda-tanda obstruksi jalan napas maka segera
lakukan pembebasan jalan napas dengan oro atau nasotrakeal intubasi dengan
trakeostomi.
Antibiotik broad spectrum , first line: penisilin dosis tinggi IV. Terapi alternatif
lain: ampicillin 2-4 g/hari dosis terbagi. Bila alergi penisilin beri golongan
sefalosporin generasi ketiga ataupun golongan aminoglikosida seperti gentamicin
1-4 mg/kgbb atau amikacin 500mg/8jam. Metronidazole untuk mengeradikasi
bakteri anaerob.
Kortikosteroid untuk mengurangi edema saluran napas.
Tindakan bedah diindikasikan bila terdapat infeksi supuratif, pemasangan
Gambaran Klinis
Nyeri lokal yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari gigi sensitif
terhadap panas dan dingin demam
ginggiva : berdarah, bengkak, panas, kemerahan
gigi : goyang, lunak, ekstrusi
pembengkakan kelenjar limfe di sekitar leher
infeksi yang lebih serius : trismus, disphagia, gangguan pernafasan
Diagnosis
Anamnesa : keluhan berupa nyeri pada saat mengunyah dan jika kontak dengan
panas atau dingin
Pemeriksaan fisik
Inspeksi dan palpasi : gusi merah dan bengkak
Perkusi : nyeri
Pemeriksaan laboratorium
Diperlukan jika ada komplikasi abses.
Diagnosis banding:
abses peritonsilar
ginggivostomatitis
parotiditis
selulitis wajah
neoplasma
Terapi
Tujuan dari terapi adalah menghilangkan infeksi, perbaikan gigi dan mencegah
komplikasi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu (2) :
mengeringkan pus
menghilangkan sumber infeksi
pemberian antibiotik, standar antibiotic yang sering digunakan adalah
phenoxymethylphenicillin (penicillin V) atau amoksisilin dosis tinggi, dan jika
pasien hipersensitif terhadap penisilin dapat digunakan eritromisin atau
metronidazol.
Prognosis
Prognosis baik karena abses dapat sembuh melalui terapi yang tepat. Preservasi gigi
memungkinkan untuk beberapa kasus.
Komplikasi
kehilangan gigi
penyebaran infeksi pada jaringan lunak (selulitis wajah, Ludwigs angina)
penyebaran infeksi pada tulang rahang (osteomyelitis mandibula atau maksila)
penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral,
endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.