Anda di halaman 1dari 61

BAB I

LAPORAN KASUS

A. LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 36 Tahun
Alamat
: Sambirejo Rt. 03/ 04, Tlogowungu, Pati
Agama
: Islam
Masuk RSUD : 06 Mei 2014 (IGD)
Ruang
: Gading No. 36
Anamnesa
Keluhan Utama : Badan terasa lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa sekitar 1 bulan ini badannya terasa lemas, nafsu makan
menurun, tidak bergairah. Pasien memeriksakan diri ke dokter 1 hari yang
lalu, oleh dokter pasien disarankan untuk memeriksakan diri ke RSUD
Soewondo Pati dikarenakan ditemukan benjolan pada payudara kirinya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat pembedahan disangkal.
- Tidak pernah menderita penyakit tumor atau kanker.
- Tidak ada riwayat alergi.
- Mempunyai riwayat anemia.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Budhenya pernah menderita penyakit kanker mamae sekitar umur 25 tahun.
Riwayat Reproduksi:
- Pasien menarche pertama umur 16 tahun.
- Pasien mempunyai anak 1 orang
- Pasien tidak memakai alat kontrasepsi
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
o Tekanan Darah
o Nadi
o Pernapasan
o Suhu
Kepala & Leher
o Konjungtiva Anemis
o Sklera Ikterik
o Sianosis

: 120/80 mmHg
: 80 kali/ menit
: 20 kali/ menit
: 36 C
: (+/+)
: (-/-)
: (-)
1

o Peningkatan JVP
: (-)
o Pembesaran KGB
: (-)
Thoraks
o Paru
I
: simetris, retraksi (-), tidak nampak ada ketinggalan
gerak nafas
P
: fremitus taktil kanan dan kiri simetris
P
: sonor/sonor
A
: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/o Jantung
I
: iktus kordis tidak tampak
P
: iktus kordis tidak kuat angkat
P
: batas jantung normal,
A
: bunyi jantung I > II, murmur & gallop (-)
Abdomen
o I
: datar
o A
: peristaltic (+) normal
o P
: timpani, tidak ada asites
o P
: supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Clubbing finger (-)
Tidak tampak edema pada kedua tungkai

Status Lokalis
Regio Mamae Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada
retraksi papilla mamae, tidak ada ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba massa/ benjolan.
Regio Mamae Sinistra
o Inspeksi :
Tampak benjolan di payudara kiri pada kuadran caudo lateral, retraksi
papilla mammae ke arah benjolan, tidak ada pus, ada gambaran Peau d
Orange
o Palpasi :
Benjolan berbentuk bulat, diameter 8 cm teraba keras, batas tidak
jelas, tidak mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding
dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae
tidak ada keluar cairan.
Regio Aksila Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Aksila Sinistra
2

o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Teraba pembesaran kelenjar aksila dan teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Dekstra
o Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba
benjolan.
Regio Supraklavikuler Sinistra
o Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba
benjolan.

Hipotesis
Suspect Ca Mamae Sinistra
Anemia
Planning
Diagnostik
o Pemeriksaan Darah Lengkap
o Kimia darah
o Gula Darah Sewaktu
o EKG
o Foto Thoraks AP
o USG Mamae
Terapi
o Infus RL 20 tetes per menit
o Transfusi PRC

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 06 Mei 2014
Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameters

Hasil

WBC

8,25 (10^3/uL)

RBC

3,22 (10^6/uL)

HGB

9,2 (g/dL)

L
3

HCT

27,5 (%)

MCV

85,4 (fL)

MCH

28,6 (pg)

MCHC

33,5 (g/dL)

PLT

309 (10^3/uL)

RDW CV

13,7 (%)

RDW SD

40,2 (fL)

PDW

7,8 (fL)

MPV

7,6 (fL)

P LCR

9,4 (%)

Kimia Darah dan Elektrolit


Parameter

Hasil

Gula Darah Sewaktu

89 mg/dl

Ureum

22,8 mg/dl

Creatinin

0,68 mg/dl

Na

143,2 mmol/l

3,95 mmol/l

Cl

109,2 mmol/l

EKG

B.

Follow Up
Tanggal 07 Mei 2014

Benjolan di
payudara
kiri, tidak
panas, tidak
nyeri

Status Generalis

KU: compos mentis

P
Suspect Ca
Mamae Sinistra
Anemia

USG Mamae
Transfuse PRC
Ro Thorak AP

GCS: E4M6V5
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit
Suhu : 36 C
6

Mata: CA +/+, SI -/Cor:


I : iktus kordis tidak tampak
P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal,
A : bunyi jantung I > II, murmur & gallop (-)

Pulmo:
I : simetris, retraksi (-), tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
P : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
P : sonor/sonor
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen:
I : datar
A : peristaltic (+) normal
P : timpani, tidak ada asites
P : supel, nyeri tekan (-)

Status Lokalis
Regio Mamae Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi
papilla mamae, tidak ada ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba massa/ benjolan.
Regio Mamae Sinistra
o Inspeksi :
Tampak benjolan di payudara kiri pada kuadran caudo lateral, retraksi papilla
mammae ke arah benjolan, tidak ada pus, ada gambaran Peau d Orange
o Palpasi :
Benjolan berbentuk bulat, diameter 8 cm teraba keras, batas tidak jelas, tidak
mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada
nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
Regio Aksila Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Aksila Sinistra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Teraba pembesaran kelenjar aksila dan teraba benjolan.
8


o
o

o
o

Regio Supraklavikuler Dekstra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.

Tanggal 08 Mei 2014


S

Benjolan di
payudara
kiri, tidak
panas, tidak
nyeri

Status Generalis

KU: compos mentis

GCS: E4M6V5

P
Suspect Ca
Mamae Sinistra
Anemia
Hipoalbumin

Transfusi PRC
Cek Fungsi
Hepar

Tekanan Darah : 110/80 mmHg


Nadi : 80 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit
Suhu : 36 C
Mata: CA +/+, SI -/Cor:

I : iktus kordis tidak tampak


P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal,
A : bunyi jantung I > II, murmur & gallop (-)

Pulmo:
I : simetris, retraksi (-), tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
P : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
P : sonor/sonor
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen:
I : datar
A : peristaltic (+) normal
P : timpani, tidak ada asites
P : supel, nyeri tekan (-)

10

Status Lokalis
Regio Mamae Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi
papilla mamae, tidak ada ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba massa/ benjolan.
Regio Mamae Sinistra
o Inspeksi :
Tampak benjolan di payudara kiri pada kuadran caudo lateral, retraksi papilla
mammae ke arah benjolan, tidak ada pus, ada gambaran Peau d Orange
o Palpasi :
Benjolan berbentuk bulat, diameter 8 cm teraba keras, batas tidak jelas, tidak
mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada
nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
Regio Aksila Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Aksila Sinistra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Teraba pembesaran kelenjar aksila dan teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Dekstra
o Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
11

o
o

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.

Pemeriksaan BT, CT, dan PT


Parameter

Hasil

Waktu Perdarahan/ BT

300

Waktu Pembekuan/ CT

530

Protrombine Time/ PT

14,3

Ratio

1,13

INR

1,18

APTT/ PPTK Pasien

33,6

Kontrol

30,0

Immunologi
Parameter

Hasil

HbsAg

(-) non reaktif


12

Hematologi Analyses
Parameter

Hasil

Hb

9,4 g/dl

Kimia Darah, Albumin, SGOT, dan SGPT


Parameter

Hasil

Albumin

2,5 g/dl

SGOT

52,6 U/l

SGPT

33,0 U/l

Gula Darah Sewaktu

118 mg/dl

Ureum darah

22,4 mg/dl

Creatinin darah

0,94 mg/dl

USG Mamae Sinistra

13

14

Mamae Sinistra: papilla mamae tak retraksi, tampak gambaran hipoekoik, batas tak tegas, terfiksasi dengan sekitar, ukuran besar pada kuadran
median atas dan bawah.
Axilla sinistra: tampak pembesaran limfonodi.
Kesan: tumor mamae sinistra curiga keganasan
Foto Thoraks

Terdapat gambaran multiple coin lession pada kedua lapang paru


Kesan: Metastase Tumor

15

Tanggal 09 Mei 2014


S

Benjolan di
payudara kiri,
tidak panas,
tidak nyeri

Status Generalis

KU: compos mentis


GCS: E4M6V5

P
Tumor Mamae
Sinistra Curiga
Ganas (T3N1M1)
Anemia
Hipoalbumin

Tekanan Darah : 120/70 mmHg


Nadi : 80 kali/ menit

16

Pernapasan : 20 kali/ menit


Suhu : 36 C
Mata: CA +/+, SI -/Cor:
I : iktus kordis tidak tampak
P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal,
A : bunyi jantung I > II, murmur & gallop (-)
Pulmo:
I : simetris, retraksi (-), tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
P : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
P : sonor/sonor
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen:
I : datar
A : peristaltic (+) normal
P : timpani, tidak ada asites

17

P : supel, nyeri tekan (-)


Status Lokalis
Regio Mamae Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi
papilla mamae, tidak ada ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba massa/ benjolan.
Regio Mamae Sinistra
o Inspeksi :
Tampak benjolan di payudara kiri pada kuadran caudo lateral, retraksi
papilla mammae ke arah benjolan, tidak ada pus, ada gambaran Peau d
Orange
o Palpasi :
Benjolan berbentuk bulat, diameter 8 cm teraba keras, batas tidak jelas,
tidak mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak
ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar
cairan.
Regio Aksila Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Aksila Sinistra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Teraba pembesaran kelenjar aksila dan teraba benjolan.
18


o
o

o
o

Regio Supraklavikuler Dekstra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.

Ro Thorak: Coin lession (metastase ke Paru)

Tanggal 10 Mei 2014


S

Benjolan di
payudara kiri,
tidak panas,
tidak nyeri

Status Generalis

KU: compos mentis


GCS: E4M6V5

P
Tumor Mamae
Sinistra Curiga
Ganas (T3N1M1)
Anemia
Hipoalbumin

Rujuk

Tekanan Darah : 110/70 mmHg


Nadi : 80 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit

19

Suhu : 36 C
Mata: CA +/+, SI -/Cor:
I : iktus kordis tidak tampak
P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal,
A : bunyi jantung I > II, murmur & gallop (-)
Pulmo:
I : simetris, retraksi (-), tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
P : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
P : sonor/sonor
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen:
I : datar
A : peristaltic (+) normal
P : timpani, tidak ada asites
P : supel, nyeri tekan (-)

20

Status Lokalis
Regio Mamae Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi
papilla mamae, tidak ada ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba massa/ benjolan.
Regio Mamae Sinistra
o Inspeksi :
Tampak benjolan di payudara kiri pada kuadran caudo lateral, retraksi
papilla mammae ke arah benjolan, tidak ada pus, ada gambaran Peau d
Orange
o Palpasi :
Benjolan berbentuk bulat, diameter 8 cm teraba keras, batas tidak jelas,
tidak mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak
ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar
cairan.
Regio Aksila Dekstra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Aksila Sinistra
o Inspeksi :
Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
o Palpasi :
Teraba pembesaran kelenjar aksila dan teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Dekstra

21

o
o

o
o

Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.


Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
Regio Supraklavikuler Sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.

Ro Thorak: Coin lesson (metastase ke Paru)

22

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang berasal dari
epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis, dan fascia superficial
dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan suatu proliferasi lokal dari
stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul pada
dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini adalah milk line
dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial (Gambar 1.1). Pada manusia,
hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan menetap dan akhirnya berkembang
menjadi kelenjar mamma dewasa. Kadang-kadang, jaringan payudara yang tersisa atau
bahkan fungsional dapat muncul dari bagian lain dari milk line.1,11,12,13,14

23

Gambar 1.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma terbentuk
sepanjang

garis

ini.

B.

Tempat

supernumerary nipples pada manusia

umum

terbentuknya

kelenjar

mamma

atau

Gambar 1.2. Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan sistem
duktus berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim dermis. E :
eversi putting menjelang kelahiran. 1

2.2. Anatomi

24

Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan dada.
Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh
di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai
batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian
M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke aksila. Ekor
ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia
sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan
secara normal di bawah fascia sebelah dalam. 1,11,12,13,14

Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah


depan1

25

Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)

Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada yang
lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas dengan fascia
sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan
kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary
(submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus

parenkim

beserta

duktusnya

tersusun

secara

radial

berkenaan dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral
menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari
papilla. Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang
tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk
terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan
ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya
dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian
26

yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya


tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam
dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen
parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,
sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal.
Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan
mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit
yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang
disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari
folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan
dari kulit. 1

Gambar 1.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum


Cooper

pada

penyakit

yang

invasive.

dengan penekanan oleh tangan pemeriksa.

Dapat

diperjelas

Suplai darah

27

Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan
A. intercostal.

Gambar
1.6. A.
Pada
18%
individu,
payudara

diperdarahi oleh arteri internal thoracic,


axillary, dan intercostals. B. Pada 30%,
kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari
kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di
medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari
mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena
subclavia. Di belakang, vena intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana
masuk vena azygos, hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke
dalam vena cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru.
Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1

28

Gambar

1.7.

Diagram potongan frontal


mammae
kanan
menunjukkan
jalur
drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung kanan. the
right heart. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal,
superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena
aksilaris ke jantung kanan.1

Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang
bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 1.8. Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari Haagensen
(kiri). Aliran limfatik mammae (kanan). 1

29

Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).


1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes.
Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major,
sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding
dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluhpembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.

Gambar 1.9. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh tanda
panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of
vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3.
Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central
axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.

Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah


subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe
intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang
terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang

30

besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang
kutaneus lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot pektoralis
mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB
aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di
aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari
bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral surfaces of the medial
part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis.
KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati, diafragma,
rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan
biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus
thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute
aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau
contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang
termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena
aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk
subclavicular, infraclavicular, or apical
31

Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

Gambar
1.10.
Kelompok
kelenjar
getah
bening
aksila.
Level I
meliputi
beberapa
kelenjar
getah
bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II
meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah
M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah
bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1

2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam
fascia endothoracica.

Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati
permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga
mempersarafi papilla mammae.

32

Gambar
perifer penting yang ditemukan selama mastectomy

1.11. Saraf-saraf

2.3. Etiologi (Faktor risiko)


Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk berkembang
menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki beberapa faktor risiko tersebut. 2
Beberapa faktor risiko tersebut 3,4,8,9,10 :

Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara ratarata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum
menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau
sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat
tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival ratesnya lebih rendah.

Riwayat kanker payudara :


Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.

Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40

33

tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari


keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.

Perubahan payudara tertentu :


Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat

abnormal

pada pemeriksaan

mikroskopik.

Risiko

kanker akan

meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical


hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].

Perubahan Genetik :
Beberapa

perubahan

gen-gen

tertentu

akan

meningkatkan

risiko

terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen
lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen
BRCA-1

beruhubungan

dengan

invasive

ductal

carcinoma,

poorly

differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2


berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated
dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan
BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen
BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker
payudara pada usia yang lebih dini.

Riwayat reproduksi dan menstruasi :


Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,
dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.
Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,
atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.

Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada
wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
34

Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :


Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.

Kepadatan jaringan payudara :


Jaringan

payudara

dapat

padat

ataupun

berlemak.

Wanita

yang

pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih


padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.

Overweight atau Obese setelah menopause:


Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.

Kurangnya aktivitas fisik :


Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu
mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.

Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol
akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan
berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

2.4. Insidensi2
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan sporadik
Sporadic breast cancer

6575%

Familial breast cancer

2030%

35

Hereditary breast cancer

510%

BRCA-1a

45%

BRCA-2

35%

p53 (Li-Fraumeni syndrome)

1%

STK11/LKB1 (Peutz-Jeghers syndrome)

<1%

PTEN (Cowden disease)

<1%

MSH2/MLH1 (Muir-Torre syndrome)

<1%

ATM (Ataxia-telangiectasia)

<1%

Unknown
a

20%

Affected gene. SOURCE: Adapted with permission from Martin AM et al. 47

Risk Factors
Advanced age

Estimated
Relative Risk
>4

Family history
>5

Family history of ovarian cancer in women <


50y
>2

One first-degree relative


>2

Two or more relatives (mother, sister)

Personal history
3-4

Personal history
>4

Positive BRCA1/BRCA2 mutation

Breast biopsy with atypical hyperplasia

4-5

36

8-10

Breast biopsy with LCIS or DCIS

Reproductive history
2

Early age at menarche (< 12 y)

Late age of menopause

1.5-2

Late age of first term pregnancy (>30


y)/nulliparity

Use of combined estrogen/progesterone HRT

1.5-2

Current or recent use of oral contraceptives

1.25

Lifestyle factors
1.5-2

Adult weight gain

Sedentary lifestyle

1.3-1.5

1.5

Alcohol consumption

DCIS = ductal carcinoma in situ; HRT = hormone replacement therapy;


LCIS = lobular carcinoma in situ.

2.5. Klasifikasi kanker payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ

Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
37

DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa


yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.

38

Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding
lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat,
seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker
invasive

(lobular

atau

lebih

umum

sebagai

infiltrating

ductal

carcinoma) sepanjang hidupnya.

39

Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ


2. Invasive carcinoma
I.

Pagets disease dari papilla mammae


Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat
dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.

II. Invasive ductal carcinoma


a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)

Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus
kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila.
Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade
kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan
40

pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di


bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling
jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan
gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)

Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari
seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang
berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang
berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan
minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan
kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini
mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive
lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)

Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul
sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)

Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari
semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade
ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi
metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip
mucinous dan tubular carcinoma.
41

e. Tubular carcinoma (2%)

Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2%
dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita
perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati
100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)

Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran


histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit
sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma,
yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal,
multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit
untuk dideteksi.
IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1
Location

Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)

Nipple

2.2

1.7

1.9

Central

6.0

5.3

6.1

Upper inner

7.3

9.2

8.3

Lower inner

3.8

4.7

3.9

Upper outer

37.0

36.9

37.1

Lower outer

5.8

6.4

5.7

Axillary tail

0.8

0.8

0.6

Overlapping*

18.6

18.2

19.9

NOS (not otherwise specified)

18.6

16.8

16.5

*Lesions overlap between two quadrants within the breast.

42

2.6. Staging 6,15

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer


Tumor Primer (T)
TX

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis

Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ


Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
's)
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut
ukuran tumor)
T1

Tumor 2 cm

T1mic

Microinvasion 0.1

T1a

Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b

Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding


dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a

Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b

Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau


ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c

Kriteria T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

43

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)


NX

KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

N0

Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2

Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau


terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N2a

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat


atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b

Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N3

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla
ipsilateral

N3a

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b

Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c

Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)


pNX

KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau


tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil
yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
44

cluster tidak lebih dari 0.2 mm


pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
)
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
+)
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1

Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak

pN1mi

Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a

Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b

Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis


melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1c

Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila,
KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB


internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN2a

Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b

tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis


tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3

Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara


klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih
metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi
secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary;
atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a

Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau


metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b

Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan


terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis
ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak
tampak secara klinis

45

pN3c

Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan
pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi
semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya
direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings


Stage 0

Tis

N0

M0

Stage I

T1a

N0

M0

Stage IIA

T0

N1

M0

T1a

N1

M0

T2

N0

M0
46

Stage IIB

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T0

N2

M0

T1a

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1

M0

T3

N2

M0

T4

N0

M0

T4

N1

M0

T4

N2

M0

Stage IIIC

Any T

N3

M0

Stage IV

Any T

Any N

M1

Stage IIIA

Stage IIIB

T1 termasuk T1 mic.

SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging
Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

2.7. Diagnosis
a. Gejala

Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :


1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras

47

2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya


a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu


Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker
telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di
sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling
sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.4
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya.
Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran
atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar
sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan
muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun.
Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.6

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema
(peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

48

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar
limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas
atau fiksasinya.6

c.

Pemeriksaan penunjang

1.

Mammografi
Mammografi

merupakan

pemeriksaan yang paling dapat


diandalkan untuk mendeteksi
kanker

payudara

sebelum

benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat
diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai
ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi. 6
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan
teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran
lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC
memberikan

visualisasi

yang

lebih

baik

pada

aspek

medial

dan

memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.

49

Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara


dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate),
penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi.
Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada
wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi
yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk
deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar
90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan

bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan

pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun,


pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan
mammografi.

Pada

suatu

penelitian

atas

screening

mammography,

menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II,


III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi. 7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik
digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat.
Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran
dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di
bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang
halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan
batas yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak
beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG
juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB),
core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm. 6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

50

pemeriksaan

klinis

dan

mammografi

tidak

didapat

kelainan,

maka

kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil. 6


MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan. 7
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali

secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan

sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.


Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat
berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional
mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak
tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil.2,7
51

5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir

dalam

penelitian

kemopreventif

jangka

pendek

dan

termasuk

perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang


mengarah pada karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.

(HER)-2/neu dan

2.8. Skrining

Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society 4 :

Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terusmenerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.

Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara


(termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh
dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.

Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai


umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan
kelainan.

Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.

52

Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun,
dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.

Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap
tahun.

Wanita termasuk risiko tinggi bila :

mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2

mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang


memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau

BRCA2 tetapi belum pernah

melakukan pemeriksaan genetik


-

mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama


berdasarkan riwayat keluarga

pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun

mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau BannayanRiley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama
memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.

Wanita dengan risiko sedang bila :


mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga

mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ


(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH),
atau atypical lobular hyperplasia (ALH)

mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada


pemeriksaan mammogram

Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara6

53

Faktor risiko

Relative
Risk

Usia menarche (tahun)


>14

1.00

1213

1.10

<12

1.21

Umur (tahun)
Pasien tanpa saudara yg menderita kanker
<20

1.00

2024

1.24

2529 or nullipara

1.55

30

1.93

Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita kanker


<20

1.00

2024

2.64

2529 or nullipara

2.76

30

2.83

Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita kanker


<20

6.80

2024

5.78

2529 or nullipara

4.91

30

4.17

Breast biopsies (n)


Pasien berumur < 50 tahun saat konseling
0

1.00

1.70
54

Faktor risiko

Relative
Risk

2.88

Pasien berumur 50 tahun saat konseling


0

1.00

1.27

1.62

Atypical hyperplasia
No biopsies

1.00

At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia

0.93

No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at


least 1 biopsy

1.00

Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy

1.82

2.9. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory

carcinoma

mungkin

dapat

disembuhkan

dengan

terapi

multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan


pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. 7
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan
status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer
disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan
tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita
dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya

55

memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy


dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat
dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari
tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status
reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral
untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini,
sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang
tidak ditemukan

adanya pembesaran

KGB.

Ketika

sentinel

menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.

node

biopsy

2. Modified Radical Mastectomy


Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and
M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak
level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla
level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas
anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada
bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter
dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis
skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan
sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang

ulang

closed-system

suction

drainage.

Insidensi

lymphedema

fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktorfaktor predisposisi.

B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)


1. Radioterapi

56

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.


Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.6
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm
dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB
dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.

b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor
terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau

57

lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi


adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan

setelah

tahun.

Beberapa

ahli

onkologi

merekomendasikan

tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae


stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua
wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih
sebagai terapi awal.6
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

Prognosis
58

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987
telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb
70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. 6

DAFTAR PUSTAKA

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.

59

2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah


Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika;
Januari 2000. Jakarta.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing
House PVT LTD.
8. Harianto, Rina M dan Hery S. 2005. Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi

Terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di RS Dr. Cipto


Mangunkusumo, Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, No.1, hh. 84-99.
9. Dalimartha, Setiawan. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta :

Penebar Swadaya.
10. Indarti, Rini dan Henry Setiawan. 2005. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh

Terhadap Kejadian Kanker Payudara. Magister Programme of Epidemiology,


University of Diponegoro, Semarang, Indonesia No 5248.
11. Sjamsuhidajat.R, karnadihardja.W. Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 3 de jong. Jakarta ;

EGC; 2011. 471 496.


12. Desen,W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta; Balai Penerbit FK UI; 2011. 366

390.
13. Suyatno, Emir T. Bedah onkologi diagnostik dan terapi. Jakarta; Sagung seto; 2009.

35 79.

60

14. Brunicardi, f. Schwartz manual of surgery Eighth edition.united states of America; Mc

graw hill. 2006. 344 368.


15. Manuaba TV. Panduan Penatalaksanaan kanker solid Peraboi 2010. Jakarta ;

Perhimpunan Ahli bedah Onkologi Indonesia. Sagung seto ; 2010. 18 49.

61

Anda mungkin juga menyukai