Anda di halaman 1dari 127

EFEKTIVITAS PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT)


DI KABUPATEN LUWU UTARA
THE EFFECTIVENESS OF THE GOVERNMENT PROCUREMENT
OF GOODS AND SERVICES THROUGH E-PROCUREMENT
IN NORTH LUWU REGENCY

Disusun dan diajukan oleh

FARIDA KARTINI AMINUDDIN

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis yang berjudul
EFEKTIVITAS PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT) DI KABUPATEN LUWU
UTARA ini dapat diselesaikan. Penulisan Tesis ini merupakan sebagai
syarat yang harus dipenuhi dalam menempuh studi pada program pasca
sarjana

S-2

Program

Studi

Magister

Administrasi

Pembangunan

Universitas Hasanuddin Makassar.


Dalam penyelesaian tesis ini penulis menyadari banyak sekali
bantuan yang diberikan oleh banyak pihak, baik moril maupun materil
sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis haturkan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Ibu Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina
Pulubuhu, MA dan Direktur Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Prof. Dr. Syamsul Bachri, SH, MS.
2. Ibu Dr. Hamsinah, M.Si dan Bapak Dr. Alwi, M.Si selaku Komisi
Penasehat yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan
bimbingan penyusunan tesis peneliti.

vi

3. Seluruh Tenaga Pengajar dan Staf Administrasi pada Program


Pascasarjana Administrasi Pembangunan Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Bupati Luwu Utara, Drs. H. Arifin Junaidi, MM yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu
pengetahuan di Program Magister (S2) Universitas Hasanuddin
Makassar.
5. Bapak Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika,
Jumail Mappile, S.IP, M.Si, serta Seluruh Pejabat Struktural dan staf
dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara yang
membantu dan memberikan data dan dukungan dalam penyelesaian
tesis ini.
6. Bapak Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Muhtar Jaya, SE, M.Si yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian
Program Magister (S2) di Universitas Hasanuddin Makassar.
7. Rekan-rekan mahasiswa Administrasi Pembangunan Tahun 2010,
khususnya kepada : Gajahmada Harding, Baso Zainuddin, Erwin,
Baharuddin, Nur Asma, Jamal dan Kurniati Hanafi yang selalu
mendorong dan memberikan semangat dalam penulisan tesis ini.
8. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih dan rasa hormat yang tak
terhingga kepada Ayahanda Drs. Aminuddin R.Magi dan Ibunda Dra.
Hj. Mursyidah Ilolu, kakak-kakakku tercinta serta Saudariku Ika
Megawati yang telah memberikan dukungan kepada penulis mulai dari
mengikuti perkuliahan hingga selesainya penulisan Tesis ini.

vii

Penulis

menyadari

bahwa

karya

ini

masih

jauh

dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran


yang

konstruktif

dari

pembaca

akan

sangat

dihargai

sehingga

penyempurnaan dan perbaikan Tesis ini dapat dilakukan baik masa kini
maupun di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga
tulisan ini bermanfaat, terimakasih.

Makassar,16 Januari 2015

Farida Kartini Aminuddin

viii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................

ii

ABSTRACT ........................................................................................

iii

ABSTRAK ...........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ...........................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

xi

DAFTAR TABEL .................................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................

B. Rumusan Masalah ........................................................

12

C. Tujuan Penelitian ...........................................................

12

D. Manfaat Penelitian .........................................................

13

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Efektivitas .......................................................

14

1. Pengertian Efektivitas ................................................

14

2. Ukuran Efektivitas .....................................................

16

ix

B. Konsep Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara


Elektronik (e-Procurement) ............................................

26

1. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ..................

26

2. Pengadaan Barang dan Jasa Sistem Konvensional ...

34

3. Adopsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


secara Elektronik (e-Procurement) ............................

35

4. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


secara Elektronik (e-Procurement) ............................

41

5. Pengembangan Pengadaan Barang dan Jasa


Pemerintah secara Elektronik (e-Procurement)
di Indonesia ........................................................................

56

C. Kerangka Pikir ..............................................................

62

D. Fokus Penelitian ...........................................................

64

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian ..........................................................

66

B. Lokasi Penelitian ...........................................................

66

C. Informan Penelitian .......................................................

67

D. Jenis dan Sumber Data .................................................

67

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................

68

F. Teknik Analisis Data ......................................................

69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Kabupaten Luwu Utara ....................

70

B. Gambaran Umum Objek Penelitian ...............................

72

1. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)


Kabupaten Luwu Utara .............................................

72

2. Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu Utara .....

76

3. Identifikasi Informan ...................................................

82

C. Efektivitas Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara


Elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara .. .

84

1. Kemampuan Adaptasi atau Fleksibilitas ....................

85

2. Produktivitas ..............................................................

94

3. Kepuasan Kerja ......................................................... 101


4. Pencarian Sumber Daya ............................................ 104
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan 108
B. Saran ............................................................................. 109

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ ... 111


DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. 114

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

1.

Proses Procurement Konvensional ............................................

35

2.

Proses E-Procurement ...............................................................

37

3.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi E-Procurement .........

45

4.

Kerangka Pemikiran ...................................................................

63

5.

Struktur Organisasi LPSE Luwu Utara ........................................

73

6.

Struktur Organisasi ULP Luwu Utara ..........................................

78

7.

Perangkat Komputer pada LPSE dan ULP untuk mengakses


SPSE ........................................................................................

8.

93

Bimbingan Teknis e-Procurement bagi Para Aparat dan


Penyedia Barang dan Jasa ...................................................... 105

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Tabel

Halaman

1.

Status Transaksi Luwu Utara 2009-2011 ...................................

10

2.

Klasifikasi Sistem E-Procurement ...............................................

40

3.

Tingkat Pendidikan Informan ......................................................

82

4.

Umur dan Jenis Kelamin Informan .............................................

83

5.

Sarana dan Prasarana LPSE Luwu Utara ..................................

89

6.

Sarana dan Prasarana di ULP Luwu Utara .................................

89

7.

Status Transaksi Luwu Utara 2009-2011 ...................................

95

8.

Standar Operating Prosedure (SOP) Unit Layanan


Pengadaan Kabupaten Luwu Utara ............................................

9.

96

Standar Operating Prosedure (SOP) Layanan Pengadaan


Secara Elektronik Kabupaten Luwu Utara ..................................

xiii

98

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam

penyelenggaraan

kehidupan

berbangsa,

pemerintah

dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial


bagi

seluruh

rakyat

Indonesia.

Untuk

mewujudkan

hal

tersebut,

pemerintah berkewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai


bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur.
Disamping

itu,

pemerintah

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan

membutuhkan juga barang dan jasa, untuk itu perlu pengadaan barang
dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi
pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian
berkembang ke arah pembelian berjangka waktu pembayaran, dengan
membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan penjual), dan pada
akhirnya melalui pengadaan melalui proses pelelangan. Dalam prosesnya,
pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga
perlu ada etika, norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk
dapat

mengatur atau yang dijadikan dasar penetapan kebijakan

pengadaan barang dan jasa.

Yohanes Sogar Simamora, Disertasi : Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh

Pemerintah. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2005, hal 1.

Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya merupakan upaya


pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa
yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan proses tertentu
agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar
hakikat atau esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat
dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak
pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi
pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan
barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan
proses pengadaan barang dan jasa yang baku.
Sistem pengadaan barang dan jasa yang baik adalah sistem
pengadaan barang dan jasa yang mampu menetapkan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik (good governance), mendorong efisiensi dan
efektivitas belanja publik, serta penataan prilaku tiga pilar (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang
baik.
Dalam era reformasi dewasa ini, pemerintah tengah berusaha
mewujudkan pemerintahan yang terbuka dan demokratis. Salah satunya
dengan cara meningkatkan dan mengoptimalkan layanan publik terhadap
masyarakat

melalui

kebijakan/peraturan

yang

efektif,

efisien

dan

mencerminkan keterbukaan/transparansi mengingat masyarakat berhak


2

Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya,
Jakarta : Sinar Grafika, hal 3.

untuk memperoleh jaminan terhadap akses informasi publik/kebebasan


terhadap informasi, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dimana
salah satu tujuan dari keterbukaan informasi publik adalah untuk
mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, yaitu transparan, efektif
dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam undang-undang ini juga menyebutkan bahwa setiap orang
berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan yang ada
pada undang-undang ini4. Yang dimaksud dengan transparansi adalah
kondisi yang memberikan peluang lebih besar kepada publik untuk bisa
mengakses informasi terhadap proses-proses pemerintahan, sedangkan
efisiensi adalah berbagai langkah untuk memperpendek proses birokrasi
dalam hal layanan publik. Pemerintah selaku penyelenggara Negara
sudah sepatutnya menjalankan tugas secara proporsional dengan
maksimal

demi

tercapainya

tata

pemerintahan

yang

baik/good

governance, sehingga pemerintah yang bersih (clean government) dapat


terwujud.
Berangkat dari hal di atas, hadirlah electronic procurement yang
selanjutnya disingkat sebagai e-procurement sebagai suatu sistem lelang
dalam

pengadaan

barang

dan

jasa

oleh

pemerintah

dengan

menggunakan sarana teknologi, informasi dan komunikasi berbasis


3

Pasal 3 huruf c UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Lembaran Berita Negara
Nomor 4846 Tahun 2008.
4

Pasal 4 Angka (I) UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

internet. Dengan e-procurement, proses lelang dapat berlangsung secara


efektif, efisien, terbuka, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel

sehingga

diharapkan

dapat

mencerminkan

keterbukaan/transparansi dan juga meminimalisasi praktik curang dalam


lelang pengadaan barang dan jasa yang berakibat merugikan keuangan
Negara.
Di Indonesia, pelaksanaan e-procurement diatur melalui Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas
Keputusan

Presiden

Nomor

80

Tahun

2003

tentang

Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. E-procurement mulai


diterapkan sejak tahun 2007 dengan berdirinya Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)5. E-procurement adalah
proses

pengadaan

dilakukan

secara

barang/jasa
elektronik

pemerintah

yang

berbasis

yang

pelaksanaannya

web/internet

dengan

memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi


pelelangan umum secara elektronik.
Pengadaan secara elektronik sejak disahkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah
diberi ruang bergerak yang luas secara hukum. E-procurement sebagai
suatu sistem informasi merupakan suatu sinergi antara data, mesin
pengolah data (yang biasanya meliputi komputer, program aplikasi, dan
jaringan) dan manusia untuk menghasilkan informasi.
5

Dasar Hukum pembentukan LKPP adalah Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik pada dasarnya bertujuan


untuk:6
1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;
4. Mendukung proses monitoring dan audit;
5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
Penerapan e-procurement di berbagai instansi membuat proses
interaksi antara pengguna dan penyedia jasa, serta masyarakat berjalan
lebih mudah serta mempercepat proses pengadaan barang. Yang tak
kalah

penting,

penerapan

e-procurement

secara

otomatis

telah

meningkatkan sistem kontrol terhadap berbagai penyimpangan dan


pelanggaran aturan. Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara
elektronik dapat dilakukan dengan e-Tendering atau e-Purchasing.
Kendati e-procurement menggunakan internet sebagai instrument
bantu, namun bukan berarti lahirnya kesepakatan antara panitia
pengadaan/offeree dengan peserta penyedia barang/offeror terjadi dalam
internet sebagaimana e-commerce. E-procurement belum murni paperless
transaction (sehingga keabsahan kontraknya tidak perlu diragukan),
karena selain memasukkan data lewat portal/website, offeror diwajibkan

LKPP, http://www.lkpp.go.id/v2/content.php?mid=8474545499

pula memberikan dokumen penawaran dan data lain yang terkait dalam
bentuk cetak hard copy kepada offeree. Akseptasi terjadi pada saat
dikeluarkannya Surat Keputusan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa
(SKPPBJ) yang menunjuk salah seorang peserta lelang/offeror sebagai
pemenang lelang. Dengan kata lain, e-procurement masih menekankan
kepada physical form (bentuk nyata dan konkret) atau paper based
transaction yaitu belum murni menjalankan perdagangan secara elektronik
layaknya e-commerce, sehingga kaidah hukum perjanjian tetap berlaku7.
Menyangkut

e-procurement,

Presiden

Susilo

Bambang

Yudhoyono secara khusus meminta kepada Menteri Perekonomian,


Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /
Kepala Bappenas untuk mengkaji dan mengujicobakan pelaksanaan
sistem e-procurement agar dapat diterapkan di semua instansi pemerintah
sehingga

dapat

mencegah

berbagai

kebocoran

dan

pemborosan

penggunaan keuangan negara8. Sasarannya adalah pada tahun 2012,


sekurang-kurangnya 75% dari seluruh belanja K/L dan 40% belanja
Pemda (Prov/Kab/Kota) yang dipergunakan untuk pengadaan barang/jasa
wajib menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) melalui
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)9.

Baiq
Dewi
Yustisia,
Pengadaan
Barang
oleh
Pemerintah
melalui
E-Procurement,
Http://Adln.Lib.Unair.Ac.Id/
8
Penjabaran dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
9
Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.

Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), e-procurement


merupakan salah satu senjata yang bisa diandalkan untuk memberantas
Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Pengadaan barang dan jasa di sektor
pemerintah merupakan besaran yang sangat signifikan yang apabila
dikendalikan

dengan

baik,

penghematannya

akan

terjadi

secara

signifikan10. Salah satu upaya untuk mencegah korupsi di bidang


pengadaan

barang/jasa

pemerintah

adalah

dengan

diterbitkannya

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagai perbaikan dari


Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan
Barang/Jasa

Pemerintah

oleh

Lembaga

Kebijakan

Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Namun, evaluasi yang dilaksanakan


terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 35 Tahun 2011 menunjukkan bahwa implementasi
pengadaan barang/jasa pemerintah masih menemui kendala yang
disebabkan oleh keterlambatan dan rendahnya penyerapan belanja
modal. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penyempurnaan kembali
terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang dimaksud,
dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang

10

Berdasarkan data dari KPK, sekitar 80% kasus yang ditangani oleh KPK merupakan kasus pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Dimana selama periode 2005-2009 jumlah pengaduan yang diterima sebanyak
2100 kasus dan menimbulkan potensi kerugian Negara sekitar 35% atau Rp. 700 miliar dengan modus
operandi 94% penunjukan langsung dan sisanya 6% berupa penggelembungan harga.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam pasal 111 Perpres. No. 54


Tahun 2010 mengatur pembentukan Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) untuk memfasilitasi Unit Layanan Pengadaan (ULP)
dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pelaksanaan e-procurement termasuk ke dalam salah satu
program nasional untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dimana nantinya melalui program
tersebut seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah harus
menerapkan

e-procurement

dalam

pengadaan

barang/jasa.

E-

procurement menawarkan kesempatan seluas-luasnya untuk perbaikan


dalam biaya dan produktivitas. Oleh karenanya e-procurement merupakan
salah satu cara yang paling efektif untuk menyempurnakan manajemen,
baik langsung maupun tidak langsung, dalam pencarian sumber
pembelian.

Walhasil,

e-procurement

akan

meningkatkan

kunci

keberhasilan dalam peningkatan daya saing di masa datang.


Melalui adopsi e-procurement maka lelang diharapkan akan
lebih terbuka, adil dan non-diskriminatif, transparan, akuntabel dan lebih
efisien dan efektif. Peluang-peluang terjadinya KKN dengan pengadaan
konvensional diharapkan dapat diminimalisir dengan e-procurement
karena kemungkinan terjadinya kontak secara langsung antara pembeli
(pemerintah) dengan penjual (vendor) dibatasi dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi ( I T ) . Selain itu, proses lelang juga
diharapkan dapat

berjalan dengan lebih cepat sehingga dapat

menghemat waktu, tenaga dan biaya. Termasuk biaya yang dihemat


ini adalah untuk mencetak atau memfoto copy berbagai dokumen lelang
yang harus dilakukan dalam sistem pengadaan secara konvensional.
Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten yang pertama di
Indonesia yang mengadopsi e-procurement dengan melelang seluruh
paket melalui e-procurement yang ditandai dengan dikeluarkannya
Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2009 tentang pelaksanaan proses
pemilihan penyedia barang dan jasa Pemerintah Daerah dengan sistem
e-procurement, yang diawali dengan Instruksi Bupati Luwu Utara Nomor
1 tahun 2009 tentang koordinasi dan persiapan dalam rangka
melaksanakan pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah dengan
sistem e-procurement.
Pembukaan secara resmi layanan e-procurement Kabupaten
Luwu Utara yang mengadopsi sistem Pemerintah Kota

Surabaya

tersebut dilakukan melalui soft launcing e-procurement dengan alamat


www.eproc.luwuuutara.go.id yang dilaksanakan pada tanggal 18 Februari
2009 dan dihadiri oleh seluruh jajaran eksekutif Pemda Luwu Utara,
Perwakilan dari Legislatif, masyarakat pengusaha/rekanan, Assosiasi
penyedia barang dan jasa, tokoh-tokoh masyarakat. Launching tersebut
ditandai dengan lelang perdana tujuh paket pengadaan dengan nilai total
6,7 milyar oleh Bupati Luwu Utara, kemudian dilanjutkan dengan
pelelangan seluruh paket yang nilainya diatas 100 juta. Dengan
penerapan e-procurement di Kabupaten Luwu Utara pada tahun 2009

terjadi efisiensi anggaran sebesar 10,70 persen dari 235 paket pekerjaan
yang dilelang dengan total anggaran 133.9 milyar.
Setelah setahun menggunakan sistem yang dikembangkan oleh
Pemerintah kota Surabaya dengan semi elektronik, sistem tersebut dinilai
masih terdapat beberapa kelemahan, sehingga Pemerintah Kabupaten
Luwu Utara tepatnya pada tanggal 18 Februari 2010 memutuskan untuk
migrasi ke sistem full elektronik yang dikembangkan oleh Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan alamat
www.lpse.luwuutara.go.id. Dengan terbentuknya Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) menggunakan e-procurement, maka tahun
2010 terjadi efisiensi anggaran sebesar 6,71 persen dari 97 paket
pekerjaan

yang

dilelang

dengan

total

anggaran

83,88

milyar,

selengkapnya berikut disajikan tabel 1 yang menunjukan efisiensi


anggaran tahun 2009 hingga 2011.
Tabel 1
Status transaksi LPSE Luwu Utara (2009-2011)

No

Uraian

2009

2010
235

2011

Jumlah Tender/Paket

Nilai Pagu (Rp)

Paket Selesai

Nilai Pagu Selesai (Rp)

133.872.896.797

89.922.078.179 150.485.423.096

Nilai Hasil Lelang ( Rp)

119.543.280.204

83.886.381.683 133.083.220.150

Selisih Pagu dan Hasil Lelang


(Rp)

14.329.616.592

Selisih Pagu dan Hasil Lelang


(%)

152.795.482.082
196

10,70

97

226

90.247.078.179 151.282.923.096
96

222

6.035.696.496

17.402.203.046

6,71

11,56

Sumber : Smart Report LPSE Luwu Utara, 31 Desember 2011

10

E-procurement sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya


merupakan suatu gagasan, pemikiran atau pandangan tentang praktik
pengadaan barang/jasa yang
demokrasi seperti
Korupsi,

Kolusi

baik, yang didasari pada nilai-nilai

keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan bebas


dan

Nepotisme.

Apabila

nilai-nilai

tersebut

dilaksanakan, maka e-procurement akan mampu mewujudkan praktik


g ood governance di bidang pengadaan barang dan jasa di Kabupaten
Luwu Utara.
Kabupaten Luwu Utara merupakan peraih Otonomi Awards 2010
Sulawesi Selatan kategori Akuntabilitas Publik dengan menggunakan eprocurement. Akan tetapi, dalam teknis pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa secara elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara
ternyata masih terdapat beberapa permasalahan. Contoh kasus : adanya
indikasi penyelewengan proses lelang pada paket Pembangunan Kantor
KPU Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2013. Dan isu-isu yang
merebak di kalangan masyarakat, seperti : adanya indikasi permainan
akses internet ke portal LPSE pada jam-jam tertentu dengan tujuan
menghambat jumlah calon penyedia (rekanan) yang memasukkan
penawaran, dan indikasi bahwa masih adanya praktik KKN yang
mengarahkan proses lelang paket pengadaan barang dan jasa kepada
pihak-pihak tertentu.
Bertitik

tolak

dari

latar

belakang

tersebut,

penerapan

e-

procurement di Kabupaten Luwu Utara dapat dinyatakan berjalan secara

11

efektif atau tidak, maka penulis menganggap perlunya dilakukan suatu


penelitian efektivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah secara
elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara, yang dituangkan ke
dalam Tesis dengan judul Efektivitas Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Secara Elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu
Utara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, kiranya dapat
dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
Apakah penerapan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara
Elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara sudah berjalan
secara efektif ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu : Untuk menganalisis dan
mendeskripsikan efektivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah
secara elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara.

12

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Akademik
Secara akademik diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
salah satu pijakan bagi penelitian selanjutnya, terutama yang
berhubungan dengan penerapan ide-ide baru bidang pengadaan
barang

dan

jasa

di

Indonesia sehingga akan terwujud

pengadaan barang dan jasa yang ideal.


2. Manfaat Praktis
a. Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai

bahan masukan yang berarti (best practice) serta

suatu pelajaran (lesson learnt) bagi daerah-daerah lain atau


institusi lainnya yang sedang bersiap untuk menerapkan
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (eprocurement).
b. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Luwu
Utara dan agar dapat mengetahui efektivitas pengadaan
barang dan jasa.

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Efektivitas
1.

Pengertian Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna
atau menunjang tujuan.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program.
Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang menyatakan bahwa
Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.11
Sedangkan

Georgopolous

dan

Tannembaum

(1985:50),

mengemukakan :
Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan
suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran
organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar
sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan
masalah sasaran maupun tujuan.
11

Handayaningrat, Soewarno, 1994, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta : Haji
Masagung, hal 16.

14

Sedangkan Steers (1985:87) mengemukakan bahwa :


Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu
sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan
dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta
tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.
Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi
Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut : Efektivitas adalah
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi)
daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau
ketegangan diantara pelaksanaannya (Kurniawan, 2005:109).
Dari beberapa pendapat diatas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan
bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Hidayat yang menjelaskan bahwa : Efektivitas adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan
waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai,
makin tinggi efektivitasnya.12
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui
konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan
apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan
manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan
pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
secara efisien ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran
(output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan
personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu
12

Hidayat, 1986, Teori Efektivitas dalam Kinerja Karyawa, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

15

kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan
prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

2.

Ukuran Efektivitas
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat

sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan
tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila
dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan
pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan
jasa.
Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara
rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan.
Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat
sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan,
maka hal itu dikatakan tidak efektif.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978:77), yaitu :
a)

Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya


karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang
terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.

b)

Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi


adalah pada jalan yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya
dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para
implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.

16

c)

Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan


dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah
ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuantujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

d)

Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan


sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e)

Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih


perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat
sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman
bertindak dan bekerja.

f)

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator


efektivitas organisasi kemampuan bekerja secara produktif. Dengan
sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh
organisasi.

g)

Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu


program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena
dengan

pelaksanaan

organisasi

semakin

didekatkan

pada

tujuannya.
h)

Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik


mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas
organisasi

menuntut

terdapatnya

pengendalian.

17

system

pengawasan

dan

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga


pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan
Lubis, yakni : 13
1.

Pendekatan
efektivitas

Sumber
dari

input.

(resource

approach)

Pendekatan

yakni

mengukur

mengutamakan

adanya

keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik


maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2.

Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh


mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses
internal atau mekanisme organisasi.

3.

Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada


output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil
(output) yang sesuai dengan rencana.

Dalam melakukan pengukuran terhadap efektivitas pengadaan barang


dan jasa secara elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara, digunakan
kriteria dari Steers. Ada 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu :14
1.

Produktivitas

2.

Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas.

3.

Kepuasan kerja

4.

Kemampuan berlaba

5.

Pencarian sumber daya.

13

Martani dan Lubis , 1987, Teori Organisasi,Bandung : Ghalia Indonesia, hal 55.

14

Tangkilisan, Nogi Hessel, 2005, Manajemen Publik, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, hal 141.

18

Berdasarkan
Pengadaan

Barang

kriteria
dan

diatas

Jasa

maka

akan

Pemerintah

diukur

secara

efektivitas

Elektronik

(e-

procurement) dari empat kriteria yaitu Kemampuan adaptasi atau


fleksibilitas, Produktivitas, Kepuasan Kerja serta Pencarian Sumber Daya.
Penelitian ini tidak menggunakan kriteria kemampuan berlaba
karena Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara Elektronik (eprocurement) adalah program Pemerintah yang diharapkan dapat
mendorong implementasi pengadaan barang dan jasa yang efektif,
efisien, transparan, non diskriminatif dan akuntabel serta memberi
pelayanan dan sebagainya yang orientasinya non profit dalam arti tidak
menawarkan langsung hasil produksinya secara take and give kepada
konsumen

tetapi

berupaya

untuk

lebih

mengefisienkan

anggaran

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dalam proses lelang barang dan jasa.
Atas dasar itulah maka penulis hanya menggunakan empat kriteria
tersebut diatas untuk melihat sejauhmana efektivitas Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah secara Elektronik (e-procurement) di Kabupaten
Luwu Utara yaitu:
1.) Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas
Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas merupakan kemampuan dari
suatu organisasi untuk mengikuti, mengantisipasi dan memanfaatkan perubahanperubahan yang terjadi di dalam suatu lingkungan. Hesselbein, Goldsmith dan
Beekhard dalam The Organization of the Future

15

menjelaskan bahwa suatu

15
Hesselbeil, Frances, Goldsmith, Marshall, Beckhard, Richard, 1998, The Organization of
the Future, Joey Biss Publishers

19

organisasi harus bergerak cepat, menyesuaikan diri dan melakukan berbagai


perubahan di dalam lingkungan agar tetap bertahan (exist) dan berhasil
melangsungkan

kehidupannya

(survive).

Perubahan

lingkungan

bukan

merupakan ancaman bagi organisasi dimana harus bersifat seperti bunglon.


Tingkat keluwesan yang tinggi sangat diperlukan guna mengantisipasi segala
peluang dan ancaman yang exist di dalam lingkungan eksternal.
Lingkungan eksternal oleh Pearce dan Robinson di dalam Manajemen
Stratejik, formulasi, implementasi dan pengendalian akan mempengaruhi pilihan
arah dan tindakan suatu perusahaan, dan akhirnya, suatu struktur organisasi dan
proses internalnya. 16 Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah unsur
PEST, yakni:
a. Unsur Politik (P)
b. Unsur Ekonomi (E)
c. Unsur Sosial (S)
d. Unsur Teknologi (T)
Perubahan yang menyangkut PEST akan mempengaruhi organisasi
secara intern dimana struktur, strategi dan sistem akan terkena akibatnya. Dalam
menghadapi perubahan lingkungan yang selalu dinamis, organisasi harus selalu
mengambil

langkah-langkah

strategis

yang

dapat

mempertahankan

kelangsungan hidupnya dan tetap survive di dalam lingkungan yang penuh


persaingan. Hesselbein, Golsmith dan Beekhard menjelaskan bahwa perubahan
16

Pearce II, John A. dan Robinson, Richard B. Jr. 1997. Manajemen Stratejik : Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian, Jilid satu, Grogol Jakarta Barat. Binarupa Aksara.

20

lingkungan harus diantisipasi dengan pengambilan berbagai langkah-langkah


strategis, yakni:
a. Peningkatan terhadap kinerja kerja organisasi
b. Peningkatan terhadap manajemen keuangan
c. Peningkatan terhadap proses pelayanan, mutu dan penanaman
modal.
Pendapat

lain,

yakni

Jones

mengemukakan

bahwa

dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, organisasi harus melakukan: 17


a. Penelitian dan Pengembangan
b. Market Research
c. Perencanaan Jangka Panjang
Dengan melakukan langkah-langkah strategis, maka organisasi dapat
meningkatkan

kemampuannya

(core

competencies)

didalam

perubahan

lingkungan yang selalu dinamis. Dalam kaitannya dengan pelayanan pengadaan


barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) harus tanggap
dalam mengenal dan memperhitungkan dinamika perubahan lingkungan dan
memanfaatkannya demi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
Oleh sebab itu harus menetapkan arah perkembangan atau strategi yang dapat
mengantisipasi berbagai masalah. Berhubung keadaan ekonomi yang sampai
saat ini belum menunjukkan perbaikan dan keadaan politik yang belum stabil,
harus ditentukan masalah yang menghambat efektivitas organisasi, mencari
alternatif

pemecahan

dan

merencanakan

memajukan organisasi.

21

langkah-langkah

yang

dapat

2.) Produktivitas
Pengertian produktivitas menurut T.Hani Handoko dalam Manajemen
Edisi 2 (2000:114) adalah rasio antara masukan dengan keluaran organisasi.
Sedangkan pendapat Sondang P. Siagian :18 Produktivitas ialah terdapatnya
korelasi terbalik antara masukan dan luaran. Artinya, suatu sistem dapat
dikatakan produktif apabila masukan yang diproses semakin sedikit untuk
menghasilkan luaran yang semakin besar. Produktivitas sering pula dikaitkan
dengan cara dan sistem kerja yang efisien sehingga proses produksi
berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lembur
dengan segala implikasinya, terutama implikasi biaya. Agar produktif, organisasi
harus mampu memanfaatkan sumber daya secara efisien, yaitu modal, tenaga
kerja, gedung, sarana dan informasi.
Kemampuan dari suatu organisasi

untuk mengantisipasi perubahan

yang terjadi dilingkungan eksternal dan melakukan manajemen yang efisien atas
sumber daya yang dimiliki sangat menentukan tingkat produktivitasnya.
Kemajuan-kemajuan yang tercapai dalam meningkatkan produktivitas organisasi
dilakukan secara bertahap, dimana setiap
17

Jones, Gareth R. 1994. Organizational Theory, Text and Cases. USA. Wesley Publishing Company,

Reading Massachusets.
18

Siagian,Sondang.P. 2000. Manajemen Stratejik. Jakarta.Bumi Aksara.hal.130

22

perubahan itu dilakukan oleh suatu proses perencanaan, perumusan dan


evaluasi. Tingkat produktivitas dipilih sebagai indikator pengukuran efektivitas
organisasi, sebab organisasi sebagai suatu wadah usaha kelompok orang untuk
mencapai tujuan yang ditentukannya, tujuan tersebut dapat dicapai dengan
menggunakan

sumberdaya

yang

ada

dalam

organisasi.

Pemanfaatan

sumberdaya sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup organisasi. Untuk itu


produktivitas yang sering diartikan sebagai ukuran sampai sejauh mana
sumberdaya yang ada disertakan dan dipadukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu merupakan hal yang dapat dijadikan faktor tolak ukur efektivitas
organisasi. Karena pada dasarnya efektivitas organisasi merupakan keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannya. Produktivitas merupakan ratio antara
masukan dan keluaran, sedangkan pada organisasi publik produktivitas dapat
diartikan sampai sejauh mana target yang ditetapkan oleh organisasi dapat
direalisasikan dengan baik. Untuk pengadaan barang dan jasa secara elektronik
(e-procurement), produktivitasnya dapat dilihat sampai sejauh mana efisiensi
anggaran untuk mencapai kualitas yang baik pada pengadaan barang dan jasa
pemerintah.

3.) Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan


seseorang atas peranan/pekerjaannya dalam organisasi. Ini dihasilkan
dari persepsi pekerja mengenai pekerjaannya. Jadi kepuasan kerja
sepenuhnya menyangkut psikologis individu didalam organisasi, yang
diakibatkan oleh keadaan yang ia rasakan dari lingkungan kerjanya,

23

kondisi psikologis ini akan termanifestasi pada sikap kerja individu yang
selanjutnya akan berpengaruh pada prestasi kerja.
T. Hani Handoko (2000:193-194) berpendapat bahwa Kepuasan
Kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.
Kepuasan kerja adalah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Apabila prestasi kerja pegawai
menurun, maka produktivitas organisasi akan rendah yang akhirnya akan
berpengaruh pada efektivitas organisasi. T. Hani Handoko (2000:93)
berpendapat bahwa karyawan bekerja dengan produktif atau tidak
tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik
pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek
ekonomis, tekhnis serta keperilakuan lainnya.
Tingkat kepuasan kerja pegawai perlu diperhatikan karena
berpengaruh langsung pada efektivitas organisasi. Dalam hal ini pimpinan,
baik itu kepala dinas, kabag tata usaha maupun bagian personalia harus
tanggap dalam mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi pada setiap
pegawai. Kepuasan kerja pegawai tidak cukup hanya dengan diberikan
insentif akan tetapi pegawai juga membutuhkan motivasi, pengakuan dari
atasan atas hasil pekerjaannya, situasi kerja yang tidak monoton dan

24

peluang untuk berkreasi.

Menurut

teori

motivasi

prestasi

dari Mc.

Clelland bahwa kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja


adalah kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan
akan kekuasaan. Husein Umar.19
Dengan menggunakan teori ini diharapkan dapat melihat sejauh
mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses
internal atau mekanisme organisasi. Dalam hal ini adalah efektivitas
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement)
di Kabupaten Luwu Utara.

4.)

Pencarian Sumber Daya

Menurut Richard M. Steers (1985:192) mengemukakan bahwa


pencarian sumber daya

mencakup 3 (tiga) bidang

yang saling

berhubungan, yaitu :
a) Kemampuan mengintegrasikan berbagai sub system sehingga
mampu mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada
tujuan organisasi dengan efektif.
b) Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan
yang mendukung peningkatan efektivitas kerja mereka.
19

Umar, Husein, 2000, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

hal 39.

25

c) Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan


balik dan pengendalian.
Ketiga bidang tersebut tidak dapat terpisah satu sama lain, tetapi
harus dilakukan ketiganya dengan seiring dan sejalan. Ketiganya
merupakan usaha pemanfaatan sumber daya sehingga pada akhirnya
akan mencapai efektivitas kerja yang diharapkan.

B. Konsep Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara


Elektronik (e-Procurement)
1. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat
dewasa ini, secara bertahap pemerintah terus melakukan pembangunan
di berbagai bidang, baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Sektor
pengadaan barang dan jasa merupakan sector yang menyerap dana
terbesar dalam penyaluran APBN/APBD di luar subsidi dan belanja
pegawai. Menurut Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI), tercatat sekitar
31,2 persen dari lokasi APBN digunakan untuk proyek pengadaan
barang/jasa, hal ini dapat dilihat dari data rencana anggaran pada tahun
2010, dimana pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 327
triliun untuk memenuhi rencana pembangunan belanja langsung melalui
proses pengadaan barang dan jasa.
Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh berhasil tidaknya
proses pengadaan barang dan jasa, karena pelaksanaan pembangunan di
26

semua sektor pada umumnya dijalankan melalui tahapan pengadaan


barang dan jasa, sehingga tidaklah mengherankan jika alokasi anggaran
bagi proyek pengadaan barang dan jasa jumlahnya sangat besar, karena
hampir semua penyediaan fasilitas umum bagi kepentingan masyarakat
dilaksanakan melalui proses pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya merupakan upaya
pihak pengguna untuk mendapatkan dan mewujudkan barang dan jasa
yang diinginkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu
agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya.
Pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak, yaitu Pihak
Pembeli atau Pengguna dan Pihak Penjual atau Penyedia Barang dan
Jasa. Dalam pelaksanaan pengadaan, pihak pengguna adalah pihak
yang meminta atau member tugas kepada pihak penyedia untuk
memasok atau membuat barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu.
Pengguna barang dan jasa dapat berupa lembaga/organisasi
dan dapat pula orang perseorangan. Pengguna barang dan jasa yang
tergolong lembaga adalah : Instansi Pemerintah (Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota), badan
usaha ( BUMN, BUMD dan Swasta) dan organisasi masyarakat. Adapun
yang tergolong orang perseorangan adalah individu atau orang yang
membutuhkan

barang

dan

jasa.

Dalam

penelitian

ini,

penulis

memfokuskan pengadaan barang dan jasa dengan instansi pemerintah


sebagai pengguna barang dan jasa.
27

Adapun
melaksanakan

penyedia

barang

pemasokan

dan

atau

jasa

adalah

mewujudkan

pihak

yang

barang

atau

melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan layanan jasa berdasarkan


permintaan atau perintah resmi atau kontrak pekerjaan dari pihak
pengguna. Penyedia barang dan jasa dapat merupakan badan usaha
atau orang perseorangan. Penyedia yang bergerak dalam bidang
pemasokan barang disebut pemasok atau leveransir, penyedia dalam
bidang jasa pemborongan disebut pemborong atau kontraktor dan
bidang jasa konsultasi disebut konsultan. Jadi, dapat disimpulkanbahwa
proses pengadaan melibatkan tiga pihak, yaitu : pihak pengguna,
panitia, dan penyedia barang dan jasa.
Agar

pengadaan

barang

dan

jasa

pemerintah

dapat

dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan


sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak
sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik,
keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan
pelayanan masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus 2010, ditetapkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa oleh pemerintah
yang mencabut Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010, Prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu :

28

1. Efisien
Efisien berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan
dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkatsingkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan dari
prinsip

efisien

adalah

untuk

menghindari

tindakan

pemborosan yaitu dengan menekan biaya sekecil-kecilnya,


namun tetap berorientasi untuk mencapai sasaran yang
semaksimal mungkin berdasarkan perencanaan yang telah
ditetapkan. Efisien juga berkaitan dengan penggunaan waktu
yang seminimal mungkin tanpa ada degradasi mutu dari
barang/jasa yang dihasilkan. Prinsip efisien ini pada akhirnya
akan dapat menghindarkan dari tindakan yang boros dan
tanpa

perhitungan,

sehingga

setiap

penggunaan

dan

pengeluaran uang Negara bisa dilakukan dengan sehemat


mungkin, namun tidak mengurangi kualitas dan manfaat dari
barang/jasa yang didapatkan.
Prinsip efisien tercermin dalam salah satu model penawaran
yang digunakan, yaitu nilai penawaran yang terendah akan
menjadi prioritas dalam menentukan pemenang lelang
dengan catatan bahwa penawarannya masih dalam batas
kewajaran sesuai nilai HPS yang ditentukan oleh PPK.

29

2. Efektif
Efektif berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran
yang ditetapkan.
Prinsip efektif menunjuk pada segi kemanfaatan, artinya
proyek pengadaan yang telah dibiayai oleh uang Negara
tidak boleh menjadi sesuatu yang mubazir atau sia-sia.
Efektif atau tidaknya suatu proses pengadaan ditentukan
oleh proses perencanaan yang matang dan berorientasi
pada kepentingan/kebutuhan yang ada. Kegagalan dalam
merencanakan kebutuhan akan berdampak pada rendahnya
tingkat kemanfaatan yang dicapai dari proyek pengadaan
tersebut, dan hal itu akan menimbulkan kerugian bagi
Negara, karena adanya pembiayaan terhadap hasil yang
tidak sebanding dengan target dan kemanfaatannya.
3. Transparan
Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui
oleh

penyedia barang/jasa

yang

berminat serta

oleh

masyarakat pada umumnya.


Proses yang transparan pada setiap tahapan pengadaan
barang/jasa akan menciptakan sistem pengawasan publik

30

yang efektif terhadap proses dan kinerja para pelaksana


pengadaan

sehingga

kecurigaan-kecurigaan
pelaksanaan

dapat
dari

pengadaan

meminimalisir

masyarakat

dilakukan

timbulnya

bahwa

secara

proses

manipulatif.

Melalui prinsip pengadaan yang transparan diharapkan


dapat mendorong persaingan yang sehat dan kompetitif di
dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa sehingga
penyedia barang/jasa yang terpilih adalah yang paling
memiliki kualitas untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Terbuka
Terbuka berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh
semua

penyedia

barang/jasa

yang

memenuhi

persyaratan/criteria tertentu berdasarkan ketentuan dan


prosedur yang jelas. Prinsip keterbukaan dalam proses
pengadaan barang/jasa dilakukan pada semua tahapan
pemilihan penyedia barang/jasa khususnya pada metode
pelelangan umum. Pelanggaran pada prinsip keterbukaan
pada umumnya diakibatkan oleh adanya kolusi antara calon
penyedia barang/jasa dengan Pejabat Pengadaan/ULP yang
kemudian menimbulkan kecendrungan terjadinya tindakan
manipulatif

dalam

proses

pelaksanaan

pekerjaan

selanjutnya. Proses pengadaan yang diawali dengan adanya


kecurangan pada proses pemilihan penyedia barang/jasa,

31

akan

mempengaruhi

proses

pelaksanaan

pekerjaan

dikemudian hari karena pihak rekanan yang telah dibantu


menjadi pemenang oleh Pejabat Pengadaan/ULP akan
diberi imbalan jasa yang tentunya imbalan itu akan
diperhitungkan dari nilai anggaran proyek, hal inilah yang
kemudian menimbulkan kebocoran pada nilai pembiayaan
proyek.
5. Bersaing
Bersaing artinya pengadaan barang/jasa harus dilakukan
melalui persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin
penyedia

barang/jasa

yang

setara

dan

memenuhi

persyaratan sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang


kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu
terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.
Persaingan

yang

sehat

akan

menghasilkan

penyedia

barang/jasa yang kredibel dan berkualitas karena system


pemilihan pada prinsipnya dilakukan untuk mencari penyedia
barang/jasa yang terbaik dari sekian banyak peserta
pemilihan berdasarkan criteria yang ditentukan, sedangkan
persaingan

yang

menyingkirkan

tidak

penyedia

sehat

akan

barang/jasa

membatasi
yang

dan

sebenarnya

memiliki kompetensi untuk melakukan pekerjaan tersebut,


hal ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap hasil

32

pekerjaan yang dilakukan.


6. Adil/Tidak Diskriminatif
Adil/tidak diskriminatif adalah memberikan perlakuan yang
sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak
mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu
dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
7. Akuntabel
Akuntabel berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan
yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
Tolak ukur sebuah kesuksesan dalam program pembangunan
diukur dari seberapa besar presentase penyerapan anggaran di sektor
pengadaan barang dan jasa, karena ujung tombak pembangunan
berada pada sektor pengadaan barang/jasa. Semua fasilitas publik dan
sarana umum dibuat/dibangun melalui prosedur pengadaan barang dan
jasa. Begitupun sebaliknya, kegagalan dalam proses pengadaan
barang/jasa akan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat, karena ketersediaan fasilitas publik akan mendorong
terciptanya kehidupan

masyarakat yang makmur dan sejahtera,

sehingga untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang diharapkan,


pemerintah harus mampu menyediakan fasilitas penunjang bagi aktivitas
masyarakat baik dalam bidang sosial maupun ekonomi.

33

2. Pengadaan Barang dan Jasa Sistem Konvensional


Pengadaan barang dan jasa sistem konvensional pada
dasarnya adalah proses pengadaan barang dan jasa dimana kedua
belah pihak, yaitu pihak pengguna yang diwakili oleh PPK dan pihak
penyedia barang dan jasa saling bertemu dan masih melakukan
kontak fisik pada setiap tahapan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara umum
dilaksanakan dalam beberapa tahap. Adrian Sutedi membaginya
menjadi 15 (lima belas) tahapan yaitu :
1.

Tahap perencanaan pengadaan

2.

Tahap pembentukan panitia

3.

Tahap prakualifikasi peserta

4.

Tahap penyusunan dokumen tender

5.

Tahap pengumuman tender

6.

Tahap pengambilan dokumen tender

7.

Tahap penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

8.

Tahap penjelasan tender (Aanwijzing)

9.

Tahap

penyerahan

penawaran

penawaran
10.

Tahap evaluasi penawaran

11.

Tahap pengumuman calon pemenang

12.

Tahap sanggahan peserta lelang

34

dan

pembukaan

13.

Tahap penunjukan pemenang

14.

Tahap penandatanganan kontrak

15.

Tahap penyerahan barang dan jasa.

Dalam pengadaaan barang dan jasa secara konvensional,


pemesanan barang harus dilakukan melalui cara

manual yang

membutuhkan waktu lebih lama serta kebutuhan kertas yang banyak.


Siklus pemesanan barang dan jasa menjadi lebih panjang. Majdalawieh
dan Bateman (2008) mengambarkan proses pengadaan barang dan
jasa secara konvensional sebagai berikut :

Gambar 1
Proses Procurement Konvensional

Sumber : Majdalawieh dan Bateman (2008)

3. Adopsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara


Elektronik (e-Procurement)
Penerapan e-Procurement di sektor publik sebenarnya diadopsi
dari penerapan e-Procurement di bidang bisnis. Meningkatnya tekanan
persaingan bisnis telah mendorong perusahaan untuk mengadopsi e-

35

Procurement sebagai strategi mengurangi biaya dan meningkatkan


keuntungan16. Proses pembelian dan penjualan barang melalui cara
konvensional, dianggap tidak efisien dan efektif lagi untuk mendukung
kegiatan bisnis. Salah satu keuntungan
Procurement

terpenting penerapan e-

adalah kemampuannya sebagai mekanisme integrasi

baik di dalam perusahaan maupun dengan supplier. Selain itu, eProcurement


pembeli

dan

juga dipercaya mampu meningkatkan kolaborasi antara


pemasok,

mengurangi

kebutuhan

personel,

meningkatkan koordinasi, mengurangi biaya transaksi, siklus pembelian


dan penjualan barang yang lebih pendek, tingkat inventarisasi yang
lebih

rendah

dan

tranparansi

yang

lebih besar17.

Perusahaan

multinasional sangat optimis dengan penghematan biaya yang akan


diperoleh melalui penerapan e-Procurement secara penuh18.
Dalam proses e-Procurement, menyediakan dimensi baru dalam
bisnis via elektronik yang bertumpu pada tiga elemen standar, yaitu:
e-sourcing, e- buying, dan e-marketplace19 . Masing-masing elemen
tersebut terdiri dari beberapa unsur yang spesifik.

Majdalawieh, Munir dan Bateman, Robert, 2008, Tejari and E-Procurement : Moving to Paperless
Business Processes , Journal of Information Technology Case and Aplication Research. V 10, hal. 54
16

17

Pearce, Down H, et.al, 2008, Using Elektronik Procurement In American State Governments : An
Exploration, American Journal of Business. V.23.
Hawking, Paul, et.al, 2004, E-Procurement: Is The Ugly Duckling Actually a Swan Down Under ? .
Asia Paciifik Journal of Marketing and Logis- tics. V.16, hal. 3.
18

Majdalawieh, Munir dan Bateman, Robert, 2008, Tejari and E-Procurement : Moving to Paperless
Business Processes , Journal of Information Technology Case and Aplication Research. V 10, hal. 54.
19

36

Proses e-Procurement dalam bidang bisnis dapat dilihat dalam


gambar berikut :

Gambar 2
Proses E-Procurement

Sumber : Majdalawieh dan Bateman (2008)

e-Sourcing

adalah

proses

otomatis

dimana

organisasi

mengidentifikasi, memilih, dan mengelolah supliernya. e-Sourcing


menggunakan jaringan internet untuk melaksanakan tiga tahap utama
proses pemasokan, meliputi e-analysis, e-tendering dan e-auction. e analysis

merupakan

tahapan

yang

meliputi

proses

analisis

pengeluaran, pengelolaan permintaan, dan strategi pemasokan.


Sedangkan

e-tendering atau e-bidding adalah penawaran via

internet yang memfasilitasi proses penawaran dari pengumuman


penawaran hingga penandatanganan

37

kontrak. Elemen ini meliputi

pertukaran semua dokumen dalam format elektronik. Kemudian eauction

atau

menyampaikan

pelelangan
tawaran,

via

internet

negosiasi

meliputi

kontrak,

serta

tiga

langkah,

evaluasi

dan

manajemen kontrak. Sedangkan elemen kedua, yaitu e-buying ialah


proses transaksi yang dikelola oleh organisasi selama pengadaan
barang dan jasa sehari-hari. Proses ini dilakukan via internet untuk
menopang dua tahap utama dalam e-buying, yakni e-purchasing dan
pcards. e-purchasing adalah proses pembelian otomatis sebagai
perluasan

dari

proses

manual,

dari

identifikasi kebutuhan ke

penciptaan daftar permintaan melalui pengiriman persetujuan, menjadi


penciptaan daftar pembelian bagi penerima barang dan jasa. Sementara
pcards (purchasing cards) ialah semacam kartu kredit bagi organisasi
dalam pembelian barang dan jasa, dimana organisasi nantinya
membayar kartu pernyataan pembelian. Penggunaan pcards ini
dapat dilakukan oleh organisasi baik untuk pembayaran kepada
suplier maupun membatasi pembelian pada jenis komoditas tertentu.
Keuntungan pcards diantaranya mengurangi aktifitas standar dalam
proses pembelian barang, mengurangi kertas kerja , h e m at w ak t u, d
a n m e mb ua t pe nj ua l m e ne ri ma transfer pembayaran lebih cepat.
Elemen terakhir dari e-Procurement ialah e-marketplace. Elemen ini
berkenaan dengan pertukaran bisnis ke bisnis secara elektronik
dimana perusahaan terdaftar sebagai pembeli atau suplier untuk
mengkomunikasikan dan mengatur

38

bisnis melalui internet. e-

marketplace

mengintegrasikan pengadaan barang dan jasa dari

pembeli dengan pemenuhan sistem dari suplier, menciptakan standar


tunggal bagi transaksi bisnis.
Johnson dan Klassen, juga mengidentifikasi unsur-unsur dalam
e-Procurement. Mereka menyatakan bahwa paling tidak, e-procurement
terdiri dari tiga elemen khusus, yaitu e-sourcing, e-coordination, dan ecommunities. e-sourcing adalah pengiriman dan penerimaan penawaran
secara elektronik,

yang sekaligus

juga

menggantikan permintaan

penetapan proposal menjadi via internet. Sementara e-coordination


merupakan

otomatisasi

proses

transaksi

bisnis,

baik

di

dalam

organisasi maupun dengan pihak suplier. Misalnya pesanan pembelian


via internet, katalog online, dan keterhubungan online dengan suplier
untuk bertukar informasi mengenai pemenuhan aktifitas, seperti
pemesanan dan inventarisasi informasi. E-communities juga dapat
dimaknai

sebagai

e-marketplace,

seperti

yang

Majdalawieh dan Bateman. E-communities dapat

dikemukakan

dibagi dalam tiga

model, yaitu: publik, industri, dan pertukaran pribadi.20


Sementara Bruno, et.al

mengklasifikasikan sistem e-Proc

dengan fokus pada tiga variabel, yakni fungsi utama e-Proc, dampak
terhadap biaya, dan dampak

terhadap aspek organisasi. Mereka

menyatakan paling tidak terdapat lima tipe sistem e-Proc, yakni


e-MRO, Web-Based ERP, e-Sourcing, e- Tendering, dan e-ReverseAuctioning.2
39

Tabel 2
Klasifikasi Sistem e-Procurement

Sumber: Bruno, et. al (2005: 347)

Meskipun terdapat berbagai bentuk e-proc yang menekankan


pada satu atau beberapa elemen e-Procurement, seperti e-tendering, emarketplace, e-auction, dan e- catalogue/purchasing, e-Procurement
dapat dilihat secara luas sebagai solusi untuk mengintegrasikan dan
menyatukan berbagai proses pengadaan barang dalam organisasi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Vaidya et. al.22

Majdalawieh, Munir dan Bateman, Robert, 2008, Tejari and E-Procurement : Moving to Paperless
Business Processes , Journal of Information Technology Case and Aplication Research. V 10, hal. 54.
20

Bruno,Guiseppeet,al, 2005, Analysis Of Public E-Procurement Website Accessibility , Journal of


Public Procurement. V 5, hal.347.
21

Vaidya, Kishor, et.al, Critical Factors That Influence E-Procurement Implementation Succes In The
Public Sector , Journal Of Public Procurement, V.6 hal 72.
22

40

4. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara


Elektronik (e-Procurement)
Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau
via

internet

(e-Procurement)

merupakan

salah

satu

mekanisme

mewujudkan nilai-nilai good governance. Secara umum e-Procurement


adalah proses pembelian barang dan jasa yang diperlukan bagi
kebutuhan operasional organisasi secara elektronik.23 e-Procurement
dalam pengertian umum diterapkan pada sistem data base yang
terintegrasi dan area luas yang berbasis internet dengan jaringan sistem
komunikasi dalam sebagian atau seluruh proses pembelian.24
Sedangkan Kalakota, Ravi dan Robinson menyatakan bahwa eprocurement merupakan proses pengadaan barang atau lelang dengan
memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk website. Menurut
Kalakota, Ravi dan Robinson, manfaat e- procurement dibagi menjadi
2 kategori yaitu : efisien dan efektif. Efisiensi e-procurement
mencakup biaya yang rendah, mempercepat waktu dalam proses
procurement, mengontrol

proses pembelian dengan lebih baik,

menyajikan laporan informasi, dan pengintegrasian fungsi-fungsi


procurement sebagai kunci pada sistem back-office. Sedangkan
efektivitas e-procurement yaitu meningkatkan kontrol pada rantai
23

Oliviera, Luis M.S dan Amorim, Pedro Patricio, 2001, Public E-Procurement, International Financial Law
Review, hal 43.
24

Croom, Simon R dan Brandon-Jones, Alistair, 2005, Key Issues In E-Procurement : Procurement
Implementation And Operation Inn The Public Sector, Journal of Public Procurement V.5, hal 369.

41

nilai, pengelolaan data penting yang baik, dan meningkatkan


kualitas

pengambilan keputusan dalam proses pembelian pada

organisasi.
Sementara

Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Komisi

Pemberantasan Korupsi, menyatakan :25


Saat ini, e-Procurement merupakan salah satu pendekatan
terbaik dalam mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Dengan e-Procurement peluang
untuk kontak langsung antara penyedia barang/jasa dengan
panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan,
lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya
mudah untuk melakukan pertanggung jawaban keuangan. Hal
tersebut dikarenakan sistem elektronik tersebut mendapatkan
sertifikasi secara internasional.
Penerapan e-Procurement di bidang bisnis yang dianggap
berhasil meningkatkan efisiensi dan transparansi mendorong berbagai
pihak untuk mengaplikasikan e-Procurement dalam pengadaan barang
dan jasa pemerintah. Aplikasi e-Procurement di sektor pemerintahan
mulai berkembang pesat sebelum resesi pada awal tahun 2000.
Meskipun sebagian besar inisiatif pertumbuhan e-Procurement berjalan
lambat, namun semua pemerintahan

negara paling tidak telah

mengelola website untuk menjalankan fungsi pengadaan barang dan


jasa mereka, dan di beberapa negara telah berpartisipasi dalam tawarmenawar barang via internet, Internet Bidding (Reddick, 2004).
Pesatnya aplikasi e-Proc di pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari
25

Jasin, Mochammad, 2007, Mencegah Korupsi melalui e-Procurement, Komisi Pemberantasan


Korupsi Direktorat Penelitian dan Pengembangan.

42

kelemahan

sistem

sebelumnya.

Pengadaan

pemerintah melalui cara konvensional telah

barang

dan

jasa

menimbulkan berbagai

masalah. Inovasi dan potensi kreativitas cenderung dibatasi ketika


pemerintah mengikuti standard prosedur yang rutin dan seragam.
Masalah akuntabilitas publik terhadap proses pengadaan barang
secara konvensional juga menjadi masalah etis tersendiri (Matthews,
2005: 388). Padahal pengadaan barang

dan jasa merupakan aktifitas

pemerintah yang paling signifikan, tidak hanya dalam hal jumlah


aktivitas namun juga dana yang dialokasikan (Moon, 2005). Oleh
karena itu, untuk mewujudkan nilai-nilai good governance, seperti
transparansi, akuntabilitas, dan integritas, dalam pengadaan barang
dan jasa, maka sektor publik atau pemerintah perlu menerapkan eProcurement (Vaidya, et,all, 2006: 75). Dalam konteks sektor publik,
Mon (2005: 54) mendefinisikan e-Procurement sebagai :
Comprehensive procces in which the government use IT
system to establish agreement for the acquisition of product or
service (contracting) or to purchase services and product in
exchange for payment (purchasing).

Secara lebih luas, e-Procurement juga dapat dilihat sebagai


suatu teknologi yang didesain untuk memfasilitasi akuisisi barang
oleh organisasi bisnis atau pemerintah melalui internet (Davila,
et.al, 2003, dalam Reddick, 2004).
Menurut Bruno et. al (2005: 345) terdapat tiga faktor pendorong

43

sektor publik untuk mengadopsi sistem e-Proc, yaitu :


(1) stimulasi dari perubahan organisasional; (2) upaya
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan pengurangan biaya; (3)
meningkatkan hubungan antara warga negara dengan sektor
publik dalam bentuk transparansi administrasi dan partisipasi.
Lebih lanjut, Dooley dan Purchase (2006) mengidentifikasi
lima faktor positif yang mendorong adopsi e-Procurement di sektor publik.
Pertama adalah partisipasi dan perhatian penyedia barang dan jasa.
Mereka menekan rekan pengguna barang dan jasa pemerintah untuk
menggunakan teknologi informasi (e-Procurement), untuk mengurangi
biaya, meningkatkan komunikasi dan memperoleh efisiensi biaya
operasional. Kedua, terkait dengan tekanan lingkungan eksternal
organisasi. Dalam hal ini adalah kekuatan penyedia barang dan jasa
dalam memaksa pengguna barang dan jasa untuk mengadopsi teknologi
baru (e-Procurement) karena adanya ketergantungan pengguna terhadap
penyedia barang dan jasa. Ketiga, dukungan

internal organisasi.

Keinginan dari dalam organisasi untuk dapat efisien juga memberikan


pengaruh positif bagi adopsi e-Procurement. Keempat, terkait dengan
interelasi atau keterhubungan jaringan. Sistem jaringan elektronik
yang lebih

terintegrasi akan mendorong adopsi e-procurement.

Kelima, berkenaan dengan keinginan peningkatan profesionalisme


kerja. e-Procurement diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme
pekerjaan pengadaan barang dan jasa. Dengan waktu
singkat

akibat

adopsi

e-Procurement,

44

pekerja

yang lebih

tender

dapat

menggunakan sisa
strategis.

Berikut

waktunya untuk menangani isu-isu yang lebih


ini

adalah

gambar

faktor-faktor

positif

yang

mempengaruhi adopsi e-Procurement.

Gambar 3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi e-Procurement

Sumber: Dooley&Purchase (2006: 35)

Tidak dapat dipungkiri bahwa adopsi e-Procurement didorong


dari manfaat yang diperoleh darinya. Neef (2001) menyatakan paling
tidak

terdapat

delapan manfaat

dari

penerapan e-Procurement

tersebut:
1) Biaya transaksi yang lebih rendah; 2) Pemesanan yang lebih
cepat; 3) Pilihan terhadap vendor yang lebih luas; 4) Proses
yang terstandarisasi sehingga pengadaan barang lebih efisien; 5)

45

Kontrol yang lebih baik terhadap proses pengeluaran


pengadaan barang dan tingkat kepatuhan pegawai yang lebih
baik; 6) Menyediakan akses internet yang lebih luas kepada
pembeli; 7) Kertas kerja yang lebih sedikit dan mengurangi
pengulangan
prosedur administratif; dan 8) Membantu
penyusunan ulang terhadap proses pengadaan barang.
Dengan manfaat yang dijanjikan tersebut, maka pengadaan
barang melalui sistem elektronik diasumsikan dapat membantu
pemerintah menghemat biaya dan meningkatkan akuntabilitas. Selain
itu pemerintah juga akan bekerja dengan lebih efektif dan merupakan
cara yang lebih cepat dalam proses pengadaan barang (Moon, 2005 :
56).
Pengadopsian elemen-elemen e-Procurement pada sektor publik
tidak jauh berbeda dengan elemen-elemen di sektor bisnis. Beberapa
mekanisme e-Proc yang sering digunakan dalam sektor publik adalah etendering, e-RFQ, e-auction, e-catalogue, dan e-Invoicing" (Vaidya et, al,
2006: 74). Mirip dengan apa yang disampaikan Vaidya et. al, Moon
(2005: 54) membagi elemen-elemen e-Proc yang diadopsi sektor publik,
menjadi sembilan jenis yang selanjutnya terbagi ke dalam empat aspek,
yaitu:
1 . Aspek praktik e-Proc, khusus di pemerintah, yang meliputi:
Web-based information dissemination, e-tendering, internet
bidding, reverse auction.
2. Aspek sistem e-Proc yang meliputi: purchasing cards dan
automated procurement system.
3. Aspek

insfrastruktur

organisasional

46

yang

meliputi

digital

signature
4 . Aspek peraturan perundangan tentang internet bidding.
Pengembangan e-Procurement disektor publik dapat dianalisis
menggunakan tahapan-tahapan tertentu. Hiller dan Belanger (2001)
(Reddick, 2004) menjelaskan empat tahap pengembagan e -Procurement
yang ia adobsi dari pengembangan e-Government. Tahap pertama adalah
diseminasi informasi. Ini adalah tahap paling

mendasar bagi e-

Procurement, dimana organisasi secara sederhana menyampaikan


informasi melalui website kepada suplier. Tantangan terbesar dalam
tahap ini adalah bagaimana informasi itu tersedia, akurat, dan aktual.
Tahap kedua adalah komunikasi dua arah. Pada tahap ini, website
pemerintah

memungkinkan

suplier

untuk

berkomunikasi

dengan

pemerintah dan membuat pesanan dan pertukaran sederhana. Tahap


ketiga adalah tahap transaksi. Pada tahap ini, kantor pengadaan barang
dan jasa memiliki website yang memungkinkan transaksi secara aktual
dengan

suplier. Suplier berinteraksi dengan pejabat dan mengatur

transaksi seluruhnya secara online, dimana dalam kasus ini pelayanan


berbasis internet menggantikan pejabat publik (pembayaran online,
tandatangan digital, dsb). Tahap keempat ialah dimana seluruh fungsi
dan

pelayanan

pengadaan

barang

dan

jasa

telah

terintegrasi.

Hal ini dapat dicapai dengan adanya portal tanda dimana suplier dapat
menggunakannya untuk mengakses kebutuhan departemen atau agen
pemerintah, tidak peduli apakah mereka menawari kepada para suplier

47

itu atau tidak.


Lebih

lanjut ,

Mac Manus ( 2002 ) m e n y a t a k a n b a h w a

t e r d a p a t kecenderungan umum bahwa pemerintah terlalu fokus pada


aspek teknologi pada awal pengadopsian e-Procurement, baru kemudian
fokus pada isu kebijakan dan organisasional berikutnya. Akibatnya,
inisiasi

e-Procurement dilakukan secara serampangan dan tanpa

perencanaan. MacManus (Robb, 2001: 10) :


Often, e-goverment is embarked upon from a purely
technological perspective. As a result, initiatives are started in a
haphazard fashion...It must be understood that e-government
consist of three distint parts : policy, people and infrastructure.
MacManus juga menyatakan perlunya redefinisi terhadap empat
prinsip pengadaan barang dan jasa konvensional setelah pengadopsian eProcurement. Pertama, terkait prinsip low bid win atau penawaran
terendah

yang

menang.

Prinsip ini

mungkin

merupakan

prinsip

pelelangan yang paling sulit diubah. Selama ini, masyarakat secara


konstan meyakini bahwa kompetisi penawaran mengurangi biaya
barang dan jasa dan bahwa biaya terbaik dikurangi ketika penawaran
terendah

menjadi

pemenang.

Asumsi

yang

mendasari

filosofi

penawaran terendah menang adalah bahwa efisiensi adalah tujuan


utama dari melelang barang dan jasa. Namun di dalam era reinventing
government, total quality management (TQM) dan anggaran berbasis
kinerja,

pemerintah dituntut untuk melihat bahwa efektivitas dan

kesetaraan merupakan tujuan yang sama pentingnya dengan efisiensi.

48

Penekanan reinventing government dan peningkatan kinerja mendorong


pengembangan kontrak yang memiliki best value. Dalam hal ini kontrak
dengan nilai terbaik diartikan sebagai : a process for selecting the most
advantageous offer by evaluating and comparing all relevant factors in
addition to cost or price so that the overall combination that best services
the interest of the state [or local government] is selected.
Pemilihan kontrak berbasis best value mungkin bersifat
subyektif dan karenanya dapat menimbulkan perkara hukum yang
berkaitan dengan keadilan. Tetapi pembelian profesional makin banyak
yang melihat hal tersebut sebagai satu-satunya jalan untuk meraih tiga
tujuan e pemerintah, yakni efficiency, effectiveness, and equity.
Kedua, prinsip pemisahan antara pengguna dengan penyedia
barang dan jasa. Selama ini panitia pengadaan barang dan jasa bekerja
keras untuk menjaga jarak antara personel a gen pe me ri nt a h dengan
peserta lelang untuk menghindari favoritisme dan konflik kepentingan.
Prinsip ini ditentang oleh teknologi baru bahwa yang lebih baik
menginformasikan tentang siapa yang membutuhkan apa dan oleh
prinsip supply chain management. Manajemen pengadaan barang dan
jasa meliputi : tracking the movement of and demand for suppliers,
otherwise known as the supply chain.
Agar ini dapat terjadi, peran dari panitia pengadaan barang dan
jasa harus diubah menjadi lebih interaktif antara user (agen pengguna

49

barang dan jasa) dengan penyedia barang dan jasa (bisnis). Ketika
kontrak disepakati, kantor pengadaan barang dan jasa harus memainkan
peran minimal dan lebih menjadi fasilitator hubungan antara agen
pemerintah dengan penyedia barang dan jasa melalui tim kerja lintas
fungsi.
Meniadakan hubungan antara pengguna dan penyedia barang
dan jasa dapat menyebabkan kegagalan inisiasi e-commerce dalam
beberapa hal : Too often, e-government initiatives run aground...due to
a lack of regard for the end users, either through failure to consult them
during the design and implementation phases or through inadequate
training on new technology.
Menurut MacManus, hubungan yang lebih banyak

antara

pengguna dan penyedia barang dan jasa merupakan hal yang penting
sekali untuk dilakukan jika kita ingin meningkatkan kompetisi dengan
memperluas jaringan penyedia barang dan

jasa. Beberapa negara

bagian di Amerika telah secara agresif mempromosikan hubungan


jangka panjang antara pengguna dan penyedia barang

dan jasa.

Keuntungan yang diperoleh pemerintah dari hubungan ini adalah


membagi penanggungan resiko, meningkatkan pemahaman sektor
bisnis

akan

kebutuhan

pemerintah,

secara

berkelanjutan

meningkatkan pelayanan, dan memperluas pengadaan barang dan


jasa

pemerintah

yang

berbasis

pengetahuan.

Manajemen

pengetahuan dalam proses pengadaan barang dan jasa telah lama


50

menjadi tujuan di sektor bisnis, namun baru mulai menyebar di sektor


publik. Yaitu memelihara data yang telah dipesan secara kumulatif dan
menganalisanya

untuk

melihat

kecenderungan

dan

nilai

kemanfaatan yang lain.


Hubungan jangka panjang antara pengguna dan penyedia
barang dan jasa lebih menyukai pemilihan pemenang tender yang
berbasis best value daripada low bid win. Namun hal ini masih dilihat
dengan prasangka oleh mereka yang menganggap proses tersebut
menimbulkan favoritisme. Karenanya prinsip

pemisahan antara user

dengan vendor akan sulit untuk diubah. Ironisnya, hal ini akan
tergantung pada pembuktian keberhasilan antara prinsip best value
melawan low bid win. Ini mungkin akan menjadi resistensi yang paling
kuat dalam transisi di kantor pengadaan barang dan jasa.
Ketiga, prinsip kontrak dengan bentuk dan harga tetap. Kontrak
dengan harga tetap yang telah ditentukan didasarkan pada persetujuanberbasis biaya per unit untuk tiap unit barang dan jasa yang dipilih. NIGP
Dictionary of Govrnmental Purchasing Terms mendefinisikan firm fixed
price contract sebagai kontrak yang menyediakan bagi harga perusahaan
atau harga yang mungkin disesuaikan hanya jika sesuai dengan klausul
kontrak yang memungkinkan revisi

kontrak harga dibawah kondisi

Negara. Keuntungan dari kontrak ini adalah meliputi skala ekonominya


dan ketepatan waktu pengadaan barang dan jasa yang menempatkan
penyedia sebagai entitas pergudangan untuk memperoleh barang dan
51

jasa. Namun kelemahannya terkait dengan kesulitan untuk memastikan


bahwa semua pengguna barang dan jasa menggunakan kontrak dan
ketidaklengkapan atau tidak memadainya akses untuk keperluan data
kontrak yang dibutuhkan untuk menentukan apakah klausul kontrak akan
menghasilkan meningkatnya biaya.
Metode pengadaan barang dan jasa kita sebelumnya (teknologi
khusus untuk harga tetap dengan periode yang tetap) gagal untuk
memuaskan konsumen kita dimana perbedaan yang meluas diantara
individu terkait kebutuhannya terhadap barang dan jasa. Pelajaran dapat
kita ambil dari kontrak teknologi informasi. Semua instansi pemerintahan
tidak memiliki kebutuhan akan teknologi yang sama.
Keempat, terkait prinsip keharusan akses terbuka dalam
semua situasi. Prinsip

tender tradisional menyatakan bahwa jika

sesuatu hal itu bersifat publik, maka ia harus dapat diakses oleh
masyarakat dan pers. Tetapi, dengan e-commerce, kemanan

dan

kerahasiaan telah mengemuka menjadi perhatian utama. Kelompok


bisnis dan beberapa warga khawatir dengan pengungkapan syarat yang
mungkin meningkatkan favoritisme oleh sistem komputer mereka yang
sedang disusupi. Penipuan identitas oleh kompetitor adalah isu yang
sangat riil. Pemerintah tidak dapat berharap untuk memaksimalkan
partisipasi vendor dalam e-Procurement

tanpa memiliki kebijakan

keamanan di dalamnya. Kebijakan dan prosedur harus dibentuk


mendahului implementasi untuk melindungi kerahasiaan data personal,
52

menentukan jumlah dan tipe informasi untuk membuat memungkinkan


dihadirkan kepada publik, melindungi data, memandu akses data, dan
memberikan sanksi bagi penyelewengan kemanan. Aturan kemanan
dan prosedur seringkali dianggap membatasi hak publik dan pers untuk
tahu.

Hal tersebut

dianggap muncul

untuk

menentang prinsip

pemerintahan dalam terang benderang sinar matahari, praktik yang


diklaim untuk mengurangi kronisme dan korupsi dalam proses kontrak.
Dalam poin ini, pandangan publik terhadap kerahasiaan lebih
dekat dengan pandangan kelompok bisnis (akses terbatas) daripada
pandangan pemerintah (akses yang tidak terbatas). Survey oleh Center
for Survey Research and Analysis at the University of Connecticut
menyatakan bahwa orang Amerika menginginkan

hukum

untuk

melindungi informasi kerahasiaan mereka meskipun dengan biaya


pembatasan terhadap akses publik dan kebebasan pers. Menurut
MacManus, perdebatan tentang keempat prinsip pelelangan diatas akan
terus mewarnai isu proses e-Proc.
Sementara Neef (2001) percaya bahwa sebagian masalah
adalah dalam sebagian besar organisasi proses pengadaan barang
masih dilihat masalah teknis dibanding strategis, dilihat sebagai biaya
dibanding manfaat bagi organisasi. Fungsi e-Procurement bagi banyak
pemerintahan masih dibatasi pada pembelian yang tidak berkelanjutan
dan tidak terkoordinasi bagi kantor penyuplai. Isu yang lain adalah
keamanan dan kepercayaan. Vendor yang tidak dikenal membuat
53

pejabat lelang ragu-ragu untuk menyerah dengan proses berbasis


kertas yang tidak praktis dengan waktu yang lama dan dipercayai
suplier. Disini, isu manajemen adalah bagaimana melatih pegawai
untuk menggunakan peralatan e-Procurement dan untuk melatih kembali
pegawai yang digantikan akibat e-Procurement. Neef j ug a menekank
an penting nya k e pe m i mpi n an senior un tuk mencapai transformasi
dan integrasi dari proses

pengadaan

barang pemerintah. Peran

pemimpin tersebut dibutuhkan untuk mengatasi hambatan legislatif,


peraturan dan organisasi yang ada. Sebagai upaya pemerintah untuk
menghemat biaya, para

pemimpin tersebut harus meningkatkan

perhatian dengan mencari informasi

untuk meningkatkan proses

pengadaan barangnya dengan cara otomatisasi dan digitalisasi proses


pengadaan barang dan jasa.
Sedangkan Moon (2005) mengidentifikasi paling tidak ada
empat faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas pengaplikasian eprocurement. Pertama, ukuran organisasi pemerintah. Menurut Moon,
ukuran organisasi pemerintah yang lebih besar memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mengadopsi e-procurement daripada organisasi
pemerintah yang berukuran kecil. Hal ini disebabkan organisasi
pemerintah yang berukuran besar mendapat tekanan yang lebih besar
untuk mencari alternatif dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
Selain itu, ukuran organisasi yang besar diasumsikan memiliki sumber
daya yang lebih besar untuk melaksanakan alternatif yang dipilih. Kedua,

54

komitmen pejabat tingkat tinggi dalam mengembangkan kebijakan


penerapan e-Procurement. Semakin tinggi komitmen otoritas tinggi
dalam mengembangkan e-Procurement, maka adopsi e-Procurement
akan lebih berhasil. Ketiga, tingkat profesionalisme

pengadaan

barang. Organisasi yang memiliki tingkat profesionalisme yang lebih tinggi,


lebih mudah menerima
karakterisitik

perubahan

manajerial

seperti

dan

cenderung

efisiensi

dan

mengharagai

efektifitas.

Ini

disebabkan profesionalisme seringkali menyuntikkan nilai dan norma


professional ke dalam budaya birokrasi. Keempat, budaya inovasi di
dalam

pemerintahan.

Pemerintahan

yang

lebih

aktif

mengimplementasikan berbagai jenis inovasi manajemen mungkin


lebih menikmati budaya inovasi yang kuat. Karena itu adopsi eProcurement

lebih

mudah

dilakukan

dengan

tingkat

resistensi

administrasi yang rendah. Pendapat Moon diperkuat oleh Liao & Cheng
(dalam Croom & Brandon Jones, 2005), yang berdasarkan studi kasus
yang mereka lakukan pada pengadaan barang Industri Militer Taiwan,
menyatakan

bahwa

Procurement adalah

tantangan

utama

terhadap

penerapan

e-

resistensi budaya dalam upaya mengubah

proses dan praktik pengadaan barang konvensional ke e-Procurement.

55

5. Pengembangan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


secara Elektronik (e-Procurement) di Indonesia
E-Procurement dikembangkan di Indonesia sesuai dengan
amanat Keppres No. 80/2003 yang mengharuskan sistem pengadaan
barang/jasa public

mampu menghidupkan pasar pengadaan. Hal

tersebut juga sejalan dengan Instruksi Presiden No 5 tahun 2004


tentang

Percepatan

Pemberatasan

Korupsi

yang

kemudian

mengamanatkan untuk melakukan kajian dan uji coba pelaksanaan


sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Amanat
tersebut selanjutnya ditegaskan kembali melalui Keputusan Dewan
Teknologi dan Informasi

Nasional (Dewan TIK Nasional) melalui

Keppres No 20 tahun 2006. e-Procurement sebagai upaya inovatif bagi


perbaikan layanan publik dalam mekanisme pangadaan barang dan jasa
pemerintah merupakan proses reformasi birokrasi dan transformasi tata
pemerintahan yang sedang berjalan dan terbukti capaiannya baik dari
aspek kebijakan,

kelembagaan, SDM, pengembangan sistem dan

aplikasi serta program dan anggarannya.


Melihat

masih

banyaknya

persoalan

di

dalam

upaya

mewujudkan good governance dalam pengadaan barang dan jasa


kiranya perlu dukungan kebijakan yang lebih baik, maka diterbitkan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang
dan jasa pemerintah untuk menggantikan Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang

56

ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 6


Agustus 2010 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan. Sebagai peraturan
yang menggantikan Keppres Nomor 80, Perpres Nomor 54 memuat
sejumlah butir perubahan yang membedakan dengan aturan sebelumnya.
Diantaranya kewajiban pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP)
secara permanen dan professional paling lambat tahun 2014 dan
keharusan melaksanakan lelang secara elektronik (e-procurement) paling
lambat tahun 2012.
Untuk

mengimplementasikan

e-Procurement

di

Indonesia,

Pemerintah pusat kemudian membentuk LKPP (Lembaga Kebijakan


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang merupakan perluasan
Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik
Bappenas.

LKPP

merupakan

Lembaga

Pemerintah

Non

Departemen (LPND) yang mempunyai kedudukan setara dengan


Bappenas, BPPT, LIPI atau LPND lainnya. LKPP bertanggung jawab
langsung kepada Presiden, namun untuk pelaksanaan tugas dan
fungsinya LKPP berada di ba wah koordinasi Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan

Nasional. LKPP juga merupakan

satu-satunya lembaga pemerintah yang bertanggungjawab secara


terus menerus dan konsisten mengembangkan, menyusun strategi
dan

kebijakan

pengadaan

barang/jasa

pemerintah

termasuk

menyelenggarakan fungsi monitoring dan evaluasi, pengembangan


sumber daya

manusia pengelola pengadaan serta pemberian

57

pendapat,

rekomendasi

hukum

untuk

membantu

menyelesaikan

permasalahan pengadaan termasuk sanggah.


Landasan

hukum

LKPP

adalah

Peraturan

Presiden

No.106/2007 tanggal 6 Desember 2007, UU No.17/2003 tentang


Keuangan Daerah, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan dan
Keputusan Presiden No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. LKPP mempunyai peran yang
sangat strategis
sebagai

ujung

dalam memperkuat reformasi birokrasi sekaligus


tombak

pencegahan

KKN

dalam

pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa pemerintah yang selama ini mengalami


inefisiensi 30-40 % dalam setiap tahunnya (BPK,BPKP,KPK,2007).
a. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi
dan pemerintah untuk melayani Unit Layanan Pengadaan
(ULP)

untuk

menyelenggarakan

system

pelayanan

pengadaan barang dan jasa secara elektronik (SPSE) dan


memfasilitasi

instansi

dan

pemerintah

kepada

portal

pengadaan nasional.
Adapun fungsi dibentuknya LPSE adalah sebagai berikut :
1) Mengelola system e-Procurement
2) Menyediakan

pelatihan

kepada

PPK/Panitia

dan

Penyedia barang dan jasa


3) Menyediakan sarana akses internet bagi PPK/Panitia
58

dan Penyedia barang dan jasa


4) Menyediakan bantuan teknis untuk mengoperasikan
SPSE kepada PPK/Panitia dan Penyedia barang dan
jasa
5) Melakukan

pendaftaran

dan

verifikasi

terhadap

PPK/Panitia dan Penyedia barang dan jasa.


Organisasi LPSE sekurang-kurangnya meliputi hal sebagai
berikut :
1) Administrator system elektronik
2) Unit registrasi dan verifikasi pengguna
3) Unit layanan pengguna.
LPSE menyusun dan melaksanakan standar prosedur
operasional

untuk

menjamin

keberlangsungan

penyelenggaraan system pengadaan barang dan jasa


secara elektronik yang memuat sekurang-kurangnya hal
sebagai berikut :
1) Registrasi dan verifikasi pengguna SPSE
2) Layanan pengguna SPSE
3) Penanganan masalah (error handling)
4) Pemeliharaan dan pengamanan infrastruktur SPSE
5) Pemeliharaan kinerja dan kapasitas SPSE
6) Pengarsipan dokumen elektronik (file backup).

59

b. Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)


System Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) adalah
aplikasi perangkat lunak berbasis web yang terpasang di
server LPSE yang dapat diakses melalui website LPSE yang
menggunakan
dikembangkan

aplikasi
oleh

SPSE.
pusat

Aplikasi

SPSE

pengembangan

sendiri

kebijakan

pengadaan barang/jasa Bappenas pada tahun 2006. SPSE


merupakan aplikasi e-pengadaan yang dikembangkan oleh
Direktorat E-Procurement LKPP.
Pengembangan SPSE membawa semangat free lisence
artinya dapat digunakan dimana saja tanpa harus membayar
royalty atau hak cipta. LPSE dalam pengembangan aplikasi
SPSE bekerjasama dengan beberapa lembaga, yaitu :
1) Lembaga Sandi Negara untuk fungsi enkripsi dokumen
2) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
untuk fungsi audit.
Dengan adanya SPSE dapat memberikan manfaat yang
lebih tinggi bagi instansi pemerintah/lembaga maupun
peserta lelang, manfaat tersebut antara lain :
1) Optimalisasi waktu proses pengadaan barang dan jasa,
baik dari sisi panitia pengadaan maupun peserta lelang.
2) Panitia pengadaan dapat melakukan evaluasi kualifikasi
dengan cepat dan akurat karena system software dapat

60

secara otomatis mengeliminasi peserta lelang yang gagal


memenuhi persyaratan.
3) Memberikan respon yang cepat terhadap pertanyaan dan
klarifikasi

lelang

karena

system

dan

software

menyediakan media aanwijzing dan klarifikasi secara


online.
4) Mengurangi dan menekan biaya, baik dari sisi pengguna
barang dan jasa maupun penyedia barang dan jasa
karena persyaratan lelang berupa hard copy diminta
kepada pemenang di akhir proses lelang
5) Meningkatkan pemenuhan kualitas spesifikasi teknis
barang

dan

jasa

tanggungjawab

yang

penyedia

diadakan
barang

dan

dan

menjamin

jasa

karena

spesifikasi teknis yang diminta oleh panitia pengadaan


setelah masa lelang dapat diakses oleh publik.
6) Memperbaiki rantai audit dalam rangka transparansi dan
integritas pihak-pihak terkait dalam proses lelang.
Secara

umum

tahapan

Pengadaan

Barang

dan

Jasa

Pemerintah secara elektronik yang tercantum dalam Peraturan Presiden


Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yaitu :
1. Pengumuman lelang,
2. Pendaftaran lelang,
3. Pemberian penjelasan,

61

4. Pemasukan penawaran,
5. Pembukaan penawaran,
6. Evaluasi penawaran,
7. Evaluasi kualifikasi,
8. Pembuktian kualifikasi,
9. Penetapan pemenang,
10. Pengumuman pemenang,
11. Masa sanggah,
12. Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa.

C. Kerangka Pikir
Efektivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah secara
elektronik (e-procurement) dapat terlaksana apabila unsur yang terlibat
dalam

proses

Kesatupaduan
pengadaan

pelaksanaannya
unsur-unsur

barang

dan

dapat

tersebut
jasa

berperan

akan

pemerintah

dengan

menentukan
secara

baik.

efektifnya

elektronik

(e-

procurement).
Menurut R.M.Steers terdapat 5 (lima) kriteria yang digunakan
untuk mengukur efektivitas, yaitu kemampuan adaptasi atau fleksibilitas,
produktivitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba dan pencarian
sumber daya.
Mengingat Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik dan

62

Unit Layanan Pengadaan yang berorientasi pada pelayanan publik yang


orientasinya non profit dalam arti tidak menawarkan langsung hasil
produksinya secara take and give kepada konsumen tetapi berupaya
untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses
pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi
proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit, serta
memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time maka indikator
yang

digunakan

adalah

kemampuan

adaptasi

atau

fleksibilitas,

produktivitas, kepuasan kerja dan pencarian sumber daya. Dengan


adanya indikator yang telah ditetapkan, maka dalam suatu organisasi
yang disertai dengan pelaksanaan pelayanan yang mana bila telah
memenuhi apa yang menjadi harapan yang diinginkan oleh publik serta
terealisasikan dapat dikatakan efektif.
Adapun pemaparan secara ringkas atas kerangka pikir diatas,
dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Gambar 4
Kerangka Pemikiran

Pengadaan
barang dan
jasa
pemerintah
secara
elektronik

1. Kemampuan adaptasi atau


fleksibilitas,
2. Produktivitas,
3. Kepuasan kerja,
4. Pencarian sumber daya.

Efektivitas
Pengadaan
Barang dan
Jasa
Pemerintah
secara
Elektronik

Sumber : R.M.Steers dalam Tangkilisan (2005)

63

D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka pikir.
Adapun dalam pengukuran efektivitas akan diukur dengan indikator
menurut R.M.Steers, yaitu sebagai berikut :
1. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas.
Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas adalah kemampuan
dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Luwu
Utara dan Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu Utara
untuk

mengikuti,

mengantisipasi,

dan

memanfaatkan

perubahan-perubahan yang terjadi di dalam suatu lingkungan.


2. Produktivitas adalah system kerja yang efisien sehingga
proses pengadaan barang dan jasa berlangsung tepat waktu
dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien, yaitu
modal, tenaga kerja, gedung, sarana dan informasi.
3. Kepuasan kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan
petugas dan kelompok kerja atas peranan/pekerjaannya pada
Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Luwu
Utara dan Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu Utara.
4. Pencarian sumber daya adalah pencarian dan pemanfaatan
sumber daya manusia pada Layanan Pengadaan Secara
Elektronik

Kabupaten

Luwu

Utara

dan

Unit

Layanan

Pengadaan Kabupaten Luwu Utara, yang mencakup :


kemampuan

mengintegrasikan

64

berbagai

sub

system,

penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan,


serta umpan balik dan pengendalian.

65

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Bogdan dan Taylor
dalam Moleong (2007:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Sementara itu penelitian deskriptif dapat dijelaskan oleh Zuriah (2009:47)
sebagai penelitian yang diarahkan memberikan gejala-gejala, fakta-fakta,
atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu. Fokus dalam penelitian ini adalah
efektivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (eprocurement) di Kabupaten Luwu Utara.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) Kabupaten Luwu Utara dan Unit Layanan Pengadaan
(ULP) Kabupaten Luwu Utara.

66

C. Informan Penelitian
Untuk

memperoleh

data

yang

diperlukan,

maka

peneliti

mengumpulkan data atau informasi dari informan kunci (key informan)


sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Adapun informan
kunci yang dipandang sesuai dengan fokus penelitian, yaitu : Kepala
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Luwu Utara,
Kepala LPSE Kabupaten Luwu Utara, Kepala Bagian Administrasi
Pembangunan

selaku

Kepala

ULP,

Asisten

Bidang

Ekonomi

Pembangunan Setda Kab. Luwu Utara, Pimpinan SKPD selaku Pengguna


Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/PPTK, Panitia Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah (Pokja ULP), Penyedia Barang/Jasa
Pemerintah, serta Asosiasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah selaku
Penyedia (Users) Barang dan Jasa Pemerintah.
D. Jenis dan Sumber Data
Selain

keterangan

dari

informan

tersebut,

peneliti

juga

memperoleh data atau informasi yang bersumber dari peristiwa atau


fenomena yang dipandang cocok dan bermanfaat untuk mengungkap
permasalahan atau fokus penelitian. Demikian juga dokumen-dokumen
yang berfungsi memperjelas permasalahan penelitian dijadikan sumber
data berikutnya.
Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis yang
berarti pengungkapan atau deskripsi tentang keadaan yang sebenarnya

67

dengan data yang diterbitkan oleh pihak terkait tentang pelaksanaan eprocurement, kemudian diulas secara analitis berlandaskan pemikiran
para ahli dan pendapat penulis.
E. Teknik Pengumpulan Data
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif ini adalah sebagai
pelaksana pengumpul data atau sebagai instrument. Dalam pengumpulan
data, teknik yang biasa digunakan oleh peneliti kualitatif adalah
wawancara dengan informan, observasi langsung terhadap berbagai hal,
kajian terhadap berbagai bahan tertulis dan Analisis terhadap foto, video,
gambar,

ilustrasi,

karikatur

(Irawan,

2006:70).

Sehingga

penulis

melakukan pengumpulan data dengan :


1. Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan melalui dialog dengan
pengelola

atau

pelaksana/implementor

e-procurement,

masyarakat dunia usaha (vendor), serta pihak-pihak dan


instansi terkait yang terlibat dalam secara langsung untuk
mendapatkan data primer tentang pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) di
Kabupaten Luwu Utara.
2. Observasi
Pengumpulan
pengamatan

data

dilakukan

langsung

68

terhadap

dengan
situasi

mengadakan
dan

kondisi

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (eprocurement) di lokasi penelitian untuk melihat kenyataan
yang sesungguhnya.
3. Dokumentasi
Pengumpulan

data

dilakukan

dengan

mengumpulkan

informasi yang berasal dari literatur-literatur, laporan-laporan


pelaksanaan (smart report), serta data dan catatan penting
lain yang relevan dari lembaga atau organisasi terkait maupun
dari perorangan.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami, sehingga mencapai suatu
kesimpulan yang tepat dan tersusun secara sistematis. Pada penelitian ini,
untuk menganalisis data yang telah terkumpul dengan menggunakan
teknik analisa data kualitatif, yaitu data yang telah dikumpulkan, dihimpun
baik data primer maupun data sekunder dan selanjutnya disusun,
dianalisis,

diinterpretasikan

kemudian

jawaban atas masalah yang diteliti.

69

diambil

kesimpulan

sebagai

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.

Gambaran Umum Kabupaten Luwu Utara

Kabupaten Luwu Utara dengan Ibukota Masamba yang


berjarak 430 Km ke arah utara dari Kota Makassar, daerah ini
mempunyai luas wilayah 7.502.58 Km 2 yang terletak antara 01 0 53
19 010 55 36 Lintang Selatan dan 119 0 47 46 1200 37 44 Bujur
Timur, yang terdiri dari 11 kecamatan, 164 desa dan 7 kelurahan.
Diantara 11 kecamatan, Kecamatan Seko merupakan kecamatan
yang terluas dengan luas wilayah 2.109,19 Km 2 atau 28,11 % dari
total luas wilayah Kabupaten Luwu Utara, urutan kedua adalah
Kecamatan Rampi dengan luas wilayah seluas 21 % dari luas wilayah
Kabupaten Luwu Utara.
Kabupaten Luwu Utara dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1999 yang merupakan pecahan dari Kabupaten
Luwu, adapun batas wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah sebagai
berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur

Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Luwu dan

Teluk Bone
-

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Toraja Utara dan


Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.
70

Daerah ini memiliki keadaan topografi yang bervariasi mulai


dari dataran rendah di daerah pesisir dengan garis pantai mencapai
kurang lebih 60 Km hingga dataran tinggi pegunungan dengan
ketinggian

lebih dari 2000 M dari permukaan laut. Daerah ini juga

merupakan daerah yang posisinya cukup strategis sebab merupakan


jalur Trans Sulawesi (Poros Makassar-Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tenggara serta Poros Masamba Sulawesi
Barat).
Penduduk Kabupaten Luwu Utara menurut Sensus Penduduk
tahun 2012 berjumlah 292.765 jiwa yang terdiri dari 147.581 jiwa laki-laki
dan 145.581 jiwa perempuan dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,83%
per tahun. Komposisi penduduk menurut kelompok umur terdiri dari
Penduduk usia non produktif 0 - 14 tahun sebanyak 100.755 jiwa
(34,41%), Penduduk usia produktif 15 - 64 tahun berjumlah 176.415 jiwa
(60,29%), Penduduk usia yang tidak produktif lagi adalah 65 tahun keatas
sebanyak 15.595 jiwa (5,33%). Menurut hasil survey Tenaga Kerja
Nasional Tahun 2012, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Luwu Utara
sebesar 128.024 orang, yaitu yang bekerja sebanyak 121.584 orang dan
jumlah pengangguran sebanyak 6.440 orang.

71

B.

Gambaran Umum Objek Penelitian

1.

Layanan

Pengadaan

Secara

Elektronik

(LPSE)

Kabupaten Luwu Utara

Berdasarkan dokumen yang ada, terungkap bahwa Layanan


Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Luwu Utara merupakan
unit layanan yang bersifat ad-hoc yang melekat pada Bidang Komunikasi
dan Informatika Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Luwu Utara dan dipimpin oleh Kepala Dinas sebagai
Penanggung Jawab LPSE, Unit Layanan ini dibentuk berdasarkan
Peraturan

Bupati

Luwu

Utara

Nomor

34

Tahun

2010

tentang

Pembentukan Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)


Kabupaten Luwu Utara.
Layanan pengadaan Secara Elektronik (LPSE) merupakan satu
unit yang melayani proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan
secara elektronik dengan menjalankan fungsi dan tugas sebagai berikut
yang sekaligus merupakan produk layanan :
a. Mengelolah Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan
Infrastrukturnya;
b. Menyediakan Pelatihan Kepada Panitia Pengadaan dan Penyedia
Barang/Jasa;
c.

Menyediakan sarana akses internet bagi Panitia Pengadaan dan


Penyedia Barang/Jasa;

72

d. Menyediakan Bantuan Teknis untuk mengoperasikan sistem (SPSE)


kepada Panitia Pengadaan, penyedia Barang/Jasa dan Pengguna
lainnya
e. Malakukan Registrasi dan Verifikasi terhadap Pengguna SPSE
(Panitia Pengadaan, Penyedia Barang/Jasa dan Auditor). Sehingga
user tersebut terigestrasi dengan mendapatkan hak akses kedalam
sistem berupa user name, password.

Perangkat organisasi LPSE disusun sesuai dengan kebutuhan dan


menyelenggarakan fungsi yang meliputi : Kepala LPSE, Sekretariat, Unit
Administrasi Sistem Elektronik, Unit Registrasi dan Verifikasi serta Unit
Layanan dan Dukungan.

Gambar 5. Struktur Organisasi LPSE Luwu Utara


Kepala LPSE

Sekretariat

Unit Administrasi
Sistem Elektronik

Unit Registrasi
dan Verifikasi

Unit Layanan dan


Dukungan

Sumber : Perka. LKPP Nomor 2 Tahun 2010

73

Adapun fungsi dan tugas dari Sekretariat dan masing - masing unit
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sekretariat

mempunyai

tugas

melaksanakan

ketatausahaan, pembinaan dan pengendalian

koordinasi,

terhadap program,

kegiatan, administrasi dan sumber daya di lingkungan LPSE. Dalam


melaksanakan tugas sekretariat menyelenggarakan fungsi :
a. koordinasi kegiatan di lingkungan LPSE dan lembaga terkait;
b. penyelenggaraan ketatausahaan

dan pengelolaan administrasi

umum untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan


fungsi LPSE;
c. pengelolaan sarana, prasarana, dan sumber daya;
d. pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan; dan
e. pelaksanaan tugas lain

yang diberikan Kepala LPSE sesuai

dengan tugas dan fungsi.


2. Unit Administrasi Sistem Elektronik mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan SPSE. Dalam melaksanakan tugas Unit administrasi
Sistem elektronik menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan dan pemeliharaan perangkat lunak, perangkat keras
dan jaringan;
b. penanganan permasalahan teknis yang terjadi untuk menjamin
kehandalan dan ketersediaan layanan;
c. memberikan informasi kepada LKPP tentang kendala teknis yang
terjadi di LPSE; dan

74

d. pelaksanaan instruksi teknis dari LKPP.


3. Unit Registrasi
pengelolaan

dan Verifikasi mempunyai tugas


registrasi

melaksanakan

dan verifikasi pengguna SPSE. Dalam

melaksanakan tugas unit registrasi dan verifikasi menyelenggarakan


fungsi :
a. pelayanan pendaftaran Pengguna SPSE;
b. penyampaian informasi kepadan calon pengguna SPSE tentang
kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan;
c. verifikasi seluruh dokumen dan informasi sebagai persyaratan
pendaftaran pengguna SPSE; dan
d. pengelolaan arsip dan dokumen pengguna SPSE.
4. Unit Layanan dan Dukungan mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan pelatihan dan dukungan teknis pengoperasian aplikasi
SPSE. Dalam melaksanakan tugas Unit Layanan

dan dukungan

menyelenggarakan fungsi:
a. pemberian layanan konsultasi mengenai proses pengadaan
barang/jasa secara elektronik;
b. pemberian informasi tentang fasilitas dan fitur aplikasi SPSE;
c. penanganan keluhan tentang pelayanan LPSE; dan
d. pelayanan pelatihan penggunaan aplikasi SPSE.

75

2.

Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Luwu


Utara

Berdasarkan Dokumen yang ada, Unit Layanan Pengadaan (ULP)


Kabupaten Luwu Utara merupakan unit layanan yang melekat pada
Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Luwu
Utara. Unit Layanan ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Luwu Utara Peraturan Bupati Luwu Nomor 188.4.45/14/I/2011 tentang
Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Luwu Utara.
Unit Layanan Pengadaan

(ULP) merupakan suatu unit yang

dibentuk dengan tujuan untuk : (1) membuat proses pengadaan


barang/jasa pemerintah menjadi lebih terpadu, efektif dan efisien; (2)
meningkatkan efektifitas dan fungsi SKPD dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi; (3) menjamin persamaan kesempatan, akses dan hak
bagi penyedia barang/jasa agar tercipta persaingan usaha yang sehat;
dan (4) menjamin proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dilakukan oleh aparatur yang profesional. Adapun rincian tugas dan
fungsinya dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tugas Unit Layanan Pengadadaan (ULP) sebagai berikut:
1. melaksanakan

pengadaan

barang/jasa

yang

dilakukan

melalui

pelelangan/seleksi sampai dengan ditandatanganinya kontrak oleh


PA/KPA/PPK;

76

2. membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan dari ULP


kepada Bupati;
3. melaksanakan

pengadaan

barang/jasa

dengan

memanfaatkan

teknologi informasi melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (eprocurement)


4. melaksanakan penyebarluasan strategi, kebijakan, standar, sistem
dan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah;
5. melaksanakan bimbingan teknis dan advokasi bidang pengadaan;
6. menetapkan

penyedia

barang/jasa

yang

melakukan

penipuan/pemalsuan dan pelanggaran lainnya seperti yang ditetapkan


dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 kedalam Daftar
Hitam serta melaporkannya kepada LKPP.
Fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai berikut:
1. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan
pengadaan barang/jasa;
2. melaksanakan pembinaan Sumber Daya Manusia bidang pengadaan;
dan
3. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaanan
pengadaan barang/jasa.
Perangkat organisasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) disusun
sesuai dengan kebutuhan

dan menyelenggarakan fungsi yang

meliputi :

77

1. Kepala ULP;
2. Sekretaris;
3. Kepala Sub Bagian, terdiri atas :
a) Kepala Sub Bagian Administrasi;
b) Kepala Sub Bagian Teknis;
c) Kepala Sub Bagian Sarana dan Prasarana;
4. Staf Sub Bagian;
5. Pokja Pengadaan, terdiri atas :
a) Pokja Pengadaan Barang;
b) Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi;
c) Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi;
d) Pokja Pengadaan Jasa lainnya;
6. Outsourching;
Gambar 6. Struktur Organisasi ULP Luwu Utara
KEPALA ULP

SEKRETARIS

SUB BAG.
ADMINISTRASI

SUB BAG. TEKNIS

SUB BAG. SARANA


DAN PRASARANA

STAF

STAF

STAF

OUTSOURCING

POKJA I

POKJA II

POKJA III

POKJA IV

POKJA V

Sumber : Perka. LKPP Nomor 002/PRT/KA/VII/2009

78

Adapun tugas dari masing-masing perangkat tersebut adalah :


1. Kepala ULP

mempunyai tugas memimpin dan mengkoordinasikan

semua bentuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan


ULP

serta

memberikan

pertanggungjawaban

atas

laporan

bulanan

pelaksanaan

kegiatan

sebagai
Pengadaan

Barang/Jasa kepada Bupati.


2. Sekretaris mempunyai tugas melaksanakan semua bentuk kegiatan
administrasi, teknis, sarana dan prasarana dalam proses pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan ULP serta memberikan laporan
bulanan sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa kepada Kepala ULP.
3. Kepala Sub Bagian Administrasi mempunyai tugas:
a) melaksanakan

urusan

keuangan,

kepegawaian

dan

tata

persuratan;
b) melaksanakan fungsi ketatausahaan; dan
c) melakukan perencanaan biaya dan usaha pengurangan biaya
dalam proses pengadaan.
4. Kepala Sub Bagian Teknis mempunyai tugas :
a) memeriksa

kelengkapan

dokumen

setiap

usulan

paket

pengadaan;
b) menyiapkan dokumen yang dibutuhkan Kelompok Kerja dalam
pengadaan barang/jasa; dan

79

c) melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap harga beli


barang/jasa;
5. Kepala Sub Bagian Sarana dan Prasarana mempunyai tugas :
a) menyediakan dan mengelola sistem informasi yang digunakan
dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
b) menyediakan

informasi

pengadaan

barang/jasa

kepada

masyarakat; dan
c) memelihara sarana dan prasarana pada ULP.
6. Staf Sub Bagian mempunyai tugas membantu Kepala Sub Bagian
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok masingmasing Sub bagian.
7. Kelompok Kerja Pengadaan (POKJA) mempunyai tugas :
a) melakukan kajian terhadap RUP, KAK, Dokumen Perencanaan;
b) menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa;
c) menetapkan Dokumen Pengadaan;
d) menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran;
e) mengumumkan pelaksanaan Pengadaan barang/jasa di website
daerah dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta
menyampaikan

ke

LPSE

untuk

diumumkan

dalam

Portal

Pengadaan Nasional;
f)

menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi


atau pascakualifikasi;

80

g) melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap


penawaran yang masuk;
h) menjawab sanggahan;
i)

menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk :


1) pelelangan atau penunjukan langsung untuk paket Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang bernilai
paling tinggi

Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

atau
2) seleksi atau penunjukan langsung untuk paket Pengadaan
Jasa

konsultansi

yang

bernilai

paling

tinggi

Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);


j)

menyerahkan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/jasa


kepada PPK;

k) menyimpan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa;


l)

dalam hal diperlukan dapat mengusulkan kepada PPK:


1). perubahan HPS; dan/ atau
2). perubahan spesifikasi teknis pekerjaan.

m) menandatangani

pakta

integritas

sebelum

pelaksanaan

pengadaan barang/jasa dimulai; dan


n) melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala
ULP.

81

8. Outsourching mempunyai tugas membantu Pokja pengadaan dalam


melaksanakan proses pengadaan barang/jasa dan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh atasan.

3. Identifikasi Informan
1. Tingkat Pendidikan Informan
Berdasarkan jawaban informan dari hasil wawancara yang
dilakukan peneliti, diperoleh data mengenai tingkat pendidikan
informan, sebagaimana yang disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Informan
No

Tingkat Pendidikan

Jumlah Informan

Sekolah Dasar

Sekolah Mengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Sarjana (S1/Diploma)

10

Magister (S2)

Jumlah

19

Dari tabel tersebut diatas, terungkap bahwa mayoritas


informan dalam penelitian ini cukup memadai karena mayoritas
82

berpendidikan S1 ke atas dimana jika ditotalkan mencapai 10 orang


sarjana, 8 orang Magister dan 1 orang Sekolah Menengah Atas dari
keseluruhan informan. Dengan demikian informan dalam penelitian ini
dianggap mampu menguraikan pertanyaan yang diajukan, sehingga
jawaban tersebut dapat lebih dipertanggungjawabkan kebenarannya.

2. Umur dan Jenis Kelamin Informan


Berdasarkan jawaban informan dari hasil wawancara yang
dilakukan peneliti, diperoleh informasi mengenai umur dan jenis
Kelamin informan, sebagaimana yang disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4
Umur dan Jenis Kelamin Informan
Jenis Kelamin

Jumlah
Informan

No

Tingkat Umur
Informan

25 s/d 35

36 s/d 45

10

46 keatas

15

19

Jumlah

Dari tabel

Laki- laki

Perempuan

terssbut menunjukan bahwa, dari 19 informan

dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa

dominan umur

informan berada pada kategori 36 s/d 45 tahun sebanyak 10 orang,

83

umur 46 tahun keatas sebanyak 5 orang dan 25 s/d 35 tahun hanya 4


orang.
Sehingga mayoritas informan dalam penelitian ini berumur 36
s/d 45 tahun, jika ditinjau dari segi umur dominan dianggap telah
mampu menguraikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sehingga
jawaban tersebut dapat lebih dipertanggungjawabkan.

C. Efektivitas Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


secara Elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu
Utara
Dengan
digunakan

tetap

merujuk

pada

dalam menganalisa

dan

kerangka

pemikiran

mendeskripsikan

yang

efektivitas

Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (e-procurement) di


Kabupaten Luwu Utara, maka indikator yang digunakan untuk
mengukur efektivitas, yaitu :
1. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas,
2. Produktivitas,
3. Kepuasan kerja,
4. Pencarian sumber daya.
Berdasarkan indikator diatas, maka dapat dijelaskan sebagai
berikut :

84

1.

Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas

Organisasi harus dapat mempertahankan keberadaannya (exist)


dan dapat berfungsi (functional). Ini merupakan dasar pertama bagi
organisasi.

Karena

zaman

selalu

berubah-ubah

sesuai

dengan

perkembangannya, maka sebagai dasar kedua, organisasi harus dapat


berkembang (develop) ke arah kemajuan. Hal ini menunjukkan bahwa
organisasi harus mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang selalu
berubah-ubah. Karena itulah maka daya tanggap organisasi dalam
merespon setiap perubahan lingkungan yang terjadi baik yang datang dari
luar lingkungan organisasi maupun dari dalam organisasi sangat
diperlukan.
Meningkatnya

perhatian

akan

pentingnya

peranan

faktor

lingkungan tersebut didukung pula oleh berkembangnya pandangan


bahwa organisasi merupakan suatu system yang terbuka. Sebagai system
yang terbuka, setiap organisasi mendapat masukan berupa informasi
perkembangan tekhnologi, arah perkembangan ekonomi dan politik.
Organisasi juga memberikan keluaran (out put) untuk kepentingan
lingkungannya baik berupa barang ataupun jasa. Terhadap keluaran
tersebut,

organisasi

harus

memberikan

perhatian

karena

akan

memberikan akibat langsung bagi kegiatan evaluasi organisasi tersebut.


Oleh karena itulah diperlukan keluwesan yang tinggi guna mengantisipasi
segala perubahan lingkungan eksternal yang terjadi, agar supaya
organisasi itu tetap exist.

85

Organisasi sering mengalami kesulitan didalam menghadapi


perubahan yang terjadi, hal ini nampaknya disebabkan oleh budaya
(cultur) yang sudah melekat dan adanya kehawatiran untuk melakukan
perubahan-perubahan yang nantinya tidak mempunyai pengaruh terhadap
prestasi suatu organisasi. Hal ini juga tidak terlepas dari struktur yang
sentralistis. Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Luwu
Utara dan Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu Utara, sebagai
pengelolah pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik
dituntut untuk selalu tanggap terhadap perubahan lingkungan yang terjadi,
baik dilingkungan internalnya maupun terhadap lingkungan eksternal.
Apabila organisasi ini tidak tanggap dan mampu merespon perubahan
lingkungan yang terjadi, maka organisasi ini tidak akan survive didalam
mewujudkan pengadaan barang dan jasa yang efektif, efisien, terbuka dan
akuntabel terutama dalam meningkatkan akses pasar dan persaingan
usaha, yang akhirnya berdampak pada pemborosan penggunaan
anggaran belanja daerah.
Berdasarkan hasil penelitian pada Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) Kabupaten Luwu Utara dan Unit Layanan Pengadaan
(ULP) Kabupaten Luwu Utara, bahwa organisasi ini cukup tanggap dalam
merespon perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Kondisi politik
yang tidak menentu berdampak pada krisis ekonomi yang mengganggu
kehidupan sosial masyarakat, disatu sisi perkembangan tekhnologi begitu
pesat. Perubahan-perubahan ini dapat direspon oleh LPSE dan ULP

86

dengan cepat yakni dengan membuat program-program baik jangka


menengah maupun jangka panjang serta langkah-langkah strategis
lainnya sehingga organisasi tetap exist dan berfungsi dengan baik,
walaupun organisasi itu masih berada di bawah naungan Satuan Kerja
Pemerintah Daerah dan tidak berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat bahwa
Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik dibawah naungan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Luwu Utara,
sedangkan

Unit

Layanan

Pengadaan

dibawah

naungan

Bagian

Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Luwu Utara.


Disamping hal tersebut diatas, terlihat juga bahwa proses
pengadaan barang dan jasa dilakukan secara elektronik. Hal ini sejalan
dengan perkembangan era globalisasi ini yang menuntut adanya
pelayanan yang cepat, tepat dan akurat. Dengan harapan agar organisasi
itu

cepat

merespon

perubahan-perubahan

yang

terjadi

sehingga

Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik di Kabupaten Luwu Utara


tetap exist. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan bahwa :
Pelayanan yang saya terima tidak berbelit-belit dan selesai
tepat pada waktunya karena saya sebagai penerima
layanan sudah memenuhi semua persyaratan, aturan dan
prosedur yang dibutuhkan untuk proses pengadaan barang
dan jasa secara elektronik. (Hasil wawancara dengan DJ pada
tanggal 6 Oktober 2014).
Kondisi politik didaerah sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi
politik dipusat dan biasanya perubahan politik yang terjadi akan dibarengi
dengan adanya perubahan kebijakan. Hal ini terlihat dari keluarnya

87

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan


Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Bila perubahan semacam ini tidak dapat diantisipasi atau direspon oleh
Layanan Pengadaan Secara Elektronik dan Unit Layanan Pengadaan,
maka dapat dipastikan bahwa organisasi ini tidak akan mampu
meningkatkan produktivitasnya secara optimal dan tentunya akan
berdampak pada efektivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah
secara elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara.
Untuk mendukung pelaksanaan Layanan Pengadaan Barang dan
Jasa Secara Elektronik (e-Procurement) yang diimplementasikan sejak
tahun 2009 diperlukan sarana teknologi informasi seperti jaringan internet,
perangkat komputer baik untuk server maupun untuk klien yang dilengkapi
dengan sistem aplikasi (software). Dari telaahan dokumen terhadap
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kegiatan LPSE dan ULP Tahun
2008 yang peneliti lakukan diperoleh data sebagai berikut :

88

Tabel 5
Sarana dan Prasarana LPSE Luwu Utara
No

Nama Perangkat Teknologi

Jumlah

Satuan

Software Sistem Pengadaan Secara Elektronik

Buah

(SPSE)
2

Bandwith Internet melalui VSAT (satelit)

Mbps

Server Sistem dan database

Unit

Komputer PC

20

Unit

Notebook

Unit

Printer

Unit

Scanner

Perlengkapan Jaringan LAN/Internet

Buah

Menara Telekomunikasi ke Kecamatan


Sumber : DPA Dinas Kominfobudpar Tahun 2008

Tabel 6
Sarana dan Prasarana di ULP Luwu Utara
No

Nama Perangkat Teknologi

Jumlah

Satuan

Komputer PC

Unit

Notebook

unit

Printer

Unit

Scanner

Unit

Perlengkapan Jaringan LAN/Internet

Set

Sumber : DPA Bagian Adm Pembangunan Tahun 2008

Dari data tersebut menunjukan

semua fasilitas pendukung

layanan e-procurement telah di back up oleh pemerintah melalui APBD


2008 yang difokuskan untuk pangadaan infrastruktur dan Teknologi

89

Informasi (TI), untuk mengkonfirmasi hal tersebut diatas dilakukan


wawancara dengan informan yang mengatakan bahwa :
Ini semua dilakukan sebagai bentuk dukungan dan komitmen
kita terhadap pelaksanaan e-procurement termasuk legislatif,
karena keterbatasan anggaran waktu itu pak Bupati menyuruh
kami
menggunakan bekas kantor Bappeda sebagai kantor
sekretariat layanan e-procurement yang kemudian dilengkapi
dengan berbagai fasilitas penunjangnya
yang telah kami
anggarkan di APBD 2008 seperti Personal Computer sejumlah 20
unit, yang distribusikan untuk bidding room dan training room 10
unit, serta sekretariat e-Procurement sejumlah 10 unit ada juga
4 laptop serta 2 unit server yang telah diinstalasi Softwarenya eprocurement. Telah tersedia juga fasilitas internet melalui VSAT
dengan kapasitas 3 MBps, jaringan telpon dan Jaringan LAN
antar unit di lingkup instansi pemerintah untuk penunjang kinerja
panitia pengadaan. Namun kami akui belum semua SKPD
memiliki jaringan yang memadai akibat keterbatasan bandwith
yang kami miliki ( Hasil wawancara dengan AP pada tanggal 22
September 2014)

Dari hasil wawancara tersebut diatas terungkap bahwa dalam


mengimplementasikan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (eprocurement) di Kabupaten Luwu Utara karena adanya dukungan dan
komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengalokasikan anggaran
guna mendukung pengadaan sarana dan prasarana Teknologi tersebut.
Adanya political will dari pemerintah baik dari lingkungan eksekutif
maupun legislatif di Kabupaten Luwu Utara relatif tidak mengalami
kesulitan ataupun hambatan dalam mencari dukungan anggaran,
Sehingga Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dapat menyediakan semua
kebutuhan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan e-procurement
pada tahun 2008 meskipun dengan keterbatasan anggaran yang ada.
90

Saat hal tersebut dikonfirmasi kepada informan, terungkap


sebagai berikut :
Banyak yang kita sediakan tapi kalau berkaitan dengan
perangkat teknologinya kami sesuaikan dengan kebutuhan kami
saat itu posisi ULP sebagai user yang terdiri dari 5 gugus panitia
yang menggunakan sistem yang disediakan oleh LPSE jadi
ditahun 2008 dengan menyediakan beberapa ruangan di Bagian
Administrasi Pembangunan, lalu disediakan juga 8 unit Komputer
untuk 5 Pokja dan sekretariat ULP itu semua sudah dengan
perangkat jaringan internet yang terhubung ke server LPSE ada
juga notebook, printer dan scan untuk pokja yang dianggarkan
pada APBD Tahun 2008, kalau dukungan DPRD saya kira baik
karena sejak kembali dari Surabaya kita sudah punya komitmen
yang sama tentang e-procurement ini (Hasil wawancara pada
tanggal 23 September 2014)
Dalam wawancara tersebut diatas terungkap bahwa Unit Layanan
Pengadaan

dengan

menggunakan

APBD

tahun

2008

juga

menganggarkan 8 Unit Komputer beserta kelengkapan lainnya yang akan


digunakan oleh masing-masing pokja dan sekretariat ULP dalam
mengakses Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang terhubung
dengan Server Layanan pengadaan Secara Elektronik (LPSE) melalui
akses internet. Berkaitan dengan dukungan anggaran untuk pengadaan
peralatan tersebut juga tidak mengalami hambatan karena telah
terbangun komitmen antara legislatif dan eksekutif.
Berdasarkan pengamatan akses internet yang dihasilkan oleh
infrastruktur tersebut diatas sebagian besar digunakan oleh Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan
(ULP) sebagai infrastruktur utama yang digunakan dalam proses

91

pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Disamping itu akses


internet tersebut juga dihubungkan ke beberapa menara telekomunikasi
yang juga telah dibangun di beberapa kecamatan yaitu : Kecamatan
Masamba, Baebunta, Sabbang, Mappedeceng dan Kecamatan Bonebone, akses tersebut hospot gratis yang dapat digunakan masyarakat
setempat baik penyedia barang dan jasa maupun masyarakat umum
lainnya untuk mengakses internet atau mengakses Sistem Pengadaan
Secara Elektronik.
Sebagaimana terungkap dalam wawancara bersama informan
yang mengatakan :
Akses internet sangatlah penting bagaimana saya bisa
mengerjakan ini semua kalau tidak ada akses internet karena
semua proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik itu
dilakukan melalui jaringan Komputer, namanya juga eprocurement kan ? Saya bisa katakan bagaimanapun baiknya
Perangkat hukum, kelembagaan, dan sumber daya manusia
yang memadai saja tidak akan mampu mewujudkan tujuan e p r o c u r e m e n t tanpa ada dukungan infrastruktur dan sarana
prasarana yang memadai Alhamdulillah berkat dukungan
infrastruktur yang cukup memadai semua proses pengadaan
dapat kami lakukan dengan baik (Hasil wawancara dengan DA
pada tanggal 23 September 2014)
Dalam wawancara tersebut terungkap bahwa sarana dan
prasarana merupakan perangkat dan media kerja yang utama dalam
mendukung proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik,
karena

software

Sistem

Pengadaan

Secara

Elektronik

(SPSE)

merupakan suatu sistem informasi yang berbasis web yang terintegrasi


yang dapat diakses oleh masyarakat luas melalui internet, menurutnya

92

berkat dukungan infrastruktur yang cukup memadai dapat melakukan


tahapan proses pengadaan dengan baik, selanjutnya untuk melihat
sejauhmana peran sarana dan prasarana tersebut peneliti melakukan
observasi pada LPSE dan ULP, sebagaimana gambar berikut :
Gambar 7
Perangkat Komputer pada LPSE dan ULP
untuk mengakses SPSE

Begitu pula halnya dengan kondisi sosial masyarakat di


Kabupaten Luwu Utara. Faktor sosial ekonomi masyarakat akan sangat
mempengaruhi
pengadaan

efektivitas

barang

dan

organisasi
jasa

adalah

itu

sendiri,

masyarakat.

karena
Kondisi

subyek
sosial

masyarakat Kabupaten Luwu Utara berdasarkan pendidikan formal


sebagian besar yakni 25 % belum atau tidak tamat sekolah dasar dan 23
% tamat perguruan tinggi. Melihat kondisi yang demikian ini Layanan
Pengadaan Secara Elektronik dan Unit Layanan Pengadaan tanggap
terhadap kondisi sosial masyarakat tersebut, dengan mengambil langkahlangkah strategis umpamanya dengan melakukan sosialisasi tentang

93

pengadaan barang dan jasa secara elektronik kepada masyarakat,


sebagaimana yang didapat dari hasil wawancara dengan informan bahwa
Sebagai penyedia kami mengharapkan agar sosialisasi tentang
barjas dilaksanakan secara berkala, agar kami dapat meingkatkan
kompetensi kami. Terkait pelayanan petugas LPSE di bidding
room, kami merasa puas karena kami diajari mulai dari bagaimana
cara mengakses portal LPSE, melihat lelang sampe tahap
verifikasi. (Hasil wawancara pada tanggal 23 September 2014)

Berdasarkan gambaran tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa


pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) di
Kabupaten Luwu Utara, kemampuannya dalam menyesuaikan diri sudah
efektif.
2. Produktivitas
Produktivitas adalah system kerja yang efisien sehingga proses
pengadaan

barang

dan

jasa

berlangsung

tepat

waktu

dengan

memanfaatkan sumber daya secara efisien, yaitu modal, tenaga kerja,


gedung, sarana dan informasi.
Untuk menilai apakah suatu organisasi efektif atau tidak, secara
keseluruhan ditentukan oleh apakah tujuan organisasi itu tercapai dengan
baik atau sebaliknya, akan tetapi dalam kenyataan sangatlah sulit melihat
efektivitas organisasi dengan tingkat keberhasilan dalam pencapaian
tujuan. Hal ini disebabkan selain karena selalu ada penyesuaian dalam
target yang akan dicapai, juga dalam proses pencapaiannya seringkali
ada tekanan dari keadaan sekeliling, selain itu proses penetapan target
yang tidak didasarkan atas potensi yang sebenarnya. Kenyataan tersebut

94

selanjutnya menyebabkan bahwa jarang sekali target dapat tercapai


secara keseluruhan.
Tabel 7
Status transaksi LPSE Luwu Utara (2009-2011)
No

Uraian

2009

2010
235

2011

Jumlah Tender/Paket

Nilai Pagu (Rp)

Paket Selesai

Nilai Pagu Selesai (Rp)

133.872.896.797

89.922.078.179 150.485.423.096

Nilai Hasil Lelang ( Rp)

119.543.280.204

83.886.381.683 133.083.220.150

Selisih Pagu dan Hasil Lelang


(Rp)

14.329.616.592

Selisih Pagu dan Hasil Lelang


(%)

152.795.482.082
196

10,70

97

226

90.247.078.179 151.282.923.096
96

222

6.035.696.496

17.402.203.046

6,71

11,56

Sumber : Smart Report LPSE Luwu Utara, 31 Desember 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produktivitas barang dan jasa
secara elektronik di Kabupaten Luwu Utara berjalan dengan baik,
dibuktikan dengan selisih pagu dan hasil lelang pada tahun 2011 sebesar
11,56 % yang menandakan efisiensi anggaran belanja daerah sebesar
11,56 %.
Produktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronik dapat
pula dilihat dari Standart Operasional Prosedure Layanan Pengadaan
Secara Elektronik dan Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu Utara
sebagai berikut :

95

Tabel 8
Standar Operating Prosedur (SOP)
Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Luwu Utara
SOP Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
SKPD
NO.

URAIAN PROSEDUR

1.

Sekretariat mempersiapkan dokumen


penetapan RUP dan Dokumen Rencana
Pelaksanaan Pengadaan yang akan diserahkan
ke Pokja Perencanaan dan Persiapan
Pengadaan
Sekretariat menyerahkan Dokumen penetapan
RUP dan Dokumen Rencana Pelaksanaan
Pengadaan ke Pokja Perencanaan dan
Persiapan Pengadaan

2.

3.

4.

PA /
KPA

PPK

KEPALA

PELAKSANA
ULP
SEKRETARIAT/AD
MIN

LPSE

POKJA

MULAI

PENYEDIA
BARANG/JASA

MUTU BAKU
MAKSIMAL
WAKTU
OUTPUT
PELAKSANAAN
1 Hari

1 Hari

Sekretariat ULP mengembalikan Dokumen


Penetapan RUP dan Dokumen Rencana
Pelaksanaan Pengadaan yang dinyatakan tidak
lengkap oleh Pokja ULP
Pokja ULP memeriksa kelengkapan Dokumen
penetapan RUP dan Dokumen Rencana
Pelaksanaan Pengadaan

1 Hari

YA

1 Hari
TIDAK

5.

6.

Seluruh Pokja ULP menyusun dan menetapkan


system pengadaan barang/jasa meliputi
metode pemilihan penyedia
Seluruh Pokja ULP memilih dan menetapkan
metode pemasukan penawaran, metode
evaluasi penawaran dan metode penilaian
kualifikasi

96

-Dok.
Rencana
Pelaksanaan
Pengadaan
-HPS
-Spesifikasi
Teknis/Gamba
r
-Rancangan
Kontrak
-Dok. Rencana
Pelaksanaan
Pengadaan
yang Tidak
Lengkap
-HPS
-Spesifikasi
Teknis/Gamba
r
-Rancangan
Kontrak

1 Hari

Sistem
Pengadaan
yang akan
digunakan

1 Hari

-Metode
Pemasukan
Penawaran
- Metode
Evaluasi

7.

Penyusunan dan penetapan tahapan jadwal


pengadaan oleh seluruh Pokja ULP

2 Hari

8.

Penyusunan dan penetapan Dokumen


Pengadaan oleh Pokja Perencanaan dan
Persiapan Pengadaan
Masing-masing Pokja ULP melaksanakan
proses Pengadaan Barang dan Jasa (Proses
pengadaan secara elektronik dilaksanakan
menggunakan system SPSE pada LPSE diikuti
oleh penyedia yang sudah terdaftar pada
system SPSE)

2 Hari

9.

10.

11.

Pelaksanaan Kontrak/Perjanjian antara PPK


dan Penyedia terdiri dari :
2.
Rapat Persiapan
3.
Penandatanganan Kontrak
Pembuatan laporan secara berkala kepada
setiap SKPD dan Bupati serta LKPP melalui
aplikasi Monitoring dan Evaluasi PBJP secara
manual sesuai SOP Penyusunan dan
Penyampaian Laporan Pengadaan Barang/Jasa
serta secara online sesuai ketentuan pada
sistem.
SELESAI

KETERANGAN GAMBAR :
=
=
=

Awal/Akhir Proses
Proses

Dokumen (Fisik/Elektronik)
=

97

Pengambilan Keputusan

Penawaran
- Metode
Penilaian
Kualifikasi
Jadwal
Pelaksanaan
Proses
Pengadaan

Dokumen
Pengadaan

Pelaksanaan Pengadaan
dilakukan paling lambat 2
hari sejak diterimanya
Dokumen Pengadaan Dari
Pokja Perencanaan
dengan mengacu kepada
Jadwal sesuai Metode
Pengadaan

Penyedia
Barang
Jasa yang
Terpilih

N/A

Surat
Perjanjian
Kontrak

Secara Berkala
(Pertriwuan) setiap
akhir Triwulan
Berjalan

Laporan
Pelaksanaa
n Kegiatan
PBJP

Standar Operating Prosedur (SOP)


Layanan Pengadaan Secara Elektrnik (LPSE) Kabupaten Luwu Utara
Registrasi dan Verifikasi Rekanan [1]
PENYEDIA

SPSE

Mulai

Keterangan :

Keputusan

Mengisi Alamat email,


Download Formulir
Pendaftaran dan
Keikutsertaan

Dokumen (Fisik/
Elektronik)
Mengirim Email
kepada Penyedia
berupa Konfirmasi
Pendaftaran
Rekanan
Operasi
yang
dilakukan
manual

Email dari Admin LPSE


Perihal Konfirmasi
Pendaftaran Rekanan

Mengklik Link
untuk Melanjutkan
Mendaftaran

Awal & Akhir


Alur

Mengisi Formulir
Pendaftaran secara
online

Mengklik Tombol
Mendaftar

HELPDESK

Proses

Mengklik Link
Mendaftar sebagai
Penyedia Barang/
Jasa

Mengklik Tombol
Mendaftar

VERIFIKATOR

Lanjut ke Hal
berikutnya

Mengirimkan
Email Berisi
USER ID

Email dari Admin LPSE


Perihal USER ID

98

Registrasi dan Verifikasi Rekanan [2]


PENYEDIA

SPSE

VERIFIKATOR

HELDESK

A
Mengisi Formulir
Pendaftaran dan
Formulir Keikutsertaan

Mendownload
syarat Verifikasi

Melengkapi syarat
verifikasi

Dokumen Syarat
Verifikasi Asli dan
Fotocopy

Pengecekan
Kelengkapan
Dokumen

Melakukan
Verifikasi
Data
Pendaftaran
Online
dengan
Dokumen
Asli (20
menit)

Menyerahkan
Print Out
Dokumen
Pendaftaran,
Formulir
Keikutsertaan
dan dokumen
syarat
Verifikasi

Tidak
Memberikan Fotocopy
Dokumen Syarat Verifikasi

Email Berisi Password

Mengirimkan
Email Berisi
Password

Foto copy
Dokumen Syarat
verifikasi

Mengklik
Tombol Setuju

Selesai

99

Ya

Data Sesuai

Registrasi dan Verifikasi Rekanan [3]


Syarat Syarat Verifikasi :
1. Print Out Formulir keikutsertaan yang ditandatangani oleh Direktur,
dicap dan bermaterai Rp.6.000,2. Print Out Formulir pendaftaran,3. Membawa Surat kuasa, bagi pemmbawa dokumen selain Direktur,
yang dibawa oleh nama yang tercantum dalam akta/Komanditer,
atau Karyawan perusahaan yang dapat dibuktikan

dengan SK

Pengangkatan sebagai Karyawan, dicap bermaterai Rp. 6000,- dan


ditandatangani Direktur
4. KTP Direktur (Asli dan Copy),5. NPWP Perusahaan (Asli dan Copy),6. SIUP, SIUJK, dan SBU serta Surat Ijin lainnya sesuai dengan jenis
usaha (Asli dan Copy),7. AKTE pendirian dan Perubahannya (Asli dan Copy),8. TDP (Asli dan Copy),9. SITU/HO dan Domisili (Asli dan Copy),10. Surat Pengukuhan Kena Pajak (Asli dan Copy).

Sedangkan wawancara

dengan

penerima

layanan yang

menyatakan:
Saya sebagai penerima layanan merasa sudah cukup puas
dengan pelayanan yang saya terima. Mereka tidak berbelitbelit dalam memberikan pelayanan dan juga waktu yang
diperlukan tidak begitu lama dan itu memang sudah sesuai
dengan peraturan yang berlaku. (hasil wawancara dengan HT
pada tanggal 6 Oktober 2014)

100

Dari hasil wawancara dari informan di atas, dapat disimpulkan


bahwa proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik sudah
melaksanakan kegiatan pelayanan secara efektif
Berdasarkan pengamatan penulis, gedung kantor Layanan
Pengadaan Secara Elektronik terpisah dengan jarak yang cukup jauh
dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika sehingga
mempengaruhi produktivitas dari pengadaan barang dan jasa itu sendiri
terutama dalam hal monitoring dari pimpinan.
Dari

data

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

produktivitas

pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik di Kabupaten


Luwu

Utara

berjalan

secara

efektif,

walaupun

gedung

kantor

mempengaruhi tingkat efektivitas itu sendiri.

3. Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja didefinisikan sebagai perasaan senang dari para
anggota organisasi dengan diakuinya hasil kerja mereka sebagai bagian
dari anggota organisasi. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana para
karyawan termotivasi untuk berprestasi.
Kepuasan kerja menjadi sangat penting didalam suatu organisasi,
karena bila tiap anggota organisasi secara terkoordinasi melakukan tugas
dan pekerjaannya masing-masing dengan baik dan mereka merasakan
kepuasan

didalam

bekerja,

maka

efektivitas

organisasi

secara

keseluruhan akan timbul. Untuk pengukuran kepuasan kerja dilakukan

101

dengan melihat sistem pembagian insentif atau honor yang diberikan


kepada pegawai pada instansi dan unit-unit kerja terkait. Pemberian
insentif atau honor pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik
Kabupaten Luwu Utara dan Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Luwu
Utara diatur dalam :
a. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan
Pengadaan Secara Elektronik.
b. Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu
Utara Tahun Anggaran 2014.
c. Surat

Keputusan

Bupati

188.4.45/03/Dishubkominfo/I/2014

Luwu
tentang

Utara

Nomor

Pengangkatan

Petugas Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Luwu


Utara Tahun Anggaran 2014.
d. Surat

Keputusan

Bupati

188.4.45/04/Adm.Pemb./1/2014

Luwu
tentang

Utara

Nomor

Pengangkatan

Petugas Unit Layanan Pengadaan (ULP) Tahun Anggaran


2014.
Berdasarkan hasil observasi langsung pada Layanan Pengadaan
Secara Elektronik dan hasil wawancara menunjukkan bahwa sistem
pembagian insentif atau uang perangsang yang diberikan baik kepada
pegawai negeri maupun pegawai honorer diberikan setiap bulannya, yang

102

besarnya disesuaikan dengan jabatannya, tidak didasarkan atas volume


pekerjaan yang diembannya, serta mengalami penurunan jumlah dari
tahun ke tahun sehingga menimbulkan ketidak puasan para pegawai yang
mempunyai beban pekerjaan yang banyak. Ketidak puasan terhadap
system pembagian insentif ini menjadikan para karyawan tidak termotivasi
untuk

bekerja,

karena

merasa

hasil

kerjanya

tidak

mendapat

penghargaan, sehingga ada beberapa petugas tidak dapat menyelesaikan


pekerjaannya tepat pada waktunya dan sangat jarang masuk kantor.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang

di

wawancarai dan pengamatan langsung. Terkesan bahwa informan


merasa tidak puas dengan pembagian insentif yang tidak sesuai dengan
proporsi kerja yang diembannya, sebab ada beberapa koordinator
maupun staf yang tidak mempunyai pekerjaan sama sekali, dalam arti
pekerjaannya hanya bersifat insidentil saja, mendapatkan insentif yang
sama. Karena itulah seringkali staf-staf yang semula volume pekerjaannya
banyak dan bersifat rutinitas yang harus selesai setiap harinya, menjadi
apatis, masa bodoh bahkan pekerjaannya tidak diselesaikan tepat pada
waktunya.
Untuk

mengetahui

lebih

lanjut

mengenai hubungan antara

pimpinan dengan bawahan dilakukan wawancara dengan informan yang


mengatakan :
Kami kesulitan untuk memantau petugas karena jarak kantor
kami agak jauh.(Hasil wawancara dengan JM, pada tanggal 22
September 2014)

103

Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa evaluasi dan


monitoring pimpinan terhadap bawahan masih kurang, sehingga kurang
memotivasi petugas dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dari hasil data dan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja petugas masih kurang untuk mendukung efektivitas
pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kabupaten Luwu Utara.

4. Pencarian Sumber Daya


Pencarian sumber daya mencakup 3 (tiga) bidang yang saling
berhubungan, yaitu :
d) Kemampuan mengintegrasikan berbagai sub system sehingga
mampu mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada
tujuan organisasi dengan efektif.
e) Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan
yang mendukung peningkatan efektivitas kerja mereka.
f)

Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan


balik dan pengendalian.

Ketiga bidang tersebut tidak dapat terpisah satu sama lain, tetapi
harus dilakukan ketiganya dengan seiring dan sejalan. Ketiganya
merupakan usaha pemanfaatan sumber daya sehingga pada akhirnya
akan mencapai efektivitas kerja yang diharapkan.

104

Untuk pengelola Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)


pada tahun 2009 Dinas Kominfobudpar pada saat itu merekrut anggota
pengelola sebagian besar direkrut dari para pegawai instansi pemerintah
dan sebagian outsource dari non PNS sebagai tenaga pendukung Jumlah
tenaga pendukung non PNS yang diangkat untuk mengoperasionalkan
Layanan e-procurement berjumlah

9 orang,

3 orang tenaga kontrak

sebagai staf khusus untuk tenaga TI dan 6 orang tenaga administrasi dan
Trainer yang ditempatkan di Sekretariat e-procurement dengan biaya
dibebankan pada APBD. Di samping itu telah menempatkan 2 orang
tenaga di bidding room untuk diperbantukan dalam memberikan training
kepada aparat di SKPD-SKPD, serta training untuk para vendor serta
pemerintah juga berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran pada
APBD 2009 khususnya untuk

peningkatan kapasitas SDM baik untuk

aparat maupun penyedia baang/jasa, sebagaiamana gambar berikut ini :


Gambar 8
Bimbingan Teknis e-procurement bagi para aparat dan Penyedia
Barang dan jasa

105

Sementara pada Unit Layanan Pengadaan ULP Kabupaten Luwu


Utara membentuk kelompok kerja kepanitian sebanyak 5 pokja dengan
merekrut aparat dari setiap SKPD yang telah bersertifikasi di Bidang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang sebelumnya telah
mengikuti TOT di Surabaya, sebagaimana terungkap dalam wawancara
dengan informan sebagai berikut :
kalo mengenai orang-orang yang akan mengelolah ULP
waktu itu kami tidak mengalami kesulitan, karena sebelum ULP
dibentuk memang suda ada kelompok kerja yang mengikuti TOT
di Surabaya orang-orang ini semua suda bersertifikasi di bidang
pengadaan barang dan jasa, ada yang L2, L3 bahkan ada yang
L4, pokoknya mereka ini semua memiliki itegritas dan
kemampuannya diatas rata-tata., rekanannya juga pada pintarpinta kan suda dilatih kalo berbicara peran mereka dalam
mendukung implementasi e-procurement ini saya kira sangat
sangat penting, karena meskipun ada perangkat teknologi, aturan
dan lain-lain tapi klo nda ada orang yang menjalankan
bagaimana?..., mengenai hubungan antara individu saya kira
hubungan apa lagi?... karena dengan menggunakan SPSE ini nda
lagi hubungan secara langsung antara masing-masing pihak
mereka Cuma berhubungan dengan layar komputer masingmasing heheh..jadi mereka Cuma main klik di layar komputer
masing-masing (Hasil wawancara dengan DA,23 September
2014)

Dalam wawancara tersebut banyak terungkap tentang integritas


dan kemampuan Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh masing-masing
Kelompok Kerja (POKJA) dan Para penyedia barang dan Jasa, serta pola
interaksi antara masing-masing individu yang terlibat dalam pengadaan
barang dan jasa tidak ada lagi pertemuan dan komunikasi secara
langsung, semua diatur melalui mekanisme system, hal senada juga
disampaikan oleh informan, sebagai berikut :

106

kalo mengenai hubungan antara saya dengan para panitia


saya kira nda ada secara langsung pak karena sampai
sekarang panitianya saya belum kenal, gimana orangnya, tapi
selalu berinteraksi melalui system SPSE saya kan melakukan
penawaran bandwit dari Makassar pak nda perlu ke masamba
kan (Hasil wawancara dengan ER, 8 Oktober 2014)
Pola interaksi atau hubungan antara invidu-individu yang terlibat
dalam proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik tidak lagi
dilakukan secara langsung tetapi melalui SPSE Kabupaten Luwu Utara.
Kemudian

dalam

wawancara

dengan

Asisten

Ekonomi

Pembangunan terungkap bahwa adanya dukungan yang kuat pimpinan


dalam meningkatkan Kapasitas Sumber Daya Manusia dengan memimpin
langsung setiap pelatihan dan mengecek kehadiran peserta dalam setiap
pertemuan, sebagaimana terungkap dalam wawancara berikut :
mengenai dukungan pimpinan anda dapat lihat sendiri pada
dokumentasinya beliau sendiri yang langsung melakukan
pelatihan baik terhadap aparat maupun rekanan, bahkan kami
sebagai pimpinan SKPD waktu itu dipaksa untuk belajar
computer bahkan saya ingat waktu itu yang belum mahir
computer digelari TBC alias tidak bisa computer, bahkan diancam
akan dicopot dari jabatnnya (Hasil wawancara, 25 Oktober
2014)
Demikian

pernyataan

yang

dapat

penulis

peroleh

dari

beberapa informan diatas. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan bahwa


pencarian sumber daya

pada

Kantor Layanan Pengadaan Secara

Elektronik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan sudah baik, sehingga


proses pengadaan barang dan jasa dapat berjalan efektif.

107

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan

hasil

penelitian

dan

pembahasan

dengan

menggunakan beberapa indikator, dapat ditarik kesimpulan bahwa


Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (e-procurement) pada
Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Luwu
Utara dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Luwu Utara sudah
Efektif

yang dapat

dilihat

dari

indikator-indikator berikut

yang

diajukan yaitu:
1. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas
Kemampuan dari Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara
Elektronik (e-procurement) di Kabupaten Luwu Utara untuk mengikuti,
mengantisipasi dan memanfaatkan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam suatu lingkungan dengan memperhatikan unsur politik, sosial
ekonomi, dan teknologi sudah berjalan secara efektif.
2. Produktivitas
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas pengadaan
barang dan jasa pemerintah secara elektronik di Kabupaten Luwu Utara
berjalan secara efektif, walaupun gedung kantor mempengaruhi tingkat
efektivitas itu sendiri.

108

3. Kepuasan Kerja
Dari hasil data dan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja petugas masih kurang untuk mendukung efektivitas
pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kabupaten Luwu Utara.
4. Pencarian Sumber Daya
pencarian sumber daya pada Kantor Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan sudah baik, sehingga
proses pengadaan barang dan jasa dapat berjalan efektif.
Dari hasil kesimpulan kelima indikator diatas, maka ditarik
kesimpulan bahwa Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik (eprocurement) sudah efektif, meskipun perlu pemaksimalan lagi pada
kepuasan kerja. Namun ketiga indikator yang lain telah mendapatkan
respon yang positif dari masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan

kesimpulan

diatas,

maka

penulis

memberikan

saran sebagai berikut:


1. Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan Unit
Layanan Pengadaan (ULP) juga diharapkan lebih meningkatkan
kepuasan kerja petugas, dan juga meningkatkan motivasi pegawai
untuk pekerja dengan memberikan reward dan punishment yang
sesuai.

109

2. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Luwu


Utara sebaiknya memprogramkan untuk menyatukan lokasi kantor
Dinas dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
3. Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) bekerjasama
dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebaiknya

mengadakan

suatu forum diskusi dengan mengajak masyarakat yang ingin


mengurus proses pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik (eprocurement) agar mereka memahami

dan mengerti

bagaimana

prosedur dan tata cara pengurusan, sehingga mempermudah dan


memperlancar pelayanan yang diberikan.

110

DAFTAR PUSTAKA

Bruno, Guiseppe, et.al, 2005, Analysis Of Public E-Procurement Web Site


Acessibility, Journal Of Public Procurement V.5:344
Croom, Simon R dan Brandon-Jones, Alistair, 2005, Key Issues in EProcurement : Porcurement Implementation And Operation In
The Public Sector. Journal of Public Procurement. V.5 : 367
Georgopolous dan Tannembaum, 1985, Efektivitas Organisasi, Jakarta:
Erlangga
Hawking, Paul, et.al, 2004, E-Procurement : Is The Ugly Duckling
Actually a Swan Down Under ?. Asia Pacific Journal of
Marketing and Logistics. V.16 : 3
Hesselbeil, Frances, Goldsmith, Marshall, Beckhard, Richard, 1998, The
Organization of the Future, Joey Biss Publishers
Hidayat, 1986, Teori Efektivitas dalam Kinerja Karyawan, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Jasin, Mochammad, 2007, Mencegah Korupsi melalui e-Procurement,
Komisi Pemberantasan Korupsi Direktorat Penelitian dan
Pengambangan.
Jones, Gareth R, 1994, Organizational Theory, Text and Cases, USA.
Wesley Publishing Company, Reading Massachusets.
Kurniawan, Agung, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:
Pembaruan
Majdalawieh, Munir dan Batemen, Robert, 2008, Tejari And EProcurement : Moving To Paperless Business Processes,
Journal of Onformation Technology Case and Application
Research. V 10 (1) : 52
Martani dan Lubis , 1987, Teori Organisasi,Bandung : Ghalia Indonesia,
hal 55.
Moon, M. Jae, 2005, E-Procurement Management In State Governments
: Diffusion Of E-Procurement, Journal of Public Procurement, V
5: 54
111

Oliviera, Luis M S dan Amorim, Pedro Patricio, 2001, Public EProcurement, International Financial Law Review. V.43
Pearce II, John A. dan Robinson, Richard B. Jr, 1997, Manajemen
Stratejik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian, Jilid
satu, Grogol Jakarta Barat : Binarupa Aksara.
Purwanto,

Erwan A, dkk, 2008, E-procurement di Indonesia :


pengembangan Layanan Pengadaan Secara Elektronik,
Jakarta: Kemitraan Partnership

Pearcy, Dawn H, et.al, 2008, Using Electronic Procurement to Facilitate


Supply Chain Integration : An Exploration, American Journal
of Business. V.23 (1) : 23
Reddick, Christopher G, 2004, The Growth Of E-Procurement In
American State Governments : A Model and Empirical Evidence,
Journal of Public Procurement. V4 (2) : 151
Siagian,Sondang.P. 2000. Manajemen Stratejik. Jakarta.Bumi Aksara.
Soewarno, Handayaningrat. S, 1994, Pengantar Studi Ilmu Administrasi
Negara dan Manajemen, Jakarta: haji Masagung
Steers, Richard. M, 1985, Efektivitas Organisasi (Kaidah Perilaku),
Jakarta: Erlangga.
Tangkilisan, Nogi Hessel, 2005, Manajemen Publik, Jakarta : PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Umar, Husein, 2000, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Vaidya, Kishor, et.al, 2006, Critical Factors That Influence E-Procurement
Implementation Succes In The Public Sector, Journal of Public
Procurement. V 6:70
Vinit Parida, 2006, Understanding E-Procurement : Qualitaive Case
Studies, University of Technology

112

Peraturan Peraturan :

Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843.
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah yang menggantikan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah.
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (LKPP) Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (LKPP) Nomor 002/PRT/KA/VII/2009 tentang
Pedoman Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP)
Barang dan Jasa Pemerintah;
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (LKPP) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Tata Cara eTendering.
Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia barang dan Jasa Pemerintah
Daerah dengan Sistem e-Procurement yang menggantikan
Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 14 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang dan
Jasa Pemerintah Daerah dengan system e-Procurement.
Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 34 Tahun 2010 Tentang
Pembentuan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Kabupaten Luwu Utara.

113

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama

: Farida Kartini Aminuddin

Tempat/Tanggal Lahir

: Palopo, 6 April 1984

Alamat

: Jl. Padi Kelurahan Baliase Kecamatan


Masamba Kabupaten Luwu Utara

Riwayat Pendidikan :
-

Sekolah Dasar Negeri Nomor 440 Salekoe Kota Palopo 1996


Sekolah Menegah Pertama Negeri 1 Palopo Kota Palopo 1999
Sekolah Menegah Atas Negeri 02 Tinggi-moncong Kab Gowa 2002
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri Jatinagor 2006

Riwayat Pekerjaan :
-

Staf pada Badan Kepegawaian Daerah Kab. Luwu Utara 20062007


Kepala Seksi Pembangunan dan Kesra Kelurahan Bone Masamba
Luwu Utara 2007- 2008
Sekretaris Lurah Bone Kec. Masamba Kab. Luwu Utara 2008
Lurah Bone Kec. Masamba Kab. Luwu Utara 2008- 2012
Sekretaris Camat Masamba Kab. Luwu Utara 2012 -2013
Kepala Bidang Transmigrasi Dinsosnakertrans Luwu Utara 20132014
Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika Dishubkominfo Luwu
Utara 2014
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Pekerjaan Umum Luwu Utara
2014 sampai sekarang.

114

Anda mungkin juga menyukai