Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung
banyak jaringan limfoid. Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar
jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. Panjangnya kirakira 6-9 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan melebar pada bagian ujung apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan
ini memungkinkan apendiks dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak periteritoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.1,2

Gambar 1. Letak appendix.3


Apendiks terletak di regio iliaka dekstra dan pangkal di proyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
kanan dan umbilicus. Ujung apendiks mudah gerak dan mungkin ditemukan pada tempattempat berikut ini :
1.
2.
3.
4.

Tergantung ke bawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis kanan


Melengkung dibelakang sekum
Menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral sekum, dan
Di depan atau belakang pars terminalis ileum

Posisi pertama dan kedua merupakan posisi yang paling sering ditemukan.1
Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya. Yang
paling sering, sekitar 75% terletak di belakang sekum. Sekitar 20% menggantung ke bawah
tulang panggul.3

Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus yang mengikuti
arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf simpatis berasal dari
n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.4
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika erteri ini tersumbat, misalnya thrombosis pada infeksi, apendiks akan menglami
gangrene.4

Gambar 2. Perdarahan apendiks.4


2.2

Histologi Apendiks
Gambar ini memperlihatkan potongan melintang apendiks vermiformis dengan
pembesaran lemah. Morfologi mirip dengan kolon, kecuali adanya beberapa modifikasi.6
Dalam membandingkan mukosa apendiks dengan kolon, epitel (1) mengandung banyak
sel goblet, lamina propria (3) di bawahnya mengandung kelenjar intestinal (5) (kriptus
Lieberkhn) dan terdapat muskularis mukosa (2). Kelenjar intestinal (5) di apendiks kurang
berkembang, lebih pendek dan sering berjauhan letaknya dibandingkan di kolon. Jaringan
limfoid difus (6) di dalam lamina propria (3) sanga banyak dan sering terlihat di submukosa
(8).6
Nodulus limfoid (4,9) dengan pusat germinal banyak ditemukan dan sangat khas bagi
apendiks. Nodulus ini berasal dari lamina propria dan meluas dari epitel permukaan (1)
hingga submukosa (8).6
Submukosa (8) memiliki banyak pembuluh darah (11). Muskularis eksterna (7)
terdiri atas lapisan sirkular dalam(7a) dan lapisan longitudinal luar (7b). Ganglion
parasimpatis (12) pleksus mienterikus (12) terletak diantara lapisan otot polos sirkular
5

dalam (7a) dan longitudinal luar (7b) muskularis eksterna. Lapisan terluar apendiks adalah
serosa (10) dengan sel adiposa (13) dibawahnya.6

Gambar 3. Histologi Appendiks.6


2.3

Fungsi Apendiks
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini
secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix
berperan pada patogenesis appendicitis. Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari
yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin
tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan
seluruh tubuh.4

2.4

Apendisitis

2.4.1

Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut menjadi salah satu
pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala
iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive
abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena
akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan

dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas
adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene.8

Gambar 4. Peradangan pada apendiks vermiformis.3


2.4.2

Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insiden lelaki lebih tinggi.4
Angka insiden apendisitis per tahun adalah 1/1000 orang dan angka insiden apendisitis
seumur hidup adalah 7%. Terdapat sedikit peningkatan insiden pada pria dan apendisitis
merupakan kedaruratan bedah tersering pada anak-anak.7

2.4.3 Etiologi dan Patofisiologi


1. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.
Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa
Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone,
cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal
maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan
Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius
vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
7

infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan
cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic
fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi
mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.9
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta gangrenosa dengan perforasi. 9

Gambar 5. Appendicitis (dengan fecalith)


Sumber Prinz RA,2001
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.9
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih

nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.9
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik.9
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.9
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.9
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan
tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang
menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren.
Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam,
takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia
jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri
somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada
Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
9

Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi
retensi urine.9
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda
perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6 oC, leukositosis >
14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan
lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi
akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih
memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya
massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.9
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.9
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus
berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan
hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya
dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada
obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel
adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi
pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.9
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
10

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.9
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif aku.9
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.9
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.9
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.9
2. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60%
cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon
memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata.9
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora
normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada
orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan
Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.9

11

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta.9


Bakteri

Aerob

dan

Bakteri Anaerob

Fakultatif
Batang Gram (-)

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal
dan transperitoneal masih kontroversi. 9
3. Peranan lingkungan: diet dan higiene
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serat lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith.9

12

Bagan 1 patofisiologi apendisitis

2.4.4

Gejala Klinis

1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama


a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region umbilical,dan akhirnya
setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region kuadrant kanan bawah.
b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau pada
seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang berbeda.
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa derajat
kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.

13

3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh nyeri
kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan
untuk kepentingan diagnosis.9

Tabel 2.Gambaran klinis apendisitis akut


Gambaran klinis apendisitis akut4
1. Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual
dan anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local
dititik McBurney
a) Nyeri tekan
b) Nyeri lepas
c) Defans muskuler
3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
a) Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
b) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign)
c) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan

2.4.5 Penegakan Diagnosa


2.4.5.1 Anamnesis
a. Nyeri / Sakit perut
Ini terjadi karena peristaltic untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran
cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah epigastrium
kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat
menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri
abdomen.9
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin
hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada
mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang
dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul
oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral
itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di
daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran
kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah
terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir
serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.9
14

b. Muntah (rangsangan viseral)


Muntah terjadi akibat aktivasi n.vagus. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul
beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut. Hampir 75%
penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan
vomitus hanya sekali atau dua kali. Pada apendisitis kronis dapat ditegakkan bila riwayat
nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik
apendiks baik secara makroskopis maupun mikroskopis dan keluhan menghilang pasca
apendiktomi.9
c. Obstipasi
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi dan beberapa penderita mengalami
diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah
rectum.9
d. Panas (infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. 9
2.4.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.8
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh
dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:8
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah
atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

15

Gambar 6. Titik Mc. Burney.8


2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah
nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
4. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri
lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

16

Gambar 7. Rovsings Sign.8


5. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.

Gambar 8. Psoas Sign.8


6. Obturator sign (+). Obturator sign dengan cara fleksikan paha kanan pasien pada sendi paha
dengan lutut ditekuk, dan kemudian lakukan rotasi tungkai tersebut ke sebelah dalam pada
sendi paha. Manuver ini akan meregangkan muskulus obturator interna.10

17

Gambar 9. Obturators Sign.8


Tabel 3. Pemeriksaan Fisik yang Khas pada Apendisitis.11
Jenis

Interpretasi
Pemeriksaa

n
Rovsings sign

Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada


kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi

Psoas sign atau


Obraztsova
s sign
Obturator sign

kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul
nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul

Dunphys sign

nyeri pada hipogastrium atau vagina.


Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan

Ten Horn sign

batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada

Kocher

korda spermatic kanan


Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau

(Kosher)s
sign
Sitkovskiy
(Rosenstei
n)s sign
BartomierMichelson
18

sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran


kanan bawah.
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi
kiri
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan
bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri

s sign

dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle

Rozanova

kanan (akan positif Shchetkin-Bloombergs

s sign
Blumberg sign

sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.8
Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila daerah infeksi
dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Didapatkan nyeri pada
jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/ cenderung kolaps pada
anak-anak tidak perlu dilakuka rectal toucher karena apendiksnya berbentuk konus atau
pendek.8
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:
Tabel 4. Alvarados Score.8
Tanda
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan
Anoreksia
Mual atau Muntah
Nyeri di fossa iliaka kanan
Nyeri lepas
Peningkatan temperatur (>37,5C)
Peningkatan jumlah leukosit 10 x 109/L
Neutrofilia dari 75%
Total
Interpretasi :
-

Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Pasien dengan skor awal 4 sangat tidak mungkin menderita

apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali


gejalanya memburuk.
-

Skor 5-6

: dipertimbangkan apendisitis akut tapi tidak perlu

operasi segera

19

Skor 7-8 : dipertimbangkan mengalami apendisitis akut

Skor 9-10: hampir defi-nitif mengalami apendisitis akut dan

dibutuhkan tindakan bedah


2.4.5.3 Pemeriksaan Tambahan/Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.5
2. Radiologi
Pemeriksaan apendikogram merupakan salah satu pemeriksaan alternatif yang dapat
dikerjakan pada penderita dengan kecurigaan apendisitis. Prinsip pemeriksaan ini adalah
dengan menggunakan bahan kontras barium sulfat serbuk halus yang diminum hingga masuk
ke daerah apendiks. Hasil dari pemeriksaan, dapat menunjukkan pengisian apendiks secara
penuh (full filling appendix) atau partial filling appendix atau non filling appendix. Pengisian
penuh pada apendiks dapat menyingkirkan kemungkinan adanya apendisitis, sedangkan non
filling atau partial filling appendix yang disertai maupun tanpa disertai adanya efek massa
ekstrinsik pada cecum merupakan tanda kemungkinan adanya apendisitis.5
Berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya
sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada
appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi
medial serta inferior dari seccum; pengisisan menyingkirkan appendicitis.4
3. Analisa urin
Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah. sediment dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang.8
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase
Membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)
Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.8
6. Pemeriksaan barium enema
20

Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy


merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon. 8
7. CT-Scan dan USG
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.8
Gambaran radiologik foto polos abdomen dapat berupa apendikolit.dengan enema
barium terdapat non felling appendix,apendiks tampak tidak bergerak,pengisian apendiks
tidak rata atau tertekuk dan adanya retensi barium setelah 24-28 jam.12
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya adema apendiks.(radiologi diagnostik).12

Gambar 10. CT-scan Appendiks (kiri) dan USG Appendiks (kanan).8


2.4.6

a.

b.

c.

d.

e.

Diagnosa Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding.4
Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul
lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi
mungkin dapat mengganggu selam 2 hari.
Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Kehamilan di luar kandungan hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok rectal. Tidak
ada demam. USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.
21

f. Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.
g. Gastroenteritis akut Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah
dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya normal.
h. Penyakit saluran cerna lainnya Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di
perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
2.4.7

Penatalaksanaan
Penanggulangan konservatif / sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.8
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis)
diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.8
b. Antibiotik
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali
pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.8
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis
akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya
telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan
pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter
ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik

22

konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan
bawah di atas daerah apendiks.8
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan.8
1. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi
kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi
apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis
ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture
dengan peritonitis diffusa.

23

Penatalaksanaan apendiksitis sebelum operasi menurut Mansjoer:


1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
3. Rehidrasi
4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
5. Obat obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk
membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi
24

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).8
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.8
1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut

: A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut

: A. Froid

Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik,


apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan
pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa
laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.8
a. Open Appendectomy
Tindakan operasi untuk apendisitis akut tanpa perforasi adalah dengan menggunakan
insisi pada right lower quadrant muscle splitting Mc.Burney (oblique) atau rocky davis
(transverse). Insisi yang dilakukan harus mencakup daeran di mana nyeri tekannya maksimal
dirasakan atau dimana teraba masa.8
Apabila telah terjadi perforasi dan terdapta tanda-tanda peritonitis, insisi yang
dilakukan adalah lower midline incision untuk mendapatkan eksposur yang lebih baik pada
kavum peritoneum.8
Setelah dilakukan insisi, lakukan identifikasi caecum. Lanjutkan dengan identifikasi
apendiks dengan mengikuti ketiga tinea coli sampai ke pertemuannya, kemudian ujung
apendiks dicari sampai seluruh apendiks dapat terekposur dengan memobilisasi caecum.8
Lakukan pembebasan apendiks dari mesoapendiks sambil melakukan ligasi
a.apendikularis. setelah apendiks terbebas, lakukan appendectomy. Pada apndiks perforasi
atau gangrenous dilakukan pencucian rongga abdomen dengan normal saline sampai bersih.8
b. Laparoscopy Appendictomy
Penderita harus dipasang kateter urin dan NGT sebelumnya. Operator berdiri di sisi kiri
penderita dengan monitor pada sisi kanan penderita. Kemudian dibuat keadaan
25

pneumoperitoneum. Trochar canulla sepanjang 10mm dimasukkan melalui umbilikus.


Forward viewing laparoscopy dimasukkan melalui kanula tersebut dan dilakukan inspeksi
cavum peritoneum. Kemudian trochar 10mm kedua dimasukkan melalui regio suprapubik
pada garis tengah dan additional 5mm port dibuat di abdomen kanan atas dan kanan bawah.8
Eksposure dilakukan dengan merubah posisi pasien menjadi trendelenburg dengan sisi
kanan lebih tinggi. Identifikasi caecum dan apendiks. Kemudian lakukan mesoapendiks
melalui penarikan tip apendiks dengan atraumatic gasper yang ditempatkan di trocher
abdomen kanan atas. Mesoapendiks dipisahkan dengan alat stapling atau elektrokauter untuk
diseksi dan diklips atau ligating loop untuk mengikat a. Appendikularis.8
Pemisahan mesoapendiks dilakukan sedekat mungkin dengan apendiks. Setelah basis
apendiks terekposue, 2 ligating loop ditempatkan di proksimal dan distal basis apendiks.
Kemudian laukan apendiktomi denga sassor dan electrocauterization. Apendiks kemudian
dibebaskan melalui trochar yang terletak di suprapubik.8

Gambar 11. Laparoscopy Appendictomy.8


2.4.8

Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi
appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,
nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan
dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.5
Menurut Arif Mansjoer, Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi
26

progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama,
observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.5
Tanda tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama sekali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti.5
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku,
nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.9
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan
oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih
aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tandatanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang
telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada
tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil
normal.4
2.4.9

Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendisektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.9

27

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Umur
Jenis kelamin

Apendisitis

Suku
Pekerjaan
3.2

Variabel dan Definisi Operasional


Sesuai dengan kerangka penelitian, maka yang menjadi definisi operasionil adalah
sebagai berikut:
Variabel

Definisi

Alat

Apendisitis

Operasional
Ukur
suatu
peradangan Rekam
pada

apendiks Medis

vermiformis
(Dorland,

28

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

Analisa

1.Apendisitis

Ukur
Nominal

Data

akut
2.Apendisitis

2007).

kronik

Penderita

yang

3.Apendisitis

termasuk apendisitis
adalah

perforasi

penderita

yang

telah

didiagnosis

dengan

apendisitis dan yang


telah
Usia

melakukan

apendektomi.
Lamanya
pasien Rekam

Analisa

1.Pasien

hidup di dunia sejak Medis

Data

berusia

dilahirkan

dan

dinyatakan

Ordinal
antara

1-9 tahun

dalam
2.Pasien

tahun.

berusi
a
antara
10-18
tahun
Jenis

Perbedaan

Kelamin
biologis

Rekam

Analisa

1.Pasien

Medis

Data

berjenis

dan

kelamin

fisiologis yang dapat


membedakan
laki

Nominal
laki-

laki

lakidengan

2.Pasien

perempuan.

berjen
is
kelam
in
perem

Suku

golongan

ras

suatu bangsa.

dari Rekam
Medis

Analisas

puan
1. Suku Batak

Data
2. Suku Jawa
3. Suku Karo

29

Nominal

4.

Suku

Melayu

3.3 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan
retrospektif untuk melihat karakteristik penderita apendisitis di RSU Putri Hijau Medan
pada tahun 2015.
3.4

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di bagian rekam medis RSU Putri Hijau Medan dan
dilakukan selama dua bulan yakni pada bulan September-Oktober 2016.

3.5 Populasi dan Sampel


Seluruh pasien apendisitis yang mendapatkan tindakan apendiktomi maupun yang tidak
mendapatkan tindakan apendiktomi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh dari bagian
populasi yang didapat dari rekam medis adapun besar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sampling)
3.6 Teknik Pengambilan Data
Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan seluruh rekam medis pasien
penderita apendisitis selama tahun 2015 yang didapat dibagian rekam medis RSU Putri Hijau
Medan. Pada rekam medis tersebut dilihat variabel yang akan diteliti yaitu umur, jenis
kelamin, suku dan pekerjaan sebagai karakteristik penderita apendisitis selama tahun 2015,
lalu dilakukan pencatatan lalu tabulasi.
3.7 Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut
1. Editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang dikumpulkan
2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan
3. Entry, yakni memasukkan data-data kedalam program atau software komputer
4. Cleanning, pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya,kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi.
3.7.2

Analisa Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) hasil di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel
tabulasi silang, serta diagram sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
karakteristik penderita apendisitis di RSU Putri Hijau Medan.

30

31

Anda mungkin juga menyukai