TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung
banyak jaringan limfoid. Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar
jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. Panjangnya kirakira 6-9 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan melebar pada bagian ujung apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan
ini memungkinkan apendiks dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak periteritoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.1,2
Posisi pertama dan kedua merupakan posisi yang paling sering ditemukan.1
Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya. Yang
paling sering, sekitar 75% terletak di belakang sekum. Sekitar 20% menggantung ke bawah
tulang panggul.3
Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus yang mengikuti
arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf simpatis berasal dari
n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.4
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika erteri ini tersumbat, misalnya thrombosis pada infeksi, apendiks akan menglami
gangrene.4
Histologi Apendiks
Gambar ini memperlihatkan potongan melintang apendiks vermiformis dengan
pembesaran lemah. Morfologi mirip dengan kolon, kecuali adanya beberapa modifikasi.6
Dalam membandingkan mukosa apendiks dengan kolon, epitel (1) mengandung banyak
sel goblet, lamina propria (3) di bawahnya mengandung kelenjar intestinal (5) (kriptus
Lieberkhn) dan terdapat muskularis mukosa (2). Kelenjar intestinal (5) di apendiks kurang
berkembang, lebih pendek dan sering berjauhan letaknya dibandingkan di kolon. Jaringan
limfoid difus (6) di dalam lamina propria (3) sanga banyak dan sering terlihat di submukosa
(8).6
Nodulus limfoid (4,9) dengan pusat germinal banyak ditemukan dan sangat khas bagi
apendiks. Nodulus ini berasal dari lamina propria dan meluas dari epitel permukaan (1)
hingga submukosa (8).6
Submukosa (8) memiliki banyak pembuluh darah (11). Muskularis eksterna (7)
terdiri atas lapisan sirkular dalam(7a) dan lapisan longitudinal luar (7b). Ganglion
parasimpatis (12) pleksus mienterikus (12) terletak diantara lapisan otot polos sirkular
5
dalam (7a) dan longitudinal luar (7b) muskularis eksterna. Lapisan terluar apendiks adalah
serosa (10) dengan sel adiposa (13) dibawahnya.6
Fungsi Apendiks
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini
secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix
berperan pada patogenesis appendicitis. Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari
yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin
tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan
seluruh tubuh.4
2.4
Apendisitis
2.4.1
Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut menjadi salah satu
pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala
iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive
abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena
akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan
dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas
adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene.8
Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insiden lelaki lebih tinggi.4
Angka insiden apendisitis per tahun adalah 1/1000 orang dan angka insiden apendisitis
seumur hidup adalah 7%. Terdapat sedikit peningkatan insiden pada pria dan apendisitis
merupakan kedaruratan bedah tersering pada anak-anak.7
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan
cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic
fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi
mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.9
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta gangrenosa dengan perforasi. 9
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.9
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik.9
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.9
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.9
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan
tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang
menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren.
Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam,
takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia
jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri
somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada
Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
9
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi
retensi urine.9
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda
perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6 oC, leukositosis >
14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan
lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi
akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih
memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya
massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.9
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.9
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus
berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan
hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya
dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada
obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel
adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi
pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.9
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
10
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.9
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif aku.9
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.9
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.9
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.9
2. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60%
cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon
memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata.9
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora
normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada
orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan
Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.9
11
Aerob
dan
Bakteri Anaerob
Fakultatif
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Klebsiella sp.
Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Clostridium sp.
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal
dan transperitoneal masih kontroversi. 9
3. Peranan lingkungan: diet dan higiene
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serat lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith.9
12
2.4.4
Gejala Klinis
13
3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh nyeri
kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan
untuk kepentingan diagnosis.9
15
16
17
Interpretasi
Pemeriksaa
n
Rovsings sign
kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul
nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul
Dunphys sign
batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
Kocher
(Kosher)s
sign
Sitkovskiy
(Rosenstei
n)s sign
BartomierMichelson
18
s sign
Aure-
Rozanova
s sign
Blumberg sign
sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.8
Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila daerah infeksi
dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Didapatkan nyeri pada
jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/ cenderung kolaps pada
anak-anak tidak perlu dilakuka rectal toucher karena apendiksnya berbentuk konus atau
pendek.8
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:
Tabel 4. Alvarados Score.8
Tanda
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan
Anoreksia
Mual atau Muntah
Nyeri di fossa iliaka kanan
Nyeri lepas
Peningkatan temperatur (>37,5C)
Peningkatan jumlah leukosit 10 x 109/L
Neutrofilia dari 75%
Total
Interpretasi :
-
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10
Skor 5-6
operasi segera
19
a.
b.
c.
d.
e.
Diagnosa Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding.4
Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul
lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi
mungkin dapat mengganggu selam 2 hari.
Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Kehamilan di luar kandungan hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok rectal. Tidak
ada demam. USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.
21
f. Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.
g. Gastroenteritis akut Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah
dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya normal.
h. Penyakit saluran cerna lainnya Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di
perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
2.4.7
Penatalaksanaan
Penanggulangan konservatif / sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.8
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis)
diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.8
b. Antibiotik
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali
pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.8
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis
akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya
telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan
pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter
ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik
22
konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan
bawah di atas daerah apendiks.8
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan.8
1. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi
kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi
apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis
ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture
dengan peritonitis diffusa.
23
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).8
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.8
1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut
: A. Chaud
: A. Froid
Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi
appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,
nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan
dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.5
Menurut Arif Mansjoer, Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi
26
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama,
observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.5
Tanda tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama sekali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti.5
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku,
nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.9
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan
oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih
aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tandatanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang
telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada
tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil
normal.4
2.4.9
Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendisektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.9
27
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Umur
Jenis kelamin
Apendisitis
Suku
Pekerjaan
3.2
Definisi
Alat
Apendisitis
Operasional
Ukur
suatu
peradangan Rekam
pada
apendiks Medis
vermiformis
(Dorland,
28
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Analisa
1.Apendisitis
Ukur
Nominal
Data
akut
2.Apendisitis
2007).
kronik
Penderita
yang
3.Apendisitis
termasuk apendisitis
adalah
perforasi
penderita
yang
telah
didiagnosis
dengan
melakukan
apendektomi.
Lamanya
pasien Rekam
Analisa
1.Pasien
Data
berusia
dilahirkan
dan
dinyatakan
Ordinal
antara
1-9 tahun
dalam
2.Pasien
tahun.
berusi
a
antara
10-18
tahun
Jenis
Perbedaan
Kelamin
biologis
Rekam
Analisa
1.Pasien
Medis
Data
berjenis
dan
kelamin
Nominal
laki-
laki
lakidengan
2.Pasien
perempuan.
berjen
is
kelam
in
perem
Suku
golongan
ras
suatu bangsa.
dari Rekam
Medis
Analisas
puan
1. Suku Batak
Data
2. Suku Jawa
3. Suku Karo
29
Nominal
4.
Suku
Melayu
Analisa Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) hasil di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel
tabulasi silang, serta diagram sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
karakteristik penderita apendisitis di RSU Putri Hijau Medan.
30
31