Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Indra Dan Persepsi Sensori
Gangguan indra pada klien yang dirawat di rumah sakit ataupun
individu di dalam masyarakat umum antara lain disebabkan oleh :
1. Gangguan anatomik organ
2. Gangguan fisiologik organ
3. Kematangan/maturasi
4. Degenerasi
5. Kognitif persepsi
Ada dua tingkat gangguan komunikasi yaitu gangguan pada sistem
pengindraan meliputi, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan
gangguan bicara (tuna wicara). Sedangkan gangguan yang melibatkan sistem
integratif yang lebih tinggi antara lain gangguan mental, gangguan maturasi pikir
( degenerasi proses pikir) dan pada klien yang tidak sadar termasuk klien yang
berbahasa asing.
1. Klien Dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ
seperti kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Kerusakan ditingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak.
Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan baik parsial maupun total. Akibat kerusakan fisual, kemampuan
menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada
oendengaran dan sentuhan.
4

Oleh karena itu komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan


fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan harus sedapat
mungkin digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang
lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus
mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan
misalnya, dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa
langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut ini adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama


berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia
mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan/kehadiran perawat ketika anda berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
c. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi
klien tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara
visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi
klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikas/pembicaraan, informasikan kepadanya.
f. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindahkan ke
lingkungan yang asing baginya.

2. Klien dengan gangguan pendengaran


Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran
hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli konduktif dan
tuli perspektif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan
sistem saraf,sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur
penghantar rangsang suara.
Pada klien dengan gangguan pendengaran,media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan
dari suara yang dikeluarkan orang lain,tetapi dengan mempelajari gerak
bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi,upyakan sikap dan gerakan anda
dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien


dengan gangguan pendengaran.
a. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh atau
memposisikan diri di depan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimic wajah yang lazim
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu (misalnya,makanan atau permen karet).
e. Gunakan bahasa pantonim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan
f. Gunakan bahsa isyarat atau bahsa jari bila anda bisa dan diperlukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan,cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).

3. Klien dengan gangguan wicara

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,kerusakan pita


suara,ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan
gangguan icara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya
telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau
menggunakan tulisan dan gambar.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara,hal-hal


berikut perlu diperhatikan.
a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimic dan gerak bibir
klien
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan denga mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan klien
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topic
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan
e. Memperhatikan setiap detil komunikasi sehingga pesan dapat
diterima dengan baik
f. Apabila perlu,gunakan bahasa tulisan dan symbol
g. Apabila memungkinkan,hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi
lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.

4. Klien yang tidak sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien


mengalami penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dank lien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organic pada
otak,trauma otak yang berat,syok,pingsan,kondisi tidur dan narkose,ataupun
gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul
pertanyaan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun,secara etika penghargaan
terhadapa nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada
klien dengan gangguan kesadaran.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran,hal-hal


berikut perlu diperhatikan.
a. Berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat klien
karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ
terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsang pada
individu yang tidak sadar. Individu tidak sadar sering kali dapat
mendengar suara dari lingkungannya walaupun ia tidak mampu
meresponi sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan kita.
Usahakan mengucap kata dengan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan
penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu klien focus pada komunikasi yang dilakukan.

5. Klien berbahasa asing

Melakukan komunikasi dengan klien berbahsa asing dapat menimbulkan


gangguan komunikasi di tingkat kognitif karena ada perbedaan pengetahuan dan
perbendaharaan kata serta kultur komunikasi.

Beberapa hal yang perlu di perhatikan ketika berkomunikai dengan klien


yang menggunakan bahasa asing antara lain :
a. Usahakan menggunakan penerjemah (jika memungkinkan)
b. Usahakan menggunakan kamus untuk menerjemahkan kata-kata
c. Usahakan berbicara dengan menggunakan bahasa yang sederhana
dengan nada suara normal.
d. Usahakan menggunakan gerakan pantonim untuk membantu
melakukan komunikasi.

6. Klien dengan tingkat pengetahuan rendah/gangguan kematangan kognitif


Beberapa kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif, antara
lain akibat penyakit: retardasi mental,sindrom down ataupun situasi
sosial,misal,pendidikan yang rendah,kebudayaan primitf,dan sebagainya.
Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kematangan,sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa
komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif yaitu mengikuti
kaidah sesuai kemampuan audiens (capability of audience) sehingga komunikasi
dapat berlangsung lebih efekti.

Komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan


kognitif.
a. Berbicara dalam tema yang jelas dan terbatas
b. Hindari menggunakan istilah yang membingungkan
klien,usahakan menggunakan kata pengganti yang lebih mudah
dimengerti,contoh,atau gambar dan symbol.
c. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relative datar dan
pelan.
d. Apabila perlu,lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan
untuk memastikan maksud pesan sudah diterima.

e. Berhati-hatilah dalam menggunakn teknik komunikasi nonverbal


karena dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda pada klien.

2.2 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Depresi


Pasien yang terlihat depresi selalu menjadi perhatian perawat.
Beberapa gejala depresi bersifat jangka pendek dan berhubungan dengan
perubahan kesehatan, hubungan atau keadaan tertentu. Contohnya, pasien
diabetes yang menjalani amputasi ekstremitas akibat gangguan sirkulasi akan
secara alami mengalami kesedihan akibat kehilangan mobilitas serta
perubahan gambaran tubuh dan gaya hidup. Mengatasi gejala depresi pada
pasien ini akan berbeda dengan mengintervensi pasien dengan depresi jangka
panjang.
Tanda dan gejala depresi dapat mencakup perubahan selera makan dan
kebiasaan tidur, kurangnya ketertarikan terhadap aktivitas sebelumnya,
penurunan libido, menangis , serta berbicara dan bergerak lambat. Pasien
mungkin mengekspresikan perasaan sedih, hilang harapan, gagal dan tak
berdaya. Gejala depresi dapat muncul sebagai bagian proses berduka yang
normal atau berhubungan dengan sesuatu yang disebut depresi situasional.
Contohnya, kehilangan orang yang terkasihi, perubahan besar situasi
kehidupan atau diagnosis penyakit yang memperpendek hidup semuanya
dapat menyebabkan gejala-gejala ini. Perbedaannya adalah depresi situasional
memiliki batasan waktu, gejala pasien akan terangkat secara bertahap, dan
pasien akan kembali kepada aktivitas hidup normalnya.
Depresi yang lebih berat berlangsung lama dibandingkan depresi
situasional dan mungkin didasarkan pada kejadian hidup yang mengganggu.
Pasien dengan depresi berat seringkali memiliki tingkat energy yang rendah
dan sedikit ketertarikan dalam aktivitas sehari-hari. Mereka mungkin memiliki

10

perasaan tidak berharga, tanpa harapan, dan kesia-siaan. Satu kekhawatiran


besar bagi penyedia layanan kesehatan adalah kerena perasaan-perasaan ini
dapat berujung pada pemikiran bunuh diri sebagai cara untuk mengakhiri
penderitaan. Pasien depresi yang menjadi semakin menarik diri, gelisah atau
tidak bisa istirahat atau berbicara mengenai membunuh diri mereka sendiri,
sekalipun bercanda , memerlukan intervensi segera.

Komunikasi dengan pasien depresi


1. Mulailah percakapan (Anda terlihat tidak senang)
2. Tunjukan pemahaman, kepedulian dan penerimaan terhadap perilakunya
termasuk tangis dan kemarahan
3. Fokuslah pada kemampuan pasien yang mendukung sikap realistis dan
penuh harapan
4. Cegah pasien agar tidak membuat keputusan besar dalam hidup
5. Dukung aktivitas sederhana (seperti berkebun, melipat baju) sejalan
dengan perbaikan depresinya
6. Anggap serius semua ide dan pernyataan tentang bunuh diri (seperti
mengakhirinya atau melakukannya pada diri saya atau menunjukan
kepada mereka), mulai intervensi segera untuk mendukung keselamatan
pasien dan rujuklah pasien ke professional yang sesuai untuk evaluasi
dan penanganan.

2.3 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Ketidakjelasan


Ketidakjelasan membuat perawat sulit untuk memastikan rincian yang
pasti mengnai esehatan pasien. Informasi yang tidak lengkap membuat
identifikasi akurat terhadao masalah menjadi sulit dan hampir tidak mungkin
menentukan intervensi yang diperlukan. Penyebab ketidakpastian bervariasi

11

dan bergantung pada setiap pasien dan keadaannya. Beberapa pasien tidak
jelas karena kurangnya pemahaman atau ketajaman mentau atau akibat efek
obat. Di sisi lain, pasien mungkin memberikan jawaban yang tidak jelas ketika
ia diberi pertanyaan yang terlalu pribadi, terlalu luas, atau terlalu sulit
dipahami.
Saat pasien merespons dengan jawaban yang tidak jelas, seringkali
diperlukan pertanyaan terarah untuk memperoleh informasi yang lebih
spesifik. Seringkali, pasien memiliki kesulitan memahami istilah medis yang
digunakan oleh penyedia asuhan kesehatan. Di awal interaksi, perawat dapat
member tahu pasien untuk menginterupsi percakapan untuk menanyakan arti
istilah yang tidak dipahaminya. Selain itu, jika perawat menggunakan kata
dan ungkapan sehari-hari daripada istilah medis, pasien dapat memahami
kesehatannya dengan lebih baik. Contohnya, pasien mungkin tidak memahami
kata antikoagulan tetapi mungkin memahami yang lebih umum digunakan
yaitu pengencer darah.
Jika pasien cemas, ia mungkin tidak dapat berfokus pada wawancara
atau memberikan jawaban yang akurat. Jika respons pasien terhadap
pertanyaan perawat tidak jelas, maka mungkin diperlukan penilaian ulang
terhadap

tingkat

kekhawatiran

dan

kecemasannya,

memperbaharui

hubungan, menyatakan keinginan yang tulus untuk membantu pasien dan


mencoba meringankan beberapa kecemasan sebelum melanjutkan sengan
penilaian.
Ketidakjelasan juga dapat terjadi jika pasien merasa terancam atau
tidak mau membuka informasi pribadi atau informasi sensitif. Jika pasien
merasa terancam atau tidak nyaman, perawat mungkin ingin menilai ulang
apakah telah terjadi kepercayaan dan menyatakan ulang tujuan interaksi.
Bahkan mungkin , terdapat hal-hal yang tidak ingin pasien diskusikan, merasa
malu karenanya , atau bahkan khawatir mengenai kemungkinan reaksi

12

perawat. Perawat dapat menegaskan ulang bahwa mereka memiliki perhatian


dan rasa hormat terhadap pasien tanpa menghakimi, meredakan kemungkinan
malu atau rasa bersalah yang berhubungan dengan membuka diri. Jika
pertanyaan terlihat meningkatkan kecemasan pasien atau rinciannya tidak
penting untuk asuhan pasien yang bersifat segera, perawat mungkin dapat
menyadari hak privasin pasien dan melanjutkan ke aspek penilaian lainnya.

Petunjuk untuk memfokuskan jawaban yang tidak jelas


1. Pastikan tercapai hubungan saling percaya
2. Nilailah pemahaman pasien, mencakup tingkat kesadaran , pendengaran,
ketajaman mental atau tingkat kecemasan
3. Gunakan pertanyaan umum yang terbuka seperti , Bagaimana saya bisa
membantu Anda hari ini? atau Apa masalah Anda hari ini?
4. Gunakan pertanyaan terarah dan terinci untuk membantu pasien focus.
Ceritakan lebih banyak tentang . (gejala atau masalah spesifik)
5. Yakinkan pasien menganai hak untuk mendapat privasi. Dahului
pertanyaan yang sensitive dengan Beberapa orang merasa tidak nyaman
berbicara mengenai
6. Ingatlah bahwa mungkin

yang

tidak jelas

atau

sulit

adalah

wawancaranya bukan pasiennya

2.4 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Melantur


Percakapan yang melantur mungkin informative tetapi seringkali
menjadi kurang terfokus pada kebutuhan pasien sebenarnya. Selain itu
tambahan, percakapan ini mungkin menghibur, tergantung pada keadaan.
Tidak peduli betapa menghiburnya, melantur dapat memperpanjang
pengumpulan data dan mengakibatkan asuhan tidak berfokus dan tidak
efisien. Walaupun beberapa kepribadian cenderung lebih banyak bicara,
penting untuk diingat bahwa berbicara terlalu banyak dapat juga menandakan
tingkat kecemasan yang tinggi. Mempertahankan wawancara yang terfokus

13

pada tujuan interaksi dan masalah kesehatan pasien akan memberikan data
yang lebih akurat secara tepat waktu. Di lain kesempatan, jika waktu
mengizinkan , percakapan menarik mengenai pengalaman pasien dapat
memberikan informasi yang lebih rinci dan seringkali memperkaya hubungan
perawat-pasien.

Komunikasi dengan pasien melantur


1. Bantu pasien berfokus pada topic : Saya senang berbicara mengenai hal
ini, tetapi mari kembali pada atau Saya ingin mendengar lebih
banyak mengenai
2. Klasifikasikan hal yang anda dengar kepada pasien Saya pikir Anda
berkata bahwa
3. Tetapkan ulang tujuan kunjungan Hari ini kita perlu berfokus pada.

2.5 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Apatis


Bekerja dengan pasien yang apatis atau tidak termotivasi akan
menantang perawat. Banyak pasien datang ke penyedia pelayanan kesehatan
untuk mengubah perilakunya atau untuk membantunya mengadopsi gaya
hidup yang lebih sehat, sementara yang lainnya perlu membuat perubahan
untuk menjadi lebih sehat. Salah satu gaya konseling, wawancara
motivasional (motivasional interviewing MI), dikembangkan oleh Miller dan
Rollnick (2002) untuk mengatasi keengganan berubah. Menggunakan
pendekatan yang tidak menghakimi, tidak mengkonfrontasi dan tidak
melawan.

14

MI menggunakan empat langkah untuk membantu pasien mempertimbangkan


untuk membuat perubahan :
1 Ekspresikan empati sehingga konselor (perawat) memahami pengalaman
2

pasien
Kembangkan kesenjangan antara kondisi pasien saat ini dengan kondisi

yang diharapkan atau antara nilai-nilainya dengan kenyataan


Ulangi terus-menerus karena keengganan untuk berubah merupakan

respons yang normal buka patologis


Dukung efikasi diri dan otonomi pasien untuk bergerak maju dengan
percaya diri

Wawancara motivasional diartikan sebagai pendekatan terpusat-klien dan terarahtujuan untuk membantu pasien membuat perubahan. MI telah digunakan dalam
penanganan penyalahgunaan alcohol dan berhenti merokok, serta menyelesaikan
masalah kesehatan mental dan kelekatan terhadap regimen pengobatan. Program
latihan telah tersedia.

2.6 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Perilaku Menuntut


Saat orang yang mandiri berada pada posisi tergantung dan tidak pasti,
ia seringkali merasa terancam dan dapat menjadi bersikap menuntut terhadap
staf. Sebagai pasien, orang-orang ini dapat berhubungan dengan perawat
dengan respons sederhana dan mengulangi permintaan pelayanan, mungkin
akibat tingkat kecemasan yang meningkat atau kebutuhan untuk mengontrol
lingkungan. Ia merasa kurang terancam jika dapat mempertahankan control
terhadap situasi yang tidak dapat diduga. Kadang-kadang tuntutan yang
berulang-ulang dapat membuat perawat merasa tidak cakap atau bahkan
menjadi bersikap mengabdi kepada pasien tersebut. Beberapa respons umum
terhadap pasien yang menuntut seringkali berupa respons defensive. Tetapi
postur defensive baik oleh pasien maupun oleh perawat akan mengakibatkan
percakapan yang kaku dengan sedikit isi yang bermakna. Perawat cenderung
15

untuk mulai menghindari pasien yang menuntut, membuat pasien merasa


kurang diperhatikan dan bahkan kurang control. Lingkaran setan ini dapat
berujung pada kualitas hubungan perawat-pasien yang buruk, penilaian yang
terburu-buru dan asuhan keperawatan yang tidak memadai yang dapat
mengontrol hasil akhir pasien.
Respons terbaik perawat terhadap perilaku menuntut menggabungkan
netralitas dan dukungan. Untuk tetap netral secara emosional, perawat
mungkin perlu berhenti dan mengumpulkan diri sebelum merespons pasien.
Tanpa merasa tersakiti atau menghubungkan perkataan yang menuntut dengan
emosinya, perawat dapat memahami perspektif pasien. Perawat dapat
mencoba menggunakan gaya komunikasi yang fleksibel dan mengakui
masalah pasien dengan menyatakan ulang dan meringkas. Saat pasien telah
mengekspresikan

masalah

atau

kebutuhannya,

maka

perawat

dapat

memberikan penjelasan kepada pasien mengenai sumber-sumber dan waktu


yang tersedia. Kemudian perawat dapat menawarkan untuk bekerja sama
memenuhi kebutuhan pasien dengan menggunakan sumber-sumber yang
tersedia. Intervensi keperawatan yang disesuaikan untuk pencapaian tujuan
bersama akan membantu pasien mendapatkan control kembali dan membantu
perawat memberikan asuhan yang efisien kepada semua pasiennya. Penentuan
batasan yang secara konsisten diaplikasikan oleh semua staf yang terlibat
mungkin diperlukan jika permintaan pasien sangat banyak dan membebani
staf.
2.7 Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Perilaku Dengan Maksud
Seksual .
Semua manusia adalah mahluk social. Mengingkari eksistensi seksualitas
berarti membatasi pengalaman manusia. Pada hierarki kebutuhan Maslow,
seksualitas adalah salah satu kebutuhan dasar, seperti makan, udara dan air.
Saat pasien memasuki lokasi asuhan kesehatan, mereka tidak menjadi
aseksual. Mereka mungkin mengenakan pakaian dan pita identifikasi unisex,

16

tetapi seksualitasnya tidak terkunci bersama harta berharganya. Pengalaman


sakit dan cacat dapat mengubah bagaimana pasien mengekspresikan dan
mempertahankan seksualitasnya. Penilaian dan intervensi keperawatan perlu
bijaksana dan hati-hati, mengakui hak privasi pasien sekaligus memberikan
asuhan yang diperlukan.
Asuhan fisik bagi pasien kadang-kadang dapat berujung pada
kebingungan mengenai perilaku yang sesuai secara seksual. Sentuhan fisik
merupakan bagian normal dalam memberikan sebagaian besar asuhan
keperawatan, tetapi hal ini dapat disalahpahami oleh beberapa pasien. Ucapan
yang jelas bersifat seksual, sentuhan yang bersifat tidak wajar atau membuat
gurauan yang dapat dianggap tak pantas dapat membuat beberapa perawat
tidak nyaman dan enggan menghabiskan waktu dengan pasien tersebut.
Perawat harus merespons dengan jujur dan segera terhadap komentar atau
sentuhan yang terlihat tidak wajar.
Jika pendekatan langsung ini tidak efektif, maka perawat harus
mendiskusikan masalah ini dengan supervisor, pekerja social dan / atau bagian
psikiatri untuk mengembangkan strategi untuk membatasi perilaku pasien
sambil tetap memberikan asuhan yang diperlukan.
Perawat perlu menyadari bahwa perlikakunya dapat disalah tanggapi
oleh pasien. Membuka pakaian atau berbicara mengenai rincian pribadi
kehidupan

romantic

seseorang

dapat

membingungkan

pasien

dan

mengaburkan batasan hubungan professional antara perawat dan pasien.


Penting diingat bahwa focus hubungan perawat-pasien adalah pasien. Saat
perawat tidak yakin apakah suatu percakapan atau perilaku sesuai atau tidak,
saran dari kolega yang dipercaya dapat memberikan umpan balik yang
dibutuhkan dan pendekatan yang berbeda untuk bekerja dengan pasien.
A. Aturan dasar berkomunikasi mengenai seksualitas
1. Pertahankan privasi pada ruang fisik (pintu dan tirai ditutup)

17

2. Buka informasi pribadi pasien hanya seperlunya kepada merwka yang


terlibat dalam asuhan
3. Hindari membuat penilaian mengenai keputusan, gaya hidup, atau nilainilai pasien
4. Cegahlah situasi yang memalukan atau mempermalukan dengan
memberikan privasi, menilai kesiapan pasien berbicara dan merujuk
pasien ke penyedia asuhan kesehatan lainnya untuk berdiskusi mengenai
masalah seksual yang dapat membuat beberapa perawat tidak nyaman
5. Amati isyarat yang dpaat menunjukan luka emosional akibat pelecehan
seperti perasaan malu, keengganan atau agresi
6. Jangan menganggap sebagian besar orang dewasa memahami fungsi
seksual dan kesehatan reprosuksi

B. Merespons perilaku dengan maksud seksual


1. Berpakaianlah sesuai dengan lingkungan kerja
2. Pantaulah perilaku dan percakapan untuk mempertahankan batasan
professional
3. Respons segera terhadap pembicaraan atau sentuhan seksual yang tidak
wajar , Saya lebih suka Anda tidak menyentuh saya seperti itu atau
Gurauan semacam itu membuat saya tidak nyaman
4. Tentukan batasan yang sesuai jika perilaku pasien dilakukan berulangulang , Jika Anda berbicara seperti itu lagi, hak istimewa Anda akan
dicabut
5. Mintalah perawat lain untuk hadir selama asuhan fisik atau berganti
tugas pasien sesuai dengan keperluan untuk memberikan kelegaan
6. Tinjau ulang keadaan ini dengan kolega atau supervisor yang dipercaya
7. Berkolaborasilah dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya untuk
pendekatan dan bantuan tambahan.

18

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Gangguan indra pada klien yang dirawat di rumah sakit ataupun
individu di dalam masyarakat umum antara lain disebabkan oleh :
Gangguan

anatomik

organ,

Gangguan

fisiologik

organ,

Kematangan/maturasi, Degenerasi, Kognitif persepsi


Ada dua tingkat gangguan komunikasi yaitu gangguan pada sistem
pengindraan meliputi, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan
gangguan bicara (tuna wicara). Sedangkan gangguan yang melibatkan
sistem integratif yang lebih tinggi antara lain gangguan mental, gangguan
maturasi pikir ( degenerasi proses pikir) dan pada klien yang tidak sadar
termasuk klien yang berbahasa asing.
Komunikasi pada pasien depresi yaitu Anggap serius semua ide dan
pernyataan

tentang

bunuh

diri

(seperti

mengakhirinya

atau

melakukannya pada diri saya atau menunjukan kepada mereka),


mulai intervensi segera untuk mendukung keselamatan pasien dan
rujuklah pasien ke professional yang sesuai untuk evaluasi dan
penanganan.Komunikasi pada Saat pasien merespons dengan jawaban
yang tidak jelas, seringkali diperlukan pertanyaan terarah untuk

19

memperoleh informasi yang lebih spesifik. Komunikasi dengan pasien


melantur yaitu mempertahankan wawancara yang terfokus pada tujuan
interaksi dan masalah kesehatan pasien akan memberikan data yang lebih
akurat secara tepat waktu.Komunikasi pada pasien apatis yaitu
menggunakan wawancara motivasional diartikan sebagai pendekatan
terpusat-klien dan terarah-tujuan untuk membantu pasien membuat
perubahan. Komunikasi dengan perilaku menuntut yaitu perawat dapat
mencoba menggunakan gaya komunikasi yang fleksibel dan mengakui
masalah pasien dengan menyatakan ulang dan meringkas. Komunikasi
pada perilaku maksud seksul yaitu saat perawat tidak yakin apakah suatu
percakapan atau perilaku sesuai atau tidak, saran dari kolega yang
dipercaya dapat memberikan umpan balik yang dibutuhkan dan
pendekatan yang berbeda untuk bekerja dengan pasien.

3.2 Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah
ini, agar kami dapat menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah-makalah
kami selanjutnya.

20

21

Anda mungkin juga menyukai