akibat gabah
kehilangan akan sangat tinggi jika panen dilakukan sistem keroyokan (sistem
bawon) yang masih diterapkan secara luas di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pergeseran dari sitem panen keroyokan yang bersifat terbuka ke sistem ceblokan
yang bersifat tertutup dapat menekan kehilangan panen sekitar 4,6 % dari 18,9%
pada sistem keroyokan menjadi 14,3 % pada sistem ceblokan. Sudah barang tentu
kehilangan panen mestinya dapat ditekan lebih besar lagi jika pemanenan
dilakukan dengan sistem kelompok yang sudah mulai berkembang di Jawa Timur.
Peluang kedua yang masih sangat terbuka untuk menekan kehilangan
panen ialah pada tahap perontokan yaitu inovasi alat perontokan. Perontokan
tradisional dengan cara gebot menimbulkan kehilangan gabah yag sangat besar.
Analisis pada tahap perontokan mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sulistiawati(1980). Analisis pada tahap perontokan menggunakan metode
perbandingan dari dua sistem perontokan yaitu sistem banting (beating) dengan
sistem power threser. Perbandingan yang diukur adalah perbandingan manfaaf
(yang diukur dari perbedaan tingkat kehilangan hasil) dan perbedaan biaya yang
dikeluarkan oleh kedua sistem tersebut. Dengan kata lain adalah menghitung
perbedaan manfaat tambahan dan biaya tambahan dari kedua sistem perontokan
tersebut
Sub Pokok Bahasan
Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di
lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat penundaan waktu panen.
Penundaan panen juga dapat menyebabkan keretakan pada gabah sehingga akan
mudah rusak pada proses pengolahannya.
selama perontokan, susut dapat terjadi karena adanya gabah yang tertinggal pada
malai, juga kerusakan mekanis yang disebabkan oleh peralatan atau mesin yang
digunakan
akibat gabah tercecer bila tidak dikemas dengan cara yang benar.
Sub Pokok Bahasan 1 : Kehilangan pada pemanenan.
Metode pengukuran kehilangan yaitu dengan menggunakan metode papan.
Metode ini merupakan pengembangan dari metode pengukuran secara langsung
pada lahan sawah yang sudah selesai dipanen (Setyono et al, 1996). Pada metode
ini pengukuran kehilangan dilakukan dengan menggunakan papan berukuran 20
cm x 100 cm sebanyak 5 papan untuk setiap ulangan atau sama dengan petak
kontrol 1 m2. Pada dasar papan dilapisi dengan karung goni supaya
mempermudah penangkapan gabah yang tercecer pada saat pemanenan.
Kehilangan pada saat panen dihitung berdasarkan rumus :
G1
KHPN = x 100%
G1 + G2
Keterangan
KHPN = Kehilangan pada saat panen, (%)
G1
= Berat gabah yang tercecer pada saat pemotongan padi yang ditampung
pada papan, (kg)
G2
= Gabah hasil perontokan dengan cara diiles pada petakan seluas 1 m2, (kg)
G2
= Gabah hasil perontokan dengan cara diiles dari setiap tumpukan padi,(kg)
= Berat gabah yang tercecer pada saat pemotongan padi yang ditampung pada
papan, (kg)
G2 = Gabah hasil perontokan dengan cara diiles pada petakan seluas 1 m2, (kg)
G1 + G2 + G3
KHPR = x 100%
G 0 + G1 + G2 + G3
Keterangan :
KHPR = Kehilangan pada perontokan
G1 = gabah yang terlempar diluar alas petani
G2 = gabah hasil perontokan /tumpukan
G3 = gabah yang melekat di jerami dan tak rontok
G0 = gabah hasil perontokan
Banting
Uraian
(1)
1. Presentase tingkat kehilangan
Cara Perontokan
Power thresher
Selisih
(2)
(3)
(4)=(2)-(3)
6,45
2,93
+ 3,5
6,10
4,40
+1,7
Cara Perontokan
Kehilangan Hasil
Keroyokan
Gebot
Ceblokan
Gebot
Kelompok
Mesin
Sumber : Setyono dan Hasanuddin (1997)
18,9
14,3
5,9
G2
hitam karena busuk atau tumbuh jamur maupun beras berwarna kuning karena
terjadinya proses reaksi browning enzimatis pada beras.
Penundaan perontokan padi di sawah 1 malam dapat memberikan efek
positif terhadap mutu seperti berkurangnya butir hijau pada gabah dan padi lebih
rapuh sehingga mudah dirontok, namun terjadi pula penurunan kualitas karena
terjadinya proses tumbuh maupun proses enzimatis sehingga gabah berkecambah
atau berubah warna menjadi kuning dan busuk, terutama penundaan yang
dilakukan lebih dari satu malam.
Sub Pokok Bahasan 6 : Kehilangan penjemuran
Metode pengukuran kehilangan penjemuran yaitu dengan membandingkan berat
gabah sebelum dan sesudah penjemuran pada basis kadar air yang sama.
Untuk menghasilkan beras dengan kualitas yang baik, gabah hasil panen
secepatnya harus dilakukan penurunan kadar air baik dengan cara penjemuran
dengan sinar matahari langsung ataupun dengan alat pengering buatan. Gabah
yang mengalami keterlambatan pengeringan akan rendah kualitas beras, hal ini
disebabkan karena gabah hasil panen dengan kadar air yang tinggi dan kondisi
Menekan kehilangan hasil
yang lembab, respirasi akan berjalan dengan cepat, akibatnya terjadi butir gabah
yang busuk, berjamur, berkecambah maupun terjadi reaksi browning enzimatis
yang dapat menyebabkan beras berwarna kuning atau kuning kecoklatan.
Kehilangan yang terjadi pada tahapan penjemuran umumnya disebabkan
oleh (1) fasilitas penjemuran seperti lantai jemur maupun alas kurang baik,
sehingga banyak gabah yang tercecer dan terbuang saat proses penjemuran dan (2)
adanya gangguan hewan seperi ayam, burung, kambing dll.
Sub Pokok Bahasan 7 : Kehilangan penyimpanan
Metode pengukuran kehilangan penyimpanan yaitu dengan membandingkan
selisih berat gabah sebelum dan sesudah penyimpanan pada basis kadar air yang
sama dapat dihitung dengan rumus :
BG1 BG2
KHPny = x 100%
BG1
Keterangan :
KHPny = Kehilangan pada penyimpanan, (%)
BG1
keadaan cuaca setempat. Kadar air gabah akan mengikuti kondisi keseimbangan
dengan udara luar. Pada wadah yang kedap udara umumnya kadar air
penyimpanan tidak akan banyak mengalami perubahan, sedangkan pada kondisi
wadah yang tidak kedap udara, kadar air gabah akan mengikuti perubahan sesuai
dengan kelembaban udara sekitarnya.
11
antara proses pemecah kulit dan proses penyosohan, sehingga merupakan dua
tahap proses kegiatan. Kehilangan hasil pada tahapan penggilingan umumnya
disebabkan oleh penyetelan blower penghisap dan penghembus sekam dan
bekatul, penyetelan yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak gabah yang
terlempar ikut ke dalam sekam atau beras yang terbawa kedalam dedak, hal ini
akan menyebabkan nilai rendemen giling yang rendah.
Tabel 3 : Rendemen Beras Giling Menurut Alat Penggiling (Persen)
Varietas
Alat Penggiling
Rata -rata
IR - 64
Muncul
1. Hutler
60,14
64,25
62,19
60,12
65,50
63,83
57,56
60,69
59,12
62,96
60,69
62,93
63,33
62,93
62,01
Penggilingan Laboratorium
64,87
66,66
65,76
PPB
justru
meningkat
2,78
bila
dibandingkan
12
antara penggunaan PPB yang dapat menekan kehilangan hasil namun diikuti oleh
kenaikan biaya penggilingan.
Sub Pokok Bahasan 9 : Analisis Mutu
Analisa mutu dilakukan terhadap mutu fisik gabah dan beras seperti kadar air,
butir hampa dan kotoran, butir hijau, butir kuning dan rusak, keretakan gabah dan
kerusakan mekanis. Analisis mutu fisik dilakukan di Instalasi Laboratorium
Pascapanen Karawang.
BG1 BG2
KHPj = x 100%
BG1
Keterangan :
KHPj = Kehilangan pada penjemuran, (%)
BG1 = Berat gabah sebelum penjemuran, (kg)
BG2 = Berat gabah setelah penjemuran, (kg)
13