Grafik 1. Sebaran Kejadian Bencana dan Korban Meninggal per Jenis Kejadian Bencana
1815-2014
Sumber : DIBI-BNPB, 2014.
Fakta dan data di atas terkonfirmasi oleh hasil kajian BNPB tahun 2012
terhadap kesiapsiagaan masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam menghadapi
bencana di 33 kabupaten dan kota di Indonesia di mana ternyata semua daerah
yang dikaji menunjukkan hasil bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan
Pemerintah Daerah masih rendah. Fakta dan data tersebut menunjukkan bahwa
kesiapsiagaan bangsa ini dalam menghadapi bencana masih patut dipertanyakan.
Tulisan ini membahas dua hal terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana yaitu: pertama, pentingnya melek bencana; dan kedua, bagaimana peran
para pendidik (baik guru maupun dosen) geografi dalam mewujudkan generasi
melek bencana tersebut. Tulisan ini menggunakan analisis data sekunder yang
diperoleh dari Data dan Informasi Bencana (DIBI) BNPB dan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.
B. Pentingnya Literasi Bencana
Berbagai bencana yang melanda negeri ini telah merenggut ribuan korban
jiwa, kehilangan harta benda, serta lumpuhnya sendi-sendi perekonomian rakyat
akibat kerusakan atas berbagai infrastruktur dan fasilitas umum yang ada. Tiap
kali bencana melanda, tiap kali pula seolah bangsa ini baru tergugah dari tidurnya.
Sungguh terasa bangsa ini terlena di kala kondisi normal tapi lalai mempersiapkan
antisipasi dampak bencana sehingga menimbulkan jumlah korban dan kerugian
yang tidak sedikit. Oleh karena itu, setiap Warga Negara Indonesia, termasuk para
generasi muda harus paham bahwa daerah yang ditinggali saat ini rawan bencana
sehingga mereka memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana agar risiko
bencana dapat dikurangi.
Pendidikan bagi generasi muda menjadi satu faktor penentu dalam
kegiatan pengurangan risiko bencana. Oleh karenanya, pengurangan risiko
bencana seperti dimandatkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana harus terintegrasi ke dalam program pembangunan
pendidikan sehingga mampu melahirkan generasi yang melek bencana (disasterliterate generation).
Literasi bencana adalah kata kunci yang harus dipahami oleh generasi
muda bangsa ini sehingga mereka memahami sepenuhnya (literasi-melek) bahwa
letak geografis negerinya berada pada kawasan yang rawan terjadinya bencana.
Kegiatan literasi menurut Potter (2005) dalam Gatut (2013), awalnya
hanya kegiatan yang beroritasi pada kemampuan membaca dan menulis. Tidak
mengherankan orientasi awal kegiatan literasi hanya terfokus pada perilaku
individu berkait dengan kemampuan membaca media baik itu koran, majalah atau
bulletin dan sejenisnya. Perkembangan selanjutnya, meluas pada bentuk
kesadaran terhadap visual literacy seperti televisi, film dan komputer. Bahkan
yang lebih terkini lagi adalah media literacy dan information literacy.
Penekanannyapun semakin variatif, satu diantaranya adalah upaya kongkrit untuk
meningkatkan kesadaran dan ketrampilan individu atau masyarakat tentang
kepedulian akan persoalan lingkungan tertentu.
Sedangkan literasi bencana menurut Emily (2012) adalah kemampuan
untuk mengidentifikasi, memahami, menginterpretasi dan mengkomunikasikan
informasi yang berkaitan dengan bencana. Lahirnya generasi dengan literasi
bencana diharapkan memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan
menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari
dampakdampak bencana yang merugikan.
Generasi muda kita harus memahami jika mereka tinggal di daerah rawan
bencana sehingga mereka sudah paham dan bisa mengantisipasi sedini mungkin
jika sewaktu-waktu terjadi bencana, termasuk dimana lokasi pengungsian hingga
alat apa saja yang dibutuhkan. Membangun literasi bencana dan budaya siaga di
dunia pendidikan sangat dibutuhkan agar generasi muda yang hidup di negara
yang rawan bencana ini memiliki gaya hidup tangguh dalam menghadapi bencana.
C. Peran Pendidik Geografi
Pemahaman tentang bencana sangat penting diberikan baik di bangku
kuliah maupun sekolah untuk meningkatkan kesiapsiagaan generasi penerus
bangsa agar mereka dapat ikut meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh
bencana. Generasi yang memiliki kesiapan terhadap bencana akan mampu
menghadapi dan melakukan tindakan penyelamatan diri pada saat bencana terjadi.
Di sinilah peran para pendidik geografi (baik guru maupun dosen) sangat
dibutuhkan. Sebagai ilmu yang sangat dekat dengan lingkungan, geografi
seharusnya memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi masa depan yang
melek bencana. Geografi mempelajari fenomena geosfer dengan pendekatan yang
holistik (keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah) dan terintegrasi sehingga
memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan
geografi untuk berbagai situasi kehidupan baik di rumah, lingkungan keluarga
maupun masyarakat. Dengan demikian, pelajaran geografi seharusnya menjadi
pelajaran inti di sekolah untuk pembekalan pengetahuan dasar tentang
kebencanaan sejak dini. Kesiapan ini dapat dibentuk melalui penyusunan
kurikulum dan pembelajaran literasi bencana di dalam kelas.
1. Pengembangan Kurikulum Literasi Bencana
Usaha meningkatkan literasi bencana di dunia pendidikan harus
dilaksanakan baik pada taraf kurikulum maupun pelaksanaan kurikulum di
lapangan. Penyusunan kurikulum harus didasarkan pada kaidah kurikulum yang
baik karena kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai
kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan. Mengingat
4
hingga
pada
yang
muncul
selanjutnya
isi
menjadi
lebih
telah
bergeser
menekanan
dari
pada
luas.
Definisi
tersebut
juga
melihat satu kesatuan komponen alamiah dengan komponen insaniah pada ruang
tertentu di permukaan bumi, dengan mengkaji faktor alam dan faktor manusia
yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan.
Sebagai contoh adalah keterkaitan antara lingkungan fisik dan
sosial dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). Persepsi masyarakat
terhadap sungai akan sangat mempengaruhi tindakannya pada sungai.
Jika masyarakat tidak paham bahwa sungai memiliki hubungan timbal balik yang
erat dengan lingkungan sekitarnya, maka masyarakat akan ringan tangan
merusaknya seperti membuang sampah dan limbah ke sungai, merusak
bantarannya, menambang material secara membabi buta dan membabat hutan di
daerah hulu.
masyarakat memahami hubungan timbal balik ini dan memandang sungai sebagai
asset yang berharga bagi kehidupannya, maka mereka akan terdorong untuk
menjaga kelestariannya. Di sinilah pentingnya generasi muda dipahamkan tentang
adanya sistem alam sedini mungkin (sejak PAUD dan TK) sehingga mereka
memahami sistem lingkungan fisik dan manusia yang saling berkaitan,
masyarakat dan tempat tinggalnya saling berinteraksi. Gejala interelasi,
yang
membuat
semua
peserta
didik
mampu
memperkuat,
ciri
pembelajaran
diakses
Emily Y.Y. Chan. 2012. Preliminary Findings on Urban Disaster Risk Literacy
and
Preparedness
in
Chinese
Community
(on
https://wfpha.confex.com/wfpha/2012/webprogram/Paper9563.html
line)
diakses
11