Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam pengembangan, pengawas satuan pendidikan lebih diarahkan untuk
memiliki serta memahami bahkan dituntut untuk dapat mengamalkan apa yang
tertuang dalam peraturan mentri tentang kepengawasan. Tuntutan tersebut salah
satunya tentang kompetensi dalam memahami metode dan teknik dala supervisi.
Seorang serpervisor adalah orang yang profesional ketika menjalankan tugasnya,
ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu dan
kualitas sumber daya pendidikan.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan
komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terusmenerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan
pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di
lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru
itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara
potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru
untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk
mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara
professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi
dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan
tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya
pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang
dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam
selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan
melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya
1

meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek guru dan tenaga
kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun
kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Rumusan Masalah
a. Apa saja Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan?
b. Apa pengertian Kompetensi Supervisor Pendidikan?
c. Bagaimana Prinsip-prinsip, Metode, dan teknik Supervisi Pendidikan?
d. Apa saja Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan?
e. Bagaimana Pengembangan Perencanaan Program Supervisi Pendidikan?
Batasan Masalah
a. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan
b. Kompetensi Supervisor Pendidikan
c. Prinsip-prinsip, Metode, dan teknik Supervisi Pendidikan
d. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
e. Pengembangan Perencanaan Program Supervisi Pendidikan
1.3 Tujuan Penulisan
a. Memahami hakekat, perkembangan dan tujuan supervisi pendidikan.
b. Memahami Kompetensi Supervisor Pendidikan
c. Memahami prinsip-prinsip, metode, dan teknik-teknik supervise
pendidikan.
d. Memahami berbagai pendekatan supervisi pendidikan.
e. Memahami cara pengembangan program supervisi pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat, perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan
Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan,
di samping pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat
(Dewantara.1977). Pendidikan di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan
yang dilakukan dan diorga-nisasikan secara formal. Sekolah sebagai organisasi
pendidikan formal merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, di dalamnya
terdiri dari berbagai komponen yang mempunyai tugas dan fungsi secara sendirisendiri maupun saling berkaitan satu sama lainnya, dan berproses dalam rangka
mencapai tujuannya.
Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai komponen sekolah tersebut
secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi
manajemen dalam lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar.
Fungsi-fungsi manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah fungsi
perencanaan,

pengorgasian,

komunikasi,

pengarahan,

kepemimpinan,

pengawasan, evaluasi, monitoring, dan berbagai fungsi yang lainnya.


Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut khususnya fungsi
pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan di sekolah dikenal dengan
istilah supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara
nasional

mulai

diberlakukannya

diperkenalkan
Kurikulum

sejak

1975.

tahun

Kemudian

1975
dalam

bersamaan

dengan

perkembangannya,

tampaknya pada setiap pergantian kurikulum, supervisi dianggap sebagai bagian


dari pelengkap pedoman kurikulum (Depdikbud.1976), walaupun kata supervisi
dianggap tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang pendidikan, karena
diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan professional guru sesuai dengan
sistem pembinaan professional (SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur 1984
(Depdikbud. 1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu sendiri
hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti kepala sekolah, dan pengawas,
dan sebaliknya kurang dikenal oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar
dengan istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun istilah yang

digunakan

untuk

supervisi

pendidikan

dipertentangkan. Karena tugas

bukanlah

sesuatu

yang

perlu

pengawas dan supervisor dalam konteks

pendidikan, dan pengajaran memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya


adalah: (1) tujuannya memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, (2) berfungsi
sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi manajemen, (4) berorientasi
pada tujuan pendidikan. Kemudian perbedaannya adalah bahwa kepengawasan
lebih menekankan pada upaya untuk menemukan penyimpangan atau hambatan
dari rencana yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan pada
upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan peningkatan proses belajar
mengajar.
Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan
untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Karena itu
seringkali kesalahan para personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan
ditonjolkan, bahkan jika melebihi batas atau melanggar suatu aturan atau
kebijakan akan membawa konsekwensi seseorang personel tertentu dapat
diberikan sangsi sampai pada pemecatan. Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu
lebih banyak dikonotasikan sifatnya lebih melecehkan supervisi dengan ungkapan
snoopervision atau penembak jitu.
Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi supervisi lebih
ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar guru, sehingga para ahli
membagi supervisi menjadi supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang
ditujukan pada penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan
parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat
pelajaran, kafetaria, dan transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian
supervisi pengajaran yang lebih bersifat khusus untuk membantu guru dalam
bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini kemudian Poerwanto (2006)
memperjelas pengertian dan fungsi supervisor tersebut sebagai mitra guru,
inovator, konselor, motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam
meningkatkan proses belajar mengajarnya.
Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru dalam bidang
studi tertentu, maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk

perbaikan proses belajar mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari
supervisi pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan
(2) peningkatan mutu pendidikan.
Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan PBM, sehingga
supervisi diberikan pengertian sebagai setiap layanan yang diberikan kepada guru,
yang hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru,
pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan Evans. 1980).
Supervisi sebagai usaha untuk mendorong, mengkoordinasikan, dan menuntun
pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan di suatu sekolah, baik secara
individu maupun secara kelompok dalam pengertian yang lebih baik, dan tindakan
yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga mereka dapat mampu untuk
mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap siswa secara berkesinambungan
menuju partisipasi yang cerdas dan kaya dalam kehidupan masyarakat demokratis
modern (Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak pada perkembangan dan
perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan para
siswa (Mark, dkk.1974). Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari
supervisi pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya juga perlu dibahas
adalah apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat
diangkat menjadi pengawas.
Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal yang berasal dari luar
sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut ditunjuk secara legal oleh Dinas
Pendidikan pada tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga
supervisor yang berasal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior
(Pidarta. 1986). Kemudian seseorang yang dapat diangkat menjadi supervisor
terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai dengan Permen Pendidikan
Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah/madrasah,
untuk tingkat SMA harus memenuhi kualifikasi: (1) memiliki pendidikan
minimum Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam
rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang terkreditasi, (2) guru SMA

bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan


tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala sekolah
SMA dengan pengalaman kerja empat tahun, untuk menjadi pengawas sesuai
dengan rumpun mata pelajarannya, (3) memiliki pangkat minimum penata,
golongan ruang III/c, (4) berusia setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat
sebagai pengawas satuan pendidikan, (5) memenuhi kompetensi sebagai
pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalaui uji kompetensi dan
atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang
ditetapkan pemerintah, (6) lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
2.2 Kompetensi Supervisor Pendidikan
Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas
formal adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi,
kabupaten, dan tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal
adalah pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah
senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis pengawas tersebut harus memiliki kompetensi
kepengawasan. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1)
kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan pengajaran, (3)
menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5) menyiapkan
bahan-bahan

pelajaran,

(6)

menyelenggarakan

penataran

guru-guru,

(7)

memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan


layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat,
dan (11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).
Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas berkaitan dengan
pengem-bangan kurikulum. Secara lebih legal persyaratan kompetensi pengawas
telah dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12
Tahun 2007. Kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1)
kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi
supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi
penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial.

Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas


tersebut terutama sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut.
KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH
ALIYAH
Dimensi Kompetensi
1. Kompetensi keperiba- 1.1
dian

Kompetensi
Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan
pendidikan.
1.2 Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah
baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya
mau-pun tugas-tugas jabatannya.
1.3 Memiliki rasa ingintahu akan hal-hal baru tentang
pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya.
1.4 Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada

2. Kompetensi Supervisi

2.1

Manajerial.

stakeholder pendidikan.
Menguasai metode, teknik dan prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis.

2.2 Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program pendidikan sekolah menengah yang sejenis.
2.3 Menyusun metode kerja, instrumen yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepengawasan di sekolah menengah yang sejenis.
2.4

Menyusun laporan hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan
berikutnya di sekolah menengah yang sejenis.

2.5

Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan


administrasi satuan pendidikan berdasarkan ma-

najemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah


menengah yang sejenis.
2.6

Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah menengah yang sejenis.

2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah menengah yang
sejenis.
2.8 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidik-an
dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu
kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi se3. Kompetensi supervisi

3.1

akademik.

kolah menengah yang sejenis.


Memahami konsep, prinsip, teori dasar,
karakteristik, dan kecendrungan perkembangan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.2

Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi,


karakteristik, dan kecendrungan perkembangan proses pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.3

Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis berlandaskan standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan
KTSP.

3.4 Membimbing guru dalam memilih dan mengguna-

kanstrategi/metode/teknik pembelajaran/bombingan
yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa
melalui

mata

pelajaran

dalam

rumpun

mata

pelajaran yang relevan di Sekolah menengah yang


sejenis.
3.5

Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.6

Membimbing dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan


atau di di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.

3.7

Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan
dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap mata
pela-jaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.8

Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi


informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

4. Kompetensi evaluasi

relevan di sekolah menengah yang sejenis.


4.1 Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pen-

Pendidikan.

didikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
4.2

Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek


yang penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.3

Menilai kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan


staf sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas
pokok dan tanggungjawab untuk meningkatkan
mutu mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.4

Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan


dan hasil belajar siswa serta menganlisisnya untuk
per-baikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata
pe-lajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian


untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/
bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang
sejenis.
4.6

Mengolah dan menganlisis data hasil penilaian


kiner
-ja kepala sekolah, kinerja guru dan staf lsekolah di

5. Kompetensi penelitian

5.1

Pengembangan.

sekolah menengah yang sejenis.


Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan meto-de
penelitian dalam pendidikan.

5.2

Menentukan masalah kepengawasan yang penting


diteliti baik untuk keperluan tugas kepengawasan
maupun untuk pengembangan karirnya sebagai
pengawas.

5.3

Menyusun proposal penelitian pendidikan proposal


penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.

5.4

Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok

10

tangjawabnya.
5.5

Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian


pendidikan baik data kualitatif maupun kuantitatif.

5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan dan atau dalam bidang kepengawasan dan
memanfaatkannya

untuk

perbaikan

mutu

pendidikan.
5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul
yang diperlukan untuk melaksnakan tugas pengaasan di sekolah menengah yang sejenis.
5.8

Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun

6. Kompetensi sosial

6.1

pelaksanaannya di sekolah menengah yang seje-nis.


Bekerjasama dengan beberapa pihak dalam rang-ka
meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.


Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama
pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui
bahwa aspek-aspek pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina
kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina
kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah,
membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih
dan menggunakan strategi/ metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat
mengembangkan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah
dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan
kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk
menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya,
memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala
sekolah dalam memper-siapkan akreditasi.
11

Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam pelaksanaan supervisi


akademik adalah mencakup membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam
memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan,
membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau
lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan
menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, memotivasi guru
untuk memanfaatkan teknologi informasi.
Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
tampaknya di samping dituntut memiliki kompetensi seperti yang diuraikan di
atas juga dilengkapi dan didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan
yang lain, seperti: prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi. Seorang
pengawas harus dapat merencanakan program supervisi dan melaporkan hasilnya.
Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas
formal adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi,
kabupaten, dan tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal
adalah pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah
senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis pengawas tersebut harus memiliki kompetensi
kepengawasan. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1)
kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan pengajaran, (3)
menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5) menyiapkan
bahan-bahan

pelajaran,

(6)

menyelenggarakan

penataran

guru-guru,

(7)

memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan


layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat,
dan (11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).
Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas berkaitan dengan
pengem-bangan kurikulum. Secara lebih legal persyaratan kompetensi pengawas
telah dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12
Tahun 2007. Kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1)

12

kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi


supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi
penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial.
Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas
tersebut terutama sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut.
KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH
ALIYAH
Dimensi Kompetensi
1. Kompetensi keperiba- 1.5
dian

Kompetensi
Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan
pendidikan.
1.6 Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah
baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya
mau-pun tugas-tugas jabatannya.
1.7 Memiliki rasa ingintahu akan hal-hal baru tentang
pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya.
1.8 Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada

2. Kompetensi Supervisi

2.1

Manajerial.

stakeholder pendidikan.
Menguasai metode, teknik dan prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis.

2.2 Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program pendidikan sekolah menengah yang sejenis.
2.3 Menyusun metode kerja, instrumen yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepengawasan di sekolah menengah yang sejenis.
2.4

Menyusun laporan hasil pengawasan dan menin-

13

daklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan


berikutnya di sekolah menengah yang sejenis.
2.5

Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan


administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah
menengah yang sejenis.

2.6

Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah menengah yang sejenis.

2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah menengah yang
sejenis.
2.8 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidik-an
dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu
kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi se3. Kompetensi supervisi

3.1

akademik.

kolah menengah yang sejenis.


Memahami konsep, prinsip, teori dasar,
karakteristik, dan kecendrungan perkembangan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.2

Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi,


karakteristik, dan kecendrungan perkembangan proses pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.3

Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis berlan-

14

daskan standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan
KTSP.
3.4 Membimbing guru dalam memilih dan menggunakanstrategi/metode/teknik pembelajaran/bombingan
yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa
melalui

mata

pelajaran

dalam

rumpun

mata

pelajaran yang relevan di Sekolah menengah yang


sejenis.
3.5

Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.6

Membimbing dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan


atau di di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.

3.7

Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan
dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap mata
pela-jaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

3.8

Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi


informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

4. Kompetensi evaluasi
Pendidikan.

relevan di sekolah menengah yang sejenis.


4.1 Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.

15

4.2

Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek


yang penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.3

Menilai kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan


staf sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas
pokok dan tanggungjawab untuk meningkatkan
mutu mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.4

Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan


dan hasil belajar siswa serta menganlisisnya untuk
per-baikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata
pe-lajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian


untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/
bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang
sejenis.
4.6

Mengolah dan menganlisis data hasil penilaian


kiner
-ja kepala sekolah, kinerja guru dan staf lsekolah di

5. Kompetensi penelitian

5.1

Pengembangan.

sekolah menengah yang sejenis.


Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan meto-de
penelitian dalam pendidikan.

5.2

Menentukan masalah kepengawasan yang penting


diteliti baik untuk keperluan tugas kepengawasan
maupun untuk pengembangan karirnya sebagai
pengawas.

5.3

Menyusun proposal penelitian pendidikan proposal

16

penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.


5.4

Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok
tangjawabnya.

5.5

Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian


pendidikan baik data kualitatif maupun kuantitatif.

5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan dan atau dalam bidang kepengawasan dan
memanfaatkannya

untuk

perbaikan

mutu

pendidikan.
5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul
yang diperlukan untuk melaksnakan tugas pengaasan di sekolah menengah yang sejenis.
5.8

Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun

6. Kompetensi sosial

6.1

pelaksanaannya di sekolah menengah yang seje-nis.


Bekerjasama dengan beberapa pihak dalam rang-ka
meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.


Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama
pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui
bahwa aspek-aspek pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina
kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina
kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah,
membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih
dan menggunakan strategi/ metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat
mengembangkan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah
dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan
17

kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk


menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya,
memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala
sekolah dalam memper-siapkan akreditasi.
Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam pelaksanaan supervisi
akademik adalah mencakup membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam
memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan,
membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau
lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan
menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, memotivasi guru
untuk memanfaatkan teknologi informasi.
Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tampaknya di
samping dituntut memiliki kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga
dilengkapi dan didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain,
seperti: prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi. Seorang pengawas harus
dapat merencanakan program supervisi dan melaporkan hasilnya.
2.3 Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik Supervisi Pendidikan
Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya dengan baik apabila
dalam melaksanakan tugasnya berpegang dan berpedoman pada prinsip-prinsip
supervisi. Prinsip-prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah:
1.

Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan supervisi tersebut


hendaknya berlandaskan pada data obyektif yang diperoleh dari kenyataan
yang dialami oleh guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk
memperoleh data tersebut diper-lukan berbagai alat perekam data, seperti
angket, lembar observasi, cheklist, pedoman wawancara, dan yang lainnya.
Ciri yang lainnya adalah dilakukan secara sistematis, berencana, dan
berkelanjutan.

18

2.

Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di dalam pelaksanaan


tugas supervisi dilandasi oleh suatu hubungan kemanusiaan yang akrab dan
hangat, menjumjung tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan
kesejawatan, bukan berdasarkan pada hubungan atasan dan bawahan.

3.

Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha bersama, memberi


dukungan, menstimulasi, sehingga guru merasa bertumbuh.

4.

Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu mengembangkan


dan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara
yang menakutkan (Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890).
Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam pelaksanaannya

sebaiknya didukung dengan menggunakan metode dan beberapa teknik yang


dapat digunakan oleh seorang pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif. Metode supervisi yang dimaksudkan adalah metode langsung dan tidak
langsung (Ametembun. 1975). Metode langsung merupakan suatu cara dimana
seorang pengawas secara pribadi langsung dapat berhadapan dengan guru yang
disupervisi baik secara individu maupun secara kelompok. Kemudian metode
tidak langsung apabila seorang pengawas dalam melaksanakan fungsinya dengan
menggunakan alat perantara atau media terhadap guru yang disupervisinya.
Demikian pula yang dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada yang disebut
dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan
pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri, dan ada pula teknik
supervisi bersifat kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru,
diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, lokakarya, diskusi
panel, seminar, simposium, demontrasi, perpustakaan jabatan, buletin supervisi,
membaca langsung, mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah
untuk staf sekolah (Sahertian dan Mataheru. 1982). Pemilihan terhadap salah satu
metode supervisi tersebut akan berkaitan erat dengan penggunaan suatu teknik
supervisi. Pemilihan dan penggunaan metode supervisi langsung misalnya dapat
digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi kunjungan kelas, pertemuan
individual, dan rapat guru. Demikian pula pemilihan dan penggunaan metode
supervisi tidak langsung, dapat digunakan secara bersamaan dengan teknik

19

supervisi, misalnya, buleletin supervisi, papan pembinaan, angket, dan televisi.


Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi tersebut ada
pendapat yang menekankan pada penggunaan metode langsung dan teknik
individual, bahkan lebih jauh menyatakan bahwa pengawas dinyatakan belum
melakukan kegiatan supervisi apabila tidak menggunakan teknik individual.
Dengan demikian seorang supervisor tersebut haruslah melakukan kunjungan
kelas, observasi, dan percakapan, karena dengan kunjungan kelas inilah
kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar dapat dideteksi (Neagley dan
Evans. 1980). Sehubungan dengan pentingnya teknik kunjungan kelas, observasi
yang didahului dengan percakapan, maka kunjungan kelas tersebut lebih lanjut
disebut dengan tulang punggung supervisi.

Tabel 2.1
Siklus Kegiatan Supervisi
Kunjungan Kelas

Percakapan sebelum observasi

2.

Observasi/ku
njungan Kelas

3. Percakapan setelah
observasi

Sejalan

dengan

perkembangan

iptek

supervisi

juga

mengalami

perkembangan. Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi


Departemen P dan K juga memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil
karya Morris Cogan dan Robert J. Krajewski yang telah dikembangkan pada
tahun 1961. Model supervisi ini dianggap efektif, oleh karena itu banyak pakar

20

yang ikut mengembangkannya antara lain Cogan, Mosher dan Perpel, Oliva,
Robert Goldhamamer (Bafadal.1992). Perbedaan pengembangan di antara para
pakar tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya, ada yang 3 langkah, 5
langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang paling banyak diikuti adalah yang terdiri
dari 3 langkah, demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya terbatas pada
guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang ingin
mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan langkah proses dalam
siklusnya tampak dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2
Deskripsi Siklus Supervisi Klinik
Cogan (1973)

Mosher dan

Oliva (1984)

Perpel (1972)
Membangun dan

Kontak dan

menetapkan

komunikasi

hubungan.

dengan guru
Perencanaan

Goldhammer,

Bafadal.

dkk. (1981).

1992

untuk

Pertemuan

Tahap

Perencanaan

merenca-

sebelum

pertemu-

dengan guru.

nakan

observasi.

an awal.

observasi
Perencanaan
kegiatan observasi
Tahap
Observasi kelas

Observasi.

Observasi

Observasi kelas

kelas

observasi
mengajar

Analisis proses

Analisis data

belajar mengajar.

strategis.

21

Perencanaan

Evaluasi dan

Tindak lanjut

Pertemuan

Tahap

pertemuan.

analisis

observasi.

supervisi.

pertemuan

Pertemuan.

Analisis sesudah

balikan.

pertemuan
Penjajagan

supervisi.

pertemuan
berikutnya.
2.4 Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk dapat
mencapai tujuannya secara efektif seorang supervisor dapat menggunakan
berbagai pendekatan yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik,
artistik, dan klinik (Sahertian. 2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1)
dilaksanakan secara berencana dan kontinyu, (2) sistematis dan menggunakan
prosedur serta teknik tertentu, (3) menggunakan instrumen pengumpulan data, dan
(4) data obyektif yang diperoleh dari keadaan riil, dan dianalisis. Supervisi artistik
memandang bahwa mengajar itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan
suatu kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa supervisi bekerja menyangkut untuk
orang lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan supervisi akan berhasil
apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling mengerti, dan saling mengakui dan
menerima orang sebagaimana adanya, sehingga orang lain merasa aman dan mau
maju. Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L. Cogan, Robert
Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima
puluhan dan awal tahun enam puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik
dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon
guru yang berperaktek mengajar. Penekanannya adalah pada klinik atau dalam
pengobatan dan penyembuhan, yang diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara
supervisor dengan calon guru. Supervisi klinik lebih memusatkan perhatiannya
pada perilaku guru yang aktual di kelas.

22

Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan supervisi


pengajaran menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi
belajar, yaitu psikologi behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral
memandang belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya.
Belajar adalah hasil peniruan atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika
berhasil dan hukuman jika gagal. Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran
bahwa belajar adalah hasil keingintahuan individu untuk menemukan rasionalitas
dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar dipandang sebagai proses
pembawaan yang berkembang (terbuka). Guru menunjang keingintahuan individu
dari hasil belajar melalui self-discovery. Psikologi kognitif berpendapat bahwa
belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan individu dengan dunia
di luar dirinya. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru
dan murid. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan
murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi.
Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan sebagai proses
perbaikan dan peningkatan kelas dan sekolah melalui kerjasama secara langsung
dengan guru. Untuk itu, maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya
yang sesuai dengan tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran tertentu.
Pemilihan kegiatan supervisi yang bersumber dari pandangan mendasar itu
menjadikan supervisi lebih kokoh karena memiliki pijakan ilmiah dan lebih
efektif. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan guru itu, tokohnya Carl D.
Glickman menyebutnya supervisi perkembangan. Gambaran tentang belajar dan
supervisi ditabelkan, sebagai berikut di bawah ini:
Tabel 2.3
PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Tanggungjawab siswa
Tanggungjawab guru
Pandangan psikologi

Tinggi
Rendah
Humanistik

Sedang
Sedang
Kognitivistik

Rendah
Tinggi
Behavioralistik

tentang belajar.
Metode belajar.

Menemukan sendiri

Mencoba-coba

Dikondisikan

(Self-Discovery).

(eksperimentasi)

(conditioning).

Tabel 2.4
23

PANDANGAN TENTANG SUPERVISI


Tingkat komitmen guru
Tigkat abstraksi guru
Tanggungjawab supervisor
Orientasi supervisi
Metode utama

Tinggi
Tinggi
Rendah
Nondirektif
Penilaian diri

Sedang
Sedang
Sedang
Kollaboratif
Kontrak bersama

Rendah
Rendah
Tinggi
Direktif.
Menetapkan pato-

sendiri

(Self assessment)

kan (Delineated
standard)

Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh setiap individu guru,
yaitu dimensi derajat komitmen dan dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat
abstraksi seperti yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan
supervisi pengajaran yang dapat dikembangkan adalah supervisi yang berorientasi
pada pendekatan nondi-rektif, kolaboratif, dan direktif. Dalam hubungan ini
Sergiovanni (1991) mengembangkan supervisi dengan menambahkan dua dimensi
baru, yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab guru yang bisa dilhat derajat
kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan memadukan supervisi
individual, kolegial, dan informal dengan membangun suatu kerangka berpikir
yang baru dalam supervisi seperti yang ada dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.5
DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU

Tinggi

24

D
e
r
a
j
a
t
Derajat komitmen

+Kuadran 3.
Pengamat analitik

Rendah

-Kuadran 1.
Guru DO

Supervisi direktif adalah

a
b
s
t
r
a
k
Rendah
s
i
pendekatan yang

++
Kuadran 4.
Profesional

Tinggi

-+
Kuadran 2.
Guru kurang perhatian

didasarkan pada keyakinan

bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi
yang telah ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif.
Peran supervisor adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan
menilai kompetensi yang telah ditetapkan. Supervisi kolaboratif adalah
pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah
pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang ikut
serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah, eksperimen, dan
mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan dengan
lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah,
para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan
perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi nondirektif berasumsi bahwa
belajar pada dasarnya adalah penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya
harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman
murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah mendengarkan, tidak memberikan
pertimbangan,

membangkitan

kesadaran

sendiri

dan

mengklarifikasikan

pengalaman guru (Glickman. 1990).


Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan supervisor
dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang

25

bagaimana seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus
berkembang ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman
(1980) disebut supervisi perkembangan, karena tujuan supervisi menurutnya
adalah membantu guru belajar bagaimana para guru meningkatkan kapasitas
mereka untuk mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di
sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi dari supervisi tersebut adalah proses
bantuan, oleh karena itu maka bantuan supervisi tersebut sebaiknya diberikan
apabila diperlukan oleh guru-guru. Pengembangan masing-masing model
supervisi pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi kolaboratif,
dan supervisi non direktif secara lebih lengkapnya akan diuraikan dalam
pembahasan selanjutnya.
a. Supervisi Pengajaran Direktif
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan
bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi
yang telah ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif.
Pendekatan supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999)
disebut juga dengan pendekatan supervisi pengajaran berdasarkan kompetensi.
Peran

supervisor

dalam

menerapkan

pendekatan

direktif

ini

adalah

mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang


telah ditetapkan.
Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan direktif tersebut
dimulai dengan: (1) pre conference, (2) observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4)
post conference, (5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida
Sahertian. 1990). Langkah-langkah ini yang semestinya dilakukan oleh seorang
supervisor, yang dalam hal ini bisa jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap
guru-guru, ataupun oleh seorang kepala sekolah terhadap guru-guru dalam rangka
meningkatkan kompetensinya dalam mengajar.
Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk mendapatkan gambaran
yang jelas dan dapat memilih permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru,
sehinggga seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan

26

diobservasinya, yangn lebih lanjut akan dapat menetapkan tindakan apa yang akan
dapat dilaksanakan.
Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam kelas dan
mengadakan observasi. Dalam melaksanakan observasi tersebut seorang
supervisor mengamati perilaku siswa dari awal sampai akhir pelajaran. Untuk
lebih mudahnya dalam melakukan supervisi alat yang berupa cheklist dapat
digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku siswa lainnya yang dianggap
perlu juga dapat dan perlu dicatat.
Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam melakukan observasi
dibuatkan semacam tabulasi data tentang perilaku siswa, sehingga lebih lanjut
data tersebut dapat dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap
perilaku siswa tersebut. Kesimpulan dari hasil analisis tersebut akan dapat
menyimpulkan bahwa bisa jadi perilaku siswa tersebut bisa positif ataupun
negatif. Dalam proses pembelajaran selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa
tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada hasil analisis data observasi tersebut
akan dapat disimpulkan bahwa guru tersebut sering mengalami kesulitan dalam
menghadapi perilaku siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus diberitahukan dan
diketahui oleh guru.
Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan guru kembali
membahas cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh guru, membuat
rencana pembelajaran sebagai perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh
pengawas, menetapkan jadwal observasi berikutnya setelah demonstrasi.
Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali evaluasi terhadap
penerapan berbagai contoh yang telah diberikan dan dilakukan oleh supervisor
dalam melaksanakan demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan
dilaksnakan oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan program yang akan
diambil pada masa-masa berikutnya.
Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan direktif ini, maka
dibahas beberapa hal, (1) menjelaskan masalah-masalah guru sehingga dapat
dipahami dengan jelas, (2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang
seharusnya dikumpulkan dan bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan

27

dan memberi petunjuk kepada guru mengenai usaha apa yang diperlukan sesudah
terkumpul dan dianalisa, (4) mendemon-trasikan kepada guru bagaimana
mengajar yang baik, agar guru mau saling mengunjungi dalam mengajar, (5)
menstandarkan tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan, dan (6)
meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk memberikan dorongan
psychologis. (Sahertian. Ida Aleida Sahaertian. 1990).
Kemudian Bafadal (1992) menguraikan bahwa secara umum langkahlangkah yang dilakukan oleh seorang pengawas dalam mlaksanakan supervisi
adalah mencakup 10 langklah. Langkah-langkah yang dimaksudkan dapat dilihat
seperti yang terdapat dalam gambar bagan di bawah ini.
Bagan Langkah-langkah Secara Umum dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran.
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G

1-4 Tidak langsung

5-7 Kolaboratif

8-10 Langsung

Apabila gambar bagan perilaku pengawas tersebut lebih dicermati, maka


akan tampak perilaku supervisi pengajaran tersebut terbentang dalam satu garis
kontinum. Semakin ke kanan tanggungjawab supervisor semakin kecil.

28

Untuk lebih mudahnya dapat memahami langkah-langkah pendekatan


supervisi pengajaran direktif dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini.
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
g

Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar, dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
2. Mempresentasikan ide dilakukan.
3. Memastikan apa yang harus
4. Mendemonstrasikan
5 Menetapkan Standar
6. Menggunakan insentif
Sosial dan material.

b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif.


Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi
bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini
ada dua orang atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah
masalah, eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang

29

dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing


ke proses pemecahan masalah, para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga
agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Penerapan
pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999)
disebut juga supervisi klinis.
Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru merupakan teman
sejawat dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas. Masalahmasalah tersebut seringkali dipusatkan pada: (1) kesadaran dan kepercayaan diri
dalam melaksanakan tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan dalam mengajar, yang meliputi keterampilan dalam menggunakan
variasi dalam mengajar dan menggunakan stimulus, keterampilan dalam
melibatkan siswa dalam proses belajar, serta keterampilan dalam mengelola kelas
dan disiplin siswa.
Dalam

melaksanakan

supervisi

dengan

menggunakan

pendekatan

kolaboratif sebaiknya melalui lima langkah, yaitu: (1) pembicaraan praobservasi,


(2) melaksanakan observasi, (3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4)
melaksanakan pembica-raan tentang hasil supervisi, dan (5) melakukan analisis
setelah pembicaraan.
Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan istilah
pembicaraan pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama
membicarakan rencana keterampilan apa yang akan diobservasi atau dicatat. Pada
tahap ini memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk
mengientifikasi keterampilan mana yang memerlukan perbaikan. Keterampilan
yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam bentuk rumusan tingkah laku yang
dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan dan ditentukan jenis data
apa ang akan dicatat selama pembelajaran berlangsung. Dalam pembicaraan
praobservasi ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga tercipta ikatan
kolegial antara supervisor dan guru yang harmonis. Terdapat lima masalah yang
harus dicermati dalam pembicaraan pendahuluan ini, yaitu: menciptakan suasana
yang akrab antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana pelajaran serta
tujuan pelajaran, mencermati kembali komponen keterampilan yang akan

30

dilatihkan dan diamati, memilih dan mengembangkan instrumen observasi, dan


membicarakan bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang instrumen
observasi yang dipilih.
Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan latihan dalam
tingkah laku mengajar tertentu yang telah dipilih. Di sisi lain sementara guru
berlatih, maka supervisor mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru,
interaksi antara guru dan siswa.
Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-catatan observasi di
kelas. Tujuannya adalah mengartikan data yang diperoleh dan selanjutnya
merencanakan pertemuan dengan guru untuk menususn strategi pembelajaran
selanjutnya.

Dalam

melakukan

analisis,

supervisor harus

menggunakan

kategorisasi perilaku mengajar dan melihat data yang dikumpulkan itu atas
kategori yang ditetapkan.
Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk memberikan balikan
kepada guru dalam memperbaiki perilaku mengajarnya. Ada beberapa langkah
yang dilakukan dalam tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara
umum, atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta memberi penguatan, (2)
mengamati kembali tujuan pembelajaran, (3) mencermati keterampilan serta
perhatian utama guru, (4) menanyakan perasaan guru tenang jalannya pengajaran
berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data rekaman dan memberi kesempatan
kepada guru menafsirkan data tersebut, (6) menginterpretasikan data rekaman
secara bersama, (7) menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data
tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya merupakan
keinginan atau target guru dan apa sebernarnya yang telah terjadi dan dicapai, dan
(9) menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan
hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya.
Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis tersebut adalah
analisis sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini supervisor haus meneliti ulang apa
yang telah yang telah dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar
yang ditetapkan dalam pra-observasi dan kriteria yang dipakai dalam melakukan
observasi. Di samping itu, perlu dibicarakan hasil evaluasi diri tentang

31

keberhasilan supervisor dalam membantu guru. Kegiatan ini akan mudah


dilakukan apabila supervisor mempunyai catatan yang lengkap tentang proses
kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam dengan video.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan
supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam
sebuah bagan sebagai berikut di bawah ini.

PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF.


1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G

Keterangan:
Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang sama tau seimbang, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempresentasikan
2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
3. Mendengarkan
4. Mengajukan alternativ pemecahan masalah.
5. Negoisasi
c. Supervisi Pengajaran Nondirektif

32

Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah


pengalaman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan
masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran
supervisor

adalah

mendengarkan,

tidak

memberikan

pertimbangan,

membangkitan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru


(Glickman. 1990). Supervisi nondirektif ini oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999)
disebut juga dengan nama pendekatan humanistik. Pendekatan non direktif ini
timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai alat
semata-mata dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar. Dalam proses
pembinaan guru mengalami perkembangan secara terus menerus, dan program
supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Tugas supervisor
adalah membimbing guru-guru sehingga makin lama guru makin dapat berdiri
sendiri dan berkembang dalam jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar
dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara
real. Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman itu secara aktif.
Dorongan dapat berasal dari yang bersifat fisiologis yang kemudian secara
berangsur-angsur berubah menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau
internal, yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar merupakan kewjiban yang
harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor percaya bahwa guru mampu
melakukan analisis dan memecahkan masalah yang dihadapinya dalam tugas
mengajarnya. Guru merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan
mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab terjadinya
dalam perubahan tersebut. Supervisor hanya befungsi sebagai fasilitator dengan
menggunakan struktur formal sekecil mungkin.
Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam melaksanakan
supervisi tidak ditunut untuk menggunakan format yang standar, tetapi agar
dissuaikan dengan kebutuhan guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya
terbatas melakukan observasi saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan analisis
dan interpretasi, atau bisa jadi hanya melakukan komunikasi yang berupa
mendengar penjelasan guru tanpa memberi sumber bahan belajar yang diminta
guru. Walaupun secara umumnya dapat disebutkan bahwa pelaksanaan supervisi

33

pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga langkah, tetapi dapat
secara lebih teknis dirinci sebagai berikut di bawah in.
a.

Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing apakah dalam


mengajarnya guru tersebut mengalami masalah. Pembicaran tersebut
dilakukan secara informal. Jika dalam pembicaraan tersebut guru tidak
memerlukan bantuan, maka proses supervisi akan berhenti.

b.

Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan observasi kelas.


Dalam melaksanakan observasi tersebut supervisor duduk di belakang tanpa
menggunakan catatan-catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas.

c.

Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan, supervisor kembali


ke kantor memikirkan kemungkinan kekeliruan guru dalam melakasanakan
proses belajarnya. Jika menurut supervisor, guru telah menemukan
jawabannya maka supervisor tidak tidak perlu memberikan bantuannya.
Apabila diminta oleh guru supervisor hanya menjelaskan dan melukiskan
keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan penilaian. Supervisor kemudian
menanyakan kepada guru, apakah memerlukan saran, dan memberikan
kesempatan untuk mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih baik.

d.

Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu


guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir, mengenai apa yang
sudah dicapai oleh guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih
memerlukan bantuan lagi.

e.

Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interpretasi


berdasarkan penilaian supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru, kepala
sekolah, atau atasan kepala sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan

supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam


sebuah bagan sebagai berikut di bawah ini
PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi

34

3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G

Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih kecil dari guru,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.

Mendengarkan
2.
3.
4.
5.

Mendorong
Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
4. Pemecahan Masalah
5. Memastikan Tindakan.

2.5 Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan


Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial
terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat
diketahui bahwa supervisi pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan
supervisi akademik yang dalam pelaksanaan supervisi akademik tersebut
mencakup aspek-aspek monitoring dan membim-bing guru dalam menyusun
silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan,
membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik
pembelajaran/bimbingan,

membimbing

guru

dalam

menyusun

rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam pelaksanaan


pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam
mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan
fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi.

35

Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup aspek-aspek


pembinaan dan monotoring kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi
satuan pendidikan, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan
bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru dalam menyusun silabus,
membimbing guru dalam memilih dan menggu-nakan strategi/metode/teknik
pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembang-kan potensi siswa melalui mata
pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil
yang

dicapainya

untuk

menemukan

kelebihan

dan

kekurangan

dalam

melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional


pendidikan, dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.
Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi akademik dan
supervisi manajerial tersebut seorang pengawas dituntut untuk mampu
mengembangkan beberapa program perencanaan, seperti rencana program
kepengawasan akademik dan rencana kepengawasan manajerial, rencana program
tahunan, dan rencana program semester. Demikian pula semua jenis rencana
program tersebut di dalamnya supaya mencakup: (1) aspek masalah, (2) Tujuan,
(3) indikator, keberhasilan, (4) strategi/metode kerja (teknik supervisi yang
digunakan), (5) sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7) penilaian dan instrumen,
dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis rencana program kepengawasan
tersebut dapat dilihat dalam beberapa tabel seperti contoh di bawah ini.
a.

Rencana Program Kepengawasan Akademik


Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah yang akan
disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah
yang disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.
Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA)
No Aspek yang disupervisi

Semester/Tahun

Sekolah

Skor (Yang

sasaran

diisi pengawas).

36

1
2
3
Rata-rata skor
b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)
Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah yang akan
disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah
yang disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.

Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)


No Aspek yang disupervisi

Semester/Tahun

Sekolah

Skor (Yang

sasaran

diisi pengawas).

1
2
3
Rata-rata skor
c. Rencana Program tahunan
Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis sarana,
tahun/semester pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor yang akan diisi oleh
pengawas.
Rencana Program tahunan
No

Jenis rencana

Tahun

Jumlah

Skor yang diisi

sekolah binaan

oleh pengawas

37

Rencana Program Semeteran


No

Jenis rencana

Semester

Jumlah

Skor yang diisi

sekolah binaan

oleh pengawas

Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan beberapa


jenisnya seperti yang telah diuraikan di atas, pengawas dituntut juga untuk
melaporkan hasil kepengawasan yang dilakukannya tersebut. Demikian juga
pelaporannya dilakukan secara tertulis dengan mengikuti suatu penulisan yang
sistematikannya mengikuti suatu prosedur dan langkah tertentu. Sistematika
penulisan laporan tersebut meliputi komponen sebagai berikut di bawah ini.
SISTEMATIKA
PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN
BAB I Pendahuluan
a.

Latar belakang masalah

b.

Fokus masalah

c.

Tujuan dan sasaran pengawasan.

d.

Ruang lingkup pengawasan.

BAB II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah


BAB III Pendekatan dan Metode
BAB IV Hasil Pengawasan
a. Hasil Pengawasan
b. Pembahasan Hasil
Bab. VI

Penutup
a. Simpulan.
b. Saran

38

Anda mungkin juga menyukai