Anda di halaman 1dari 16

ENDOMETRIOSIS

OLEH:
Puja Agung Antonius
( PPDS T-3B )
Modul Subfertil


Departemen Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUP Cipto Mangunkusumo
Februari 2015

ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama :

Ny. V

Jenis kelamin :

Perempuan

Umur

32 th

Pendidikan

Tamat SLTA

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Agama

Islam

Suku/bangsa :

Sunda/ Indonesia

Alamat

Tambun, Bekasi

Masuk RSCM :

10/02/2015

No RM

399-12-24


II. ANAMNESA
Autoanamnesis tgl 10/02/2015
Keluhan Utama :
Nyeri haid sejak 6 bulan SMRS ( VAS 8)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri haid sejak 6 bulan SMRS. Pasien juga mengaku teraba
benjolan di perut bawah sejak 3 tahun yang lalu. Namun pasien tidak pernah periksa
ke RS. Berat badan turun 14 kg sejak 6 bulan belakangan. Perdarahan menstruasi
yang banyak tidak ada. Perdarahan pasca berhubungan disangkal. Nyeri membaik
dengan makan obat asam mefenamat. Pasien sudah 6 tahun menikah, tapi belum
punya anak. Pasien mengaku belum pernah menjalani pemeriksaan mengenai
infertilitas sama sekali. Pasien tinggal serumah dengan suami, hubungan sexual
2x/minggu, tidak ada nyeri saat berhubungan. Nyeri saat BAB dan BAK tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi , DM, asma, alergi dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat pengobatan : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi , DM, asma, alergi dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat menstruasi :
Menarche usia 12 thn, siklus teratur 28 - 30 hari, lama haid 7 hari, ganti pembalut 2-
3x, nyeri haid (+) , HTA 17 januari 2015 . Menstrual diary : 15/11/14, 16/12/14
Riwayat menikah

Satu kali, tahun 2007


Riwayat obsteri

P0A0
Riwayat KB:
Tidak memakai KB
Riwayat kebiasaan

Suami : pegawai swasta, merokok 1 bungkus sehari dan minum kopi


Istri : IRT, tidak merokok dan tidak minum kopi.
Riwayat operasi :
Tidak ada
III.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum : Baik TB : 157 cm

Kesadaran : CM BB : 67 kg

Tanda vital : TD 120/80 mmHg N 90x/ RR 18x/ S 36.5C

Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut, distribusi


merata.

Mata

: Pupil bulat isokhor, conjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

THT

: Mukosa tidak hiperemis, sekret (-)

Leher : KGB tidak tampak membesar

Thorax

v Cor : S1-S2 normal regular, mur-mur (-), gallop (-)


v Pulmo : Suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
v Mammae : Simetris, besar normal

Abdomen : Datar , lembut , bising usus (+)

Anogenital : lihat status ginekologikus

Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, refleks

fisiologis +/+, deformitas (-)


B. Status Ginekologikus
I

: Vulva uretra tenang, perdarahan tidak ada.

Io : Portio licin, ostium tertutup, fluor negatif, flukus negatif


RVT : CUT sedikit membesar, AF, teraba massa kistik pada adnexa kanan hingga 3
jari diatas simfisis, mobilisasi terbatas, melekat dengan jaringan sekitar

TSA baik, mukosa licin, ampula tidak kolaps, teraba nodul pada region
rectoservix


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
DPL : 12,9/38,9/10290/326000//89,8/29,8/33,3
PT 0,8 x APTT 1,1 0x
ALT/AST:15/10 Ur/Cr 23/0.7
Albumin : 4,2 AMH : 0,78 Ca-125 126,7
HBsAg non reactive
UL : dalam batas normal
SA : Asthenoteratozoospermia
HSG : Kedua tuba paten

Pemeriksaan USG
USG 16/12/14
Uterus AF bentuk dan ukuran membesar, berbenjol. Terdapat massa hiperekhoik
dengan batas tidak tegas di korpus uteri ukuran 26,7x21,7 mm kemungkinan berasal
dari adenomiosis. Tampak massa hipoekhoik dengan ekhointerna di adneksa kanan
uk 63,5x39 mm dan massa serupa di adneksa kiri uk 21x16 mm, kemungkinan
berasal dari kista endometriosis bilateral. Terdapat perlekatan pada genitalia interna
Pemeriksaan Foto Rontgen
Cor dan pulmo dalam batas normal

MRI :
Adenomiosis sisi posterior korpus uteri dengan ketebalan 21 mm dari kavum uteri
Kista endometriosis ovarium bilateral
Deep infiltrated endometriosis pada kavum douglas dan rektoserviks ( 13 dan 7 mm)
IV.

MASALAH

Dismenorhea ec adenomiosis
Kista endometriosis bilateral
DIE di kavum douglas dan rektoserviks
Perlekatan genitalia interna
Infertilitas primer 7 tahun
V.

TATALAKSANA

Rencana Histeroskopi Diagnostik dan Laparoskopi Operatif ( adesiolisis, kistektomi


bilateral, reseksi nodul, sampai reseksi adenomiosis )
VI.

PROGNOSA

Dubia

VII. PERJALANAN PENYAKIT


Pasien dilakukan histeroskopi diagnostik dan laparoskopi operatif di IBS
tanggal 11/02/2015 . Pada waktu dilakukan sondase , terdapat sedikit tahanan
sewaktu memasukkan sonde. Uterus AF, 8 cm. pada saat histeroskopi didapatkan ost
serviks eksterna, kanalis servikalis dan ost serviks interna dalam batas normal.
Intrakavum ditemukan septum uteri berasal dari fundus hingga sebagian kavum
uteri, tebal 10 mm, dilakukan reseksi menggunakan resektoskopi. Pada pandangan
laparoskopi didapatkan omentum melekat pada dinding peritoneum, dilakukan
adhesiolisis, didapatkan kompleks massa yang terdiri dari massa kista dengan
permukaan licin ukuran 80 mm berasal dari ovarium kiri dan 6 cm berasal dari
ovarium kanan, melekat pada korpus posterior uterus. Dilakukan adesiolisis, kista
pecah, keluar cairan coklat ~ kista endometriosis, dilakukan kistektomi bilateral.
Pada eksplorasi terdapat massa nodul pada rektoserviks uk 10 mm, dilakukan eksisi
dan dikirim untuk pemeriksaan PA. Perdarahan dikontrol, rongga abdomen dicuci
dengan NaCl0,9%, kemudian dilanjutkan kromotubasi, didapatkan tuba kiri non
paten. Didapatkan lesi endometrioisis multiple pada plika vesikouterina dan corpus

uteri, dilakukan elektrokauterisasi. Perdarahan 100 cc. setelah 2 hari perawatan,


pasien pulang dalam keadaan baik.

II. PEMBAHASAN
Pendahuluan
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrial ( glandula dan stroma ) .
Bagian terbanyak tempat implantasi adalah rongga panggul dan peritoneum.
Penampakan endometriosis bervariasi mulai dari lesi yang minimal pada organ
panggul yang utuh sampai kista endometriosis masif yang mendistorsi anatomi tuba-
ovarium dan perlekatan luas yang sering melibatkan usus besar, kandung kencing
dan ureter. 2,3,4
Prevalensi
Endometriosis umumnya ditemukan pada perempuan usia reproduksi tapi juga
dilaporkan pada remaja dan perempuan pasca menopause yang mendapat terapi
pengganti hormon. Ini ditemukan pada perempuan dari semua etnis dan kelompok
sosial. Pada perempuan dengan nyeri panggul atau infertilitas, prevalensi
endometriosis cukup tinggi ( dari yang paling tinggi 20% sampai yang terbanyak 90%)
telah dilaporkan. Pada perempuan tidak bergejala yang telah menjalani ligasi tuba (
perempuan yang terbukti subur), prevelansi endometriosis berkisar antara 3-43%.
Prevalensi terkini endometriosis diperkirakan mencapai 10%. Vercellini menyatakan
dalam Kongres Dunia Endomteriosis di Maastricht tahun 2005 bahwa insiden tidak
meningkat dalam 30 tahun terakhir dan tetap pada 2,37-2,49 per 1000 wanita per
tahun, sebanding dengan prevalensi lebih kurang 6-8% diagnosis dapat dengan
mudah terlewat.4,6
Epidemiologi
Endometriosis dilaporkan lebih jarang pada ras kulit hitam Afrika dan lebih sering
pada ras Asia Timur dibandingkan Kaukasia, tapi ditemukan pada semua grup etnis.
Endometriosis ditemukan pada 40-60% wanita dengan nyeri panggul dan pada 20-
30% wanita yang mengalami infertilitas. Prevalensi endometriosis berkisar antara 2-
50 % terjadi pada perempuan usia reproduktif. Pada perempuan dengan infertilitas,

prevalensi sekitar 21-47 %. Hal ini disebabkan karena endometriosis merupakan


salah satu penyebab terjadinya infertilitas. Faktor resiko endometriosis termasuk
usia menarche dini, siklus menstruasi yang singkat, aliran menstruasi berdurasi lama,
riwayat keluarga dengan endometriosis. Terdapat juga hubungan yang berlawanan
dengan paritas.4,7
Etiologi
Diketahui terdapat tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya endometriosis yaitu
1) Teori Sampson,
2) Teori Meyer,
3) Teori Halban.
Sampson mengemukakan teori transplantasi dan implantasi . Teori menyatakan
adanya menstruasi retrograde dari saluran telur ke rongga peritoneum pada tahun
1927 dan ini menjadi penjelasan dasar. Meyer mengemukakan teori metaplasia
coelomic pada tahun 1909 dan mempostulasikan bahwa jaringan, dengan potensial
untuk berkembang menjadi sel-sel menyerupai endometrium di kemudian hari,
terletak pada coelom trans-embrionik dan Halban mengatakan kemungkinan
penyebaran hematologik atau limfatik dari endometrium pada tahun 1924.
Perkembangan teknologi terbaru telah membuat munculnya teori baru. Fungsi imun
yang berubah telah mendapat kredibilitas bagi mereka yang mencari dasar
kesenjangan

antara

frekuensi

menstruasi

retrograd

dan

infrekuensi

endometriosis.4,5,8,10
Teori resistensi progesteron adalah yang paling terakhir muncul. Osteen, dalam
pembahasannya, telah menunjukkan bahwa kerusakan regulasi matriks
metaloproteinase, yang telah ditunjukkan bisa meningkatkan potensi invasif jaringan
endometrium, mungkin karena turunnya keresponsifan terhadap progesteron. 9,10

Manifestasi Klinis
Endometriosis sebaiknya dicurigai pada perempuan dengan subfertilitas, dismenorea
disparenia, atau nyeri panggul kronis. Bagaimanapun, gejala ini juga bisa
dihubungkan dengan penyakit lain. Endometriosis bisa tidak bergejala, meskipun
pada beberapa perempuan dengan penyakit lanjut (pada ovarium atau

endometriosis dengan invasi dalam pada rektovagina) 4


Faktor resiko endometriosis diantaranya siklus menstruasi yang pendek , perdarahan
yang banyak, dan durasi yang lama, kemungkinan berhubungan dengan tingginya
insiden mentruasi retrograde.4
Endometriosis bisa dihubungkan dengan gejala gastrointestinal yang signifikan (
nyeri, mual , muntah, cepat kenyang, kembung dan distensi, perubahan kebiasaan
BAB . Endometriosis sebaiknya ditangani sebagai penyakit kronis, setidaknya pada
perempuan yang sering merasakan keluhan, dan topik kualitas hidup sebaiknya
dievaluasi menggunakan kuisioner yang valid.4,10,11
Nyeri
Pada perempuan dewasa , dismenorea bisa menjadi dugaan endometriosis jika ini
mulai terjadi setelah satu tahun menstruasi bebas nyeri. Gejala lokal bisa melibatkan
rektum, ureter, kandung kemih, bahkan bisa nyeri punggung bawah bisa terjadi.
Banyak penelitian gagal untuk mendeteksi hubungan antara derajat nyeri panggul
dan beratnya endometriosis. Nyeri panggul berat dan disparenia bisa dihubungkan
dengan endometriosis subperitoneal susukan dalam . mekanisme yng mungkin
menyebakan nyeri pada pasien dengan endometriosis termasuk inflamasi peritoneal
lokal, infiltrasi dalam dengan kerusakan jaringan, terbentuknya perlekatan,
penebalan fibrotik, dan berkumpulnya darah menstrusi pada daerah perlengketan
endometriosis, yang mengakibatkan tarikan yang nyeri pada gerakan jaringan yang
fisiologis.4

Subertilitas
Ketika endometriosis dengan derajat sedang atau berat, mempengaruhi ovarium dan
menyebabkan perlengketan yang menghambat motilitas ovarium dan pengambilan
ovum ini dihubungkan dengan subfertilitas. 4
Infertilitas

Berdasarkan pada jumlah perempuan yang tidak menunjukkan gejala tapi ditemukan
mempunyai endometriosis pada waktu ligasi tuba, ini menunjukkan bahwa
prevalensi endometriosis tidak begitu penting pada perempuan tidak subur
dibandingkan perempuan yang subur dengan endometriosis. Pada perempuan yang
subur, endometriosis dilaporkan 80% minimal atau ringan dan 20 % termasuk
kategori berat. Pada perempuan dengan penyakit ringan, beberapa penelitian telah
melaporkan angka fekunditas spontan setiap bulan yang lebih rendah. Dimana
jumlah kehamilan total dibagi dengan jumlah pajanan kehamilan setiap bulan. ( 5-
11% dibandingkan dengan 25% pada populasi normal yang subur ). Bagaimanapun
juga , 10 % perempuan pada masing-masing kelompok yang telah ditangani dengan
inseminasi intrauterine, fertilisasi in vitro ( IVF), atau miomektomi- kistektomi. Masih
belum jelas apakah terdapatnya endometriosis peritoneal secara langsung
berhubungan dengan infertilitas. 4
Abortus spontan
Berdasarkan studi prospektif terkontrol , tidak ada bukti bahwa endometriosis
dihubungkan dengan keguguran berulang, atau pengobatan medis atau
pembedahan pada endometriosis mengurangi angka aborsi spontan.4
Endometriosis ekstrapelvik
Endometriosis ekstrapelvik, meskipun sering tidak bergejala, sebaiknya diduga
bahwa gejala nyeri atau massa yang teraba diluar panggul pada pola yang berulang.
Endometriosis bisa melibatkan saluran pencernaan( khususnya kolon dan rektum)
merupakan bagian yang paling sering dari penyakit ekstra pelvik dan bisa menjadi
nyeri abdomen dan nyeri punggung, distensi abdomen, perdarahan rektal yang siklik,
konstipasi, dan obstruksi. Keterlibatan uretra bisa menyebabkan sumbatan dan
berakibat nyeri siklik, nyeri berkemih dan hematuria. Endometriosis pulmo bisa
bermanifestasi sebagai pneumothorax, hemothorax, atau hemoptysis selama
menstruasi. 4
Pemeriksaan klinis

Pada banyak perempuan dengan endometriosis, tidak terdeteksi abnormalitas


selama pemeriksaan klinis. Bukti bahwa terdapat endometriosis susukan dalam (
kedalaman yang lebih dari 5 mm dibawah peritoneum) pada septum rektovagina
dengan obsliterasi cul-de-sac atau kista endometriosis ovarium sebaiknya diduga
dengan dokumentasi klinis dari nodul uterosakrum selama menstruasi, khususnya
jika kadar Ca-125 lebih tinggi dari 35 IU/ml. Pemeriksaan klinis bisa berkemungkinan
hasil negatif palsu. Meskipun diagnosis endometriosis sebaiknya dikonfirmasi
dengan biopsy lesi yang ditemukan secara laparoskopi.
Pencitraan dan endometriosis
Terdapatnya filling defects ( terdapat hipertrofik atau polipoid endometrium) bisa
dideteksi dengan histerosalfingografi mempunyai korelasi positif yang signifikan
dengan endometriosis. Nilai prediksi positif pada temuan ini adalah 84% dan prediksi
negatif adalah 75%. USG transvagina ginekologi atau transrektal merupakan alat
diagnostik penting pada penilaian kista endometriosis ovarium ( untuk membedakan
dengan massa adneksa lainnya ) dan endometriosis rektovaginal ( sensitifitas 97%
dan spesifisitas 96%). Teknik pencitraan lainnya adalah CT dan MRI , bisa digunakan
untuk menyediakan informasi tambahan dan konfirmasi diagnosis, tapi tidak bisa
digunakan sebagai diagnosis primer.
Tindakan laparoskopi pelvis, skoring sistem sering digunakan untuk menilai
keparahan penyakit. Yang paling sering digunakan adalah revised American Society of
Reproductive Medicine system (skor rASRM) yang mengkategorikan endometriosis
dalam minimal (stadium 1), ringan (stadium 2), sedang (stadium 3) dan berat
(stadium 4). Dasarnya adalah
1. Penampakan ukuran, kedalaman invasi peritoneum dan ovarium
2. Keberadaan, luas dan jenis perlekatan adneksa
3. Derajat obliterasi kavum douglas
4. Lokasi, diameter dan kedalaman lesi
5. Densitas perlekatan

10

11

Klasifikasi endometriosis oleh American Fertility Society


Endometriosis Fertility Index (EFI):
Klasifikasi ini menggabungkan faktor-faktor terbaik yang dapat memprediksikan
kehamilan (tanpa fertilisasi in vitro) setelah analisa data klinis dan data bedah. Nilai
EFI (0-10, dengan 0 mewakili terburuk dan 10 mewakili terbaik untuk prognosis).
Kunci dari sistem klasifikasi ini adalah mengkalkulasi fungsi anatomi, berdasarkan
penilaian terhadap tuba, fimbriae, dan ovarium.


Endometriosis Fertility Index (EFI)

Tatalaksana 1,4,10,11
A. Terapi Medikamentosa

Obat anti radang nir-steroid (OARNS)

12

Obat-obat dalam golongan ini menghambat COX-1 dan COX-2.COX berfungsi dalam
sintesis prostaglandin yang menimbulkan nyeri dan peradangan yang berhubungan
dengan endometriosis. Obat-obat golongan OAINS adalah terapi lini pertama pada
perempuan dengan dismenorea ataupun nyeri pelvik sebelum didiagnosis
endometriosis dengan laparoskopi dan pada perempuan yang menderita
endometrosis derajat minimal-ringan.

Progestin

Progestin menginduksi desidualisasi pada lesi endometriosis dan menekan sekresi


gonadotropin serta menghambat metaloproteinase. Yang paling sering diteliti adalah
medroxyprogesterone acetat oral (20-100 mg/hari) maupun intramuskular (150 mg
setiap 3 bulan). Efek sampingnya adalah kenaikan berat badan, retensi cairan, nyeri
payudara, perdarahan lucut dan depresi. Penurunan mineral tulang spinal dapat
terjadi pada penggunaan 6-12 bulan. Perdarahan lucut dapat diatasi dengan
pemberian conjugated estrogens 1.25 mg atau estradiol 2.0 mg/hari selama 1
minggu.

Pil KB Kombinasi

Pil oral kombinasi sangat efektif dalam menghilangkan dysmenorrhea. Pil


kontrasepsi paling sering digunakan dalam pengobatan endometriosis. Penggunaan
pil ini secara kontinyu menyebabkan kondisi pseudopregnancy karena pil kombinasi
estrogen-progestin

memicu

amenorhea

dan

desidualisasi

endometrium,

menampilkan kondisi tinggi estrogen dan tinggi progesterone yang dapat menekan
endometriosis. Obat ini juga meningkatkan apoptosis jaringan endometrium eutopik
pada wanita dengan endometrium. Regimen yang biasa digunakan adalah 1 pil per
hari selama 6-12 bulan.

GnRH Agonist

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonists pada endometriosis menginduksi


keadaan hipogonadotropin yang akan menurunkan kadar estrogen dan amenorrhea
yang mengeliminasi pertumbuhan lesi baru. Terapi lainnya adalah norethindrone
2.5-5 mg/hari), tibolone (2.5 mg/hari), bisphosphonates (cyclic etidronate 400
mg/hari selama 2 minggu setiap 2 bulan), alendronate 10 mg/hari), dan yang paling
baru adalah selective estrogen receptor modulators (raloxifene 60 mg/hari).

13

Danazol

Progestogen sintetik turunan testosterone yang bekerja menghambat aktivitas


fagositosis dari makrofag. Obat ini juga menekan sekresi gonadotropin, mengurangi
sintesis serum hormone binding globulin (SHBG) sehingga meningkatkan kadar
testosterone bebas di serum. Kadar testosterone yang tinggi ini akan menekan
jaringan endometrium dan lesi endometriosis, Dosis danazol adalah 600-800mg/hari
selama 3-6 bulan.

Modulator reseptor progesterone selektif (MRPS)

Mifepristone merupakan obat yang memiliki antiprogesteron dan antiglukokortikoid.


Mifepriston (RU486) yang dahulu merupakan suatu abortivum, dapat memberikan
harapan bagi penderita endometriosis. Amenore dapat dihasilakn dengan pemberian
50-100 mg perhari untuk 3 bulan.

Gestrinone

Gestrinone adalah derivat 19-nortestosterone memiliki sifat androgenik,


antiprogestinik, dan antiestrogenik. Obat ini diberikan 2.5-10 mg 2-3x/minggu. Efek
sampingnya sama seperti danazol. Pemberiannya menurunkan kadar estradiol serum
sebesar 50%, karena kagar globulin pengikat hormone seks (SHBG) menurun
bermakna akibat khasiat androgenik dan antiprogestogeniknya.

GnRH antagonis

GnRH antagonis memblokade reseptor GnRH di hipofisis dan menekan sekresi


gonadotropin tapi tidak memiliki efek flare dari agonis.

Aromatase Inhibitor

Aromatase inhibitors dapat menghambat produksi estrogen di perifer dan pada


jaringan endometrium serta di ovarium. Aromatase Inhibitor bekhasiat
antiestrogenik.

B.Terapi Bedah 1,6,10,11
Tujuan dari tindakan bedah adalah mengembalikan hubungan anatomi normal,
untuk mendestruksi penyakit seluas mungkin dan mencegah kekambuhan.Bagi
wanita yang mengharapkan fertilitas, tindakan operasi merupakan pilihan karena hal
tersebut tidak dapat diperoleh dari pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi

14

sama efektifnya dengan medikamentosa dalam menghilangkan nyeri dan


memperbaiki fertilitas. Pada operasi, nyeri akan hilang secara sementara, dan dalam
12 bulan, hampir setengah dari pasien mengalami rekurensi.
Panduan The European Society of Human Reproduction and Embriology (ESHRE)
untuk manajemen endometriosis, menyatakan bahwa praktis klinis yang baik harus
termasuk menawarkan konseling, analgesia, dan terapi kombinasi terapi nutrisional
dengan progestogen, COCP atau analog GnRH, sebagai terapi empiris untuk nyeri
panggul yang dianggap endometriosis. Apabila dilakukan laparoskopi, panduan
ESHRE kemudian merekomendasikan, sebagai baku emas untuk diagnosis adalah
laparoskopi, praktis klinis yang ideal harus menghilangkan endometriosis secara
bedah pada saat yang sama. Bedah adalah satu-satunya cara yang meyakinkan
pengeluaran lengkap dari penyakit yang terlihat.2,9,10
Presacral neurectomy dan laparoscopic uterosacral nerve ablation (LUNA) telah
dipertimbangkan untuk dilakukan pada nyeri haid dan nyeri pelvik yang berkaitan
dengan endometriosis. Presacral neurectomy meliputi merusak persarafan
simpatetik dari uterus pada level pleksus hipogastrika superior. LUNA meliputi
destruksi bagian tengah dari ligamentum uterosakral. Indikasi dari LUNA adalah
wanita yang memiliki nyeri pelvik tengah yang berat serta dismenorrhea yang tidak
responsif terhadap pengobatan medikamentosa atau operasi konservatif
sebelumnya.

Daftar Pustaka
1. Jacoeb TZ, Hadisaputra W. Penanganan endometriosis, Panduan Klinis dan
Algoritme. Jakarta : Sagung Seto; 2009
2. SOGC, endometriosis : Diagnosis and Management No 244, July 2010.
3. Cunningham FG, editors. Endometriosis in: Williams Gynecology. McGraw-
Hill. 2008
4. D'Hooghe TM, Hill JA. Endometriosis. In: Berek JS, editor. Novak's Gynecology
Lippincott Williams & Wilkins; 2002
5. Baziad A. Endometriosis. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2008.

15

6. Gupta S, Goldberg JM, Aziz N, Goldberg E, Krajcir N, Agarwal A. Pathogenic


mechanisms in endometriosis-associated infertility. Fertility and Sterility.
August 2008;90(2):247- 55.
7. Pietro G. Signorilea, Alfonso Baldi. Endometriosis: New concepts in the
pathogenesis The International Journal of Biochemistry & Cell Biology 42
(2010) 778780
8. The ESHRE Guideline on Endometriosis 2008
9. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2011
10. Versillini P, Barbara G, Abbiati A, Somigliana E, Vigano P, Fedele L. Repetitive
surgery for recurrent symptomatic endometriosis : what to do ? . European
Journal of Obstetric and Reproductive Biology 2009;146:15-21.
11. Berlanda N, Vercellini, Fedele L. The Outcomes of repeat surgery for
recurrent symptomatic endometriosis. Current opinion in Obstetrics and
Gynecology 2010;22:320-5.

16

Anda mungkin juga menyukai