Anda di halaman 1dari 47

46

BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar menjadi masalah karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
sebagai gambaran di unit luka bakar RSUPN Dr ciptomangunkusumo, Jakarta, jumlah
kasus yang dirawat selama tahun 1998 sebanyak 107 kasus atau 26,3% dari seluruh
kasus bedah plastik yang dirawat. 62% dari jumlah tersebut merupakan luka bakar
derajat II-III lebih dari 40% dengan angka kematian 37,38%. Kematian umumnya terjadi
pada 7 hari pertama masa perawatan (masalah jangka pendek), sementara sisa kasus yang
bertahan hidup menghadapi masalah tersendiri, antara lain lamanya masa perawatan
yang berkisar antara 40-41 hari rawat dan penyulit yang timbul (masalah jangka
panjang). Angka ini kurang lebih sama dengan tahun berikutnya, ditahun 1999 jumlah
kasus yang dirawat adalah 88 kasus, 75% terdiri dari jumlah tersebut merupakan luka
bakar derajat II-III lebih dari 40% dengan angka kematian 40,9% dengan masa rawat
terpanjang antara 32-38 hari. 1
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata permasalahan terletak pada
beberapa faktor yang sangat kompleks, namun secara umum dapat dikelompokkan,
antara lain :
1. Faktor pasien
a. Keadaan pasien sebelum cedera, seperti faktor usia (anak, geriatri),
adanya kehamilan dan sebagainya.
b. Keadaan umum pasien sebelum cedera, misalnya keadaan gizi, penyakit
jantung, penyakit ginjal, diabetes, perokok dan sebagainya.2

2. Faktor pelayanan, termasuk disini adalah petugas dan fasilitas pelayanan yang
ada, baik pada penatalaksanaan awal maupun penatalaksanaan lanjut
a. Petugas

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000


2

Ibid

46

i.

Memiliki pengetahuan, khususnya mengenai patofisiologi luka


bakar, penatalaksanaan luka bakar (indikasi, kontra indikasi,

ii.

waktu, prosedur yang diterapkan).


Penatalaksanaan cedera pada umumnya, sebagaimana diterapkan

pada Advanced Trauma Life support (ATLS)


b. Fasilitas pelayanan yang kurang / tidak memadai
3. Faktor cedera
a. Penyebab luka bakar
b. Lama kontak dengan sumber panas. 3
Penatalaksanaan awal
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera berat, yang memerlukan
penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak awal. Peran masyarakat yang berhadapan langsung
serta pertolongan petugas yang menerima kasus ini pertama kali sangat menetukan
penyakit ini selanjutnya. Bahwa yang sering terjadi di Instalasi Gawat Darurat RSUPN
RS ciptomangunkusumo, Jakarta adalah kondisi-kondisi dimana kasus luka bakar datang
dengan kondisi syok, dikirim oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan, tanpa tindakan
pertolongan sebelumnya. 4

Penatalaksanaan lanjut
Dimulai dengan pengetahuan, sikap dan perilaku serta keterampilan petugas di
Instalasi Gawat Darurat RS rujukan. Diantaranya identifikasi beberapa masalah antara
lain kekurangan dalam penilaian dan penatalaksanaan pertama, khususnya tindakan
resusitasi cairan pada kasus syok yang menetukan kondisi maupun tindakan selanjutnya.
Syok hipovolemik pada fase akut / fase syok menyebabkan hipoksia jaringan
yang berlanjut dengan kegagalan fungsi organ-organ penting seperti ginjal, paru, otak,
hepar dan jantung. Kondisi hipoksi ini menginduksi terjadinya proses respon inflamasi

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000


4

Ibid

46

sistemik (systemic inflammatory response syndrome ) dan berakhir dengan kematian,


yang sampai saat ini diduga sebagai sepsis.
Melalui fase syok pasien dihadapkan dengan masalah kehilangan jaringan
(khususnya kulit yang berfungsi sebagai sawar terhadap infeksi dan penguapan).
Masalah ini memiliki keunikan tersendiri dalam penetalaksanaannya. Disatu sisi, infeksi
datang menghadang, meningkatkan tendensi timbul dan berkembangnya infeksi. Disisi
lain, hilangnya kulit dan jaringan lainnya meningkatkan penguapan cairan yang tentunya
mengandung elektrolit dan protein, sehingga kadar protein darah sedemikian rendahnya.
Berkurangnya energi ini menyebabkan gangguan atau hambatan pada proses
penyembuhan luka. Beban yang demikian beratnya hampir selalu menimbulkan
gangguan metabolism berupa katabolisme yang berlebihan.
Dengan semakin panjang proses penyembuhan, tendensi untuk timbulnya
penyulit luka bakar ( parut hipertrofik dan kontraktur ) semakin besar pula, masalah yang
dihadapai pasien luka bakar berat difase lanjut. Kondisi ini juga memberikan tingkat
kesulitan yang sedemikian besarnya dalam melaksanakan rekonstruksi maupun
rehabilitasi.5

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
2.1. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan
jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong. 6
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermi)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.7

1. Lapisan epidermis terdiri atas stratum corneum, lucidum, granulosum, spinosum


dan basale.
a. Stratum Corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum Lucidum. Terdapat langsung dibawah lapisan corneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki
dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
c. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan
6

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai

pustaka. FKUI, Jakarta, 2002.


7

ibid

46

granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
d. Stratum spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril,dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale
dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malphigi. Terdapat sel
Langerhans. Stratum Basale. Terdapat aktifitas m itosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang
mengandung melanosit.
e.

Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdiri atas asal sel-sel berbentuk


kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal
berbaris seperti pagar (palisade). 8

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai


pustaka. FKUI, Jakarta, 2002
8

46

Gambar
kulit

turunan

46

Gambar Lapisan-lapisan kulit


2. Lapisan Dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua
bagian yakni :
a. Pars Papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung saraf
dan pembuluh darah.
b. Pars Retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin suflat, dibagian ini terdapat pula fibroblast.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur
dengan bertambah umur menjadi kurang larut

sehingga makin stabil.

Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang,


berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastic.9

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai


pustaka. FKUI, Jakarta, 2002
9

46

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu
dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan
lemak tidak sama bergantung lokalisasinya.
Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus yaitu pleksus yang terletak dibagian
atas dermis (plexus superfisisal) dan yang terletak disubkutis (plexus profunda).
Plexus yang didermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
pleksus yang disubkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis,
dibagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan
pembuluh darah terdapat saluran getah bening.10

2.2. FISIOLOGI KULIT


Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), pembentukan pigemen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya
tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia, terutama
yang bersifat iritan, contohnya Lysol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya;
gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet;
gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2. Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan benda padat, tetapi cairan
yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida, dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit
10

Ibid

46

dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis
vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus selsel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis dari pada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, amoniak. Produk kelenjar
lemak dan keringat dikulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5. 11

4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik didermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini disermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause. Badan taktil meissner
terletak di papilla dermis berberan terhadap perabaan, demikian pula badan
merkel Ranvier yang terletak diepidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Vater Paccini diepidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut
lebih banyak jumlahnya didaerah yang erotic.
5

Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi
pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan
kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi saraf
simpatis (asetilkolin)

6 Fungsi pembentukan pigmen

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai


pustaka. FKUI, Jakarta, 2002
11

46

Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10:1. Jumlah
melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan
warna kulit ras maupun individu. Melanosome dibentuk oleh alat golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosome. Pigmen disebar ke epidermis melalui
tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit dibawahya dibawa oleh sel
melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen
kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi-Hb, dan karoten.12

7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
langerhans, melanosit. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses
sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal
selama kira-kira 14-21 hari, dan member perlindungan kulit terhadap infeksi
secara mekanis dan fisiologis.
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup dari hal
tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. 13

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai


pustaka. FKUI, Jakarta, 2002
12

Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai


pustaka. FKUI, Jakarta, 2002
13

46

BAB III
LUKA BAKAR
3.1. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase
lanjut.14
Pada mulanya memang luka bakar merupakan topik yang dikelola oleh bedah
plastik, sebab patofisiologi kerusakan jaringan yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka menjadi materi pembahasan dalam ilmu bedah plastik, proses
penutupan luka juga merupakan kompetensi yang dimiliki oleh bidang ilmu ini. Namun,
seiring dengan perkembangan ilmu, khususnya bidang traumatologi dan pengetahuan
mengenai dampak cedera pada tubuh dengan kompleksitasnya, luka bakar disadari
14

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

merupakan suatu bentuk kasus trauma yang memerlukan penanganan multidisipliner dan
atau interdisipliner. Oleh karena itu selanjutnya penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari para spesialis di lingkungan bedah
(spesialis bedah, bedah plastik, bedah toraks, bedah anak), intensifis, spesialis penyakit
dalam khususnya hematologi, gastro-enterologi, dan ginjal-hipertensi, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.15

3.2 Epidemiologi

Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun, terdapat sekitar 50.000 pasien
luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara
1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat
di 100 rumah sakit di amerika. 16
kebakaran di rumah akibat rokok yang membakar tempat tidur atau berhubungan
dengan lupa Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa mudah terdapat pada umur 20
29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada
umur 80 tahun keatas. Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Pada anak di bawah
umur 3 tahun, penyebab luka bakar paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala.
Pada umur 3 sampai 14 tahun, penyebab paling sering adalah dari api yang membakar
baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakan
industri. Setelah umur ini, luka bakar biasanya terjadi karena mental.17

15

16
17

Ibid

Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2 . EGC. Jakarta. 1994


Ibid

46

Angka mortalitas luka bakar sudah banyak berkurang bersama dengan kemajuan
dalam perawatan luka bakar. Walaupun luka bakar pada pasien sangat muda dan tua
masih membawa peningkatan, namun resiko mortalitas. Gambaran untuk kelompok
umur 14 - 44 tahun menunjukan banyak perbaikan. Penentuan angka kematian karena
luka bakar dibuat menurut LA 50 atau bahwa persentase luas permukaaan tubuh dari
luka bakar derajat 2 dan 3 yang dapat menhimbulkan kematian pada 50% pasien yang
mengalami nya. Seri pasien luka bakar yang besar di rawat pada 1940-an dan 1950-an
menunjukan gambaran LA 50 sekitar 45%. Kelompok curreri baru-baru ini menunjukan
hasil penelitian LA 50 pada kelompok umur 15 44 tahun sebesar 63%. 18

3.3 Fase Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini permasalahan utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas (misalnya, cedera inhalasi), gangguan mekanisme bernafas oleh
karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks, dan
gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia).
18

Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2 . EGC. Jakarta. 1994

46

Gangguan yang terjadi menimbulkan dampak yang bersifat sistemik, menyangkut


keseimbangan cairan elektrolit, metabolisme protein-karbohidrat- lemak,
keseimbangan asam basa dan gangguan sistem lainnya.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis.
Ketiganya merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada
fase pertama (cedera inhalasi, syok) dan masalah yang bermula dari kerusakan
jaringan (luka dan sepsis luka).19
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung sejak penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar, berupa parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau
struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama, yang
menjadi karakteristik luka bakar (misal, kerapuhan tendon ekstensor pada jari-jari
tangan yang menyebabkan suatu kondisi klinis yang disebut bouttonirre
deformity).20
3.4 Pembagian / Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan
kedalaman kerusakan jaringan, yang perlu dicantumkan dalam diagnosis yaitu:
1. Berdasarkan penyebab
Luka bakar atas beberapa jenis, antara lain :

19

Luka bakar karena api

Luka bakar karena air panas

Luka bakar karena bahan kimia (asam / basa kuat)

Luka bakar karena listrik dan petir

Luka bakar karena radiasi

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000


20
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite)

2. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan :


Luka bakar dibadakan atas beberapa jenis, yaitu :
Luka bakar derajat I:

Kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis.

Kulit kering, hiperemis memberikan efloresensi berupa eritema.

Tidak dijumpai bula.

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.21

Luka bakar derajat II:

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi


inflamasi akut disertai proses eksudasi.

Dijumpai bula.

Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di atas
permukaan kulit normal.

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Dibedakan menjadi dua:

a. Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.

Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar


sebasea masih utuh.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari.

b. Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mngenai hampir seluruh bagian dermis.

Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,


kelenjar sebasea sebagian masih utuh.

21

Ibid

46

Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung organ-organ kulit


yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.22

Gambar Luka bakar derajat II. 23


Luka bakar derajat III:

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih


dalam.

Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar


sebasea mengalami kerusakan.

Tidak dijumpai bula.

Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, kering. Letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar akibat koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan eskar).

Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung


serabut saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000
23
http//www.medicastore.com
22

46

Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelialisasi spontan


baik dari dasar luka, tepi luka, maupun organ-organ kulit.24

Gambar Kedalaman luka dan luas jaringan.25


Berat ringan luka bakar, ditinjau dari kedalaman dan kerusakan jaringan ini ditentukan
oleh berbagai faktor, antara lain :
1. Penyebab (api, air panas, ledakan, bahan kimia, listrik)
2. Lama kontak antara tubuh dan sumber panas
Luka bakar akibat listrik merupakan suatu kekhususan. Kerusakan jaringan tubuh
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Aliran listrik (arus bolak balik, alternating, current/ac) merupakan energi dalam
jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang kontak dengan
sumber listrik (disebut luka masuk) dialirkan melalui bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah (yaitu cairan, darah/pembuluh darah); Dan melalui bagian
tubuh yang kontak dengan bumi (luka keluar) dialirkan ke bumi (ground) aliran
listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat panas yang ditimbulkan oleh
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
25
www.lukabakar.net
24

46

resistensi. Kerusakannya dapat bersifat ekstensif lokal maupun sistemik


(otak/encefalopati, jantung/fibrilasi ventrikel, otot/rabdomiolisis, gagal ginjal,dsb).
26

2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara, yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti, dan tidak dapat diperkirakan
luasnya. Hal ini disebabkan kerusakan sistem pembuluh darah (trombosis, oklusi
kapiler) di sepanjang tubuh yang dialiri listrik.
Bahan kimia, terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi
jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan.
Semakin lama waktu kontak maka semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi.27
Pembagian zona kerusakan jaringan :
1. Zona Koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh
panas.
2. Zona Statis
Daerah yang berada diluar zona koagulasi. Didaerah ini terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga
terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam
pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemis
Daerah diluar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler.

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000
27
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
26

46

Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ke-3 dapat mengalami
penyembuhan spontan; atau berubah menjadi zona ke-2 bahkan zona pertama.28

Perhitungan luas luka bakar :


Digunakan Rule of Nines untuk dewasa dan Lund dan Browder Chart untuk anak-anak :
(lihat gambar). 29

Rule of Nines

28
29

Ibid
http://www.emedicine.com

46

Lund dan Browder


Chart

Kategori penderita
Berdasarkan berat/ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori prnderita :
1. Luka bakar berat/kritis
a. Derajat II > 25%
b. Derajat III > 10%
c. Derajat III pada muka, tangan dan kaki
d. Trauma pada jalan nafas/inhalasi
e. Disertai fraktur, luka luas
f. Luka bakar listrik
2. Luka bakar sedang
a. Derajat II 15% - 25%
b. Derajat III < 10% kecuali muka, tangan dan kaki
3. Luka bakar ringan
a. Derajat II <15%
b. Derajat III<2%.30

3.5 Patofisiologi luka bakar


Akibat luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal itu
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
30

46

menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka


bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan,
cairan masuk ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan
dari keropeng luka bakar derajat III.31
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya tetapi apabila di atas 20% akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di muka, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terisap. Udem yang
terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas karena udem laring.
Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna
gelap karena jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun yang lain. Karbon
monoksida akan mengikat Hb dengan kuat sehingga Hb tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% Hb terikat CO, penderita dapat
meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga
dari kontaminasi kuman saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah

31

Syamsuhidajat.R : Buku ajar ilmu bedah.Penerbit EGC. Jakarta.2002

46

sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kuman banyak yang
sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.32

Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman
gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease
dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar.
Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar.
Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh
jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya,
luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Keadaan ini disebabkan oleh
trombosis; kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang
terbakar sehingga jaringan tersebut mati.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut
luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif seperti stafilokokus atau basil
gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang
dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena
toksin kuman yang menyebar di darah.
Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur.
Bila ini terjadi di persendian, maka fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristaltik
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau beban faali yang terjadi pada ;penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gajala yang
32

Syamsuhidajat.R : Buku ajar ilmu bedah.Penerbit EGC. Jakarta.2002

46

sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak curling. Yang
dikhawatirkan pada tukak curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai
hematemesis dan/atau melena.33
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme, sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme
tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori
tambahan. Tenaga yang di perlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari
pembakaran protein dan otot skelet. Oleh karena itu penderita menjadi sangat kurus, otot
mengecil dan berat badan menurun. Dengan demikian korban luka bakar menderita
penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat,
terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami
beban kejiwaan berat. 34

3.6 Perubahan metabolisme pada luka bakar


Kasus luka bakar merupakan suatu keadaan stres metabolisme yang melibatkan
respon neuroendokrin. Keadaan ini disebut juga hipermetabolisme.
Reaksi pertama dari luka bakar dienal dengan fase awal/fase akut/ fase syok yang
berlangsung singkat, ditandai dengan terjadinya penurunan tekanan darah, curah jantung,
suhu tubuh, dan konsumsi oksigen, serta hilangnya cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan terjadinya hipovolemi, hipoperfusi, dan asidosis laktat.
Reaksi selanjutnya disebut fase flow yang berlangsung selama beberapa minggu
atau lebih. Pada fase ini terjadi kondisi hipermetabolisme dan hiperkatabolisme.
Dibandingkan cedera lainnya, terdapat fase hipermetabolisme yang ditandai
dengan peningkatan pemakaian energi yang disertai kehilangan panas melalui proses
penguapan (evaporative heat loss), peningkatan aktivitas saraf simpatis, ( adrenergik,
sebagai respon neuroendokrin), peningkatan aktivitas selular, dan pelepasan peptida
parakrin.35

33

Syamsuhidajat.R : Buku ajar ilmu bedah.Penerbit EGC. Jakarta.2002

34

Syamsuhidajat.R : Buku ajar ilmu bedah.Penerbit EGC. Jakarta.2002

46

Peningkatan evaporative heat loss dan stimulasi adrenergik ini disebabkan oleh
beberapa hal:

Jaringan yang mengalami kerusakan (dan atau kehilangan) tidak efektif sebagai
sarana protektif.

Peningkatan aliran darah ke lokal cedera sehingga panas dari sentral dilepas di
daerah tersebut, dan melalui proses evaporasi terjad kehilangan cairan dan panas
yang menyebabkan penurunan suhu tubuh (energi panas yang digunakan untuk
proses evaporasi kurang lebih 578 kcal/ L air). Dengan peningkatan aliran darah
ke daerah lokal cedera, terjadi peningkatan curah jantung secara disproporsional
yang memacu kerja jantung. Di sisi lain, peningkatan suhu pada daerah luka
akibat bertambahnya aliran ke daerah lokal cedera ini secara teoritis akan
mempercepat proses penyembuhan. Namun pada kenyataannya kehilangan panas
(energi) akan diakselerasi oleh adanya febris.
Kondisi evaporative heat loss dan jaringan luka yang terbuka menyebabkan

terjadinya kehilangan cairan tubuh yang berlebihan, karena perlu mempertimbangkan


Insensible Water Loss (IWL) lebih banyak dari biasanya.
Perhitungan IWL pada penderita luka bakar menggunakan persamaan:

IWL = (25 + %LB) x TBSA x 24 jam

% LB

persentase

luka

bakar
TBSA : Total Body Surface Area

Stimulasi adrenergik menyebabkan dilepaskannya hormon stres (katekolamin,


kortisol, glukagon), dan adanya resistensi insulin akan menyebabkan peningkatan laju
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
35

46

metabolisme

disertai

perubahan metabolisme

berupa glikolisis,

glikogenolisis,

proteolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis, selain itu terjadi pula retensi natrium, dan
reabsorpsi air.36
Perubahan metabolisme pada penderita luka bakar bukan hanya terjadi oleh
adanya perubahan hormon stres saja, tetapi juga disebabkan oleh mediator sel radang
seperti sitokin, eikosanoid (prostaglandin, tromboksan, leukotrien) dan radikal bebas
yang dilepaskan ke dalam sirkulasi menyusul terjadinya suatu cedera jaringan. Reaksi
dari mediator-mediator ini dikenal sebagai SIRS. Pelepasan sitokin seperti IL-1, IL-2, IL6 dan TNF akan menyebabkan keadaan hiperkatabolisme menjadi lebih berat dan
berlangsung lebih lama, keadaan tersebut akan memperburuk perjalanan penyakit pada
luka bakar.
Gejala klinik yang timbul pada status katabolik ekstensif ini adalah kelelahan,
emasiasi, kelemahan, gangguan fungsi organ vitaldan balans energi negatif. Untuk
menghadapi kondisi stres, diperlukan kebutuhan energi yang lebih besar, bahkan pada
penderita dengan luas luka bakar lebih dari 40% luas permukaan tubuh akan terjadi
penurunan BB mencapai lebih kurang 20%, pada penurunan BB 10-40% akan dijumpai
kondisi yang dapat disamakan dengan malnutrisi, sedangkan bila penurunan BB
mencapai 40-50% akan menggambarkan kondisi keseimbangan nitrogen negatif dengan
kehilangan massa protein lebih kurang 25-30%, bila kondisi ini terjadi akan berakibat
fatal.37
1. Metabolisme Karbohidrat
Glukosa adalah sumber bahan bakar metabolik utama untuk semua komponen
selular pada proses penyembuhan luka bakar. Pada kondisi trauma berat, khususnya pada
luka bakar terjadi keadaan hiperglikemi yang disebut juga Burn pseudo diabetes.
Level glukosa darah meningkat pada pasien luka bakar dibandingkan level
sirkulasi insulin selama resusitasi. Peningkatan hormone anti-insulin (kotekolamin,
glukagon, kortisol) akan terjadi untuk mengcounter efek meningkatnya insulin, dan
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
36

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000
37

46

diperlukan untuk menjaga glukoneogenesis yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan


energi pasien.38
Pada daerah luka terjadi peningkatan aliran darah setempat dan uptake glukosa
tanpa disertai peningkatan konsumsi oksigen, hal ini akan menghasilkan keadaan
metabolisme anaerob yang mengubah glukosa menjadi laktat.
Kesimpulannya, glukosa diperlukan untuk penyembuhan luka dan fungsi imun
yang pada penderita luka bakar disuplai oleh hati dari sekuens glukosa-laktat-glukosa
dari siklus Cory, dan dari pengubahan asam amino yang disumbangkan oleh pemecahan
otot perifer. Suplai glukosa melalui support nutrisi akan mengurangi proteolisis dan
memelihara massa bebas lemak. Akan tetapi pasien luka bakAr mungkin mengalami
kesulitan memetabolisme glukosa ketika diberi asupan lebih besar dari 4-5 mg/kg/menit.
Oleh karena itu maka dalam pemberian makanan tambahan harus dilakukan perhitungan
kebutuhan kalori yang sesuai untuk pasien luka bakar dan terdiri dari lemak dan protein.
39

2. Metabolisme Lemak

Normalnya metabolisme lemak menyediakan porsi energi paling besar yang


digunakan pada saat ketersediaan glukosa tidak adekuat. Rendahnya konsentrasi insulin
di sirkulasi menyebabkan peningkatan lipolisis dan ketogenesis, dan jaringan perifer
diubah ke metabolisme gliserol, asam lemak bebas, dan badan keton.
Perubahan neuroendokrin yang menyertai luka bakar mengubah metabolisme
lemak secara signifikan. Lipolisis meningkat setelah luka bakar, sebagai respon dari
meningkatnya kotekolamin di sirkulasi, serta gliserol dan asam lemak bebas dijadikan
bahan bakar oleh jaringan yang tidak terbakar. Ketogenesis menurun pada pasien luka
bakar. Badan keton merupakan salah satu sumber energi alternatif

utama yang

digunakan selama periode starvasi, hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan untuk
glukoneogenesis. Efek protein sparring pada lemak terbatas pada luka bakar.

38

Ibid

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000
39

46

Penambahan kandungan lemak dalam diet yang lebih besar dari 30% dapat merusak
fungsi imun dan tidak akan menyediakan tambahan massa tubuh bebas lemak. 40

3. Metabolisme Protein

Penderita luka bakar tidak hanya menggunakan protein untuk glukoneogenesis


tapi juga untuk membentuk protein fase akut, penyembuhan luka, mempertahankan
fungsi imun, serta mengganti hilangnya protein melalui eksudat luka. Karena asam
amino dilepaskan hanya oleh jaringan yang tidak terbakar, maka konsentrasi asam amino
menurun pada pasien dengan luka bakar luas.
Akibat dari perubahan hormonal yang terjadi,

proteolisis di otot perifer

meningkat cepat dan dilepaskannya alanin dan glutamin. Alanin adalah amino acid
glukoneogenik penting, dan pengukuran pengeluaran alanin dari otot skelet pada pasien
luka bakar meningkat 3 kali lipat. Besarnya pelepasan alanin perifer ini sebanding
dengan luas luka bakar dan paralel dengan besarnya glukoneogenesis dan ureogenesis.
Disfungsi hepatik sekunder pada sepsis dan adanya penyakit hepatik dapat
mempengaruhi efektivitas perubahan alanin menjadi glukosa dan menyebabkan
komplikasi dalam managemen metabolik. Sedangkan glutamin merupakan bahan bakar
untuk epitel usus, sel imunitas, dan pembentukan amonia di ginjal.
Kesimpulannya, tujuan dari support nutrisi adalah untuk meminimalisasi
proteolisis yang terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, dengan cara
menyediakan sumber alternatif glukosa dan protein.41

4. Metabolisme Air

pasien luka bakar mengalami kehilangan cairan yang sangat banyak. Cairan
tubuh menguap melalui kulit, pasien memerlukan lingkungan pada suhu yang hangat dan
perawatan intensif, dalam 24 jam pertama resusitasi memerlukan cairan sampai 30 liter.
Ibid
Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit
FARMEDIA. Jakarta. 2000
40
41

46

Munculnya eksudat menyebabkan lebih banyak cairan yang hilang. Selain itu temperatur
tubuh pasien meningkat dan pasien sering mengalami demam.42

5. Metabolisme Elektrolit
Hiponatemia
Dapat terjadi pada pasien yang penguapan berkurang drastis karena pemakaian pembalut
atau grafting, yang akan mengubah cairan. Atau pada perawatan menggunakan siver
nitrat, yang cenderung menarik natrium dari luka. Hipokalemia sering terjadi selama
periode resusitasi dan selama sintesis protein. Peningkatan serum kalium dalam darah
menandakan hidrasi yang tidak adekuat.
Hipokalsemia
Terjadi bersama hipoalbuminemia pada pasien luka bakar yang luasnya lebih dari 30%
luas permukaan tubuhnya. Kehilangan kalsium yang berlebihan terjadi bila pasien
diimobilisasi atau dirawat dengan silver nitrat. Magnesium juga mungkin hilang melalui
luka bakar sehingga memerlukan perhatian.
Hipophosphatemia
Diidentifikasi pada pasien luka bakar berat. Hal ini terutama terjadi pada pasien yang
menerima cairan resusitasi dalam jumlah besar dengan infus parenteral solusi glukosa
dan pemberian antasid dosis tinggi untuk pencegahan stress ulcer. Kadar serumnya harus
dimonitor dan diperlukan suplementasi fosfat.

6. Metabolisme Mineral
Zinc level terdepresi pada luka bakar. Zinc adalah kofaktor dalam metabolisme
energi dan sintesis protein. Anemia dapat terjadi karena defisiensi besi, dan diterapi
dengan pemberian packed red blood cells.

7. Metabolisme Vitamin

42

Ibid

46

Vitamin C dihubungkan dengan sintesis kolagen dan fungsi imun, dan diperlukan
dalam penyembuhan luka.Vitamin A adalah nutrien penting untuk fungsi imun dan
epitelialisasi.43

3.7 Penatalaksanaan
Untuk penanganan luka bakar digunakan beberapa rumus untuk menentukan derajat
luka dan cairan yang harus diberikan :

Pada orang dewasa digunakan rules of nine dari Wallace, yaitu:

Luas kepala dan leher, dada, pungung perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas
kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta
tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus
ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus dari Lund & Browder :

Digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar
dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20
untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing 20%,
ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan
kiri masing-masing 15%.
Selain dalam dan luasnya permukaan, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak
daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita. Daerah perineum, ketiak,
leher, dan tangan sulit perawatannya antara lain karena mudah mengalami kontraktur.44

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000
44
www.library.usu.ac.id/download.pdf
43

46

Pentalaksanaan luka bakar secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling,


cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya
dilakukan pada fasilitas kesehatan

Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

Cooling : - Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir
selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada
anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin)
sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi - Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia - Untuk luka bakar
karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak
selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan
terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan
risiko infeksi berkurang.

Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial- thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan
infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada
wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi
kurang dari 2 bulan

Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan

46
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.

Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri. 45

Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :

Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg. 46

Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,


pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen didalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan
parut.
Pada saat kejadian, hal pertama yang dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air.
Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengaalir. Proses koagulasi
protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus walau api telah
dipadamkan , sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima
belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka
bakar >10% karena akan terjadi hipotermi yang menyebabkan cardiac arrest.47

45

www.emedicine.com

46

www.emedicine.com

47

Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media AESCULAPIUS.
Jakarta.2001.

46

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut


1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi,
yaitu :
Periksa jalan nafas.
Bila dijumpai obstruksi jalan nafas, buka jalan nafas dengan pembersihan

jalan nafas (suction,dsb) bila perlu lakukan trakeostomy atau intubasi.


Berikan oksigen.
Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan RL untuk mengatasi syok

pasang kateter buli-buli untuk pemantauan dieresis.


Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus

paralitik.
Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/ CVP)
untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ektensif (>40%).48

2. Periksa cedera yang terjadi diseluruh tubuh secara sistemis untuk menentukan
adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan
jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan
diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas 25%, atau pasien tidak
dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan
parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan
pada penderita luka bakar, yaitu :
a. Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama
hitunglah :
Berat badan (KG) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
Berat badan (KG) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
2000 cc glukosa 5% (3)

48

Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media AESCULAPIUS.
Jakarta.2001.

46

Cairan yang diberikan : larutan fisiologis, koloid, dan glukosa. Separuh


dari jumlah (1),(2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan
penghitungan diuresis.
b. Cara baxter (Parkland). Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan

banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan
rumus : % luka bakar x BB (KG) x 4cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan Ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan
setengah dari jumlah pemberian hari pertama. Dengan monitoring diuresis
50-100ml/jam, dan CVP (<+2cmH2O), Hb-Ht.
3. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan
secara intravena. Hati-hati dengan pemberian intramuskular karena dengan
sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan didalam otot.
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan
dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan
steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik. Antiseptik lokal
yang dapat dipakai yaitu Betadine atau nitras argenti 0,5%
5. Berikan antibiotik topikal pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah
dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim lebih bermanfaat
daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat digunakan adalah silver nitrate
0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazin dalam bentuk krim 1%, atau
gentamisin sulfat.
Kompres nitras agenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik, mempuyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. 49
6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.

49

Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media AESCULAPIUS.
Jakarta.2001.

46

7. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3000 unit pada orang dewasa dan
separuhnya pada anak-anak.
Patokan klinis untuk menilai pemberian cairan, dapat dipakai monitoring dari :
a. Produksi urin per jam (diuresis)
b. Frekuensi pernafasan
c. Kadar hemoglobin dan hematokrit
d. Central venous pressure.50
3.8 PERAWATAN
3.8.1 Perawatan Pasien Rawat Jalan
Komponenkomponen penting pada penanganan pasien dengan luka bakar antara
lain :
1. Edukasi pasien dan keluarganya.
2. Pembersihan luka.
3. Pemilihan antibiotik dan cara penutupan yang tepat.
4. Kontrol nyeri.
5. Kunjungan untuk follow up ke klinik
6. Perawatan jangka panjang.
Pembersihan lukan dan teknik penutupan harus dimengerti oleh orang yang akan
mengganti perban. Idealnya, instruksi ini harus di dokumentasikan.51

Pemilihan pengobatan atau perban pada luka mungkin tidak sesuai standar namun
merupakan langkah awal yang penting pada penanganan luka apapun. Pembersihan luka
dari debris dan eksudat merupakan tindakan dasar. Hal ini juga kadang membutuhkan
50

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit FARMEDIA. Jakarta. 2000

51

www.emedicine.com

46

waktu berhari hari untuk menunggu akumulasi eksudat dan memerlukan pengobatan
topical. Penanganan yang tepat pada luka bakar permukaan dapat memperkecil
kemungkinan infeksi, dengan demikian akan lebih baik digunakan teknik steril daripada
teknik bersih. Pasien dapat membersihkan lukanya menggunakan air hangat atau sabun
yang lembut.
Pembilasan dengan air hangat dapat mengurangi rasa nyeri. Pembersihan luka
dengan melakukan pemeriksaan terhadap tanda tanda infeksi, mengeringkannya
dengan handuk kering, dan mengganti perban. Untuk menangani infeksi sedini mungkin,
ajarkan pasien dan keluarganya untuk memeriksakan diri kembali bila ditemukan tanda
tanda eritema, pembengkakan, peningkatan rasa nyeri, berbau, atau terjadi drainase luka.
Penutupan luka, salah satunya menggunakan pengobatan topical atau perban,
harus memiliki 4 keuntungan :
1. mencegah luka terkontaminasi
2. mengontrol nyeri
3. mengurangi kolonisasi kuman dan infeksi
4. mencegah terjadinya trauma ulang pada luka.
Luka bakar yang superficial diobati dengan bersih, dan diberikan obat salep
antibacterial. Luka di sekitar mata dapat diobati dengan salep antibiotik untuk mata.
Pengobatan luka dalam dari telinga bagian luar dengan asetat mafenide karena ini dapat
mempenetrasi eskar dan mencegah infeksi purulenta di tulang rawan.52

52

www.emedicine.com

46

Kontrol nyeri pada pasien rawat jalan dapat menjadi sulit, dan jika nyeri dan
kecemasan tidak dapat diatasi dengan baik di rumah, maka pilihannya adalah rawat inap.
Untuk sebagian besar pasien sebuah analgetik narkotik oral harus diberikan 30 60
menit sebelum dilakukan pembalutan luka untuk melakukan kontrol nyeri yang adekuat.
Karena sebagian besar perban mengoklusi maka dapat juga berguna untuk mengontrol
nyeri tanpa pemberian narkotik. Hal hal yang penting pada pengontrolan nyeri antara
lain :
1. nyeri dan cemas yang berhubungan dengan derajat perawatan luka.
2. tanda tanda infeksi
3. luka yang terlihat lebih dalam daripada yang terlihat ketika pemeriksaan

fisik.53

3.8.2 Perawatan Pasien Rawat Inap


Indikasi rawat inap
1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau
> 15% pada orang dewasa.
2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat
3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada
wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum. 54
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika:
a. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki.
b. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara
baik dan benar di rumah.
c. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun.
d. Terjadi luka bakar pada organ dalam.55
Rencana penanganan untuk pasien dengan luka bakar luas adalah dilakukan
perawatan inap pada pasien yang didasarkan pada fisiologis dari cedera luka bakar.
Strategi penanganan pada pasien ini adalah terdiri dari 4 fase umum, yaitu :
1. inisial evaluasi dan resusitasi.
www.emedicine.com
Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media
AESCULAPIUS. Jakarta.2001.
55
www.medicastore.com
53
54

46

2. inisial eksisi luka dan penutupan biologis


3. penutupan luka secara definitif
4. rehabilitasi dan rekonstruksi.

a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan


nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000
kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.
c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului hidroterapi
untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka
sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian dapat
diulang sampai dengan 2-3 kali sehari.
d. Rehabilitasi termasuk latihan pernafasan dan pergerakan otot dan sendi
e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan dapat
dicapai secepatnya dengan perawatan luka yang baik & penilaian segera
daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam.
f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai
dalam posisi baik.
g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang
akan menggangu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per sekundam dalam 3
minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul parut hipertrofi dan
kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang
perban setengah menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mengurangi
edema dengan levasi daerah yang bersangkutan.
h. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi
dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang
banyak dipakai adalah aminoglikosida yanng efektif terhadap pseudomonas.
i. Suplementasi vitamin yang dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit
perminggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg.56
3.9 TINDAKAN BEDAH
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar
pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat
pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri,
56

Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media AESCULAPIUS.
Jakarta.2001.

46

kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan
yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai
penjepitan bebas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan yang
mati dengan jalan eksisi tangensial.

TRAUMA KIMIA
Trauma akibat bahan kimia diperlakukan sebagai luka bakar karena sama-sama
menimbulkan efek panas seperti luka bakar.
PENATALAKSANAAN
Yang paling penting adalah penanganan harus segera dilakukan begitu terjadi
trauma, meliputi perawatan luka lokal dan perawatan sistemik untuk menujang
kesembuhan.
Urutan tindakan yang harus dilakukan :
1. Melepaskan pakaian dan irigasi dengan air dalam jumlah banyak. Pengenceran
tersebut akan menghilangkan zat kimia dari tubuh sekaligus mengurangi reaksi
antara zat kimia dengan jaringan tubuh.
2. Irigasi dilanjutkan selama 2 jam pada trauma asam dan 12 jam pada trauma basa.
3. Rehidrasi, karena trauma kimia dan luka bakar sama-sama menyebabkan keadaan
hipovolemia.
Catatan :
Bahan kimia berupa asam/basa kuat menimbulkan reaksi tubuh, menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat dan penyembuhan yang lama, sehingga
menimbulkan deformitas bagian tubuh yang terkena. Hal yang perlu dicatat pada
pertolongan jangan memberikan antidotum (asam diberi basa atau sebaliknya)
karena akan menimbulkan reaksi yang akan memperberat kerusakan yang
terjadi.57

57

Mansjoer,arif : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media AESCULAPIUS.
Jakarta.2001.

46

TRAUMA LISTRIK
Kerusakan akibat listrik pada struktur yang lebih dalam lebih tergantung pada
resistensi jaringan, dengan urutan paling resisten adalah berturut-turut tulang,
lemak, tendon, kulit, otot, pembuluh darah, dan syaraf.
Penatalaksanaan
1. Lakukan ABC traumatologi.
2. Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran listrik pada
tubuh, antara lain:
Enselopati, kardiomiopati,gagal ginjal akut,rabdomiolisis.
3. Penatalaksanaan lainnya sebgaimana penanganan luka bakar pada umumnya.
Namun karena kerusakan jaringan yang terjadi pada luka bakar listrik memiliki
kekhususan maka penanganan luka tidak terlalu agresif.
4. Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyambuhan, karena trauma
dapat disertai trauma tumpul dan trauma kepala.
5. Terapi cairan. Kerusakan jaringan yang luas akan menyebabkan hilangnya
cairan(hipovolemi) dan asidosis metabolik maka diperlukan cairan kristaloid
untuk rehidrasi dan natrium bikarbonat sebanyak 200-400 mmol untuk
mengoreksi asidosis.58

3.10 TERAPI NUTRISI


Support nutrisi adalah faktor yang paling penting dalam perawatan untuk pasien
luka bakar.penyembuhan luka hanya dapat terjadi pada fase anabolik. Pemberian
makanan harus langsung diberikan setelah resusitasi lengkap. Pemberian makanan
enteral yang dini (dalam 4-12 jam) memperlihatkan penurunan respon hiperkatabolik,
menurunkan pelepasan katekolamin dan glukagon, menambah berat badan, dan
memperpendek masa perawatan di rumah sakit.
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar ditunjukkan pada tabel berikut.
Tujuan pemberian Nutrisi pada pasien luka bakar
1. Kebutuhan Kalori
58

Ibid

46

Rumus yang telah ada tidak dapat menghitung kebutuhan kalori pasien luka bakar
secara akurat. Persamaan Harris-Benedict kurang dapat memperkirakan kebutuhan kalori
karena tidak melibatkan faktor stress, dan studi yang dilakukan menentukan faktor stres
bervariasi dari 1.5 hingga 2.1.
Pria

: 66,47 + (13,75xBB[kg]) + (5xTB [cm]) (6,76xumur [thn]) x AF x BF

Wanita

: 65,51 + (9,56xBB[kg]) + (1,85xTB [cm]) (4,68xumur [thn]) x AF x

BF
AF

: Actifity factor = 1,2 - 1,3

BF

: Burn factor = 1,5 - 2,1 (deep burn).

Sebaliknya, rumus dari Curreri berlebih untuk mengukur kebutuhan kalorinya, yaitu:
Kebutuhan energi = 25 kcal/kg + 40 kcal/%BS area
Saat ini pemberian energi untuk penderita luka bakar tidak boleh melebihi 30-40 kcal/kg
per hari.59
Pengukuran metabolic rate pada pasien luka bakar yang dirawat di United State
Army Institute of Surgical Research ( USAISR ) telah digunakan untuk merumuskan
nutrisi berdasar umur, ukuran tubuh, dan luas luka bakar. Analisis yang kini didapat dari
kalorimeter linier dengan plateau REE pada 2-2,5x BMR saat luka bakar 60% atau lebih
indirek menemukan hubungan linier antara metabolic rate dengan luas luka bakar yang
bertentangan dengan studi-studi sebelumnya, yang menemukan kurva dari luas
permukaan badan. Studi serupa di Universitas Toronto mendeskripsikan hubungan linier
antara persentase total area tubuh yang terbakar, basal energy expenditure yang
diharapkan ( diukur dengan rumus Harris-Benedict ), suhu tubuh, jumlah hari setelah
terbakar, dan termogenik efek makanan. Kedua studi ini mengkonfirmasikan rumus
berdasarkan studi metabolic sebelumnya yang overestimate kebutuhan kalori pasien luka
bakar pada perawatan masa kini.
Hubungan antara kebutuhan energi dan luas luka bakar konsisten untuk pasien
yang bernapas bebas, tapi variasi data dari pasien yang diberi bantuan ventilasi mekanik
59

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

membuat perkiraan kebutuhan kalori kurang akurat. Data kalorimeter indirek pada pasien
dengan ventilasi mekanik dapat menjadi tidak akurat karena adanya ventilasi area yang
mati ( dead space ), kebocoran udara pada sistem ventilatory, dan peningkatan kerja
pernapasan selama sedasi yang inadekuat. Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada pasien
dengan ventilator mekanik harus diukur pertama-tama dengan kalorimeter indirek tapi
harus dievaluasi respon pasien terhadap support nutrisi.
Studi longitudinal REE pada pasien luka bakar ditemukan tidak ada hubungan
antara energy expenditure dengan luas luka bakar. Walaupun eksisi total segera dan skin
grafting pada keseluruhan luka bakar dapat menghilangkan respon hipermetabolik, eksisi
luka bakar yang dini dan penutupan luka pada 48-72 jam tidak memberikan efek pada
metabolic rate.60

Penentuan kebutuhan kalori, baik yang didapat melalui rumus ataupun dari
kalorimeter indirek, harus dikoreksi untuk aktivitas, walaupun sekarang ini dilaporkan
pada pasien rawat inap, yang sakit parah tidak memerlukan koreksi untuk aktivitas, pada
pasien luka bakar biasanya dilibatkan dalam program terapi fisik ekstensif untuk
meminimalisasi komplikasi luka bakar. Biasanya, kalori akhir yang didapat 20-25% lebih
besar daripada REE.
Pemberian karbohidrat dan lemak dengan jumlah adekuat untuk memenuhi kalori
mungkin dapat menjadi komplikasi karena perubahan substrat metabolisme dan sistem
GI yang telah disebutkan sebelumnya. Secara umum, kebutuhan kalori untuk pasien luka
bakar dapat dipenuhi dengan pemberian solusi enteral standar pada jumlah yang dapat
ditolerir oleh sistem GI. Contoh penentuan kalori menggunakan rumus USAIR
diperlihatkan dalam tabel-1.
Tabel 1 . Sampel kalkulasi kebutuhan kalori
1. seorang pria berusia 30 thn dengan 30% TBS luka bakar; TB=70, BB= 170 lb
60

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

2. BSA (m2) = 70 x 170 = 1,95 m2


3131
3. BMR = 54,337821 -1,19961 (30) + 0,02548 (30) 2 - 0,00018 (30)3 = 36,42 kcal
4. REE = (BMR x [0,89142 + {0,01335 x TBS}] ) x BSA x 24 x AF
REE = 36,42 [0,89142 + {0,01335 x 30}] x 1,95 x 24 x 1,25 = 2752,5 kcal/hari
TBS = total burn size; BSA = body surface area; BMR = basal metabolic rate;
REE = resting energy expenditure; AF= activity factor
Selain itu, rumus Galveston biasa digunakan untuk memperkirakan kebutuhan
kalori pada luka bakar segala umur sama dengan 1800 kcal/m2 + 2200 kcal/m2 dari luka
bakar. Untuk anak kurang dari 3 tahun, rumus polk dapat memperkirakan kebutuhan
kalori dengan rumus :
(60 kcal x Kg BB) + (35 kcal x % Luka bakar).61
2. Kebutuhan Nitrogen
Penentuan keseimbangan nitrogen pada pasien luka bakar disulitkan dengan
kehilangan protein dari luka terbuka. Pasien luka bakar yang dalam keadaan
hipermetabolik dan starvasi dapat kehilangan 30 gr nitrogen/hari, dengan 20-30%
kehilangan terjadi pada pembentukan eksudat serosa dari luka bakar.
Studi yang dilakukan Waxman dan rekan-rekannya, meneliti kehilangan protein
dari permukaan yang seluruh atau sebagian ketebalan luka bakar. Peneliti-peneliti
tersebut menemukan bahwa rata-rata kehilangan protein/hari melalui luka bakar untuk
akhir luka minggu pertama dapat diperkirakan sebagai berikut:
Protein loss (g) = 1,2 x BSA (m2) x % luka bakar
Pada minggu kedua paska luka bakar kehilangan protein menjadi tinggal setengahnya:
Protein loss (g) = 0,6 x BSA (m2) x % luka bakar
Sedangkan kehilangan Nitrogen melalui luka bakar diperkirakan:
Untuk luka bakar hari1-3:
61

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

Nitrogen loss (g) = 0,3 x BSA x % luka bakar


Untuk luka bakar hari ke- 4-16 dipergunakan rumus pada tabel dibawah ini, sehingga
kebutuhan protein harian dapat diperkirakan.
Kebutuhan protein per hari dapat dihitung dengan formula berikut ini:
Kebutuhan protein = 6,25 x kebutuhan energi [kcal] / 150. 62

Tabel-2 Nitrogen balance pada pasien luka bakar

Intake = gram protein / 6,25


Output = UUN/ 0,8 + 4 g* + wound factor
Wound factor :
Paska luka bakar hari 1-3 = 0,3 x (BSA) x (TBS)
Paska luka bakar hari 4-16 = 0,1 x (BSA) x (TBS)
4 g = insensible loss
UUN = Urinary Urea Nitrogen
TBS = Total Body Surface area burn (%)
BSA = Body surface area

62

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

Positif nitrogen balance pada pasien luka bakar tidak dapat diperkirangan melalui
konsentrasi albumin, prealbumin, retinol-binding protein, atau transferin. Perubahan
level protein visceral sebagai protein penunjang juga tidak memiliki korelasi dengan
nitrogen balance. Pertentangan ini adalah manifestasi dari kehilangan protein yang
terjadi melalui luka bakar, bersamaan dengan variabel volume cairan infus selama
periode resusitasi dan sesudahnya.63

Nutrisi Enteral
Indikasi nutrisi enteral:
1. Luas luka bakar >20% permukaan tubuh.
2. Nutrisi alami tidak memungkinkan karena penurunan kesadaran, luka bakar pada
wajah, jejas pada traktus respiratorius, trakeostomi.
3. Adanya status malnutrisi sebelum luka bakar, penyakit kronis yang parah.

Keuntungan nutrisi enteral daripada parenteral adalah:


1. Memproteksi membrane mukosa intestine.
2. Mencegah translokasi bakteri.
3. Lebih fisiologis.
4. Menurunkan resiko infeksi.
5. Lebih murah.
Metode nutrisi enteral:
63

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit

FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

1. Dengan NGT.
2. nasoduodenal / nasojejunal tubes
3. Percutaneous gastrotome (durasi lama sampai 155 hari).

Kandungan nutrisi enteral:


1. Karbohidrat : < 5-7 mg/kg/menit.
2. Protein : 23-25% dengan mempertimbangkan keseimbangan cairan, kadar
nitrogen, dan kreatinin dalam darah atau 2,5-3.0 g/kgBB pada anak-anak.
3. Lemak : <40% kalori nonprotein atau 5-15% total kebutuhan energi.
4. Mikroelemen (Zn, tembaga, Se)
5. Vitamin (vit C, B1, B6, B12, A, E).
6. Immunomodulator (leucine, glutamin, arginin, ornitin-ketoglutarat, asam lemak
3).64
Sebaiknya nutrisi enteral dimulai sesegera mungkin setelah periode syok
berakhir, biasanya hari kedua atau ketiga setelah kejadian luka bakar. Namun
penelitian menunjukkan bahwa nutrisi enteral sudah dimulai dari 6 jam setelah
trauma untuk mencegah translokasi bakteri yang dapat mencegah terjadinya sindrom
sepsis. Sehingga sebaiknya nutrisi enteral dimulai dengan campuran hipokalori (0,5
kcal/ml) dengan kecepatan 25 ml/jam. Jika dapat ditoleransi baik oleh pasien maka
dapat dinaikkan 25 ml/8 jam sampai menjadi 100-120 ml/jam.

Evaluasi Terapi Nutrisi


1. Tanda insufisiensi nutrisi awal adalah kelelahan pada pasien.
2. Toleransi nutrisi enteral dilihat dari: pengukuran residu volume gaster,
perpindahan/transit ke intestine.
3. Pemeriksaan lab rutin : kadar glukosa darah, keseimbangan elektrolit, fungsi
ginjal dan liver, pengukuran metabolisme protein.
4. Pengukuran antropometris : berat badan, BMI, mid-upper arm circumference.
64

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit


FARMEDIA. Jakarta. 2000

46

5. Keseimbangan nitrogen (jika fungsi ginjal masih baik) sebagai indicator status
dan efisiensi nutrisi yaitu:

Nitrogen loss = N urin + 8 mg/kgbb + 0,2 g N/%luas luka bakar.

Atau dengan cara: N urin = ([urea urin x 0,08] / 2,14) + 4 g.

6. Penanda status protein : albumin, transthyretin/prealbumin, retinol binding


protein, CRP (penanda inflamasi)65

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,arif

: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Penerbit Media

AESCULAPIUS. Jakarta.2001.
2. Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit FARMEDIA.
Jakarta. 2000
3. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2 . EGC. Jakarta. 1994.
4. Syamsuhidajat.R : Buku ajar ilmu bedah.Penerbit EGC. Jakarta.2002
5. Waitaatmadja, M. syarif, : Anatomi dan Fisiologis Kulit. Edisi 3. Penerbit Balai
pustaka. FKUI, Jakarta, 2002.
6. www.emedicine.com
7. www.library.usu.ac.id/download.pdf
8. www.lukabakar.net
9. www.medicastore.com

65

Moenadjat,yefta R : Pengetahuan klinis praktis luka bakar. Penerbit FARMEDIA.

Jakarta. 2000

46

Anda mungkin juga menyukai