Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella
zoster virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes
zoster, dimana telah dikenal sejak lama. Infeksi varicella primer (cacar air) susah
dibedakan dengan cacar sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1875, Steiner
menunjukkan bahwa cacar air disebabkan oleh cairan vesikula yang berasal dari
pasien dengan akut varicella. Observasi klinis mengenai hubungan antara
varicella dan herpes zoster dibuat pada tahun 1888 oleh von Bokay, ketika anakanak yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella setelah kontak
dengan herpes zoster. VZV diisolasi dari kedua cairan vesikular yang berasal dari
cacar air dan lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas Weller pada tahun 1954.
Penelitian laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan pengembangan vaksin
varicella hidup yang dilemahkan di Jepang pada 1970-an. Vaksin ini berlisensi
untuk digunakan di Amerika Serikat pada Maret 1995. Vaksin pertama untuk
mengurangi risiko herpes zoster ini dilisensikan pada Mei 2006.
VZV adalah virus DNA yang termasuk dalam famili virus herpes. Seperti
virus herpes lainnya, VZV memiliki kapasitas untuk bertahan dalam tubuh setelah
infeksi (pertama) primer sebagai infeksi laten. VZV tetap dalam ganglia saraf
sensorik. Infeksi primer menyebabkan terjadinya varicella (cacar air), sementara
herpes zoster (shingles) adalah akibat dari infeksi berulang. Virus ini diyakini
memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di lingkungan.

VARICELLA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Varicella adalah Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Varicella atau Chickenpox adalah penyakit menular akut yang disebabkan
oleh infeksi primer virus varicella zoster yang dapat menyebabkan ruam kulit
berupa sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun menonjol, lepuhan
berisi cairan, yang menimbulkan rasa gatal. Penyakit ini terutama mengenai anakanak dan sangat menular, dapat melalui kontak langsung dengan lesi, tetapi
terutama melalui udara (droplet infection).

Virus varicella zoster

dapat

menyebabkan infeksi primer, laten dan rekuren. Infeksi primer bermanifestasi


sebagai varicella (chickenpox); reaktifasi dari infeksi laten menyebabkan herpes
zoster. Penyakit ini sangat menular dengan karakteristik lesi-lesi vesikel
kemerahan. Reaktivasi laten dari virus varicella zoster umumnya terjadi pada
dekade keenam

dengan

munculnya lesi vesikuler terbatas pada dermatom

tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat.


2.2 Epidemiologi
Distribusi dari penyakit ini meliputi seluruh dunia, akan tetapi ada
beberapa hal yang mempengaruhi angka kejadian penyakit ini, misalnya dilihat
dari umur, suhu atau temperatur suatu daerah, serta apakah daerah tersebut belum
pernah atau tidak mendapatkan vaksin varicella. Varicella merupakan penyakit
endemik, biasanya terjadi pada saat musim dingin ataupun musim semi.
Di Eropa dan Amerika Utara pada saat sebelum ditemukannya vaksin dari
penyakit ini, 90% kasus terjadi pada anak-anak dibawah umur 10 tahun dan
beberapa di antaranya yakni sekitar 5% kasus terjadi pada individu di atas 15
tahun. Dari tahun 1988 hingga 1995, ada 11.000 kasus yang ditangani oleh pihak
rumah sakit dan 100 kasus meninggal setiap tahunnya yang disebabkan oleh
penyakit ini. Di negara-negara tropis, insiden penyakit ini lebih sering terjadi pada

VARICELLA

orang dewasa dibandingkan anak-anak. Setelah ditemukannya vaksin dari


penyakit ini, berdasarkan laporan dari Centers of Disease Control and Prevention
(CDC) angka kejadian penyakit ini menurun pada tahun 2002 dari 2,63 hingga
0,93 kasus dari 1000 orang per tahun.
Di indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus varicella atau cacar
air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemi cacar air pada
daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas menyebutkan,
selama periode Januari hingga November 2007, sedikitnya 691 warga terkena
penyakit terbanyak pada kecamatan Kalibagor 79 penderita, dan kecamatan
Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari 500 penderita,
akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2006. Data Dinkes tahun
2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak 1.771 orang.
2.3 Etiologi
Penyebabnya adalah virus varicella zoster virus (VZV) dari keluarga
herpes virus, sangat mirip dengan herpes simplex virus. Virus ini memiliki DNA
berantai ganda yang mengkode lebih dari 70 macam protein.5
Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita atau melalui bendabenda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit. Penderita bisa
menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya gejala sampai lepuhan yang
terakhir telah mengering. Karena itu, untuk mencegah penularan, sebaiknya
penderita diisolasi atau diasingkan. Jika seseorang pernah menderita cacar air,
maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi
virusnya bisa tetap non-aktif di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif
kembali dan menyebabkan timbulnya sebuah penyakit yang disebut herpes zoster.

2.4 Patofisiologi
VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit
muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada
orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus

VARICELLA

respiratorius. Replikasi virus terjadi pada kelenjar getah bening selama 2-4 hari
berikutnya, 4-6 hari kemudian viremia primer menyebar virus ke sel-sel
retikuloendotelial dalaam

hati, limpa, dan organ lainnya. Penularan terjadi

melalui droplet kepada membrane mukosa orang sehat misalnya konjungtiva.


Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke
kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada
dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit.
Pada penderita imunokompromise, virus menghilang lebih lambat yaitu
24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi
dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapuler,
vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel yang
membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik
intranuklear. Perkembangan vesikel berhibungan dengan peristiwa ballooning
yakni degenerasi sel epitelial yang akan menyebabkan timbulnya ruangan yang
berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya
protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat
menyebabkan terjadinya infeksi diseminta yang biasanya berhubungan dengan
rendahnya sistem imun dari penderita.

Gambar 1. Patofisiologi dari Varicella, masa laten hingga terjadinya reaktivasi virus.

Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi


mukokutan melal ui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan oleh
penularan dari sel mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam pada
kulit. Reaktifasi VZV

VARICELLA

yang simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi

vesikuler pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom tertentu mengikuti
saraf sensori tertentu.

Gambar 2. Infeksi VZV pada ganglion dorsalis

2.5 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis
dimulai dengan gejala prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese,
dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini
khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikelvesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.

Gambar 3. Gambaran Effloresensi pada Varicella 3

VARICELLA

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut dan saluran nafas bagian atas. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

Gambar 4. Foto Pasien Varicella

Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada
orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia, glumerulonefritis, karditis, hepatits,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).
Infeksi timbul pada trimester pertama kehamilan dan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisella kongenital pada neonatus.
2.6 Diagnosis Banding
1. Variola
Penyebab dari virus ini adalah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2
tipe virus yang hamper identik tapi menyebabkan 2 tipe variola, yaitu variola
mayor dan variola minor. Masa inkubasinya 2-3 minggu, terdapat 4 stadium :
Stadium inkubasi erupsi (prodromal) : terdapat nyeri kepala, nyeri tulang dan
sendi disertai demam tinggi, menggigil, lemas, dan muntah-muntah, yang
berlangsung selama 3-4 hari. Stadium makulo-papular : timbul macula-makula
eritematosa yang cepat menjadi papul-papul, terutama di muka dan ekstremitas,

VARICELLA

termasuk telapak tangan dan kaki. Pada stadium ini suhu tubuh normal kemali dan
penderita merasa sehat kembali dan tidak timbul lesi baru.
Stadium vesiko-pustulosa: Dalam waktu 5-10 hari timbul vesikel-vesikel
yang kemudian menjadi pustula-pustula dan pada saat ini suhu tubuh meningkat
lagi. Pada kelahiran tersebut timbul umbilikasi. Stadium resolusi : Stadium ini
berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta-krusta dan suhu tubuh mulai
menurun. Kemudia krusta-krusta terlepas dan meninggalkan sikatriks-sikatriks
yang atrofi. Kadang-kadang dapat timbul perdarahan yang disebabkan depresi
hematopoetik dan disebut sebagai black variola yng sering fatal. Mortalitas variola
bervariasi diantara 1-50%.

Gambar. 5 Variola

2. Herpes Zoster
Lebih dari 66% penyakit ini menyerang pada usia 50 tahun ke atas, dan
5% terjadi pada kasus anak di bawah usia 15 tahun. Manifestasi klinik dari Herpes
Zoster dibagi ke dalam 3 fase, yaitu fase prodormal, infeksi aktif, dan fase kronik.
Fase prodormal gejala berupa nyeri saraf (neuritic pain) atau parestesia selama 23 minggu. Kemudian terjadi pembentukan vesikel-vesikel akut selama 3-5 hari
dengan lesi pruritus yang tidak terasa nyeri dan pembentukan krusta selama 2-3
minggu. Distribusi dari lesi unilateral. Pada fase kronik lesi digambarkan seperti
rasa terbakar biasanya fase ini dirasakan setela beberapa minggu, beberapa bulan,
bahkan beberapa tahun setelah terjadi infeksi pada cutaneus.

VARICELLA

Gambar. 6 Herpes Zoster

3. Impetigo bulosa
Biasa juga disebut impetigo vesiko-bullosa biasanya disebabkan oleh
staphylococcus

aureus.

Gejala

klinis

keadaan

umum

biasanya

tidak

mempengaruhi, tempat predileksi diketiak, dada, punggung, sering bersama-sam


miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,
bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita dating berobat,
vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya
masih eritematosa.

Gambar 7. Impetigo bulosa

4. Dermatitis Kontak

VARICELLA

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen menimbulkan kelainan
klinis berupa effloresensi polimorfik (eritema, papul, edem, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan
bahkan mungkin hanya beberapa. Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.
Penyebarannyan dapat setempat, generalisata dan universalis. Kelainan
kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.

Gambar. 8 Dermatitis Kontak

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak.

VARICELLA

Gambar 9. Tzanck smear positif. Giant sel berinti banyak dengan ditandai perubahan nukleus

Tekhnik PCR juga dapat dilakukan untuk pemeriksaan varicella. Metode


virologi dengan mendeteksi DNA virus ataupun protein virus digunakan sebagai
salah satu metode diagnosis infeksi VZV. Spesimen sebaiknya disimpan dalam es
atau pendingin dengan suhu -70 C apabila penyimpanan dilakukan untuk waktu
yang lebih lama.
Teknik serologi merupakan salah satu metode serologik yang digunakan
untuk mediagnosis infeksi VZV didasarkan pada pemeriksaan serum akut dan
konvalensens yaitu IgM dan IgG. Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV memacu IgM yang terkadang selit
dibedakan dengan kehadiran IgM pada infeksi primer.
Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk
mengetahui status imun seseorang, Dimana riwayat penyakit varicellanya tidak
jelas. Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan klinis, guna mengetahui antibodi
pasif atau pernah mendapat vaksin aktif terhadap varicella. Keberadaan IgG, pada
dasarnya merupakan pertanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima
antibodi pasif dari immunoglobulin. Teknik lain adalah dengan menggunakan
fluorescent-antibodi membrane antigen assay.pemeriksaan ini dapat mendeteksi
antibodi yang terikat pada sel yang terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif dan
spesifik, hampir serupa dengan pemeriksaan enzyme immunoessay atau
imunoblotting. Pemeriksaan serologik lain yang mendukung adalah lateks
aglutinasi, untuk mengetahui status imunitas terhadap VZV.
VARICELLA

10

2.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan


Acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir adalah agen antivirus yang
dipercaya untuk pengobatan infeksi VZV. Terapi antivirus mencegah progresivitas
varicella dan penyebaran viseral dan kompensasi penyebaran untuk respon host.
Terapi antivirus telah mengubah prognosis varicella pada resiko tinggi anak,
penurunan mortalitas dari 7-10% untuk sedikit atau fatilitas yang tidak lengkap.
Untuk terapi yang optimal, pemberian acyclovir pada pasien anak dengan
imunokompresi sebaiknya diberikan 24-72 jam setelah ditemukan ruam. Karena
proses absorpsi yang lama pada sediaan oral, biasanya diberikan secara intravena
dengan dosis 500 mg/ml setiap 8 jam, terapi dilanjutkan selama 7 hari hingga
tidak terbentuk lesi baru selama 48 jam. Akan tetapi acyclovir intravena ini dapat
diberikan kepada pasien varicella yang disertai dengan penyakit lainnya seperti,
pneumonia, hepatitis, trombositopenia atau encephalitis. Pemberian asiklovir oral
biasanya diberikan pada pasien anak dan dewasa yang tidak disertai
imunokompresi. Pada pasien dengan umur lebih dari 2 tahun; berat badan kurang
dari 40 kg; diberikan dosis asiklovir 20 mg/kgBb (maksimum 800mg per dosis) 4
kali sehari selama 5 hari, sedangkan pada pasien dengan umur lebih dari 2 tahun;
berat badan kurang dari 40 kg; diberikan dosis asiklovir 800 mg peroral 4 kali
sehari selama 5 hari.
Terapi Varicella
Pasien

Aturan Pakai

Normal
Bayi

Acyclovir, 500 mg/ml 3x1 selama 10


hari

Anak

Terapi simptomatik atau acyclovir, 20


mg/kgBB selama 5 hari

Remaja, dewasa dan ibu hamil

Acyclovir, 800 mg 5x1 selama 7 hari


Acyclovir, 800 mg 5x1 selama 7 hari

VARICELLA

11

atau acyclovir, 10 mg/kgBb IV 3x1


selama 7 hari

Immunocompromised
Mild varicella or mild compromise

Acyclovir, 800 mg PO 5x1 selama 7


hari

Severe

varicella

or

severe

compromise

Acyclovir, 1am IV 3x1 selama 7 hari


Foscarnet, 40 mg/kgBb IV 3x1

Tabel 1. Terapi Varicella

Pemberian Acetaminofen untuk mengurangi rasa tidak nyaman akibat


demam. Aspirin dan salisilat tidak dapat digunakan sebagai antipiretik pada
varicella karena penggunaan aspirin dan salisilat meningkatkan resiko Sindroma
Reye Pemberian antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau
hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6 jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan
untuk mengatasi superinfeksi bakteri. Terapi asiklovir pada anak imunodefesiensi
harus dimulai pada 24 jam hingga 72 jam sesudah muncul ruam pada kulit. Oleh
karena rendahnya absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap pemberian
dosis 500 mg/m2 dalam 8 jam. Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak
ada lesi baru yang muncul dalam 48 jam.
Untuk pencegahan infeksi VZV ini ada 3 metode yang dapat digunakan.
Pertama, pemberian vaksin varicella yang dilemahkan dianjurkan untuk semua
anak anak dengan umur <1 tahun (sampai umur 12 tahun) yang belum pernah
terkena chickenpox dan untuk orang dewasa yang diketahui seronegative terhadap
VZV. Vaksin dosis tunggal diberikan pada anak anak, sebaliknya pada orang
dewasa diharuskan dua dosis vaksin. Pendekatan yang kedua adalah dengan
memberikan varicella-zoster immune globulin (VZIG) pada individu yang
VARICELLA

12

dicurigai memiliki resiko tinggi perkembangan komplikasi varicella, dan telah


memiliki paparan yang signifikan. VZIG harus diberikan dalam 96 jam (sebaiknya
72 jam) dari paparan varicella.
Pendekatan terakhir ialah terapi antivirus, terapi antivirus dapat diberikan
sebagai profilaksis pada individu individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat
diberikan vaksin atau yang melebihi 96 jam setelah kontak langsung dengan
penderita varicella. Sementara ini digunakan acyclovir, dengan manfaat yang
sama dapat digunakan pengganti valacyclovir atau famcyclovir. Terapi dilakukan
7 hari setelah pajanan yang berkelanjutan. Pada kurun waktu ini, host berada pada
pertengahan periode inkubasi. Pendekatan ini secara signifikan menurunkan
keparahan penyakit, jika tidak dengan total mencegah penyakit ini.

2.9 Prognosis dan Komplikasi


Pada anak yang normal, varicella jarang berkomplikasi. Komplikasi yang
paling sering adalah infeksi bakteri sekunder pada kulit yang mengalami lesi.
Biasanya staphylococci atau streptococci yang mungkin dapat menyebabkan
impetigo, furunkel, sellulitis, erisipelas dan yang jarang ialah gangren. Infeksi
lokal ini sering mengarah ke pembentukan skar dan yang jarang menyebabkan
septikemia dengan infeksi metastasi dari organ lain. Lesi bulla dapat berkembang
ketika vesikel mengalami superinfeksi oleh staphylococci yang menghasilkan
toksin yang mengelupas kulit. Infeksi Group A streptococcal sangat virulent.
Infeksi Group A streptococcal biasanya terjadi dalam dua 2 minggu dari onset
ruam varicella. Vaksinasi varicella dapat menurunkan persentase invasif dari
Group A streptococcal.
Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi yang utama pada orang
dewasa yang mengalami vericella. Beberapa pasien dapat terlihat asimptomatik,
tetapi beberapa pasien yang lain dapat berkembang menjadi penyakit respirasi
berat dengan gejala batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada
pleuritik, sianosis, dan hemoptisis 1 sampai 6 haru setelah onset dari ruam pada
kulit. Kematian pada orang dewasa dengan pneumonia varicella berat telah

VARICELLA

13

diperkirakan diantara 10 30 %, tetapi kurang dari 10% jika pasien tidak


mengalami immunocompromise.
Encephalitis sering disertai dengan ataksia pada pasien yang sehat terjadi
dalam kurang dari 1 per 1000 kasus dan pulih secara komplit terjadi dalam 80%.
Komplikasi neurologis lain sangat jarang ditemukan.
Gangren kutaneus (varicella gangrenosa) dapat mengikuti infeksi
sekunder, tetapi jarang gangren lokal yang luas terjadi dengan atau tanpa adanya
keterlibatan bakteri, dan kadang kadang diantara serangan ringan varicella.
Rhabdomyolysis telah dilaporkan berhubungan dengan varicella. Arthritis virus
selama varicella juga telah dilaporkan terjadi, meskipun athritis bakterial juga
dapat terjadi. Steven-Johnson syndrome terjadi sebagai akibat infeksi varicella
juga telah dilaporkan terjadi, dan harus ditentukan jika bulla berkembang sebagai
tambahan terhadap typical vesikel dari chickenpox. Terapi dengan kortikosteroid
sistemik sebagai tambahan terapi asiklovir mungkin dibutuhkan. Varicella pada
pasien immunocompromised dapat menjadi parah dan progresif dengan angka
mortalitas dari 7-10%.
Sebuah variasi yang tidak biasa dari varicella recurrent terlihat pada orang
tua dengan riwayat varicella pada masa kanak yang memiliki keganasan pada
sumsung tulang dan yang sedang mendapat kemoterapi. Dengan perawatan yang
teliti dan meperhatikan higiene memberi prognosis yang baik dan jaringan parut
yang timbul hanya sedikit.

VARICELLA

14

BAB III
KESIMPULAN
Varicella adalah Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis
mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri
kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang dalam
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang
menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang
disertai dengan defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang
diambil dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang
diberikan pada anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang
diberikan pada orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat
pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal
untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari
galur yang dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan
diberikan vaksin ulangan 4-6 tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia
12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8 minggu setelah dosis pertama. Pemberian
vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml

VARICELLA

15

DAFTAR PUSTAKA
1.

Daili, Emmy. S. Sjamsoe. Varicella dalam Penyakit Kulit yang Umum di


Indonesia Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta : PT. Medical Multimedia

2.

Indonesia.2005. 66-67.
Martin K, Noberta D, Matheus T. Varicella Zoster pada Anak. Medicinus.
2009;3:23-31

3.

Handoko RP. Varicella. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, dkk, editor.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2008. P. 115-18.
4.

Mubin Halim Prof. dr., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam (Diagnosis

5.

dan Terapi), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008


Sugito T L. Infeksi Virus Varicella - Zoster pada bayi dan anak. Dalam :
Boediardja S A editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas

6.

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 : 17 33


Schmid, DS. Jumaan, AO. Impact of Varicella Vaccine on Varicella-Zoster

7.

Virus Dynamics. 2010.


Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2010

VARICELLA

16

Anda mungkin juga menyukai