Anda di halaman 1dari 14

http://fisika-esbach.blogspot.co.id/2012/04/cara-mengatasimiskonsepsi-dalam.

html
FISIKA ESBACH
Selasa, 24 April 2012
CARA MENGATASI MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

A.

Pengertian Konsep, Persepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi

Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau


ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap
budaya oleh suatu tanda atau simbol (objects, events, situations, or
properties that possess common critical attributcs and are designated
in any given culture by some accepted sign or symbol(Ausubel, 1978:
105). Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan
manusia berfikir (bahasa adalah alat berfikir).
Tafsiran perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda. Misalnya
penafsiran konsep ibu atau cinta atau keadilan berbeda untuk setiap
orang.
Tafsiran
konsep
oleh
seseorang
disebut Persepsi
(konsepsi) Walaupun dalam Fisika kebanyakan konsep mempunyai arti
yang jelas, bahkan yang sudah disepakati oleh para Fisikawan, tetapi
konsepsi pembelajar berbeda-beda.
Sebelum memasuki ruang-ruang pembelajaran peserta didik telah
memiliki konsepsi atau persepsi sendiri-sendiri tentang sesuatu,
termasuk yang berkaitan dengan materi Fisika. Ketika kita
mengajarkan bab mekanika misalnnya, peserta didik sudah memiliki
beberapa pengetahuan yang menyangkut bab tersebut, sedikit atau
banyak, benar atau salah. Sebelum mereka mengikuti pelajaran
mekanika sudah banyak memiliki pengalaman dengan peristiwaperistiwa mekanika (benda yang jatuh, benda yang bergerak, gaya,
dll). Karena pengalamannya itu mereka telah memiliki konsepsikonsepsi (persepsi-persepsi) yang belum tentu sama dengan konsepsi
Fisikawan. Konsepsi atau persepsi seperti itulah yang disebut
dengan prakonsepsi. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada
suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Bentuk
miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang
tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan
yang naif. Khusus untuk pembelajar pemula, miskonsepsi sering juga
diistilahkan dengan konsep alternatif.

B.

Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika

Miskonsepsi sangatlah resisten dalam pembelajaran bila tidak


diperhatikan dengan seksama oleh guru. Di bawah ini diberikan
beberapa contoh miskonsepsi yang sering dijumpai pada peserta
didik.
Gerak
Beberapa peserta didik salah mengerti akan konsep kecepatan sesaat
dan percepatan sesaat. Mereka memahami sesaat sebagai suatu
waktu interval meskipun merupakan interval yang sangat kecil.
Pengertian kecepatan sesaat dan percepatan sesaat memang sulit
dimengerti, khususnya karena banyak buku menjelaskannya dengan
pengertian limit yang masih sulit bagi peserta didik SMA.
Banyak peserta didik juga punya salah pengertian tentang percepatan
gravitasi. Kebanyakan siswa secara spontan mengatakan bahwa
sebuah benda yang lebih berat akan jatuh lebih cepat daripada benda
yang ringan pada peristiwa gerak jatuh bebas. Beberapa peserta
didik malah masih menganggap bahwa bola besi dan bola plastik yang
dijatuhkan bebas dari ketinggian yang sama akan sampai di tanah
dalam waktu yang berbeda karena bola besi akan jatuh lebih cepat dari
bola plastik. Padahal menurut prinsip Fisika, kedua benda itu akan
jatuh dengan percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh sampai
ke lantai juga sama (bila tidak ada unsur lain yang mempengaruhi).
Cukup banyak peserta didik juga berpikir bahwa jika dua benda
bergerak dalam waktu dan percepatan yang sama, mereka akan punya
jarak tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal perlu
diperhitungkan
karena
unsur
itu
yang
membuat
jaraknya
berbeda. Dalam rumus jarak St=V0.t + a.t2 tampak bahwa
kecepatan awal (V0) ikut menentukan jarak yang ditempuh suatu
benda. Dua benda yang bergerak kecepatan awal berlainan, meskipun
waktu (t) dan percepatan (a) sama, akan menempuh jarak yang
berbeda.
Menurut beberapa penelitian, salah pengertian terbanyak terjadi pada
gerak parabola. Peserta didik masih sulit menangkap mengapa
kecepatan pada puncak suatu proyektil adalah nol, meski
percepatannya tidak nol. Mereka berpikir bahwa jika kecepatan itu nol,
percepatannnya juga harus nol (Suparno, 1998:13).
Gaya, massa, dan berat
Banyak peserta didik bingung dengan konsep dari gaya, massa dan
berat. Dalam Fisika, berat (w) adalah suatu gaya (F) dan punya unit
newton; sedangkan massa (m) punya satuan kilogram, dan ini bukan
gaya. Namun, banyak peserta didikmenuliskan bahwa berat adalah
suatu massa dan punya satuan kilogram. Beberapapeserta

didik menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Maka


mereka menangkap bahwa jika tidak ada suatu gaya, tidak akan ada
suatu gerakan. Akibatnya, mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak
sama sekali, juga tidak adagaya. Misalnya, jika seorang mendorong
suatu kereta dan kereta itu bergerak,peserta didik mengatakan ada
suatu gaya bekerja pada kereta itu. Namun, bila kereta itu tidak
bergerak, mereka mengatakan bahwa tidak ada gaya pada kereta
tersebut, meski orang itu mendorong kereta dengan energi yang besar.
Dalam fisika, meski kereta tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja
padanya.
Hukum Newton
Banyak peserta didik berpikir, gaya aksi dan reaksi dalam Hukum
Newton III bekerja pada titik yang sama dari obyek yang sama. Mereka
menganggap gaya ke atas yang dilakukan meja pada benda A, dan
gaya yang dilakukan benda A pada meja, bekerja pada satu titik, yaitu
titik antara meja dan benda A. Padahal menurut Fisika, dua gaya itu
bekerja pada obyek yang berbeda. Bila kedua gaya aksi reaksi itu
bekerja pada suatu titik yang sama, dengan besaran yang sama, maka
sama saja tidak ada gaya apapun, karena mereka bekerja pada suatu
titik yang sama, dengan besaran yang sama dan arah terbalik,
sehingga saling melenyapkan.
Banyak peserta didik memahami gaya sebagai suatu sifat yang ada
dalam suatu benda, suatu sifat yang melekat pada benda itu. Oleh
karena itu, peserta didik dengan mudah percaya bahwa benda yang
berat akan jatuh lebih cepat dari benda yang ringan, jika terjadi gerak
jatuh bebas karena benda yang berat mempunyai gaya yang lebih
besar daripada yang ringan. Padahal dalam konsep Newton, gaya
muncul dari interaksi antara benda-benda itu.
Beberapa peserta didik memahami bahwa benda yang diam diatas
meja, tidak mempunyai gaya yang bekerja pada benda tersebut.
Alasannya karena benda itu diam saja diatas meja. Padahal menurut
Fisika, benda itu mempunyai gaya yang bekerja pada meja. Benda itu
tetap diam karena sebagai reaksinya, meja melakukan gaya reaksi
terhadap benda tersebut yang besarnya sama tetapi berlawanan arah.
Banyak peserta didik sekolah menegah mempunyai pengertian bahwa
besarnya gaya gesekan yang dialami suatu benda yang berada disuatu
permukaan, hanya tergantung pada kekasaran permukaan itu. Tentu
saja kekasaran permukaan itu mempungaruhi gaya gesekan, tetapi
ada beberapa unsur lain yang juga mempungaruhi besarnya gaya
gesekan, seperta massa benda itu sendiri dan gaya yang bekerja pada
benda itu.
Kerja, kekekalan energi dan momentum

Dalam Fisika, kerja (W) sama dengan gaya (F) kali jarak (s). Jika suatu
gaya (F) bekerja pada suatu objek dan objek itu tidak bergerak dalam
suatu jarak tertentu (s), maka tidak ada kerja (W). Di sini
beberapa peserta didik berpikir bahwa di situ ada kerja (W). Mereka
sulit mengerti mengapa jika seseorang mendorong suatu kereta
dengan banyak energi, ia tidak membuat kerja. Mereka berpikir bahwa
jika seseorang membuat aktivitas dengan suatu energi ia membuat
suatu kerja, gagasan ini bertentangan dengan prinsip Fisika yang
diterima.
Beberapa peserta
didikmengalami
kesulitan
untuk
memahami konsep kekekalan energi. Mereka mengalami dalam hidup
mereka bahwa jika mereka mengendarai mobil atau sepeda motor
cukup lama, bensinnya akan habis. Jika mereka bekerja giat, mereka
akan lelah kehabisan tenaga. Bagaimana mungkin dapat dikatakan
bahwa energinya tetap/kekal?" demikian mereka menyangsikan.
Beberapa peserta didik mengatakan bahwa jika dua kereta dengan
kecepatan yang sama tetapi arahnya berlawanan bertumbukan,
mereka akan berhenti karena kecepatan totalnya menjadi nol. Mereka
lupa bahwa kekekalan momentum membutuhkan resultan momentum
(mv) = 0. Maka jika massanya berbeda, mereka tidak akan berhenti
langsung (Suparno, 1998:18).
Sewaktu mempelajari energi kinetik, beberapa peserta didik SMA
masih mempunyai gagasan yang keliru tentang besarnya energi kinetik
suatu benda bila kecepatannya ditambah. Mereka menjelaskan, energi
kinetik suatu benda yang kecepatannya ditambah tiga kali lipat, maka
energi kinetiknya juga akan menjadi tiga kali lipat. Mereka tidak
melihat secara cermat rumusan energi kinetik. Dalam rumusan itu, bila
kecepatannya menjadi 3 kali lipat, maka energi kinetiknya akan
menjadi 9 kali lebih besar karena ada unsur kuadrat.

C.

Penyebab Miskonsepsi

Ada banyak cara mengatasi miskonsepsi dalam bidang Fisika. Banyak


penelitian telah dilakukan para ahli pendidikan Fisika yang
mengungkapkan bermacam-macam kiat yang di buat untuk membantu
siswa memecahkan persoalan miskonsepsi.
Secara garis besar langkah yang digunakan membantu mengatasi
miskonsepsi adalah:
1.
siswa

Mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan

2.

Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut

3.

Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi

Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak berhasil


karena pendidik tidak tahu persis penyebab miskonsepsi, sehingga
cara yang ditempuh tidak tepat. Maka, mencari penyebab miskonsepsi
menjadi unsur penting sebelum menentukan cara mengatasinya.
Banyak guru Fisika membantu peserta didik mengatasi miskonsepsi
dengan cara mengulangi penjelasan bahan beberapa kali. Akibatnya,
peserta didik yang sudah mengerti menjadi bosan, dan peserta didik
yang mempunyai miskonsepsi tetap tidak terbantu karena tidak tahu
letak kesalahannya. Hal ini terjadi karena guru tidak mencari penyebab
miskonsepsi peserta didik terlebih dahulu, sehingga metode yang
digunakan tidak tepat.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi
penyebab miskonsepsi pada peserta didik. Secara garis besar,
penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu :
peserta didik, guru, buku siswa, konteks dan metode mengajar.
Penyebab yang berasal dari peserta didik dapat terdiri dari berbagai
hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan,
minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari
guru`dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya, penguasaan
bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi
dengan peserta didik yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari
buku siswa biasanya terdapat dalam penjelasan atau uraian yang salah
dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama, dan bahasa
sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi peserta didik. Sedangkan
metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering
memunculkan salah pengertian pada peserta didik, sering kali
penyebab-penyebab itu berdiri sendiri, tetapi kadang-kadang saling
terkait satu sama lain, sehingga salah pengertiannya menjadi semakin
kompleks. Hal ini menyebabkan semakin tidak mudah untuk membanu
siswa untuk membantu mereka.
Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di sini masih sangat terbatas.
Dalam kenyataan di lapangan, peserta didik dapat mengalami
miskonsepsi dengan sebab-sebab yang lebih bermacam-macam dan
rumit. Penyebab sesungguhnya sering kali juga sulit diketahui, karena
peserta didik kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan
bagaimana hingga mereka mempunyai konsep yang tidak tepat
tersebut.
Kita juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap
peserta didik dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga
berlainan. Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacammacam miskonsesi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi
para pendidik tidak mudah untuk sungguh-sungguh mengerti
penyebab miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik. Sebagai

akibatnya, tidak mudah juga untuk dapat membantu setiap peserta


didik secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.
Suparno (2005:53) memberi ringkasan berkenaan dengan faktor
penyebab miskonsepsi fisika, ringkasan tersebut dimuat dalam tabel
2.1.
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
Sebab Utama

Sebab Khusus

Peserta Didik

Prakonsepsi,
pemikiran
asosiatif,
pemikiran
humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi
yang salah, tahap perkembangan kognitif peserta
didik, kemampuan peserta didik, minat belajar
peserta didik.

Guru

Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang


ilmu fisika, tidak membiarkan peserta didik
mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-peserta
didik tidak baik.

Buku Siswa

Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus,


tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak
tahu membaca buk teks, buku fiksi dan kartun sains
sering salah konsep karena alasan menariknya yang
perlu.

Konteks

Pengalaman peserta didik, bahasa sehari-hari


berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan
agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru,
konteks hidup peserta didik (tv, radio, film yang
keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau
tertekan.

Metode
mengajar

Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke


dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan
miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi
yang diapakai kurang tepat, model demonstrasi
sempit,dll

Selain penyebab yang diuraikan pada tabel 2.1, Masril dan Nur Asma
(2002) masih menyebutkan satu penyebab lagi, yaitu kurangnya
pengetahuan dari peserta didik.
Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum
dapat disebabkan oleh peserta didik sendiri, guru yang mengajar,
konteks pembelajaran, cara mengajar dan buku teks. Penyebab dari

peserta didik pun dapat bermaca-macam, seperti prakonsesi peserta


didik sebelum memperoleh pelajaran, lingkungan masyarakat di mana
peserta didik tinggal, teman, pengalaman hidup terlebih pengalaman
menangkap pengertian, dan juga minat peserta didik. Jelas juga bahwa
kemampuan peserta didik berpengaruh dalam miskonsepsi itu.
Kesalahan-kesalahan itu memeng dapat dimengerti, terlebih bila kita
soroti dari kacamata filsafat kontruktivisme, di mana pengetahuan itu
adalah hasil kontruksi peserta didik. Karena kebebasan mengonstruksi
dan juga keterbatasan dalam mengonstruksi itulah maka peserta didik,
meskipun diajar oleh guru secara tepat dan juga dengan buku yang
baik, dapat tetap mengalami miskonsepsi.
Guru salah mengajar, salah mengerti bahan, dapat mempunyai andil
besar dalam menambah miskonsepsi peserta didik. Miskonsepsi yang
disebabkan salah mengajar biasanya agak sulit dibenahi karena
peserta didik merasa yakin bahwa yang diajarkan peserta didik itu
benar. Maka penting bahwa guru sungguh-sungguh menguasai bahan
secara benar. Demikan juga buku teks yang keliru ataupun
mengungkapkan konsep yang salah, akan membingungkan peserta
didik dan juga mengembangkan miskonsepsi peserta didik.
Maka,penting buku teks diteliti secara benar. Tidak ketinggalan
beberapa metode mengajar, yang meski baik, kadang-kadang juga
memunculkan miskonsepsi karena hanya menekankan salah satu segi
dari kebenaran yang diajarkan. Maka perlu dihindari kefanatikan hanya
pada satu metode mengajar saja, karena itu membatasi cara
memandang kita akan suatu persoalan pengetahuan.
D.

Mengatasi Miskonsepsi Fisika

Sebelum kita dapat membantu menagani miskonsepsi yang dipunyai


peserta didik, kiranya perlu diketahui lebih dahulu miskonsepsi apa
saja yang dimiliki siswa dan darimana mereka mendapatkannya. Baru
dengan demikian kita dapat memikirkan bagaimana mengatasinya.
Untuk itu diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi
miskonsepsi tersebut. Disini disebutkan beberapa alat deteksi yang
sering digunakan para peneliti dan guru.
1)

Peta Konsep (Concept Maps)

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi peserta


didik dalam bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan
berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan
pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat mengungkapkan
miskonsepsi peserta didik yang digambarkan dalam peta konsep
tersebut. Miskonsepsi peserta didik dapat diidentifikasi dengan melihat
apakah hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah. Biasanya
miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya
hubungan yang lengkap antar konsep. Untuk lebih melihat mengapa

peserta didik beranggapan seperti itu, ada baiknya peta konsep itu
digabungkan dengan wawancara klinis.
Dalam wawancara itu peserta didik diminta mengungkapkan gagasangagasannya, dan mengapa ia punya gagasan tersebut. Menurut
Feldsine, miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan mudah oleh guru dari
peta konsep peserta didik dan dapat dibantu dengan interviu peserta
didik, mengapa ia mempunyai miskonsepsi itu. Dalam interviu itu si
peneliti dapat mengerti lebih baik mengapa peserta didik mempunyai
miskonsepsi dan membantu untuk mengatasinya.
Dalam peta konsep peserta didik mempunyai miskonsepsi tentang
gaya dapat menimbulkan: perubahan bentuk, panjang arah,
dan percepatan. Padahal yang benar, kecepatan bukan percepatan
yang ditimbulkan oleh gaya tersebut.
2)

Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice) dengan pertanyaan


terbuka dimana peserta didik harus menjawab dan menulis mengapa
ia mempunyai jawaban seperti itu. Jawaban-jawaban yang salah dalam
pilihan ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya.
3)

Tes Esai Tertulis

Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa


konsep fisika yang memang hendak diajarakan atau yang sudah
diajarkan. Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa
peserta didik dan dalam bidang apa. Setelah ditemukan
miskonsepsinya, dapatlah beberapa peserta didik diwawancarai untuk
lebih mandalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu.
Dari wawancara itulah akan kentara dari mana miskonsepsi itu dibawa.
4)

Wawancara Diagnosis

Wawancara berdasarkan beberapa konsep Fisika tertentu dapat


dilakukan juga untuk melihat konsep alternatif atau miskonsepsi pada
peserta didik. Guru memilih beberapa konsep fisika yang diperkiran
sulit dimengerti peserta didik, atau beberapa konsep fisika yang pokok
dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian peserta didik diajak
untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di
atas. Dari sisni dapat dimengerti konsep alternatif yang ada sekaligus
ditanyakan darimana mereka memperoleh konsep anternatif tersebut.
5)

Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas peserta didik diminta untuk mengungkapkan gagasan


mereka tentang konsep yang sudah diajarakn atau yang hendak

diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan
mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi itu, guru dapat mengerti
konsep-konsep alternatif yang dipunyai peserta didik. Cara ini lebih
cocok digunakan pada kelas yang besar, dan juga sebagai penjajakan
awal. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah membantu agar setiap
peserta didik berani bicara mengungkapkan pikiran mereka tentang
persoalan yang dibahas.
6)

Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan


peserta didik yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk
mendeteksi apakah peserta didik mempunyai miskonsepsi tentang
konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu
bertanya bagaimana konsep peserta didik dan bagaimana peserta
didik menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. Praktikum ini
dapat diurutkan sebagai berikut:
1.
Guru mengungkapkan persoalan yang ingin dilakukan dalam
praktikum. Misalnya, guru ingin mengerti apa yang mempengaruhi
gaya gesekan suaru benda.
2.
Peserta didik diminta untuk membuat hipotesis atau dugaan lebih
dulu dan alasannya.
3.
Peserta didik melakukan praktikum. Selama itu guru dapat
mengajukan pertanyaan sehingga semakin mengerti konsep peserta
didik tentang gaya gesek.
4. Peserta didik menyimpulkan hasilnya. Guru dapat menanyakan
apakah hasilnya sesuai dengan hipotesis yang dipikirkan sebelumnya.
Bila tidak sesuai, guru mempertanyakan mengapa hal itu terjadi?
5. Dari seluruh proses diatas, guru dapat mengerti apakah peserta
didik mempunyai miskonsepsi atau tidak, dan bagaimana miskonsepsi
itu dapat diperbaiki.
Dari beberapa metode yang digunakan di atas dapat dirumuskan unsur
yang penting dalam metode tersebut:
1)
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengungkapkan konsep
atau gagasannya;
2)
Dari ungkapan itu dapat diketahui apakah ada konsep alternatif
atau tidak;
3)
Diwawancarai untuk dimengerti dari mana mereka mendapatkan
salah pengertian itu.
Berg (1991:5-7) menyimpulkan bahwa penelitian mengenai beberapa
cara untuk mengoreksi miskonsepsi belum menghasilkan cara ampuh

untuk menghapusnya. Menurutnya miskonsepsi awet dan sulit diubah.


Kadang-kadang berhasil mengoreksi miskonsepsi sehingga peserta
didik dapat menyelesaikan soal jenis tertentu, tetapi apabila peserta
didik diberi soal yang sedikit menyimpang, konsepsi yang salah muncul
lagi. Atau peserta didik yang baik dapat menerapkan konsep yang
benar di sekolah, tetapi di luar sekolah mereka tetap pegang pada
konsepsi yang salah. Berg juga mengemukakan beberapa langkah
yang dapat digunakan dalam pembelajaran mengatasi miskonsepsi,
tetapi menurutnya perlu disadari bahwa sebenarnya belum ada cara
yang efektif dan efisien.
a. Langkah pertama adalah mendeteksi pra-konsepsi peserta
didik. Apa yang sudah ada dalam kepala peserta didik sebelum kita
mulai mengajar? Pra-konsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam
kepala peserta didik oleh pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang
akan dipelajari? Apa kekurangan prakonsepsi tersebut? Prakonsepsi
dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian sebelumnya,
test diagnostik, pengamatan, membaca jawaban-jawaban yang
diberikan peserta didik langsung, dari peta konsep dan dari
pengalaman guru. Literatur dan test diagnostik sangat membantu,
demikian juga membaca hasil tes esai peserta didik dengan cara yang
kritis dan santai. Fokuskan perhatian kepada jawaban peserta didik
yang salah.
b. Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang
bertolak dari prakonsepsi tersebut dan kemudian menghaluskan
bagian yang sudah baik dan mengoreksi bagian konsep yang salah.
Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah bahwa peserta didik
diberi pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep
mereka dengan peristiwa alam. Dengan demikian diharapkan bahwa
pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang lama akan
menyebabkan koreksi konsepsi. Atau dengan memakai istilah Piaget
dapat dikatakan bahwa pertentangan pengalaman baru dengan konsep
yang salah akan menyebabkan akomodasi, yaitu penyesuaian struktur
kognitif (otak) yang menghasilkan konsep baru yang lebih tepat, akan
tetapi, belum tentu pengalaman yang tidak cocok dengan pra konsepsi
akan berhasil.
c. Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih
konsep baru dan menghaluskannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai
harus dipilih sedemikian rupa sehingga perbedaan antara konsepsi
yang benar dan konsepsi yang salah akan muncul dengan Jelas. Cara
mengajar yang tidak membantuadalah kalau guru hanya membahas
soal tanpa memperhatikan konsep (drill), atau hanya menulis banyak
rumus di papan tulis, atau hanya berceramah tanpa interaksi dengan
murid.

Dari beberapa pembahasan tentang penanganan miskonsepsi di atas,


cara-cara mengurangi miskonsepsi dapat dirangkum dalam tabel 2.2
berikut:
Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi dan Cara Mengatasinya
Sebab
Utama
Peserta
Didik

Sebab Khusus

Cara Mengatasi

Prakonsepsi,

Dihadapkan
kenyataan

Pemikiran asosiatif,

Dihadapkan
pada
kenyataan dan peristiwa
anomali

Pemikiran humanistik,

Reasoning yang tidak lengkap,

Intuisi yang salah,

Tahap
siswa,

perkembangan

kognitif

Kemampuan peserta didik,

Guru

pada

Dihadapkan
pada
kenyataan dan anomali
Dilengkapi;
dihadapkan
pada kenyataan
Dihadapkan
pada
kenyataan; anomali dan
rasionalitas
Diajar
sesuai
level
perkembangan;
mulai
dengan
yang
konkret,
baru
kemudian
yang
abstrak
Dibantu
proses

pelan-pelan,

Minat belajar peserta didik

Motivasi, kegunaan fisika,


variasi pembelajaran

Tidak menguasai bahan,

Belajar lagi

Bukan lulusan dari bidang ilmu


fisika,

Harusnya
ilmunya

Tidak membiarkan peserta didik


mengungkapkan gagasan/ide,

Relasi guru- peserta didik tidak


baik

sesuai

bidang

Member waktu peserta


didik
untuk
mengungkapkan gagasan
secara lisan dan tertulis
Relasi yang enak, akrab,
humor

Buku Siswa

Penjelasan keliru,
Salah
tulis
rumus,

Dikoreksi dan dibenarkan

terutama

Tingkat penulisan buku


tinggi bagi peserta didik,

dalam

Dikoreksi secara teliti

terlalu

Disesuaikan dengan level


peserta didik

Tidak tahu membaca buku teks,

Konteks

Dilatih oleh guru


menggunakan teks

cara

Buku fiksi sains keliru konsep

Dibenarkan

Kartun sains sering salah konsep

Dikoreksi

Pengalaman peserta didik,

Dihadapkan
pada
pengalaman baru sesuai
dengan konsep fisika
Dijelaskan
perbedaan
dengan contoh

Bahasa sehari-hari berbeda,

Mengungkapkan
yang dikritisi guru

Teman diskusi yang salah,

hasil

Dijelaskan perbedaannya

Keyakinan dan agama,


Cara
mengajar

Hanya
berisi
menulis,

ceramah

dan Variasi, diransang dengan


pertanyaan

Langsung
ke
matematika,

dalam

bentuk

Tidak
miskonsepsi,

mengungkapkan

Guru
memeberi
kesempatan peserta didik
mengungkapkan gagasan

yang

Dikoreksi
cepat
dan
ditunjukkan salahnya
Ditunjukkan kemungkinan
salah konsep

Tidak mengoreksi PR,

Model
analogi
kurang tepat,

Mulai dari gejala nyata


baru rumus

dipakai

Model demonstrasi/Praktikum,

Diungkapkan hasilnya dan


dikomentari
Diungkapkan hasilnya dan
dikomentari
Multiple intelligences

Model diskusi

Non multiple intelligences

Ada banyak cara membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Tetapi tidak


setiap cara sesuai bagi peserta didik yang mengalami miskonsepsi,
karena kesalahan peserta didik dapat beraneka ragam. Maka penting
bahwa guru pertama-tama mengerti letak miskonsepsi peserta didik
dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah mencoba beberapa cara
yang sesuai dengan keadaan peserta didik.
Secara umum, banyak metode bantuan misonsepsi dengan
menghadapkan peserta didik pada suatu data anomali, yaitu data yang
bertentangan dengan gagasan awal peserta didik. Dengan
menghadapi peristiwa anomali, dapat muncul konflik dalam diri dan
pemikiran peserta didik, yang selanjutnya diharapkan ada perubahan
konsep dalam diri mereka.
Sangat penting dalam pembelajaran, apabila guru selalu
mempertanyakan kepada peserta didik gagasan dan konsep yang
mereka ketahui. Guru dalam mengajar, entah dengan metode apapun,
perlu memberikan peluang kepada setiap peserta didik untuk
mengungkapkan gagasan dan idenya tentang konsep fisika yang
dipelajari.dari ungkapan itulah guru akan mengerti miskonsepsi yang
dibawa atau dipunyai peserta didik. Langkah selanjutnya adalah
mencari sebabnya dan kiat mengatasinya. Minimal, guru selalu dapat
bertanya, mengapa peserta didik mempuyai gagasan seperti itu.
DAFTAR BUKU
Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana Press.
http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsingbab1.pdf
Masril dan Nur Asma. 2002. Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Force
Concept Inventory dan Certainity of Response Index. Jurnal Fisika
Himpunan Fisika Indonesia. 2002. Vol.B5). Hlm:1-3. Available at:
http:\\hfi.fisika.net
Novak, J.D and Bob Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge
University Press.

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam


Pendidikan
Fisika.
Jakarta:
PT
Grasindo.
Surya, Yohannes. 1997. Olimpiade Fisika. Jakarta: Primatika Cipta Ilmu.
Diposkan oleh AmRyeAnThY di 13.01
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi
FacebookBagikan ke Pinterest

ke

TwitterBerbagi

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
RSS feed
Arsip

Mengenai Saya

2012 (3)
April (3)
Apr 24 (1)
CARA
AmRyeAnThY
MENGATASI
Sulawesi
MISKONSEPSI Makassar,
Selatan,
Indonesia
DALAM
PEMBELAJARA Lihat profil lengkapku
N FISI...
Apr 25 (1)
Apr 27 (1)
2015 (1)

Template Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

ke

Anda mungkin juga menyukai