Anda di halaman 1dari 3

NAMA : LISTYA NINDITA

NIM : 2015271115 / PPAk 27 kelas B


UNREGULATED CORPORATE REPORTING DECISIONS : CONSIDERATION OF
SYSTEMS ORIENTED THEORIES
Political Economy Theory
Menurut Guthrie dan Parker (1990, hal 166): Perspektif ekonomi politik memandang
laporan akuntansi sebagai sosial, politik, dan dokumen ekonomi. Mereka berfungsi sebagai
alat untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi ekonomi dan politik pengaturan,
lembaga, dan tema-tema ideologis yang berkontribusi untuk kepentingan korporasi sendiri.
Pengungkapan memiliki kapasitas untuk mengirimkan makna sosial, politik, dan ekonomi
untuk satu set penerima laporan yang pluralistik.
Guthrie dan Parker (1990, hal 166) menyatakan lebih lanjut bahwa laporan perusahaan
tidak dapat dianggap sebagai dokumen netral, tidak memihak (atau mewakili), banyak badan
akuntansi profesional mungkin menyarankan, tetapi lebih merupakan 'sebuah produk dari
pertukaran antara perusahaan dan lingkungannya dan berusaha untuk menengahi dan
mengakomodasi berbagai kepentingan bagian. Pandangan ini konsisten dengan. Burchell et
al. (1980, hal 6) yang menunjukkan akuntansi yang tidak dapat dilihat semata sebagai
pertemuan kalkulasi rutin, fungsi kohesif dan pengaruh mekanisme ekonomi dan manajemen
social.
Teori ekonomi politik telah dibagi (mungkin agak sederhana, namun demikian berguna)
ke dalam dua bagian besar yang abu-abu/tidak jelas, Owen & adam (1996) telah memberi
label "klasik dan borjuis. Ekonomi politik klasik adalah berkaitan dengan karya pilsuf seperti
Karl Mark dan kelas kelas kepentingan, konflik structural, ketimpangan, dan peran Negara
(Owen & Adams, 1996). Kontras dengan berjois teori ekonomi politik menurut Kouhy dan
lavers (1995) mengabaikan unsur-unsur yang lebih besar dan, sebagai hasilnya, adalah konten
untuk melihat dunia sebagai dasarnya pluralistik.
Legitimacy Theory
Teori legitimasi (Legitimacy theory) berfokus pada interaksi antara perusahaan
dengan masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa organisasi adalah bagian dari masyarakat
sehingga harus memperhatikan norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan
norma sosial dapat membuat perusahaan semakin legitimate.
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan
yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas
ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan. Legitimasi dianggap penting bagi
perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang
strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai
sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau
dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk
mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Legitimasi merupakan sistem
pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society),
pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang
mengutamakan keberpihakan atau kepentingan masyarakat.
Operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan dari masyarakat. Deegan,
menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan
perusahaan tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang
ada dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju
ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat terancam. Dasar pemikiran
teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika
masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan

sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk
meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan
menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab
lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.
Stakeholder Theory
Teori stakeholder berkaitan dengan dua elemen yaitu:
1. Etika (moral) atau cabang normative (dimana juga dieptimbangkan sebagai
sbeuah perspektif), dan
2. Cabang positif (manajerial)
Dari kedua elemen diatas secara eksplisit mempertimbangkan berbagai kelompok (dari
stakeholder) yang ada dalam masyarakat, bagaimana harapan dari kelompok stakeholder
tertentu dapat mempunyai lebih (kurang) pengaruh pada strategi perusahaan. hal ini dapat
mempunyai implikasi bagaimana harapan stakeholder dipertimbangkan dan dikelola oleh
perusahaan.
Terdapat kesamaan antara teori legitimasi dengan teori stakeholder, maka tidak tepat
untuk membeda-bedakan, membuat satu teori rivalnya.
Perspektif moral (dan normative) dari stakeholder teori menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak untuk diperlakukan secara wajar oleh sebuah organisasi, dan
bahwa isu stakeholder power tidak secara langsung relevan.
Definsi hak stakehokder oleh Freedman dan Reed (1983, p.91) yaitu apapun kelompok
yang dapat diidentifikasi atau individu yang dapat mempengaruhi pencapaian sebuah tujuan
organisasi, atau dipengaruhi oleh pencapaian dari sebuah tujuan organisasi. Clarkson (1995)
membagi stakeholder kedalam stakeholder utama dan stakeholder pendukung.
Seluruh stakeholder (primary dan pendukung) mempunyai hak minimum tertentu yang
tidak dapat dilanggar atau diabaikan. Dengan kata lain perspective etika tersebut menyatakan
bahwa semua stakeholder juga mempunyai hak untuk diberikan informasi tentang bagaimana
organisasi mempengaruhi stakeholder (mungkin melalui polusi, beasiswa komunitas, provisi
karyawan, inisiatif keselematan, dll) meskipun stakeholder sendiri memilih untuk tidak
menggunkaan informasi ersebut, dan meskipun mereka tidak dapat mempunyai pengaruh
langsung pada kelangsungan hidup organisasi. Berkaitan dengan hak terhadap informasi
dapat mempertimbangkan penelitian Gray, Owen an Adams (1996) perspektif dari
akuntabilitas yang digunakan dalam model akuntabilitas. Akuntabilitas berhubungan dengan
tanggungjawab atau tugas:
Tanggungjawab untuk menjalankan tindakan tertentu (atau menahan diri dari
melakukan tindakan tertentu), dan
Tanggungjawab untuk menyediakan laporan dari tindakan tersebut.
Institusional Theory
Teori institusional (Institutional Theory)atau teori kelembagaan dasar pikirannya
adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang
menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995),
menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa
dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai
norma-norma dalam konsep organisasi.
Teori kelembagaan dalam administrasi publik berkaitan dengan organisasi dan manajemen
institusi publik, mencakup hubungan antara struktur organisasi, peraturan terkait serta normanorma, dan proses organisasi, perilaku, hasil, dan akuntabilitas lembaga publik. Dalam
administrasi publik, istilah "lembaga" biasanya mengacu pada sebuah organisasi publik yang
dapat memanggil otoritas negara untuk menegakkan keputusannya. Dalam konteks ini,

lembaga-lembaga umum didefinisikan sebagai konstruksi sosial, aturan dan norma-norma yang
membatasi perilaku individu dan kelompok.
Teori kelembagaan baru (new institutional theory), juga dikenal sebagai paham neokelembagaan (neo-institutinalism). Para ilmuwan menelusuri munculnya teori kelembagaan
mengenai reaksi terhadap munculnya paham perilaku ilmu sosial. Dalam suatu peristiwa,
teori kelembagaan yang mungkin merupakan pendekatan teoritis tunggal yang terpopuler
dewasa ini di dalam administrasi publik, sebagaimana diendors oleh H George Fredericson
(1999) yang merupakan salah satu figur terkemuka di bidang teori administrasi publik.
Hall & Taylor (1996), membedakan tiga tradisi pada paham kelembagaan:
1. Pilihan rasional (rational choice).
2. Paham kelembagaan historis (historical institutionalism).
3. Paham kelembagaan sosial (sosiological institutionalism).
Konsep utama dan syarat:
Lembaga-lembaga
(institutional), merupakan
struktur-struktur
pemerintahan
berdasarkan aturan, norma, nilai, dan sistem-sistem makna kultural.
Kepemerintahan
sebagai
jejaring
kerja
(governance
as
networking) , merangkul/mencakup intitusi ke dalam seluruh sektor dan bagian dari
konstribusinya mengenai isu-isu administrasi publik di dalam dunia kepartneran antarsektor yang lebih besar, kebersamaan/kerjasama, dan saling memberi.
Kepemimpinan transformasi (transformation leadership), adalah analisis kelembagaan
yang mengandalkan peran-peran baru para pemimpin agensi di dalam kepemerintahan,
melalui jaringan-jaringan, merekonstruksi simbol dan makna-makna.
Pengandungan dan legitimasi (embeddedness and legitimation), melakukan asumsiasumsi tentang individu yang menjadi rasional, dan aktor-aktor yang memaksimalkan
manfaat. Prilaku menjadi sesuatu yang berakar dan relektif terhadap konteks-konteks
ganda/muti yang meliputi kultur, kerangka hukum, kepentingan agensi.
Legitimasi organisasi, kepercayaan yang wajar menyatakan bahwa legitimasi membawa
kepada konstinuasi arus sumber atas nama organisasi, sehingga mewujudkan efektifitas
organisasi dalam mencapai efisiensi agensi.
Pengimplementasian teknologi, teori pengundangan teknologi adalah sebuah contoh
dari teori institusional/ kelembagaan yang menekankan penanaman/pelekatan
(embeddedness), bagi isi adopsi terhadap teknologi informasi.
Ketekunan kultural (cultural persistence), tiga langkah tentang pembangunan kultur
kelembagaan: habit/kebiasaan, keobjetifan, sedimentasi.

Anda mungkin juga menyukai