Anda di halaman 1dari 11

Pada bagian ini akan dipaparkan asuransi dari sudut pandang general

references. Bahasan ini dikemukakan untuk memberikan gambaran keberadaan


lembaga asuransi secara umum yang hampir diuraikan oleh berbagai sumber.
A. Definisi Asuransi
Banyak sekali literatur yang selalu memulai pembahasannya dengan definisi
asuransi dan cenderung berbeda redaksi dengan muatan substansi yang hampir
sama persis. Model definisi tentunya didasari oleh sudut pandang yang berbeda,
dari sudut hukum, ekonomi, bisnis, dan hukum Islam. Berikut beberapa definisi
yang penulis maksudkan.
Pertama, menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut
penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa
yang tidak tertentu. Kelemahan definisi ini hanya mencakup asuransi kerugian
yang berkaitan dengan benda, tanpa menyebut asuransi jiwa yang berkaitan
dengan manusia. Senada dengan definisi tersebut adalah pendapat Wirjono
Prodjodikoro1[1] mendefiniskan, asuransi adalah suatu perjanjian di mana yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang
premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin,
karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
Kedua, pasal 1 ayat (1) UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian,
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Definisi ini menutupi definisi yang pertama dengan
menambahkan tentang meninggal dan hidupnya seseorang yang mengisyaratkan
adanya pengakuan terhadap asuransi jiwa.
Ketiga, Herman Darmawi mendefinisikan asuransi dari berbagai sudut
pandang, yaitu ekonomi, hukum, bisnis, sosial dan matematika. Dari sudut
1

pandang ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan


jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian
keuangan (finansial). Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu
kontrak (perjanjian) pertanggungan risiko antara tertanggung dengan penanggung.
Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan risiko yang
dipertanggungkan kepada tertanggung. Sedangkan tertanggung membayar premi
secara periodik kepada penanggung. Dari sudut pandang bisnis, asuransi adalah
sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual jasa,
pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi
risiko (sharing of risk) di antara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial,
asuransi adalah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan
pengumpulan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang
mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. Dari sudut pandang
matematika, asuransi merupakan aplikasi matematika dalam memperhitungkan
biaya dan faedah pertanggungan risiko. Hukum probabilitas dan teknik statistik
dipergunakan untuk mencapai hasil yang dapat diramalkan.2[2]
Definisi Herman Darmawi dapat dibentuk dalam format tabel berikut :
Sudut
Objek
Teknik mencapainya
pandang
Ekonomi
Pengurangan risiko Dengan transfer dan
kombinasi
Hukum
Perjanjian
Melalui pembayaran premi
pemindahan risiko oleh tertanggung kepada
penanggung dalam suatu
kontrak
Bisnis
Berbagi risiko
Dengan memindahkan risiko
dari individu ke lembaga
penanggung risiko
Sosial
Memikul kerugian
Semua anggota membayar
secara kolektif
iuran kerugian yang kebetulan
diderita oleh salah satu
anggota
Matematika
Memperhitungkan Dengan perkiraan aktuarial
dan
yang didasarkan atas prinsip
mendistribusikan
probabilitas
Semakna dengan definisi Herman Darmawi dari sudut sosial, A. Hasyim Ali
mengkategorikan bahwa asuransi sebagai alat sosial. Ia didefinisikan sebagai alat
sosial untuk mengurangi risiko dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit2

unit yang terbuka terhadap risiko sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara
kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul
merata oleh semua mereka yang bergabung.3
Persinggungan Islam dengan praktik bisnis modern juga menuntut batasan
pendefinisian istilah, termasuk asuransi. Wahbah Zuhaili4[4] memaknai kosa kata
asuransi dengan kata at-tamin dalam menjelaskan arti pertanggungan.
Selanjutnya ia membagi at-tamin menjadi dua macam, yaitu at-tamin at-taawun,
yaitu bentuk asuransi tolong menolong dan hukumnya boleh, dan at-tamin bi qisth
tsabit yaitu asuransi dengan pembagian tetap yang hukumnya masih diperdebatkan
(kontroversial). At-tamin jenis kedua yang cenderung bersifat komersial yang
mendeskripsikan bahwa hubungan asuransi adalah hubungan antara nasabah dengan
perusahaan asuransi, tidak adanya hubungan saling memikul antarnasabah.
Husein Hamid Hasan5[5] juga menggunakan kata at-tamin sebagai padanan
kata asuransi. Ia mendefinisikan sebagai akad di mana orang yang menjamin harus
memberikan rasa aman kepada orang yang dijaminnya, atau kepada orang yang
meminta jaminan keamanan atas benda yang dimilikinya baik harta atau kehormatan,
atau dengan memberi barang pengganti yang lain ketika terjadinya suatu peristiwa
atau terjadinya kehawatiran yang jelas dalam akadnya, atas dasar pembagian tetap
atau penyerahan harta oleh orang yang minta jaminan kepada si penjamin.
Isa Abduh6[6] pun menggunakan kata at-tamin dalam konteks sebagai asuransi,
tetapi kata at-tamin sering digunakan, menurutnya, dalam struktur bahasa sebuah
perundang-undangan. Dilihat secara harfiyah, asal-usul kata at-tamin berasal dari
kata a-mi-na yang mempunyai arti ketenangan jiwa dan hilangnya rasa takut.
Mohd. Masum Billah7[7] mengartikan pertanggungan dengan penggunaan
kata al-takaful yang bermakna share responsibilitesi, shared guarantee,
responsibilities, assurance or surety (saling bertanggung jawab, saling menjamin,
3
4
5
6
7

saling menanggung). Kata tersebut (takaful) mengandung arti musyarakat (saling atau
resiprokal). Secara definitif ia memaknai takaful dengan mutual guarantee provided
by a group of people living in the same society againts a defined risk or
catastrophe befalling ones life, property or any form of valuable things (jaminan
bersama yang disediakan oleh sekelompok masyarakat yang hidup dalam satu
lingkungan yang sama terhada risiko atau bencana yang menimpa jiwa seseorang,
harta benda, atau segala sesuatu yang berharga).
Berbeda lagi dengan Muhammad Syauqi al-Fanjari.8[8] Ia menggunakan kata altadhamun untuk mengungkap makna tanggung jawab sosial bersama. Tetapi ia juga
memaknai kata pertanggungan dengan at-tamin, dan membaginya menjadi tiga
macam yaitu : at-tamin at-taawuniy (pertanggungan saling menolong), at-tamin attijariy (pertanggungan komersial), dan at-tamin al-hukumiy (pertanggungan
pemerintah -wajib-).
Dari beberapa uraian batasan di atas, ternyata ditemukan beberapa istilah
sebagai pemaknaan harfiah tentang asuransi. Kata tersebut adalah asuransi
(Indonesia), insurance dan assurance (Inggris), Verzeekering (Belanda), dan kemudian
dalam istilah Arab muncul at-tamin, at-takaful, at-tadhamun. Makna harfiah
cenderung sama yaitu pertanggungan dengan muatan memberi rasa aman atas risiko
yang dihadapi. Hal yang membedakan adalah jika jenis asuransi yang pertama
hubungan antarnasabah saling memikul beban risiko dan perusahaan asuransi sebagai
fasilitator (pemegang amanah) untuk mengelola secara manajerial dan belakangan
disebut at-taawuniy, maka jenis asuransi yang kedua adalah hubungan nasabah
dengan perusahaan asuransi, yang kemudian disebut at-tijariy (komersial).
Dari definisi di atas juga pengelompokan definisi menjadi tiga kategori, yaitu
(1) definisi dari segi teknis, (2) definisi dari segi hukum, dan (3) definisi dari segi
fungsi. Masing-masing definisi mempunyai karakteristik masing-masing. Definisi teknis
lebih menekankan asuransi sebagai lembaga bisnis terlepas dari model asuransi
perdagangan atau asuransi kooperatif (taawuni), definisi hukum lebih menekankan
pada aspek kontrak yang melibatkan beberapa pihak sehingga membentuk ikatan
hukum (legally bound) yang biasanya dituangkan dalam polis, dan definisi fungsi
menekankan bahwa asuransi sebagai alat sosial yang dapat menciptakan saling
menanggung, berbagai beban dan menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

B. Unsur Asuransi
8

1. Penanggung (Insurer) atau kafil (pihak yang memberi proteksi)


2. Tertanggung (Insured) atau makful lahu (pihak yang menerima proteksi
3. Peristiwa (Accident) atau makful anhu (hal yang tidak terduga / tidak diketahui
sebelumnya
4. Kepentingan (interest) atau makful bih (sesuatu yang mungkin akan mengalami
kerugian disebabkan oleh peristiwa
C. Jenis Asuransi
Sekarang ini amat banyak sekali jenis asuransi yang tidak mungkin
disebutkan dalam makalah ini, karena atas dasar persaingan pasar asuransi
masing-masing perusahaan menciptakan diferensiasi produk untuk membidik
segmen pasar yang belum tersentuh oleh perusahaan asuransi pesaing. Namun
demikian, pada makalah ini akan dijelaskan pembagian jenis asuransi secara
garis besar yang dilihat dari beberapa tinjauan, seperti dari segi badan
penyelenggara asuransi, segi tujuan asuransi, segi objek asuransi.
Dari segi badan penyelenggara, asuransi terbagi menjadi 2, yaitu (1)
asuransi pemerintah (governmental insurance) dan (2) asuransi swasta (private
insurance). Asuransi pemerintah diselenggarakan oleh negara melalui salah satu
badan eksekutifnya sebagai layanan terhadap masyarakat. Beberapa
kemungkinan alasan mengapa pemerintah menyelenggarakan asuransi, (1)
sebagai layanan sosial demi kesejahteraan masyarakat, (2) stabilitasasi harga
jasa asuransi, (3) ambil alih risiko yang secara teknis tidak dapat dilakukan oleh
swasta. Sebaliknya asuransi swasta diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan
swasta yang meliputi bermacam aneka peruasuransian.
Dari segi tujuan, asuransi terbagi menjadi 2, yaitu (1) asuransi sosial
(social insurance) dan asuransi khusus (special insurance). Asuransi sosial
bertujuan memberi pelayanan kepada masyarakat umum sebagai keseluruhan.
Intinya adalah kemanfaatan dari jasa asuransi sosial adalah untuk umum.
Asuransi sosial sering diidentikan dengan asuransi pemerintah, pada hal tidak
selamanya demikian. Pemerintah memang sering menyelenggarakan asuransi
sosial sebut saja TASPEN, ASABRI, JAMSOSTEK, Jasa Raharja, Husada Bhakti.
Adapun asuransi khusus bertujuan melindungi kepentingan-kepentingan
khusus bagi orang-orang yang menyelenggarakan asuransi itu saja. Asuransi
khusus ini dapat berbentuk mutual (bersama) atau bersifat kepemilikan. Asuransi
bersama (mutual) memunyai ciri-ciri antara lain dimiliki dan dikontrol oleh
pemegang polisnya. Perusahaan asuransi ini tidak mempunyai pemegang saham
dan tidak ada saham yang dikeluarkan. Pemegang polis sekaligus sebagai

penanggung dan tertanggung. Pejabat yang menjalankan polis diangkat oleh para
pemegang polis, tujuan organisasi ini bukan mengejar laba semata tetapi
menyediakan asuransi dalam harga pokok. Sedangkan asuransi kepemilikan
dimiliki oleh satu atau sekelompok orang dengan tujuan mengejar laba dengan
memberikan jasa pada orang lain.
Perbedaan tujuan asuransi ini mempengaruhi asas dan metode
pelaksanaan pertanggungan. Asuransi sosial berlandaskan pada solidaritas sosial
dan kesetiakawanan serta mendahulukan prinsip sosial atas kepentingan pribadi
yang melandasi asuransi khusus. Selain itu asuransi sosial bersifat wajib,
sementara asuransi khusus bersifat sukarela.
Dari segi objek, asuransi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1)
asuransi orang (personal insurance), (2) asuransi harta kekayaan (property
insurance), dan (3) asuransi tanggung jawab (liability insurance). Asuransi jenis
pertama berkaitan dengan risiko-risiko orang, seperti kematian, cacat, hari tua,
sakit dan sebagainya. Asuransi jenis kedua berkaitan dengan risiko-risiko yang
menyangkut harta kekayaan, yaitu kerugian yang terjadi pada harta kekayaan
seseorang karena misalnya kebakaran, bencana alam, dan sebagainya. Asuransi
jenis terakhir meliputi pertanggungan yang menjamin kerugian-kerugian yang
menimpa tanggung jawab keuangan tertanggung yang memungkikannya
melakukan pembayaran ganti rugi kepada pihak ketiga yang menjadi tanggung
jawabnya menurut hukum, seperti asuransi kecelakaan kerja, asuransi
kecelakaan mobil, dan sebagainya.
Jenis Perusahaan Asuransi di Indonesia :
1. Perusahaan Asuransi Jiwa
Ex. PT. Asuransi Bumi Asih Jaya, PT. AJB Bumi Putera
2. Perusahaan Asuransi Kerugian / Umum
Menanggulangi kerugian karena peril yang menimpa barang atau kepentingan
yang dipertanggungkan
Ex. PT. Asuransi Jasa Ind., PT. Asuransi Ekspor Ind.
1. Perusahaan Re-Asuransi
2. Perusahaaan Asuransi Sosial
(Taspen, Askes, Jasa Rahardja)
D.
1.
2.
3.

Manfaat Asuransi
Memberikan kepastian
Memberi rasa aman
Gotong royong (taawun)

E. Pengaruh Asuransi terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Memberi rasa aman


Melindungi keluarg dari perpecahan
Mengeleminasi ketegantungan
Kontribusi terhadap pendidikan
Kontribusi terhadap lembaga sosial
Stimulasi menabung
Menyediakan dana untuk investasi

F. Prinsip Asuransi
Prinsip dasar asuransi dalam pembahasan ini dibedakan menjadi prinsip teknis
dan prinsip hukum. Berikut penjelasannya :
1. Prinsip Teknis Asuransi
Prinsip teknis asuransi pertama berkaitan dengan karakteristik yang
mencirikan lembaga asuransi berbeda dengan lembaga keuangan yang lain. Ciri
pokok yang melandasari asuransi adalah memikul risiko. Keberadaan asuransi
adalah untuk melindungi manusia dari ancaman risiko yang tidak dapat ditentukan
terjadinya dan tidak ada asuransi tanpa adanya risiko.
Hidup manusia tidak pernah lepas dari risiko yang dihadapi. Hal ini
disebabkan sifat kehidupan manusia sendiri yang pada hakikatnya tidak kekal,
sehingga dari sini timbul ketidakpastian yang berujung ketidaktenangan hidup.
Seseorang tidak akan mengentahui kapan dirinya meninggal atau orang yang
menjadi tanggungannya; pemilik rumah dekat pantai tidak dapat memastikan
kapan laut akan mengalami abrasi sehingga menghanyutkan menenggelamkan
tempat tinggalnya, dan sebagainya. Dengan demikian risiko yang dimaksud adalah
sebagai suatu ketidakpastian yang mungkin menyebabkan suatu kerugian atau
sesuatu ketidakpastian di masa datang mengenai kerugian yang mungkin
dihadapi.9[9]
Keberadaan asuransi sebenarnya tidak bertujuan menghilangkan risikorisiko tersebut, tetapi bertujuan melindungi manusia dari terjadinya risiko yang
tidak diinginkan dengan memprediksi terjadinya dan mendistribusikan beban
finansial yang timbul akibat terjadinya risiko tersebut. Namun tidak semua risiko
dapat dimintakan pertanggungan, oleh karena itu secara teknis risiko itu
dibedakan sebagai berikut : 10[10]

a. Risiko murni dan risiko spekulatif


9
10

Risiko murni dimaksudkan jenis risiko yang akibat terjadinya menyebabkan


kerugian terhadap harta benda atau orang yang terancam risiko itu, seperti
kebakaran, pencurian dan segala hal yang bila terjadi menyebabkan seseorang
kehilangan sesuatu. Sedangkan risiko spekulatif yang terjadinya dapat merugikan
tetapi juga bisa membawa keuntungan, seperti perubahan harga. Risiko spekulatif
tidak dapat dipertanggungkan, karena hal tersebut dapat membawa ke arah
perjudian.
b. Risiko fundamental dan risiko partikular
Risiko fundamental dimaksudkan risiko yang menimpa sejumlah besar orang dan
menimbulkan akibat yang sangat luas. Seperti bencana alam, perang, resesi ekonomi.
Sedangkan risiko partikular hanya menimbulkan akibat pada sebagai atau beberapa
orang. Karena sukarnya menghindari akibat dari risiko fundamental, akibatnya yang
sangat besar, dan berada di luar usaha asuransi, maka biasanya pertanggungan
dibatasi hanya pada pertanggungan risiko-risiko partikular saja.
c. Risiko statis dan risiko dinamis
Risiko statis terjadi dalam keadaan ekonomi statis, seperti kebakaran, bencana
alam. Sedangkan risiko dinamis terjadi karena perubahan ekonomi seperti perubahan
permintaan konsumen, kondisi makro ekonomi mempengaruhi daya produksi dan
kondisi moneter, dan kondisi ekonomi secara umum. Risiko statis termasuk risiko
murni dan dapat dipertanggungkan, sementara risiko dinamis bersifat spekulatif,
sehingga risiko ini tidak dapat dijadikan objek pertanggungan.
d. Risiko perorangan, risiko harta kekayaan dan risiko tanggung jawab
Risiko perorangan adalah risiko yang mengancam seseorang yang berakibat
hilangnya atau berkurangnya pendapatan orang yang bersangkutan, seperti kematian,
cacat dan lain-lain. Risiko harta kekayaan adalah risiko yang bila terjadi
mengakibatkan timbulnya kerugian pada harta benda seseorang seperti kebakaran,
pencurian, dan sebaganya. Risiko tanggung jawab adalah risiko yang timbul dari
kesalahan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga orang yang
melakukan kesalahan itu harus membayar ganti rugi dan karena itu ia menjadi rugi,
seperti kecelakaan kendaraan.
Risiko pada intinya dibedakan menjadi risiko finansial dan risiko non finansial.
Pembedaan ini didasarkan pada risiko yang diakibatkan ketika risiko terjadi. Risiko
finansial terjadi biasanya bila menimpa harta benda yang diasuransikan, sedangkan
risiko non finansial terjadi bila menimpa pada meninggalnya seseorang yang
diasuransikan, meskipun kompensasi pertanggungan keduanya dalam bentuk finansial
yang diberikan oleh perusahaan asuransi.

Agar risiko-risiko tersebut dapat dipertanggungkan, maka ia harus memenuhi


syarat-syarat sebagai berikut :11[11] (1) kerugian potensial cukup besar, tetapi
probabilitasnya tidak tinggi, sehingga membuat asuransi terhadapnya mungkin
dilakukan secara ekonomis (kelayakan ekonomis), (2) probabilitas kerugian dapat
diperhitungkan, (3) terdapat sejumlah besar unit yang terbuka terhadap risiko yang
sama (massal dan homogen), (4) kerugian yang terjadi bersifat kebetulan atau
aksidental, dan (5) kerugiannya tertentu.
Membahas risiko tidak lepas dari istilah teknis 12[12] yang menunjang
pemahaman terhadap risiko itu sendiri. Istilah teknis tersebut antara lain chance of
loss (kemungkinan kerugian) adalah frekuensi relatif kerugian jangka panjang,
sedangkan loss (kerugian) adalah kerugian riil yang terjadi.
Peril merupakan sebab terjadinya risiko seperti kebakaran, kecelakaan
kendaraan, pencurian, bencana alam dan berbagai sebab karena ketidakpastian. Oleh
karena itu, Peril adalah sebab terjadinya ketidakpastian yang menimbulkan kerugian,
dan hazard adalah sesuatu yang memperbesar kemungkinan terjadinya ketidakpastian
yang menimbulkan kerugian. Sementara exposure adalah kemungkinan sebab yang
melekat pada objek yang mengakibatkan peril.
Istilah hazard is acts or conditions that increase the likelihood or severity
of a loss (tindakan atau kondisi yang memperbesar terjadinya risiko yang
mengakibatkan kerugian). Hazard ini dibedakan menjadi dua yaitu physical hazard &
moral hazard. Karena adanya hazard dapat mengakibatkan terjadinya peril.
Prinsip teknis asuransi kedua berkaitan dengan probabilitas (kebolehjadian,
kemungkinan). Penanggung yang memikul risiko berbuat demikian dengan perkuraan
dapat mensubstitusi kerugian sesunggunya dengan kerugian rata-rata sehingga
memberikan kepastian kepada tertanggung. Karena daya yang dibayarkan untuk
kerugian yang diderita tertanggung itu biasanya dikumpulkan dari para anggota
kelompok sebelumnya, maka penanggung harus sanggup meramalkan kerugian dengan
akurat. Premi yang dibebankan pada tertanggung harus didasarkan pada ramalan
tersebut dan ramalan itu didasarkan atas taksiran probabilitas. Probabilitas diartikan
sebagai ukuran kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Probabilitas dapat dinyatakan
sebagai pecahan atau persentase.

11
12

Prinsip teknis asuransi ketiga berkaitan hukum bilangan besar. Hukum ini
berbunyi makin besar jumlah hal yang diselidiki, makin dekat hasilnya kepada
probabilitas dasarnya atau probabiltias murni. Perusahaan asuransi dipengaruhi oleh
hukum ini. Jika hendak membuat taksiran akurat mengenai kemungkinan terjadinya
sesuatu kejadian, maka perlu diamati sejumlah besar kasus.13[13]
2. Prinsip Hukum Asuransi
Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsipprinsip hukum yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan
perasuransian di mana pun berada.14
a. Insurable Interest (kepentingan yang dapat diasuransikan)
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan menyatakan bahwa orang
yang membeli polis asuransi harus mempunyai kepentingan terhadap
kelangsungan barang atau orang yang diasuransikan, di mana kelangsungan
barang atau orang ini memberi manfaat kepada pengambil polis dan kemusnahan
barang atau orang tersebut mengakibatkan kerugian kepada pengambil polis.
Jika kepentingan semacam ini tidak ada, perjanjian asuransinya tidak sah.
Prinsip ini sangat penting dalam asuransi antara lain untuk menghindari asuransi
dari judi, untuk menentukan jumlah kerugian yang dapat dibayar, dan untuk
menghindari bahaya moral (moral hazard).
b. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Dalam membuat perjanjian asuransi, kedua belah pihak, penanggung dan
tertanggung, harus memberikan keterangan sejujur-jujurnya. Pembeli asuransi
wajib memberikan informasi kepada pihak penanggung mengenai semua fakta
dan hal pokok yang ia ketahui dan yang berkaitan dengan risiko yang
terhadapnya dilakukan pertanggungan. Begitu pula penanggung tidak boleh
menyembunyikan keterangan pokok apapun mengenai perjanjian asuransi. Ini
merupakan tuntutan yang diharuskan oleh prinsip iktikad baik sempurna. Prinsip
ini penting agar peramalan risiko, penentuan besarnya ganti rugi dan premi
dapat dilakukan secara cermat.
c. Indemnity (Indemnitas)
Dalam prinsip indemnitas ditetapkan bahwa tertanggung berhak
memperoleh penggantian sebesar nilai kerugian finansial riil yang dideritanya
13
14

dengan syarat nilai kerugian tersebut tidak melebih jumlah pertanggungan yang
ditetapkan dalam perjanjian asuransi. Asuransi tidak menambah kekayaan baru
kepada kekayaan seseorang yang sudah ada, tetapi asuransi hanya mengganti
kerugian riil sehingga status kekayaan tersebut tetap seperti semula. Hal ini
menjadi jelas sifat protektif asuransi. Prinsip indemnitas ini dapat
menghindarkan asuransi dari perjudian dan kemungkinan bahaya moral. Di atas
d. Subrogration (Subrograsi)
Prinsip subrograsi melengkapi prinsip indemnitas. Prinsip ini memberi
penanggung yang telah membayar ganti kerugian, segala hak tertanggung
terhadap pihak ketiga berkenaan dengan terjadinya kerugian tersebut. Sebagai
contoh, jika rumah seseorang (yang telah diasuransikan) terbakar karena
kelalaian tetangga yang membakar sampah, dan pihak asuransi yang telah
membayar ganti rugi atas kebakaran itu berhak menagih kepada si tetangga
tersebut (yang membakar sampah sehingga mengakibatkan kebakaran rumah
tertanggung).
e. Contribution (Kontribusi)
Prinsip ini menetapkan bahwa apabila terdapat sejumlah polis yang berisi
pertanggungan atas satu barang yang sama terhadap risiko yang sama serta
kepentingan yang diasuransikan sama pula dalam semua polis itu dan semuanya
berlaku waktu terjadinya risiko, maka klaim yang wajib dibayar dibagi-bagi di
antara perusahaan-perusahaan yang menerbitkan polis itu atas dasar rasio
jumlah pretanggungan yang ada pada masing-masing perusahaan.
f. Proximate Cause (Kausa Proksimal)
Prinsip ini menetapkan bahwa perusahaan asuransi wajib memenuhi
kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian asuransi apabila risiko yang
terhadapnya dilakukan pertanggungan adalah causa; proxima (sebab langsung)
dari kerugian. Jika tidak ada hubungan sebab akibat yang efektif antara kerugian
dan risiko yang menjadi obyek pertanggungan, maka pemegang polis tidak
berhak atas klaim asuransi.
Sebagai catatan bahwa tidak semua prinsip berlaku di semua jenis asuransi tetapi
untuk prinsip indemnity (indemnitas), subrogration (subrograsi) dan contribution
(kontribusi) hanya berlaku pada asuransi kerugian.

Anda mungkin juga menyukai