Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Kista

merupakan

rongga

patologis

yang

berisi

cairan

atau

semicairan, tidak disebabkan oleh akumulasi pus, dapat dilapisi oleh epitel
tetapi dapat juga tidak. Kista rahang lebih sering ditemukan dibandingkan
kista tulang lainnya karena banyaknya sisa-sisa epitel yang tertinggal
pada jaringan setelah pembentukan gigi. Pertumbuhan kista rahang
berlangsung lambat, asimtomatik kecuali bila terinfeksi. Kista yang
terinfeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitif bila disentuh. Semua tanda
klasik infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi infeksi. Ukuran kista
dentigerous juga dapat membesar menjadi 10-15cm. Kista yang terletak
didekat permukaan, telah meluas ke dalam jaringan lunak, sering terlihat
berwarna biru terang dan membran mukosa yang menutupinya sangat
tipis.
Kista rahang dibagi ke dalam dua kelompok besar berdasarkan
dugaan asal dinding epitelnya, yakni kista odontogenik dan kista
nonodontogenik. Kista odontogenik ini dapat dibagi lagi menjadi tipe
developmental dan inflammatory. Salah satu jenis kista odontogenik
adalah kista dentigerous. Kista dentigerous berasal dari akumulasi cairan
antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Kista ini melekat pada
cement-enamel junction hingga jaringan folikular yang menutupi mahkota
gigi yang tidak erupsi. Oleh karena itu, kista dentigerous disebut juga
sebagai kista folikular.
Jumlah kasus kista dentigerous cukup banyak sehingga menjadi
kista odontogenik kedua yang paling banyak terjadi setelah kista radicular
dan merupakan kista developmental yang paling banyak ditemukan.
Cawson (2001) menyatakan bahwa frekuensi kista dentigerous sebanyak
15% dari seluruh jumlah kista rahang yang ada. Sedangkan menurut
meningaud (2006) menyimpulkan bahwa frekuensi kista dentigerous
sebanyak 22,3% dari seluruh kista odontogenik yang diteliti.
Gigi yang menjadi asal muasal kista absen secara klinis sebab
melibatkan gigi yang biasanya impaksi atau erupsinya tertunda. Sebagian
1

besar berhubungan dengan gigi molar tiga mandibula, lalu juga dengan
gigi kaninus maksila, molar tiga maksila, dan premolar dua mandibular.
Meskipun demikian kista ini tetap bisa terjadi pada semua gigi meskipun
beberapa kasus hampir selalu melibatkan gigi permanen meskipun pada
beberapa kasus ditemukan adanya keterlibatan gigi sulung. Beberapa
kasus lainnya berhubungan dengan gigi supernumerary atau dengan
odontoma.

BAB II
KISTA DENTIGEROUS
1. Definisi
Kista dentigerous merupakan kista yang terbentuk disekitar
mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila
cairan menumpuk di dalam lapisan-lapisan epitel email yang
tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi.
Kista ini merupakan jenis kista terbanyak setelah kista radikuler.
Tumbuh paling sering di regio posterior mandibula atau maksila dan
umumnya berkaitan dengan gigi molar ketiga. Predileksi tumbuh
tersering kedua adalah di regio kaninus yang dikaitkan dengan gigi
kaninus impaksi. Kista jenis ini dapat ditemukan pada semua jenis
usia dengan predileksi terbesar pada usia 20 tahun. Kista dapat
tumbuh dalam ukuran besar dengan diameter mencapai 10-15
cm.Kurt H Thoma (1969) mengatakan bahwa kista dentigerous
adalah suatu kantong yang dibungkus oleh epitelium yang terjadi
dari enamel organ yang berhubungan dengan mahkota gigi yang
tidak erupsi. Mervyn Shear (1992) mendefinisikan kista dentigerous
sebagai kista yang menutupi gigi yang belum erupsi dengan
perluasan folikelnya dan menyerang hingga keleher gigi. Menurut
Gordon W Pedersen (1996), kista dentigerous adalah pembesaran
ruangan folikular di sekitar gigi yang belum erupsi.
2. Prevalensi
Kista

dentigerous

merupakan

kista

odontogenik

perkembangan yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi,


terjadi akibat akumulasi cairan antara epitel email tereduksi, paling
sering terjadi pada molar tiga mandibula. Kista

dentigerous

merupakan jenis kista odontogenik terbanyak yang ditemukan yaitu


3

sebesar 48,64%. Kista dentigerous paling banyak disebabkan oleh


impaksi gigi molar tiga bawah yaitu sebesar 13,89%. Penderita kista
dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah pada laki-laki
sama jumlahnya dengan perempuan yaitu masing-masing sebesar
50%.

Kelompok

umur

yang

paling

banyak

menderita

kista

dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah adalah kelompok


umur 41-50 tahun yaitu sebesar 40%. Terapi yang paling sering
dilakukan adalah enukleasi sebanyak 100%. Simpulan penelitian ini
menunjukkan bahwa kista dentigerous paling banyak disebabkan
impaksi gigi molar tiga bawah, dengan frekuensi pada laki-laki sama
dengan perempuan, paling banyak diderita oleh kelompok umur 4150 tahun, dan terapi yang paling banyak dilakukan adalah
enukleasi.
3. Patofisiologi
Sisa-sisa epitel atau glands of serres yang tersisa setelah
terputusnya dental lamina. Ini merupakan penyebab keratosis
odontogenik.

Juga

dapat

menjadi

penyebab

beberapa

kista

odontogenik developmental lainnya, seperti kista gingival dan kista


lateral periodontal.
Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan
mennutupi gigi impaksi yang sudah terbentuk sempurna.Kista
dentigerous , kista erupsi, dan kista paradental inflamatorry berasal
dari jaringan ini.
Sisa-sisa malasses yang terbentuk melalui fragmentasi dari
ephithelial root sheath of hertwig. Seluruh kista radikuler berasal
dari sisa jaringan ini.
4. Etiologi
Kista dentigerous merupakan kista yang terbentuk di sekitar
mahkota gigi dan melekat pada cemento-enamel junction gigi yang
tidak erupsi (Cawson, 2002). Secara kasat mata, bentuk kista
dentigerous dapat dilihat pada grossspecimen. Kista dentigerous
juga

disebut

sebagai

kista

folikular
4

sebab

merupakan

hasil

pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara reduced


enamel epithelium dan enamel gigi (Regezi, 2003).
5. Gambaran Klinis
Kista dentigerous hamper selalu melibatkan gigi permanen
meskipun pada beberapa kasus ditemukan adanya keterlibatan gigi
sulung.

Beberapa

kasus

lainnya

berhubungan

dengan

gigi

supernumerary dan odontoma. Karena berhubungan gigi impaksi


maka

kemungkinan

terjadinya

kista

akan

bertambah

seiring

bertambahnya usia.

Kista dentigerous juga biasanya asimtomatik kecuali bila


ukurannya menjadi sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi
sekunder akan terasa sakit. Infeksi sekunder ini sering terjadi, dapat
juga menyebabkan ekspansi rahang. Besarnya kista tersebut juga
memungkinkan terjadinya fraktur patologis. Fraktur patologis dan
infeksi ini dapat mempengaruhi sensasi nervus alveolar inferior dan
plexus nervus alveolar superior sehingga menyebabkan parastesia.
6. Gejala Klinis
Gejala kista dentigerous tidak terlihat bila masih tahap awal.
Kista dentigerous yang belum mengalami komplikasi seperti kista
lainnya tidak akan menyebabkan gejala sampai pembesarannya
nyata

terlihat.

Meskipun

gejala

biasa

tidak

ada,

dengan

terlambatnya erupsi gigi semakin besar pula indikasi terjadinya


kista

dentigerous.

Kista

dentigerous

dapat

dideteksi

melalui

pemeriksaan radiografis atau pada saat dilakukan pemeriksaan gigi

yang tidak erupsi. Infeksi dapat menyebabkan gejala umum seperti


bengkak yang membesar dan rasa sakit (Sudiono, 2011).
Kista dentigerous biasanya terdeteksi pada anak-anak, remaja
atau dewasa, walaupun terkadang dapat ditemukan pada orang
yang lebih tua. Jenis kista dentigerous yang berhubungan dengan
erupsi gigi sulung dan tetap pada anak dinamakan kista erupsi atau
kista hematoma. Secara klinis, lesi tampak sebagai pembengkakan
linger alveolar diatas tempat gigi yang sedang erupsi. Saat rongga
kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan tampak ungu atau
sangat biru sehingga dinamakan erupsi hematoma (Sudiono, 2011).
Kista dentigerous umumnya berkaitan dengan gigi molar tiga
dan caninus maksilaris, yang mana paling banyak diakibatkan
karena gigi yang impaksi. Insidensi tertinggi dari kista dentigerous
adalah saat usia 20-30 tahun. Gejalanya yaitu terlambatnya erupsi
gigi menjadi indikasi utama pembentukan kista dentigerous. Kista
ini mampu berkembang hingga ukuran yang besar, kadang-kadang
disertai dengan ekspansi tulang kortikal. Kista dengan ukuran yang
besar juga dapat disertai dengan pembengkakan intraoral, ekstra
oral maupun keduanya. Dengan ukuran ini juga dapat menyebabkan
wajah

yang

menjadi

asimetris,

pergeseran

gigi.

Kista

dapat

berkembang menjadi infeksi sekunder yang mana bermanifestasi


menyebabkan nyeri pada sekitar kista. Saat tidak ada infeksi,
secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas tegas. Kista
yang infeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitive bila disentuh.
Semua tanda infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi infeksi (Yuli
fitriana, 2014).
7. Klasifikasi
Adanya hubungan kista dentigerous dengan mahkota gigi,
maka kista ini dibagi menjadi tiga macam yaitu, bagian sentral,
lateral, dan sirkumferensial sesuai dimana kista tersebut terbentuk
dalam hubungannya dengan mahkota gigi.
a. Tipe sentral : kista terletak tepat di mahkota gigi secara simetris.
Pada tipe sentral, kista terjadi sebelum degenerasi organ enamel
6

yang meliputi mahkota gigi. Kista dentigerous sentral yang


mengelilingi keseluruhan mahkota gigi secara berangsur angsur
akan membesar.
b. Tipe lateral : kista terletak disebelah mesial atau distal mahkota
gigi dan akan meluas menjauh dari gigi yang hanya disekitar
mahkota saja. Kista ini terbentuk pada bagian email yang
menetap setelah bagian atas permukaan oklusal telah berubah
menjadi dental kutikel.
c. Tipe sirkumferential : seluruh email disekitar leher gigi menjadi
kista, menghasilkan gambar yang mirip dengan kista radicular.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi
Ukuran normal ruang folikular kurang dari 2,5mm pada
radiograf intraoral dan 3mm pada radiograf panoramic. Maka dari
itu, ukuran yang lebih besar dianggap sebagai kista. Temuan
diagnosis yang penting yakni kista dentigerous melekat pada
cement enamel junction. Beberapa kista dentigerous Nampak
lain, berkembang dari aspek lateral folikel sehingga kista malah
menempati area di sebelah mahkota, bukan di atas mahkota.
Kista yang berhubungan dengan molar ketiga maksila sering
tumbuh ke dalam maxilla antrum biasanya ukurannya sudah
cukup besar sebelum akhirnya ditemukan. Kista yang melekat
pada mahkota molar tiga mandibular dapat memanjang sampai
ke ramus.

Gambar 1. Kista yang melibatkan ramus mandibular


7

Gambar 2. Kista dentigerous yang menyebabkan pergeseran


gigi kaninus
ke dalam ruang maxillary antrum serta menggeser
insisif lateral dan premolar satu)
Pada tahap awal, tampak pada gambaran radiografi adanya
pelebaran didaerah periokoronal, daerah tersebut mencapai
lebar 2,5mm dan merupakan kista dengan lapisan epitel yang
pasti ada pada sekitar 80% kasus.
1). Kista dentigerous sentral
Kista
mengelilingi
mahkota

secara

asimetris,

menggerakkan gigi kearah yang berlawanan dengan erupsi


normal (Cawson, 1991).

2). Kista dentigerous lateral


Pada tipe lateral, kista berkembang pada sisi mesial dan
distal dari gigi dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi
sebagian mahkota gigi, menyebabkan miringnya gigi kearah
yang tidak diliputi kista (Cawson, 1991).

3). Kista dentigerous sirkumferensial


8

Pada tipe sirkumferensial, seluruh organ enamel di


sekitar servikal gigi menjadi kistik, sering menyebabkan gigi
bererupsi menembus kista sehingga menghasilkan gambaran
seperti radikular (Cawson, 1991).
Kista dentigerous biasanya

memiliki

korteks

yang

berbatas jelas dengan outline berbentuk kurca atau sirkuler.


Jika

terjadi

inflamasi

korteksya

hilang.Lesi

berbentuk

unilokular, namun efek multilokular dapat dihasilkan

dari

ridge dinding tulang. Kista dentigerous biasanya soliter, bila


terlihat multiple disertai sindrom nevoid basal sel karsinoma
(Cawson, 1991).

b. Histopatologi
Fibrosa jaringan

pendukung

pada

kista

ini

biasanya

menunjukan adanya epitel Squamos yang strafikasi. Pada kista


dentigerous yang tidak terinflamasi memiliki epitel lining yang
tidak berkeratin dan memiliki sel layers sebanyak empat hingga
enam ketebalannya. Kemudian, mungkin ditemukan sel mukosa,
sel siliasi, dan terkadang sel sebaceous pada epitelium lining.
Epitelium ini perlekatan jaringan konektiv biasanya berbentuk
datar, walaupun pada kasus dengan second inflamasi, nampak
adanya bercak bercak.
9. Diagnosa Banding
Diagnosis banding radiolusensi perikoronal kista dentigerous
meliputi

odontogenik

keratosis,

ameloblastoma,

dan

tumor

odontogenik. Transformasi ameloblastik dari dentigerous cyst lining


juga

bisa

menjadi

diagnose

banding.

Tumor

odontogenik

adenomatoid bisa menjadi pertimbangan apabila ada radiolusensi


9

perikoronal anterior, dan fibroma ameloblastik apabila ada lesi yang


terjadi di rahang posterior pasien usia muda.
10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari kista dentigerous di
antaranya:
a. Kista yang terjadi pada rahang atas dapat menyumbat dan
merubah posisi maxillary antrum dan rongga hidung, terutama
kista yang berukuran besar.
b. Kista yang terjadi pada rahang bawah dapat menyebabkan
parestesi dan dapat terjadi perubahan displastik.
11. Prognosis
Prognosis dari kista dentigerous ialah baik dan jarang terjadi
rekurensi apabila kista diambil sempurna (Motamedi dan Talesh,
2005).
12. Penatalaksanaan
Kista dentigerous biasanya mudah diangkat dengan cara
enukleasi, dimana pada gigi yang berhubungan juga dilakukan
ekstraksi. Enukleasi dari kista tersebut juga dapat dilanjutkan
dengan

perawatan

ortodontik

untuk

menahan

gigi

yang

bersangkutan (misalnya kaninus maksila).


Untuk kista yang lebih besar harus dilakukan marsupialisasi,
karena

apabila

dilakukan

enukleasi

dan

ekstraksi

akan

menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah pada gigi serta


struktur anatomi disekitar. Seperti sinus maksilaris, rongga nasal
ataupun rongga orbita.
Pada kasus dimana kista hampir memenuhi sebagian besar
mandibula, tindakan awalm dilakukan ialah exteriorization atau
marsupialisasi kista sehingga terjadi dekompresi dan penyusutan
pada lesi, dengan demikian akan mengurangi daerah pembedahan
pada nantinya. Untuk mendapatkan akses ke kista, dilakukan
dengan cara membuat flap mukoperiosteal yang cukup (Carrera,
2013).
10

BAB III
RINGKASAN
Kista

dentigerous

merupakan

kista

yang

terbentuk

disekitar

mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan
menumpuk di dalam lapisan-lapisan epitel email yang tereduksi atau
diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi. Tumbuh paling sering
di regio posterior mandibula atau maksila dan umumnya berkaitan
dengan gigi molar ketiga.
Kista

dentigerous

biasanya

bersifat

asimtomatik

kecuali

bila

ukurannya menjadi sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi


sekunder akan terasa sakit. Klasifikasi dari kista dentigerous dibagi 3,
yaitu tipe sentral, lateral, dan sirkumferential.
Gejala kista dentigerous tidak terlihat bila masih tahap awal. Kista
dentigerous yang belum mengalami komplikasi seperti kista lainnya tidak
akan menyebabkan gejala sampai pembesarannya nyata terlihat. Kista
dentigerous dapat dideteksi melalui pemeriksaan radiografis atau pada
saat dilakukan pemeriksaan gigi yang tidak erupsi. Diagnosa banding dari

11

kista dentigerous yaitu odontogenik keratosis, ameloblastoma, dan tumor


odontogenik.
Kista dentigerous biasanya mudah diangkat dengan cara enukleasi,
dimana pada gigi yang berhubungan juga dilakukan ekstraksi. Untuk kista
yang lebih besar harus dilakukan marsupialisasi, karena apabila dilakukan
enukleasi

dan ekstraksi

akan

menyebabkan

kerusakan

saraf

pembuluh darah pada gigi serta struktur anatomi disekitar.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16558/4/Chapter
%20II.pdf
2. https://ml.scribd.com/doc/184953325/Kista-Dentigerous
3. http://dewipangestuti.blogspot.co.id/2015/03/kista-dentigerus.html

12

dan

Anda mungkin juga menyukai