Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN HORTIKULTURA


DAN TANAMAN PANGAN
PENGERINGAN DAN ANALISIS MUTU FISIK GABAH DAN BERAS

MOCHAMAD ZAINUL AMIN


F152160131

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata
lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras
(Harianto, 2001).
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu
mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi dan standard spesifik untuk
penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar,bentuk dan kebeningan beras).
Mutu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang akan digiling dan
sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga
dipengaruhi oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan
pascapanen. Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen
ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau
etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat
pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai
hubungan dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga
beras. Secara tidak langsung, faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama
atau jenis (brand name) beras atau varietas padi (Seorjandoko, 2010).
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh
beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga
ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu
giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu
kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling.
Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto,
1989).
Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit kariopsis dari biji
padi agar diperoleh beras yang dapat dikonsumsi. Penggilingan beras berfungsi
untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian maupun
seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil
mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit,
kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang

lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi,


penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan
kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil dari butir patah
(Damardjati, 1988).
Penggilingan

padi

mempunyai

peranan

yang

sangat

vital

dalam

mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun
untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi,
karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi
sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran
padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian
tersebut dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang
disebut dengan beras sosoh (beras putih).
Penggilingan gabah menjadi beras merupakan salah satu rangkain utama
penanganan pascapanen. Teknologi penggilingan sangat menentukan kuantitas
dan kualitas beras yang dihasilkan. Perbandingan antara beras giling dan
kehilangan hasil serta mutu beras hasil penggilingan tergantung pada tingkat
kematangan biji saat dipanen (Suprayono dan Setyono, 1997).
Beras pecah kulit merupakan gabah yang sudah dikupas kulitnya (sekam)
namun masih terdapat lapisan pericarp, aleuron, embrio dan endosperm. Beras
pecah kulit mengandung 1,9% lemak diantaranya berada di dalam dedak dan
bekatul, dimana sepertiga dari bagian tersebut berada di dalam embrio.
Kandungan pentosan tertinggi terdapat pada dedak 8,59%,-10,9%, embrio 4,8%7,4%, dan katul 3,15%-6,01%. Kandungan gula pada beras pecah kulit, lebih
tinggi dari kandungan beras sosoh yaitu 0,83%-1,39%. Beras pecah kulit
mengandung sebanyak 8% protein (Juliano, 1972).

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum pengeringan dan analisa mutu fisik gabah
dan beras adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari proses penggilingan padi dan mutu fisik beras
2. Mengukur kadar air gabah/beras menggunakan electronic Moisture
Tester)
3. Melakukan analisis mutu gabah meliputi butir gabah hampa dan kotoran,
butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau dan butir merah.

II.

METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


Peralatan : timbangan analitik, grain moisture tester, husker, cylinder separator
Bahan

: gabah, beras, alkohol

2.2 Prosedur Praktikum


1. Pemisahan berdasarkan warna
Mulai
Beras

Ditimbang sebanyak 100 gram

Pemisahan beras berdasarkan ciri secara visual:


Butir ketan
Butir hijau/mengapur
Butir kuning/rusak
Butir merah
Benda asing

Masing-masing hasil pemisahan ditimbang

Persentase masing-masing hasil pemisahan terhadap berat asal

Persentase hasil

Selesai
Gambar 1. Diagram alir Analisis Gabah berdasarkan warna

2. Pemisahan Gabah Hampa / kotoran

Mulai

100 gram gabah alkohol 400 ml

Masukkan gabah ke dalam gelas ukur lalu tambahkan alkohol 400 ml

Mengambil gabah yang mengapung, tiriskan 10-15 menit

Menimbang gabah hampa/kotoran yang sudah kering

Gabah hampa/kotoran

Selesai

Gambar 2. Diagram alir analisis gabah hampa/kotoran

3. Analisi Mutu Gabah

Mulai

Gabah

Menimbang 125 gram gabah

Proses pengupasan/ husking

Menimbang beras pecah kulit

Memisahkan berdasarkan warna yaitu hijau/mengapur, kuning/rusak, merah, benda asing

Mempersentasikan berdasarkan beras pecah kulit dan merata-ratakan hasil

Persentase hijau/mengapur, kuning/rusak, merah, benda asing


Konversi mutu berdasarkan standar SNI gabah

Selesai

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Mutu Gabah

4. Analisis Mutu Beras


Mulai

Beras

Menimbang 100 gram beras

Memisahkan beras menir dengan beras patah dengan menggunakan cylinder separator selama 3 menit

Memisahkan beras kepala dengan beras patah dengan menggunakan cylinder separator selama 3 menit

Memisahkan beras kepala dengan beras patah dan menir dengan secara manual

Menimbang beras kepala, menir dan beras patah

Mempersentasekan berat beras kepala, beras patah dan menir

Persentase berat beras kepala, beras patah dan menir dan konversi mutu berdasarkan tabel SNI Beras

Selesai

Gambar 4. Diagram Alir Analisis Mutu Beras

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis mutu gabah dilakukan untuk mengetahui kualitas gabah dan beras,
dengan membandingkan dengan mutu berdasarkan standar mutu SNI.
No
1
2
3
4
5
6

Komponen Mutu
Kadar air
Gabah hampa
Butir rusak + butir kuning
Butir mengapur + butir hijau
Butir merah
Benda asing

Ulangan 1
13.12
2.79
9.7
3.4
0.7
0

Ulangan 2
10.5
3.27
8.2
3.85
0.64
0

Ulangan 3
12.9
2.8
4.34
5.28
0.47
0.01

Jumlah
36.52
8.86
22.24
12.53
1.81
0.01

Tabel 1. Mutu Gabah


Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar air pada gabah sangat
berpengaruh terhadap mutu beras. Pada tabel terlihat bahwa pada ulangan 1 kadar
air sebesar 13,12 %, kadar air ulangan 2 sebesar 10,5 % dan kadar air ulangan 3
sebesar 12,9 %. Dimana kadar air ini memenuhi standar yaitu kadar air maksimal
14 %, sebagaimana yang dinyatakan Hardjosentono, (2000), bahwa gabah kering
giling adalah gabah yang sudah kering dan siap giling, bila diukur dengan alat
pengukur kadar air, maka angka kekeringannya mencapai 14%-15%.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian
gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang
biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan
tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat
keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau
rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun
(Fauziah, 2001).
Agar dapat melihat kelas mutu gabah maka perlu dilakukan konversi mutu,
yaitu dengan melihat tabel mutu berdasarkan standar SNI. Pada tabel terlihat mutu
kadar air yaitu pada mutu I, Gabah hampa yaitu pada mutu III, Butir rusak + butir
kuning yaitu pada mutu III, Butir mengapur + butir hijau yaitu pada mutu I, Butir
merah yaitu pada mutu I, Benda asing yaitu pada mutu I.

Rataan
12.17
2.95
7.41
4.18
0.60
0.00

Mutu
I
III
III
I
I
I

Tabel 2. Analisis Mutu Beras


No
1
2
3
4
5
6
7
8

Komponen Mutu
Kadar air
Beras kepala
Butir patah
Butir menir
Butir merah
Butir kuning/rusak
Butir mengapur
Benda asing
Ketan

Ulangan 1
13.09
81.26
6.70
12.59
0
0.82
1.08
0
0.43

Ulangan
2
11.32
76.74
14.51
3.51
0
0.51
2.72
0
0.84

Ulangan
3
11.719
78.79
13.98
4.7
0
0.63
0.93
0
0.97

Mutu
Jumlah
36.13
236.79
34.66
20.8
0
1.96
4.73
0
2.24

Rataan
12.04
78.93
11.55
6.93
0
0.65
1.58
0
0.75

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Refili, 2010).
Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala
merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh.
Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh.
Menir memiliki ukuran lebih kecil 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang
ayakan 2.0mm (Waries, 2006).
Agar dapat melihat kelas mutu gabah maka perlu dilakukan konversi
mutu, yaitu dengan melihat tabel mutu berdasarkan standar SNI beras berikut :

I
I
I
III
I
I
I
I

Tabel 3. Standar mutu beras SNI


No

Komponen mutu

Satuan
Premium

1
2
3
4
5
6
7

Derajat sosoh (min)


Kadar air (maks)
Beras kepala (min)
Butir patah (maks)
Butir menir (maks)
Butir merah (maks)
Butir kuning/rusak(maks)

8
9
10

Butir kapur (maks)


Benda asing (maks)
Butir gabah (maks)

(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(butir/10
0g)

100
14
95
5
0
0
0

1
95
14
78
20
2
2
2

0
0
0

2
0,02
1

Kelas mutu
Medium
2
90
14
73
25
2
3
3
3
0,05
2

Agar dapat melihat kelas mutu gabah maka perlu dilakukan konversi
mutu, yaitu dengan melihat tabel mutu berdasarkan standar SNI. Pada tabel
terlihat mutu kadar air yaitu pada mutu I, Beras kepala yaitu pada mutu I, Butir
patah yaitu pada mutu I, Butir menir yaitu pada mutu III, Butir merah yaitu pada

mutu I, Butir kuning/rusak pada mutu I , Benda asing yaitu pada mutu I, dan butir
mengapur pada mutu I.
Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi
oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah
factor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah
sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik
budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem dan iklim. Kelompok kedua
merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah
menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga
menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena
semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.

3
80
15
60
35
5
3
5
5
0,2
3

IV.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah kadar air
pada gabah 12.17 % serta kadar air pada beras 12.04 %, kualitas mutu gabah
terlihat pada nilai gabah hampa 2.95 %, butir rusak 7.41 %, butir merah 0.6 %
sehingga secara keseluruhan mutu gabah yang diteliti masuk dalam kualitas III,
mutu beras masuk kelas medium I. pemutuan kelas mutu ini berdasarkan nilai dari
kelas mutu fisik beras seperti beras kepala 78.93 %, butir patah 11.55 %, butir
mengapur 1.58 %, butir kuning 0.65 %, menir 6.93 % dan ketan 0.75 %.

DAFTAR PUSTAKA
Allidawati dan B.Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program
pemuliaan padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.

Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji,


M., S. Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian

dan

Pengembangan

Tanaman

Pangan.

Bogor. Hal: 103-159.


Fauziah. 2001. Cara Pengujian Mutu Fisik Gabah dan Beras. Balai Peneitian
Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru
Hardjosentono, M., Wijato, E Rachlan, I.W. Badra, dan R.D. Tarmana. 2000.
Mesin- Mesin Pertanian. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Harianto. 2001. Pendapatan, harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A.
Dan S. Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (LPEM-FEUI).

Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston DF(ed.).
Rice, Chemistry and Technology. Minnesota: AACC, Inc. pp: 16-74.
Nugraha, U.S., S.J.Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang
rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen
beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman
Padi. Sukamandi. 15 Hal.
Refili. Safrizal. 2010. Kadar Air Bahan. Teknik Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian.
Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala.

Soerjandoko, 2010. Teknis Pengujian Beras Skala Laboratorium. Balai Besar


Penelitian Tanaman Padi. Sukmandi
Suprayono dan A. Setyono. 1997. Budi Daya Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai