Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara di mana beberapa palung kontinental bertemu
dan juga di mana terdapat barisan gunung berapi yang masih aktif. Indonesia juga
merupakan negara kepulauan, maka banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa
bumi juga sering terjadi. Selain dari faktor diatas, pada perubahan iklim juga sangat
berpengaruh terhadap terjadinya bencana. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan, yang terjadi di bulan Desember sampai Maret sangat berpengaruh terhadap
potensi terjadinya bencana, seperti : banjir, tanah longsor, tsunami dan lain
sebagainya. Sementara itu tidak seorangpun dapat memprediksikan akan terjadi
bencana pada umumnya bencana terjadi secara mendadak. (Musliha, 2010)
Menteri kesehatan mengatakan Indonesia rawan terhadap bencana alam
karena berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu lempeng Indo
Australia, Eurasia dan Pasifik, yang sering menyebabkan gempa bumi. Selain itu 129
gunung api aktif 80 diantaranya termasuk dalam kategori berbahaya. Bencana alam
lain yang sering terjadi adalah angin topan, banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Bencana hampir selalu menimbulkan kerugian harta benda, rusaknya ekosistem, dan
menyebabkan korban manusia, baik korban yang meninggal dunia maupun korban
hidup dalam kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat ini apabila tidak segera
cepat dan tepat ditanggani, akan menyebabkan kematian atau kecacatan. Untuk
meminimalkan kematian dan meningkatkan angka kehidupan maka major inciden
medical managemet support (MMIS) membangun sebuah konsep penanggulangan
gawat darurat bencana dan korban massal sebagai bagian utama dan strategi dalam

perencanaan membangun masyarakat yang aman atau safe community yang sebagai
besar didasarkan pada rujukan yang aktual untuk pengalaman dalam membangun
sistem maupun keterlibatan secara praktis di lapangan bila terjadi kegawatdaruratan,
baik dalam kondisi sehari-hari maupun saat terjadi bencana. Sejak tahun 2010
kementerian kesehatan maupun ikatan ahli bedah indonesia (IKABI) telah
mengembangkan konsep sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT)
yang terdiri dari :

SPGDT sehari-hari (SPGDT-S) dan SPGDT saat bencana

(SPGDT-B), yang menjelaskan cara penanggulangan bencana-korban masal secara


struktur di tempat kejadian. Sistem ini memadukan penanganan gawat darurat yang
mencangkup triage mulai dari pra rumah sakit sampai rumah sakit untuk menyortir
pasien-pasien

sesuai

dengan

prioritasnya

dan

tingkat

kegawatdaruratan.

(Sedyaningsih, 2011)
Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan
tingkat kegawatan kondisinya. Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan sebagai
suatu tindakan pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang di
prioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway (A), breating (B), dan circulation
(C), dengan mempertimbangan sarana, sumber daya manusia dan probabilitas hidup
penderita. Triage juga diterapkan dalam lingkup bencana atau musibah masal.
Tujuan triage pada muibah masal adalah bahwa dengan sumber daya yang minimal
dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada musibah masal dengan
korban puluhan atau mungkin ratusan di mana penolong baik jumlah, kemampuan,
sarana, dan prasarana belum mencukupi, maka dianjurkan menggunakan teknik
simple triage and rapid reatment (START). (Kartikawati, 2012)
Berdasarkan data WHO yang dirilis di wikipedia pada tahun 2010 dengan
penduduk sekitar 6,79 miliar jiwa, terdapat data 150.000 orang meninggal dunia per

hari, yang mana sekitar 100.000 meninggal karena usia lanjut, dan 50.000 jiwa
meninggal karena penyakit (jantung, kangker, hiv, tumor), kecelakaan atau bencana
alam. Berbagai fenomena alam seperti banjir, angina topan, gunung meletus dan lain
sebagainya. (WHO 2010)
Sejak tahun 1980 sampai 2010, Indonesia hampir setiap tahun terjadi 1
sampai 2 bencana dengan korban masal, tetapi penanggulangannya tidak sesuai
dengan yang diharapkan, bahkan terjadi keterlambatan terutama dalam management
supportnya. Seperti kejadian gempa bumi dan tsunami di Aceh pada akhir tahun
2004 yang menelan lebih dari 200.000 orang meninggal. Di Banda Aceh pada saat
tsunami terdapat 8 RS untuk sekitar 500.000 penduduk. 1 RS mengalami structural
collapse dan 7 RS lainnya terjadi funcional collapse atau runtuhnya fungsional. Di
RS Zainoel Abidin dan RS tentara penuh pasien tetapi kurang personil sehingga
penangan korban kurang cepat dan tepat. RS yang lokasinya dekat dengan Banda
Aceh juga mengalami keterlambatan penangganan korban, karena petugas tiba dalam
waktu >24 jam setelah kejadian bencana, dan pasien-pasien dengan masalah airway,
breathing, circulation sudah meninggal, karena RS terdekat tidak mengirimkan
bantuan dan menunggu bantuan dari pusat. Di lokasi kejadian yang tersisa hanya
korban yang dengan masalah disability atau cacat. (Pusponegoro, 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh dari badan nasional penanggulangan
bencana (BNPB) pada tahun 2014-2015, Tulungagung mengalami bencana alam
yaitu hujan lebat yang disertai angin puting beliung yang menyebabkan tanah
longsor, banjir, tanggul sungai jebol, jembatan ambrol, rusaknya lahan pertanian
dan runtuhnya bangunan rumah warga. Data yang didapat dari BNPB pada tahun
2014-2015 adalah kejadin bencana alam seperti hujan lebat dan angin puting
beliung di desa Tunggangri, Jabon kecamatan Kalidawir yang menyebabkan

banjir dan mengakibatkan 239 hektar sawah terendam air, 700 ikan di kolam
hanyut terbawa arus, dan jembatan putus yang mengakibatkan 300 warga
terisolasi. (Soeroto, 2015)
Berdasarkan studi pendahuluan dalam bentuk simulasi latihan terpadu
penanggulangan bencana yang dilakukan peneliti di desa Sidem kabupaten Tulungagung pada 10 responden, dari 10 responden di dapatkan data 2 orang memiliki
pengetahuan baik, 1 orang memiliki pengetahuan sedang dan 7 orang memiliki
pengetahuan kurang. Sehingga diperlukan penyuluhan dan simulasi bencana, karena
triage memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kondisi pasien dan
ketepatan pemilihan korban.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang triage, akan berdampak
kurang baik, karena pengkategorian masyarakat tidak digolongkan sesuai dengan
prioritas 1 sampai prioritas 3 (P1-P3), sehingga akan menghambat jalur efakuasi dan
tidak tepat dalam memberikan pertolongan pada korban. Selain itu kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang triage bisa menimbulkan kepanikan dalam memilih
prioritas korban, dan kurangnya pengetahuan berdampak pada kurangnya keefektifan
pada saat terjadi bencana. Dan kurang keefektifan memilih korban karena banyaknya
jumlah korban, akan menimbulkan kematian atau kecacatan, karena triage sangat
penting dalam pemilihan korban untuk menurunkan angka kematian dan
menyelamatkan jumlah korban hidup. (Pusponegoro, 2011)
Dalam penangganan pasca bencana, yang penting dilakukan adalah
evakuasi dan melakukan triage, sehingga masyarakat perlu mendapat penyuluhan
dan simulasi bencana, karena dengan pengetahuan masyarakat yang baik tentang
triage, masyarakat bisa menanggani dan memilih korban sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratanya, apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. (Pusponegoro, 2010)

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin meneliti tentang


pengaruh pemberian penyuluhan tentang triage terhadap peningkatan pengetahuan
masyarakat dalam penangganan prioritas korban bencana di desa Sidem kabupaten
Tulungagung
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan penelitian sebagai
berikut :
Apakah ada pengaruh pemberian penyuluhan tentang triage terhadap peningkatan
pengetahuan masyarakat dalam penanganan prioritas korban bencana di desa Sidem
kabupaten Tulungagung ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisa pengaruh pemberian penyuluhan tentang triage terhadap
peningkatan pengetahuan masyarakat dalam penanganan prioritas korban
bencana di desa Sidem kabupaten Tulungagung.
2.

Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi

pengetahuan

masyarakat

sebelum

diberikan

penyuluhan tentang triage dalam penangganan prioritas korban bencana


di des Sidem kabupaten Tulungagung
b. Mangidentifikasi pengetahuan masyarakat

sesudah

diberikan

penyuuhan tentang triage dalam penangganan prioritas korban bencana


di desa Sidem kabupaten Tulungagung.
c. Menganalisa pengaruh pemberian pengetahuan masyarakat sebelum
diberikan penyuluhan tentang triage dalam penangganan prioritas
korban bencana di desa Sidem kabupaten Tulungagung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teroris
a. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif
untuk

keperawatan

masyarakat

kususnya

terhadap

peningkatan

pengetahuan masyarakat dalam penanganan prioritas korban bencana di


desa Sidem kabupaten Tulungagung.
b. Sebagai pengembangan ilmu keperawatan dengan mengoptimalkan peran
perawat dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penanganan
prioritas korban bencana di desa Sidem kabupaten Tulungagung.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Dapat dijadikan sebagai acuan dan melatih peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada, yaitu pengaruh
pemberian penyuluhan tentang triage terhadap peningkatan pengetahuan
masyarakat dalam penanganan prioritas korban bencana di desa Sidem
kabupaten Tulungagung.
b. Bagi tempat penelitian
Dapat digunakan masyarakat untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan keahlian dalam pelaksanaan triage dan penanganan
prioritas korban bencana di desa Sidem kabupaten Tulungagung.
c. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya, khususnya dalam
pemberian penyuluhan tentang triage terhadap peningkatan pengetahuan
masyarakat dalam penanganan prioritas korban bencana.
d. Bagi masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penanganan
prioritas korban bencana alam di desa Sidem
e. Bagi pemegang program

Tim

basarnas

dapat

memberikan

penyuluhan

berkala,

sehingga

masyarakat lebih paham dan mampu mengembangkan ilmu tentang


triage, apabila sewaktu-waktu terjadi bencana.

Anda mungkin juga menyukai