Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH BEBERAPA PEKERJAAN DENGAN MENGGUNAKAN

SEPATU BOOTH TERHADAP ANGKA KEJADIAN


INFEKSI JAMUR KULIT

Vinna Taulina*, Inayati Habib**


*Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
**Dosen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstrak

Latar belakang : Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi perairan


yang luas dan masih banyak hutan-hutan yang lebat, sehingga kelembapan udara ratarata tinggi. Dengan iklim yang demikian, sangat mudah bagi berbagai sumber
penyakit untuk berkembang biak terutama bagi jamur . Jamur golongan
Dermatophyta adalah salah satu jamur yang berkembang biak pesat di daerah tropis
yang suhu normalnya lebih dari 25C. Ada tiga genu yang dapat mengenai manusia,
yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton floccosum. Sedangkan
infeksi jamur kulit pada kaki atau yang di sebut juga dengan tinea pedis adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah kulit kaki,
punggung kaki, jari kaki, serta daerah interdigital, yang diakibatkan oleh pemakaian
sepatu tertutup, contohnya sepatu booth dalam jangka waktu yang cukup lama.
Tujuan penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk
mengetahui pengaruh antara beberapa pekerjaan dengan menggunakan sepatu booth
terhadap angka kejadian infeksi jamur kulit.
Metode penelitian : Metode yang dipakai untuk penelitian kali ini adalah dengan
metode observasi dan eksperimental laboratorium yang dilakukan secara cross
sectional. Eksperimental laboratorium dilakukan dengan menggunakan media

1
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Sabaroud Dextrosa Agar (SDA). Dengan menggunakan kerokan kulit yang terinfeksi
jamur, kemudian dikultur pada media tersebut. Di inkubasi pada suhu kamar dengan
waktu 5 hari.
Hasil dan kesimpulan : Dari 30 responden didapatkan 11 orang positif terkena
infeksi jamur kulit. Dengan rincian 2 orang responden dari kelompok kerja
pengumpul sampah, dan 9 orang responden dari kelompok kerja pencuci mobil dan
motor. Dan sisanya 19 orang negatif. Ini dapat juga dikatakan sebanyak 36,7% yang
positif infeksi jamur kulit dengan rincian, 6,7% dari kelompok kerja pengumpul
sampah, dan 30,0% dari kelompok kerja pencuci mobil dan motor. Dan 63,3%
terbukti negatif infeksi jamur kulit. Setelah dilakukan penelitian, dapat diketahui
bahwa ada pengaruh antara macam pekerjaan dengan menggunakan sepatu booth
terhadap angka kejadian infeksi jamur kulit.

Kata kunci : Pemakaian sepatu tertutup, Infeksi jamur kulit, Sabaroud dextrosa Agar.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas,
dan masih banyak hutan-hutan yang lebat, sehingga kelembapan udara rata- rata
tinggi. Sebab seperti yang dikemukakna oleh Reifsneider bahwa suatu keadaan
tempat yang sering terjadi deras, hutan yang lebat, perairan laut yang luas, dan
banyak angina yang berhembus pada daerah tersebut, disertai ketidakteraturan suhu
dan sinar matahari yang tidak merata menyebabkan kelembapan yang tinggi, dan hal
yang ini dapat ditemukan di Indonesia.
Dengan iklim yang demikian, sangat mudah bagi berbagai sumber penyakit
untuk berkembang biak terutama bagi jamur . Jamur golongan Dermatophyta adalah
salah satu jamur yang berkembang biak pesat di daerah tropis yang suhu normalnya
lebih dari 25C. Jamur golongan Dermatophyta terdiri dari 39 spesies dan 11 diantara
nya diketahui sebagai penyebab infeksi yang selalu menduduki 10 besar penyakit
kulit di Indonesia dan diketahui sebagai penyebab infeksi yang sering pada manusia
di berbagai penjuru dunia.

2
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Ada tiga genu yang dapat mengenai manusia, yaitu Trichophyton,


Microsporum, dan Epidermophyton floccosum. Walaupun grup ini terdiri dari 37
spesies yang berbeda, hanya enam spesies yang menyebabkan penyakit secara kronis
yang biasanya di daerah pedesaan. Infeksi jamur kulit pada kaki atau yang di sebut
juga dengan tinea pedis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita di daerah kulit kaki, punggung kaki, jari kaki, serta daerah interdigital.13
Tinea pedis atau yang disebut juga dengan Athletes foot, atau orang awam
sering menyebutnya dengan kutu air. Biasanya sering ditemukan pada orang dewasa
yang setiap hari menggunakan sepatu tertutup, contohnya penggunaan sepatu booth.
Dan pada orang yang bekerja di tempat yang basah, mencuci, di sawah dan
sebagainya.13 Infeksi juga dapat menyebar melalui penggunan pancuran dan ruang
ganti pakaian umum, di mana kulit yang terinfeksi dan terkelupas berperan sebagai
sumber infeksi. Tidak ada tindakan pengendalian yang benar-benar efektif selain
higiene yang tepat dan penggunaan bedak untuk mempertahankan agar ruang antar
jari-jari kaki tetap kering. Pada banyak orang, tinea pedis menahun bersifat
asimtomatis dan hanya menjadi aktif pada keadaan panas atau basah yang berlebihan
atau pemakaian alas kaki yang tidak sesuai.15
Dermatofita adalah segolongan jamur yang mempunyai sifat mencernakan
keratin, dan menggunakkannya sebagai makanannya. Dalam jaringan, jamur tampak
sebagai hifa atau dapat membagi diri menjadi arthospora. Pada medium pembiakan
padat, Dextrosa Sabaroud Agar (DSA), jamur akan membentuk koloni yang ringan,
berbulu, dan berserbuk. Serta memiliki bentuk khas yaitu makrokonidia atau
mikrokonidia yang memungkinkan untuk dikenali spesiesnya.24 Adanya persamaan
morfologik menempatkan mereka dalam satu golongan.Pada tahun 1934 Emmons
mengajukan klasifikasi atas dasar morfologik, yaitu terdapat tiga genus:
Microsporon, Trichopyton, Epidermophyton.Bentuk klinik disebabkan adanya
beberapa faktor, yaitu faktor manusia, lingkungan dan afinitet Dermatofit terhadap
hospes. Ditinjau dari faktor-faktor itu, maka dermatofita dibagi tiga yaitu:

3
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

1. Dermatofita Zoofilik, yang terutama ditemukan pada bintang dan kadangkadang pada manusia, misalnya Microsporon canis, Triciphyton aquineum,
Tricophyton veruccossum.
2. Dermatofita Geofilik, yang dapat hidup di tanah, misalnya Microsporon
gypseum, Microsporon cooksi.
3. Dermatofita Anthrofilik, yang terutama ditemukan pada manusia, yaitu
Triciphyton rubrum, Triciphyton concentricum, Microsporonaudouini.
Gambaran yang disebabkan spesis yang zoofilik dan geofilik pada umumnya
memberikan gambaran yang akut pada manusia dan lebih mudah disembuhkan,
sedangkan spesies anthrofilik yang memberikan gambaran klinik dengan peradangan
tidak begitu jelas, akan tetapi mudah menjadi menahun dan sukar disembuhkan.
Tabel 1. infeksi jamur utama dan organisme penyebab
penyakit

Organisme penyebab

gejala

Microsporum

sp.

Tinea capitis Trichophyton

sp.

Epidermophyton sp.
Tinea
corporis

Tinea

Microsporum

sp.

Trichophyton

sp.

Epidermophyton sp
Microsporum

pedis"athlete's Trichophyton

Kadas pada
paha

4
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

makrokonidia

mikrokonidia

pada

kerokan dari lesi


Ada/tidak
dan

makrokonidia

mikrokonidia

pada

kerokan dari lesi

sp. Kadas pada Ada/tidak


sp. kaki

pada

kerokan dari lesi

sp. tangan dan dan


kaki

makrokonidia

mikrokonidia

sp. Kadas pada Ada/tidak

Epidermophyton sp

pada

kerokan dari lesi

sp. tangan dan dan


kaki

makrokonidia

mikrokonidia

Trichophyton

Tinea manus Trichophyton

"jock itch"

dan

sp. Kadas pada Ada/tidak

Epidermophyton sp

cruris

kulit kepala

Ada/tidak

Microsporum

Microsporum

Tinea

Kadas pada

Identifikasi organisme

dan

makrokonidia

mikrokonidia

pada

foot"

Epidermophyton sp

Tinea
unguium

kerokan dari lesi

Microsporum

sp.

Trichophyton

sp.

Epidermophyton sp

Infeksi pada
kuku

Ada/tidak
dan

makrokonidia

mikrokonidia

pada

kerokan dari lesi

Kebanyakan jamur terdapat di alam dan tumbuh dengan mudah bila terdapat
sumber

nitrogen

dan

karbohidrat,

yaitu

kondisi

lingkungan

yang

tidak

menguntungkan bagi kebanyakan mikroorganisme lain. Pengisolasian jamur


digunakan Sabaroud Dextrosa Agar yang mengandung glukosa dan ekstrak sapi (pH
5,0). Bahan tersebut sering digunakan karena tidak mendukung pertumbuhan
bakteri.15

Gambar 2
Biakan T.rubrum

Gambar 3

Gambar 4

Biakan M.gypseum

Biakan E.floccosum

Tinea pedis sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai
sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, di
sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi, mulai dari tanpa keluhan sampai
mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.

5
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yakni :


1. Bentyuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya berupa maserasi, deskuamasi,
dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan, basah dan dapat terjadi
fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder dapat menyertai fisura
tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi
sering mulai dari sela jari III, IV, dan V. Bentuk klinik ini dapat berlangsung
bertahun-tahun tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini
dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga terjadi limfangitis,
limfadenitis, selulitis, dan erisipilas yang disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk vesikuler akut. Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikula-vesikula
dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi
yang tersering adalah telapak kaki dengan bagian tengah dan kemudian
melebar serta vesikulanya memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk
keadaan ini.
3. Bentuk moccasin foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak, tepi sampai
punggung kaki, terlihat kulit menebal dan berskuama, Eritem biasa ringan,
terutama terlihat pada bagian tepi lesi (USU digital library, 2003).

Gambar 5. Beberapa bentuk gambaran tinea pedis


Pengobatan
Pengobatan terdiri atas pembuangan tuntas struktur epitel yang terinfeksi dan
yang mati serta pemberian bahan kimia antijamur secara topikal. Pengobatan
berlebihan sering menyebabkan dermatofitid. Harus dilakukan usaha-usaha untuk
mencegah reinfeksi. Bila daerah serangan luas, pemberian griseofulvin secara oral

6
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

selama 1-4 minggu terbukti efektif. Infeksi kuku memerlukan pengobatan


griseofulvin selama beberapa bulan dan kadang-kadang dilakukan pembedahan
buangan kuku. Sering terjadi kekambuhan infeksi kuku (Jawezt, 1996).
A.Langkah-langkah pencegahan
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan macerasi.
Daerah-daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus
dikeringkan betul-betul dan diberi bedak pengering (talcum ; ZeaSORB) atau
bedak anti jamur (Tinactin/Doctorin), sesudahnya dan tiap pagi.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis agar memakai kaos kaki dari bahan katun yang
menyerap dan jangan memakai bahan wool atau bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dalam air
panas.
B.Terapi lokal
1. Lesi-lesi yang meradang akut yang bervesikula dan bereksudat harus dirawat
dengan kompres basah secara terbuka secara berselang-selang.(4-6 kali sehari)
atau terus, menerus. Vesikula harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap
utuh.
2. Haloprogin atau tolnalfat, arutan atau cream dioleskan 3 kali sehari akan
menyebabkan involusi dari sebagian besar lesi skuama superfisial dalam
waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan
yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat.
C.Sistemik
Pemberian Griseofulvin merupakan antibiotik yang diberikan secara oral yang
diperoleh dari spesies Penicillium tertentu. Obat ini tidak berpengaruh terhadap
bakteri atau jamur yang mengakibatkan mikosis sistemik tetapi menekan dermatofites
tertentu.

7
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Setelah pemberian per oral, griseofulvin disebarkan seluruh tubuh. Obat


terakumulasi di epidermis dan jaringan keratinisasi lainnya (rambut dan kuku).
Keratin merupakan sumber nutrisi utama untuk dermatofites, dan degradasi keratin
oleh jamur ini mengakibatkan dicernakannya obat. Dalam organisme, griseofulvin
diduga berinteraksi dengan mikrotubula dan mengganggu funsi mitosis gelendong,
menimbulkan penghambatan pertumbuhan.
Griseofulvin bermanfaat secara klinik untuk mengobati infeksi dermatofita
pada kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh spesies Trichopyton,
Epidermophyton, dan Microsporum. Obat ini tidak berpengaruh terhadap kandidiasis
superfisial atau kandidiasis sistemik atau setiap mikosis sistemik lainnya. Biasanya
diperlukan terapi oral selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk mengetahui


pengaruh antara beberapa pekerjaan dengan menggunakan sepatu booth terhadap
angka kejadian infeksi jamur kulit.

METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji observasi, eksperimental laboratorium yang
dilakukan secara cross sectional.
B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat :
a) Alkohol 70%
b) Skalpel
c) Media Sabaroud Dektrosa Agar
d) Kapas
Bahan :
a) Kerokan kulit yang terinfeksi jamur kulit

8
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

C. Jalannya Penelitian
Penelitian terlebih dahulu dengan observasi para responden, sekaligus
memberikan kuissioner. Sejalan dengan itu, dilakukan pengambilan sampel jamur
kulit yang terdapat pada para responden (jika responden tersebut positif terinfeksi
jamur kulit).
Jawaban dari kuissioner dapat kita gunakan untuk mengetahui berapa lama
para pekerja bekerja (tahun), lingkungan tempat bekerja, dan berapa lama
penggunaan sepatu booth per hari (jam). Yang kemudian hasilnya diuji dengan uji
Chi square dan t-test.
Kemudian dilakukan penanaman jamur dalam cawan petri yang telah dberi
Sabaroud Dextrosa Agar (SDA). Cara mendapatkan kerokan kulit dilakukan dengan
tahap-tahap di bawah ini :
1. Bersihkan kulit dengan alkohol 70% (yang dikerok sebaiknya bagian tepi dari
lesi yang paling aktif tertutup oleh skuama).
2. Keroklah dengan skalpel, miring dengan membuat sudut 45o ke arah atas.
3. Hasil kerokan ditampung pada kertas bersih, objek glass atau cawan petri
yang sudah ada Sabaroud Dextrosa Agar (SDA).
4. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar (30o) selama 1 minggu.23

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Tabel 4. frekuensi angka jamur kulit pada pekerja pengumpul sampah
Infeksi jamur kulit

No.

Lingkugan

Lama bekerja

Lama pemakaian

Responden

bekerja

(tahun)

sepatu booth (jam)

basah

1 tahun

4 jam

basah

2 tahun

4 jam

9
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Positif

Negatif

basah

1 tahun

3 jam

basah

3 tahun

4 jam

basah

3 tahun

4 jam

basah

1 tahun

3 jam

basah

1 tahun

4 jam

basah

2 tahun

4 jam

basah

3 tahun

3 jam

10

basah

1 tahun

4 jam

TOTAL

6,7%

26,7%

Sumber : Data primer

Tabel 5. frekuensi angka jamur kulit pada pekerja pencuci mobil dan motor
No.

Lingkungan

Lama bekerja

Lama pemakaian

Responden

bekerja

(tahun)

sepatu booth (jam)

basah

1 tahun

4 jam

basah

4 tahun

3 jam

basah

1 tahun

4 jam

basah

3 tahun

4 jam

basah

1 tahun

3 jam

basah

1 tahun

3 jam

basah

1 tahun

4 jam

basah

2 tahun

3 jam

basah

2 tahun

4 jam

10

basah

1 tahun

4 jam

TOTAL

10
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Infeksi jamur kulit


Positif

Negatif

+
-

30,0%

3,3%

Tabel 6. frekuensi angka jamur kulit pada polisi lalu lintas


No.

Lingkungan Lama bekerja

Infeksi jamur kulit

Lama pemakaian

Responden

bekerja

(tahun)

sepatu booth (jam)

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

kering

5 tahun

7 jam

10

kering

5 tahun

7 jam

Positif

TOTAL

Negatif

10

0%

33,3%

Sumber : Data primer


tabel 7. persentase angka kejadian infeksi jamur kulit
No.

Infeksi Jamur Kulit


Kelompok

1.

2.

3.

Positif

Pengumpul sampah

10

6,7 %

26,7%

33,3%

10

30,0%

3,3%

33,3%

10

10

0%

33,3%

33,3%

11

19

30

36,7%

63,3%%

100,0%

Pencuci mobil dan motor

Polisi lalu lintas

TOTAL

TOTAL

Negatif

11
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

IV.2 HASIL PENELITIAN LABORATORIUM


Setelah dilakukan pemeriksaan langsung dengan observasi lapangan,
kemudian dilakukan penelitian laboratorium, yang dilaksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Tahap-tahap yang dilaksanakan pada pemeriksaan laboratorium adalah
sebagai berikut :
5. Bersihkan kulit dengan kapas yang telah diberi alkohol 70% (yang dikerok
sebaiknya bagian tepi dari lesi yang paling aktif tertutup oleh skuama).
6. Keroklah dengan skalpel, miring dengan membuat sudut 45o ke arah atas.
7. Hasil kerokan ditampung pada kertas bersih, objek glass atau cawan petri
yang sudah ada Sabaroud Dextrosa Agar (SDA).
8. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar (30o) selama 1 minggu.
Setelah dilakukan penelitian selama 1 minggu, maka di dapatkan hasil
seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini :

tabel 8. kelompok jamur yang menginfeksi responden


Kelompok

No. Responden

PEKERJA

No.3

1. Trichophyton sp

PENGUMPUL
SAMPAH

Jenis jamur

2. Candida sp
No. 7

1. Tricophyton sp
2. Candida sp
3. Aspergilus sp

PEKERJA

No. 1

1. Candida sp

No. 3

1. Tricophyton sp

PENCUCI MOBIL

2. Aspergilus sp

DAN MOTOR

3. Candida sp
No. 4

1. Aspergilus sp

No. 5

1. Candida sp

12
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

No. 6

1. Candida sp

No.7

1. Candida sp

No. 8

1. Aspergilus sp
2. Candida sp

No.9

1. Tricophyton sp
2. Microsporum sp
3. Candida sp

No.10

1. Microsporum sp
2. Aspergilus sp

TOTAL

11 orang

Tabel 9. Hasil percobaan dengan menggunakan sediaan SDA


No.

Keterangan
Responden

1.

Gambar jamur

Gambar spesifik

penjelasan
Tricophyton sp,
tampak koloni
yang berwarna
putih bersih
seperti gumpalan
kapas, dan
permukaan halus
seperti beludru.
Candida sp
tampak koloni
berwarna krem
berbentuk seperti
pasta,
permukaannya
halus dan licin,
koloni juga
memiliki bau
yeast yang khas

Kel.A no.3

13
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Kel.A no.7

Tricophyton sp,
tampak koloni
yang berwarna
putih bersih
seperti gumpalan
kapas, dan
permukaan halus
seperti beludru.

Candida sp
tampak koloni
berwarna krem
berbentuk seperti
pasta,
permukaannya
halus dan licin,
koloni juga
memiliki bau
yeast yang khas
Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.
3

Kel.B no.3

Tricophyton sp,
tampak koloni
yang berwarna
putih bersih
seperti gumpalan
kapas, dan
permukaan halus
seperti beludru.

14
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.
Candida sp
tampak koloni
berwarna krem
berbentuk seperti
pasta,
permukaannya
halus dan licin,
koloni juga
memiliki bau
yeast yang khas
Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.

Kel.B no.4

Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.

15
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Kel.B no.8

Kel.B no.9

Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.
Candida sp
tampak koloni
berwarna krem
berbentuk seperti
pasta,
permukaannya
halus dan licin,
koloni juga
memiliki bau
yeast yang khas
Microsporum sp,
pada media SDA
akan
tampak
seperti gumpalan
berwarna
hijau
kecoklatan.

Tricophyton sp,
tampak koloni
yang berwarna
putih bersih
seperti gumpalan
kapas, dan
permukaan halus
seperti beludru.

16
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Candida sp
tampak koloni
berwarna krem
berbentuk seperti
pasta,
permukaannya
halus dan licin,
koloni juga
memiliki bau
yeast yang khas
Microsporum sp,
pada media SDA
akan
tampak
seperti gumpalan
berwarna
hijau
kecoklatan.

Kel.B no.10

Aspergilus sp,
sporanya
berwarna hitam.
Dan ini
merupakan ciri
spesifik yang
membedeakan
dengan
Microsporum sp.
tabel 10. jumlah persentase jenis jamur
No.

Jenis jamur

Jumlah

Persentase (%)

1.

Tricophyton sp

20%

2.

Microsporum sp

10%

3.

Aspergilus sp

25%

4.

Candida sp

45%

20

100%

TOTAL

17
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

PEMBAHASAN
Dari tabel 4, hasil analisa data didapat bahwa dari 10 orang responden
penelitian terdapat 2 (6,7%) responden yang positif mengalami infeksi jamur kulit.
Sedangkan yang negatif infeksi jamur kulit ada 8 orang (26,7%). Pada tabel di atas,
dapat juga dilihat bahwa kasus infeksi jamur kulit banyak terdapat pada responden
yang lama bekerja 1 tahun (16,7%).
Dari tabel 5, hasil analisa data didapat bahwa dari 10 orang responden didapat
(30,0%) responden yang positif mengalami infeksi jamur kulit. Sedangkan yang
negative ada 1 orang (3,3%). Artinya pada kelompok ini didapatkan hasil yang paling
banyak diantara kelompok yang lain. Pada tabel di atas juga dapat dilihat, bahwa
kasus infeksi jamur kulit banyak di dapatkan pada responden dengan lama bekerja 1
tahun (20,0%), kemudian lama bekerja 2 tahun (6,7%), dan kasus yang paling sedikit
adalah pada lama bekerja 3 tahun (3,3%). Dan bila dikaitkan dengan lama
penggunaan sepatu booth per hari (jam), maka dengan lama penggunaan 4 jam/hari
didapatkan hasil paling banyak yaitu (20,0%), dan hasil paling sedikit pada lama
penggunaan 3 jam/hari yaitu (13,3%).
Pada kelompok ini tidak didapatkan satupun yang positif terinfeksi jamur
kulit. Sehingga dapat dilihat persentase angka kejadian infeksi jamur kulit pada
kelompok ini adalah 0%.
Pada tabel 8, setelah dilakukan penelitian di laoratorium dengan
menggunakan media Sabaroud Dextrosa Agar (SDA), pada kelompok pekerja
pengumpul sampah dengan 2 responden yang positif. Responden nomor 3 didapatkan
hasil jamur yang menginfeksi adalah jamur Tricophyton sp, sangat terlihat jelas pada
media SDA tersebut ditumbuhi jamur dengan koloni yang berwarna putih bersih
seperti gumpalan kapas, dan permukaan halus seperti beludru. Dan juga Candida sp
yang mengkontaminasi, ini terlihat jelas pada media SDA ditumbuhi jamur dengan
koloni berwarna krem berbentuk seperti pasta, permukaannya halus dan licin, koloni
juga memiliki bau yeast yang khas.sedangkan responden nomor 7, didapatkan jamur

18
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

yang menginfeksi adalah Tricophyton sp, sedangkan Candida sp, Aspergilus sp


merupakan jamur yang mengkontaminasi.
Dengan perlakuan yang sama, pada kelompok kerja pencuci mobil dan motor
didapatkan 9 responden yang positif. Pada responden nomor nomor 1, 5, 6, dan 7
tidak didapatkan jenis jamur yang biasa menginfeksi jamur kulit. Yang didapatkan
pada media SDA adalah jenis jamur Candida sp. Ini terlihat jelas pada media SDA,
seluruh permukaan media ditumbuhi dengan koloni jamur berwarna krem berbentuk
seperti pasta, permukaannya halus dan licin, koloni juga memiliki bau yeast yang
khas. Candida sp merupakan flora normal selaput mukosa saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan genitalia wanita (Jawezt, 1996). Dan mudah sekali
didapatkan di alam bebas.
Pada responden nomor nomor 3, jamur yang menginfeksi adalah Tricophyton
sp, sedangkan Candida sp, Aspergilus sp merupakan jamur yang mengkontaminasi.
Pada responden nomor 4, jenis jamur yang biasa menginfeksi jamur kulit
tidak didapatkan. Yang ditemukan hanya Aspergilus sp. Pada media SDA, terlihat
serupa seperti jamur Microsporum sp, hanya saja warnanya berbeda. Warna spora
dari Aspergilus sp adalah hitam. Aspergilus sp merupakan suatu jamur yang banyak
ditemukan di mana-mana pada tumbuhan yang membusuk (Jawezt, 1996). Sehingga
kemungkinan untuk terkontaminasi sangat besar.
Pada responden nomor 8, tidak didapatkan jenis jamur yang biasa
menginfeksi jamur kulit. Yang didapatkan pada media SDA adalah jenis jamur
Candida sp, dan Aspergilus sp.
Pada responden nomor 9, jenis jamur yang menginfeksi adalah Tricophyton
sp, Microsporum sp, pada media SDA akan tampak seperti gumpalan berwarna hijau
kecoklatan, ini merupakan sporanya yang membedakan dengan Aspergilus sp. Dan
juga Candida sp, yang merupakan kontaminasi.
Pada responden nomor 10, jamur yang menginfeksi adalah Microsporum
sp,sedangkan Aspergilus sp merupakam kontaminasi.

19
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Dari tabel 10 di atas dapat diketahui persentase jumlah jenis jamur yang
menginfeksi para responden pada penelitian ini. Dari data di atas, jenis jamur yang
paling banyak menginfeksi adalah Candida sp sebanyak 45%. Sebenarnya jenis
jamur ini termasuk jamur yang mengkontaminasi dalam penelitian ini. Jenis jamur ini
merupakan flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernaan dan
genitalia wanita (Jawezt, 1996). Dan sangat mudah sekali ditemukan ditemukan di
mana saja.
Selain Candida sp, jenis jamur ini sebenarnya jamur yang tidak diinginkan
dalam penelitian ini. Dan jenis jamur ini merupakan kontaminasi juga. Aspergilus sp
merupakan suatu jamur yang banyak ditemukan di mana-mana pada tumbuhan yang
membusuk

(Jawezt, 1996). Sehingga kemungkinan untuk terkontaminasi sangat

besar.
Kemudian ada 2 lagi jenis jamur yang menginfeksi jamur kulit, yaitu
Trichophyton sp sebanyak 20% dan Microsporum sp sebanyak 10%. Kedua jenis
jamur ini merupakan jenis yang diinginkan dalam penelitian. Karena berdasarkan
tinjauan pustaka pada bab sebelumnya dikatakan bahwa, jenis jamur yang paling
banyak

menginfeksi kulit

adalah Trichophyton sp, Microsporum sp dan

Epidermophyton sp.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dilihat bahwa
penggunaan sepatu booth sangat mempengaruhi angka kejadian infeksi jamur kulit.
Ini dapat terlihat pada pada tabel 3 dan tabel 4.
Pada tabel 4 (kelompok pekerja pencuci mobil dan motor) mempunyai angka
kejadian infeksi jamur kulit yang sangat tinggi sekali dibandingkan dengan
keloompok yang lain. Dari 10 responden, terdapat 9 orang yang positif jamur kulit.
Penulis mempunyai beberapa pendapat dan fakta terhadap hasil tersebut, antara lain :
1. Pada kelompok ini menggunakan sepatu booth dengan durasi 4 jam/hari
bahkan lebih. Sehingga penulis berasumsi, semakin lama penggunaan sepatu
booth, semakin tinggi pula tingkat kelembapan yang terjadi.

20
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

2. Selain penggunaan sepatu booth yang lama, lingkungan bekerja sangat


mendukung sekali terhadap kemunculan jamur. Ini sudah menjadi rahasia
umum, kalau pekerjaan pencucian mobil dan motor pasti setiap hari berkutat
dengan air setiap saat. Sehingga dapat dikatakan, pada pekerjaan ini
mempunyai resiko terhadap angka kejadian infeksi jamur kulit.
3. Selain itu kebersihan lingkungan tempat bekerja kurang terjaga, penulis dapat
berpendapat seperti ini dikarenakan lokasi pencucian tersebut terletak di
depan selokan mataram. Kebanyakan dari mereka menggunakan air tersebut
sebagai alat untuk bekerja mereka. Yang kita tahu, bahwa air tersebut banyak
digunakan oleh penduduk sekitar aliran selokan untuk kegiatan sehari-hari.
Seperti buang sampah, bahkan untuk kakus, walaupun tidak banyak dan
sering. Ini berdasarkan pengamatan penulis.
4. Banyaknya pelanggan yang datang, juga sangat menghambat mereka untuk
mengistirahatkan kaki mereka terhadap pengab dan lembabnya sepatu booth
yang basah terkena air seharian.
Banyak fakta yang didapatkan penulis pada saat penelitian berlangsung.
Banyak dari para pekerja pencuci mobil dan motor yang bertutur, bahwa pekerjaan
mereka memang ringan, namun punya resiko yang tidak gampang.
Setiap orang yang bekerja sebagai pencuci mobil dan motor pasti terkena
penyakit kutu air, ini diujarkan oleh seorang responden. Sehingga terkadang mereka
harus merelakan untuk melepaskan pekerjaan daripada harus menderita dengan gatal
yang teramat sangat pada kaki mereka. Memang penyakit ini tidak terlalu berbahaya.
Namun cukup mengganggu aktifitas sehari-hari. Ini sesuai dengan seminar dr.
Kusmarinah Barmono spKK (Sriwijaya Post, 2007).
Selain pekerja pencuci mobil dan motor, pekerja pengumpul sampah pada
tabel 3, mempunyai kedudukan kedua terhadap angka kejadian infeksi jamur kulit.
Pada tabel dapat dilihat, dari 10 responden, hanya 2 orang yang positif jamur kulit.
Memang lingkungan tempat bekerja merteka sangat kotor, karena dikelilingi oleh
sampah dan kotoran. Namun, lingkungan mereka tidak sebasah dan selembab pada

21
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kelompok kerja pencuci mobil dan motor. Sehingga kemunculan angka kejadian
jamur kulit tak terlalu banyak dibandingkan kelompok pencuci mobil dan motor.
Fakta yang sangat menarik dapat kita lihat pada tabel 5 (polisi lalu lintas),
walaupun mereka menggunakan sepatu booth dengan durasi 7 jam/hari. Namun
mereka tidak ada yang terjangkit infeksi jamur kuit. Berdasarkan fakta yang
didapatkan di lapangan, penulis mempunyai beberapa pendapat, antara lain :
1. Pada kelompok ini, mereka mempunyai lingkungan yang bersih, kering dan
tidak kotor dan selembab kelompok yang lain. Sehingga kemungkinan untuk
kemunculan angka kejadian infeksi jamur kulit sangat kecil.
2. Selain itu, mereka juga menggunakan kaos kaki yang menyerap keringat dan
juga sepatu yang sesuai ukuran, tidak terlalu ketat. Sehingga kelembapan
dapat dicegah. Walaupun waktu penggunaan mereka lebih lama dibandingakn
dengan kelompok kerja yang lain. Namun, itu tak memjadi masalah bagi
mereka.
3. Dan ternyata pengahasilan atau status ekonomi juga dapat mempengaruhi
angka kejadian infeksi jamur kulit, ini seseuai dengan seminar dr. Kusmarina
Barmono spKK. Pada kelompok kerja ini, mempunyai penghasilan yang lebih
dari pada kelompok kerja yang lain. Sehingga secara tak langsung dapat
memperbaiki status kesehatan mereka. Sehingga bila terdapat kelainan sedikit
saja pada tubuh mereka, tanpa pikir panjang mereka langsung berobat.
Selain itu, pendidikan juga turut serta dalam mempengaruhi angka kejadian
infeksi jamur kulit. Ini terbukti pada saat dilakukannya penelitian. Banyak dari
responden yang kurang mengetahui bahwa gatal-gatal, ruam, retak-retak, dan
kemerahan pada sela-sela jari kaki yang dialami mereka adalah akibat ulah jamur.
Fakta ini didapatkan pada responden pengumpul sampah. Dengan observasi
langsung, peneliti banyak menemukan responden pada kelompok ini yang mengalami
gatal-gatal, ruam, dan retak-retak pada sela jari kaki. Seperti yang telah dijelaskan di
atas, mereka seolah menganggap itu adalah hal yang lumrah dan biasa. Dan
mereka juga tidak pernah ada usaha untuk memperbaiki ataupun mengobati penyakit

22
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

ini. Namun ini semua mereka lakukan dengan bukan tanpa alasan yang kuat. Mereka
kekurangan dana ataupun biaya untuk pergi ke pelayanan pusat kesehatan. Sehingga
penyakit ini dibiarkan saja tanpa penanganan lebih lanjut lagi.
Berdasarkan hasil dan fakta-fakta yang didapatkan pada penelitian ini.
Tampaknya pekerja harus lebih perhatian lagi terhadap lingkungan bekerjanya. Selain
itu, media untuk bekerja, dalam hal ini penggunaan sepatu booth harus lebih
diperhatikan dengan lebih khusus lagi. Sehingga keadaan lingkungan maupun media
pekerjaan tak mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Dibawah ini ada beberapa cara
untuk pemakaian sepatu booth, agar terhindar dari infeksi jamur kulit. Antara lain :
1. Sebelum memakai sepatu booth, pastikan terlebih dahulu kalau sepatu
tersebut tidak dalam keadaan basah, maupun lembab.
2. Setelah itu, pastikan juga keadaan kaki anda dalam keadaan bersih dan juga
kering.
3. Sebaiknya sebelum memakai sepatu tersebut, guyurlah kaki anda, terutama
sela-sela jari kaki dengan menggunkan bedak anti jamur.
4. Sebaiknya gunakan kaos kaki dari bahan lembut. Yang dapat berfungsi
sebagai penyerap keringat.
5. Setelah menggunakan sepatu tersebut, pastikan sepatu tersebut disimpan pada
tempat terbuka, dan terkena sinar. Sehingga kuman-kuman bakal jamur dapat
musnah.
6. Jangan lupa untuk membersihkan kaki setelah pemakaian. Dengan cara,
bersihkan dengan air. Setelah itu diseka dengan handuk dan pastikan kering

UCAPAN TERIMAKASIH
1. Dekan fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, bapak
dr. H. Erwin Santosa, Sp.A., M.Kes.
2. Dosen pembimbing karya tulis ilmiah, ibu dr. Hj. Inayati Habib, M.Kes.
Terima kasih atas bimbingannya dan kritikan terhadap KTI saya, sehingga
dapat mencapai hasil yang optimal. Dan sesuai dengan harapan bersama.

23
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

3. Para staf TU yang sedikit banyak telah membantu kelancaran akademik dan
KTI saya selama ini.
4. Pemberi semangat moril dan materil, papa dan mama ku tercinta. H. Taufik
dan Hj. Lily Sriwati. Tiada kata-kata yang bisa menandingi pengorbanan
kalian berdua. Aku bisa ada di dunia karena kalian, aku bertahan di dunia juga
karena kalian. Aku mencintai kalian karena Allah.
5. Adik-adikku tersayang. Wahyu Ade Saputra dan Rizky Arief Budiman.
Jadilah anak yang berguna bagi dunia dan akhirat.
6. Keluarga papa Suratimin dan mama Kustiah di pekalongan ( Insya Allah jadi
mertua ku nanti), terima kasih atas dorongan semangat dan menerima
kehadiranku dengan tangan terbuka. Insya Allah, Vina janji tidak akan
mengecewakan kalian lagi. Vina akan berusaha menjadi yang terbaik.
7. Mas Herlambang Budi Santoso, terima kasih atas cinta dan sayangnya selama
ini. Nasehat dan dukungan mas sangat membantu ad dalam menyelesaikan
semua ini. Mas adalah segalanya buat ad. Sayangi aku apa adanya.

KESIMPULAN
1. Macam pekerjaan dengan menggunakan sepatu booth, ternyata sangat
berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi jamur kulit.
2. Bukan hanya macam pekerjaan dan lingkungan yang mempengaruhi infeksi
jamur kulit, tapi juga lama pekerjaan (tahun), dan lama penggunaan (jam) juga
turut andil dalam kemunculan infeksi jamur kulit ini.
3. Selain itu faktor pendidikan dan status sosial ekonomi juga turut
mempengaruhi terhadap kejadian infeksi jamur kulit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atk, (1999)._Gangguan Kaki Bisa Berbahaya. http/www.kompas.com

24
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

2. Anonim. (2006). Classification Of Fungal Infection. www.kcom.edu. Diakses


11 september 2006,pukul 14.30.

3. Anonim.

(2006).

Dermatophyta

Histopatoloy.

www.doctor.fungus.com.diakses 30 september 2006

4. Anonim. (2006). Microsporum sp. www.doctorfungus.com. Diakses 9


september 2006

5. Anonim. (2006). Tricophyton

sp. www.doctorfungus.com. Diakses 9

september 2006

6. Djuanda, Adhi Prof.Dr., Hamzah, Mochtar,Dr., & Aisah, Siti, Dr. (2002) .
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ketiga. Jakarta

7. Eliss,

David.

(2006).

Identification

of

Common

Dermatophytes.

www.micologyonline.com. Diakses 30 mei 2006

8. Ellis, David. (2006). Dermatophytosis. www.micologyonline.com. Diakses 30


mei 2006

9. Ellis, David. (2006). Microsporum. www.micologyonline.com. Diakses 30 mei


2006

10. Ellis, David. (2006). Tricophyton. www.micologyonline.com. diakses 20


agustus 2006

25
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

11. Gerard J. Tortora, Berdell R. Funke, Christine I. Case, (2001). Microbiology


An Introducion_.International Edition, sevent edition, USA, Addison Wesley
Longman, Inc.

12. Hay RJ, Joan Stokes E,(1993). Clinical Microbiology. Sevent edition. Hal
548-552. Ridgway and M. W. D Wren.

13. Harahap, M, (2000), Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Hipokrates, Jakarta.

14. Jawetz, Melnick & Adelberg, (1996), Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20,
Alih bahasa oleh Edi Nugroho dan RF Maulany, EGC, Jakarta

15. Jawetz, Melnick , JL & Aldeberg E.A.. (1996). Mikrobiologi Kedokteran,


Edisi Jakarta

16. Jawetz, Melnick , JL & Aldeberg E.A. (1996). Medical Microbiology, Edisi
21, Appleton and Langenstanford, CT, New Jersey.

17. Katzung,G,Bertram.& Agoes,Azwar,H,Prof,Dr,(Eds). 1998. Farmakologi


Dasar Dan

Klinik. Jakarta

18. Kamus Kedokteran Dorland. (1996). Edisi Kedua, EGC, Jakarta.

19. Kenneth Landow, MD, (1992). Kapita Selekta Terapi Dermatologik Hand
Book Of Dermatology Treatment. Alih bahasa oleh dr. Petrus Adrianto.
Cetakan kedua, Jakarta.

20. Morchella, M. D. Harry , J. M. H. D, (1996), Dermatology Third Edition,


WB, Saunders Company page 1935-2198.

26
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

21. Nopita, D, (2003), Identifikasi Jamur Penyebab Tinea Ungium Pada Anakanak Di Pondok Pesantren Kapyak Yogyakarta. Skripsi, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

22. Rook, A, (1982). Text Book Of Dermatology, In : D. S. Wilkinson and F. J. G.


Ebling ; editor 2nd ed, 845-884, Blackwell Scientific Publication Osney Mead,
Oxford London.

23. Suryani, L, dkk, (2005), Buku Petunjuk Pratikum Mikrobiologi, Hal 11-17,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

24. Tony, H, Paul Shears, (1997). Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran. Alih
bahasa oleh Ferdian Endrawan Pratama dan Poppy Kumala, Hal 232-233.
Jakarta.

27
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai