Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 2013
Penerbit
: PT Remaja Rosdakarya
Jumlah Halaman
Review
Buku ini membahas berbagai metode dalam penelitian ilmu ilmu sosial,
salah satunya adalah studi kasus yang dibahas dalam bab tersendiri. Peneliti
kebanyakan menggunakan istilah studi kasus untuk menjawab pertanyaan dari kasus
tunggal. Padahal, studi kasus juga dapat digunakan untuk kasus gana. Corak
pertanyaan penelitian yang menggunakan studi kasus lebih terfokus pada pertanyaan
bagaimana. Ini bermakna studi kasus lebih cocok untuk penelitian yang
mempersoalkan proses, prosedur, cara, dan mekanisme, segala sesuatu yang lebih
fungsional daripada mempersoalkan substansi atau hakikat (Putra, 2013: 181).
Sedangkan pertanyaan mengapa yang sering juga digunakan dalam metode ini
bertujuan untuk menggali data yang sifatnya eksploratif. Lebih lanjut, penulis juga
memperkuat argumennya dengan menyertakan uraian Yin (2011:1) yang menyatakan
bahwa studi kasus cocok digunakan bila focus penelitian terletak pada fenomena
kontempore di dalam konteks kehidupan nyata.
Studi kasus digunakan jika batas batas antara fenomena dan konteks tidak
terlalu terlalu jelas. Ketidakjelasan ini sebenarnya dapat dianalisis menggunakan
eksperimen. Namun, eksperimen membutuhkan kondisi sedemikian rupa dengan
variable kontrol yang kuat, tentu kurang tepat bila digunakan dalam penelitian
penelitian ilmu sosial yang komplek. Untuk itu, studi kasus cocok digunakan karena
di dalamnya menggunakan multisumber bukti.
Buku ini memandang studi kasus sebagai suatu metode atau strategi penelitian
kualititatif. Studi kasus dapat didefinisikan atau dimaknai sebagai investigasi
sistematis untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena melalui berbagai
kejadian atau aktivitas dan relasi relasinya (Putra, 2013: 195). Ciri utama dari studi
kasus adalah kerincian, kelengkapan, subyek atau obyek yang relatif terbatas. Leih
lanjut ciri ini juga dipertegas oleh Hancock dan Algozzine (2006: 15-16) yang
mengemukakan bahwa ciri studi kasus antara lain ialah subyek atau obyek adalah unit
individu atau fenomena; fenomena yang dikaji dalam konteks alami yang terikat
ruang dan waktu; deskriptif; dan memberikan kesempatan bagi peneliti untuk
eksplorasi detail.
Buku 2
Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 1997
Penerbit
: PT RajaGrafindo Persada
Jumlah Halaman
: 16 37 (22 halaman)
Review
Buku ini mengupas seluk beluk mengenai studi kasus, baik metode hingga
variasi desainnya, disertai contoh contoh konkret penelitian studi kasus yang pernah
ada. Kekeliruan yang sering terjadi dalam desain studi kasus adalah bahwa studi
kasus merupakan salah satu contoh desain penelitian menggunakan eksperimen.
Padahal, studi kasus selayaknya dipandang sebagai strategi penelitian dengan desain
penelitian tersendiri. Desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat
dari sini ke sana, dimana di sini bisa diartikan sebagai rangkaian awal yang harus
dijawab dan di sana merupakan suatu konklusi (jawaban) tentang pertanyaan
pertanyaan tersebut (Yin, 1997: 27).
Desain penelitian bertujuan membantu peneliti memfokuskan penelitian agar
data yang diperoleh tidak diluar pertanyaan penelitian. Lebih lanjut, Yin menyebutkan
bahwa ada lima komponen desain penelitian untuk studi kasus. Pertama, pertanyaan
pertanyaan penelitian. Pertanyaan yang cocok digunakan dalam studi kasus
berkenaan dengan hakikat bagaimana dan mengapa. Kedua, proposisi penelitian.
Walaupun proposisi penting untuk mencari bukti yang relevan, ada kalanya beberapa
studi tidak menggunakan proposisi sama sekali dan langsung ke tahap eksplorasi.
Ketiga, unit analisis. Hal ini berkaitan dengan masalah penelitian yang menyebabkan
masalah tersebut dikategorikan sebagai kasus.
pengaitan
data
terhadap
proposisi;
dan
kelima,
kriteria
Buku 3
Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 2014
Penerbit
: Nusa Media
Jumlah Halaman
Review
Bab Proses Produksi Pesan yang ditulis Charles R. Berger dalam buku ini
menekankan bahwa produksi pesan merupakan hal yang sangat vital dalam
komunikasi. Bab ini menjelaskan model model produksi bahasa yang biasanya
digunakan oleh komunikator. Fakta menyebutkan bahwa komunikator lebih lama
memproduksi kata yang ingin disampaikan dibanding memahami kata yang sama
dengan posisi ia sebagai komunikan. Menurut Berger (2014: 158), selisih waktu
pengingatan diantara mengenali kata dan produksi kata mungkin disebabkan oleh
pengingatan lesikal yang berbeda beda, mungkin juga penyebabnya karena untuk
produksi pesan dibutuhkan pemilihan di antara lebih banyak alternatif daripada untuk
memahami pesan.
Biasanya, model model produksi pesan dimulai dengan tahap pengonsepan
kemudian perumusan yang melibatkan pemilihan kata dan penyandian pikiran (pesan
abstrak) ke dalam bahasa. Dalam produksi pesan, harus dipahami pula bahwa kata
tertentu dapat mewakili berbagai konsep dengan makna berbeda. Produsen bahasa
memilih kata yang sesuai dengan pesan pesan konseptual agar dapat dipahami oleh
komunikan secukupnya saja. Hal ini karena apabila terlalu banyak perincian pada
kata yang sebenarnya sudah dapat dipahami oleh penerima pesan, perhatian terhadap
komunikator oleh komunikan malah berkurang. Akibatnya bisa jadi pesan inti yang
ingin disampaikan malah tidak tersampaikan.
Asumsi selama ini adalah bahwa keefektifan komunikasi terjadi apabila
komunikator memproduksi tuturan atau tulisan dengan baik. Padahal, dalam tulisan
ini Berger menegaskan bahwa hal tersebut bisa saja salah apabila ada kondisi
kondisi tertentu seperti kelainan pada komunikator. Oleh karena itu, kemampuan
untuk menghasilkan kalimat yang baik tidak selamanya menjamin keberhasilan
komunikasi dalam interaksi sosial. Menurut Schober dan Brennan (2003),
kemampuan individu untuk mengoordinasikan wacana dan dan tindakan serta
berkomunikasi
dimiliki
penutur
juga
mitranya;
dan
cara
menyusun
ujaran
yang
Buku 4
Judul
Pengarang
: Julia T. Wood
Tahun Terbit
: 2013
Penerbit
: Salemba Humanika
Jumlah Halaman
: 44 55 (12 halaman)
Review
Bab dalam buku ini membahas mengenai konsep diri. Konsep diri muncul
akibat proses interaksi dengan orang lain, khususnya melalui komunikasi. Menurut
Mead (1934), konsep diri muncul sebagai akibat internalisasi perpektif dari orang
terdekat dan orang lain pada umumnya. Orang terdekat yang dimaksud disini adalah
orang orang yang berharga bagi kehidupan kita, seperti keluarga, kerabat, sahabat,
dan lain lain. Anak yang tumbuh dengan lebih banyak orang dalam keluarganya
(keluarga besar) memiliki pandangan yang lebih banyak mengenai dirinya.
Ada dua macam penilaian dalam lingkungan orang terdekat, yaitu penilaian
langsung dan penilaian reflektif. Penilaian langsung (direct definition) adalah pola
komunikasi dari orang lain yang menjelaskan siapa kita dengan cara memberikan
label langsung terhadap perilaku kita (Wood, 2013: 46). Penilaian langsung dengan
persepsi positif akan meningkatkan kepercayaan diri individu, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan penilaian reflektif (reflective appraisal) adalah persepsi kita terhadap
pandangan orang lain. Persepsi ini berpengaruh terhadap bagaimana cara kita
memandang diri sendiri (Wood, 2013: 47). Dari penilaian penilaian tersebut,
individu dapat mengkategorikan bagi dirinya mana yang memberikan penilaian
positif (upper), mana yang memberikan pendapat negatif (downer), dan yang bahkah
menyerang konsep diri secara langsung dengan cara negatif (vulture). Tipe vulture
biasanya adalah orang yang melakukan bullying.
Perspektif masyarakat umum terhadap individu merupakan pandangan orang
lain dalam suatu kelompok sosial. Menurut Sorrentino, Cohen, Olson, dan Zanna
(2005), setiap kelompok sosial memiliki pandangan yang merefleksikan nilai,
keyakinan, pengalaman, dan pemahaman dalam kelompok tersebut. Selain
masyakarat, media massa dan institusi kebudayaan, bahkan pemerintahan juga turut
berperan dalam pembentukan identitas indivdu. Andersen dan Collin (dalam Wood,
2013: 52) menyatakan bahwa aspek rasial, gender, orientasi seksual, dan kelas sosialekonomi merupakan pusat identifikasi personal individu dalam budaya Barat.
Buku 5
Judul
: Ilmu Komunikasi
Pengarang
: Riswandi
Tahun Terbit
: 2009
Penerbit
: Graha Ilmu
Jumlah Halaman
: 59 68 (10 halaman)
Review
Buku ini memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai komunikasi
dan bagian bagian penting dari proses komunikasi. Salah satu bab yang dibahas
adalah mengenai komunikasi verbal. Bahasa merupakan bagian dari komunikasi
verbal yang disusun secara berstruktur agar mengandung makna. Menurut Riswandi
(2009: 59), fungsi bahasa yang mendasar bagi manusia adalah untuk menamai atau
menjuluki objek, orang, dan peristiwa. Lebih lanjut, Prof. Hafied Cangara
mengemukakan fungsi bahasa antara lain untuk mempelajari tentang dunia di sekitar
kita; untuk membina hubungan yang baik dengan sesame manusia; dan untuk
menciptakan ikatan ikatan dalam kehidupan manusia.
Terdapat tiga teori mengenai bagaimana orang belajar bahasa. Pertama,
Operant Conditioning yang dikembangkan oleh B.F. Skinner. Teori ini menekankan
unsur stimulus dan respon atau yang lebih dikenal dengan teori R S; kedua, teori
Kognitif oleh Noam Chomsky yang menekankan bahwa kompetensi bahasa manusia
lebih dari apa yang ia tampilkan; dan yang ketiga adalah Mediating Theory oleh
Cahrles Osgood yang menyatakan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa tidak hanya dipengaruhi stimuli dari luar, tetapi juga
proses internal dalam dirinya. Walaupun demikian, bahasa memiliki beberapa
keterbatasan, seperti yang diungkapkan Riswandi (2009: 64), antara lain keterbatasan
jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek, kata kata bersifat ambigu dan
kontekstual, kata kata yang mengandung bias budaya, dan pencampuradukan fakta,
penafsiran, dan penilaian.
Buku 6
Judul
: Human Communication
Pengarang
Tahun Terbit
: 1996
Penerbit
: PT Remaja Rosdakarya
Jumlah Halaman
: 70 86 (12 halaman)
Review
Bab Pesan Verbal dalam buku ini bertujuan antara lain untuk menjelaskan
mengenai perbedaan denotasi konotasi, makna, dan cara mengembangkan keahlian
penyandian pesan (message encoding). Hal yang pertama dijelaskan adalah mengenai
symbol. Sebuah kata hanyalah simbol verbal bagi obyek yang dinyatakannya. Selain
obyek, kata juga merujuk pada peristiwa, sifat, tindakan, konsep, dan lain lain.
Makna tidak melekat kepada kata, tetapi kepada individu yang memberi sejumlah
referen.
Apabila berbicara mengenai makna, maka dikenal makna denotasi dengan
konotasi. Tubbs dan Moss dalam bab ini mengemukakan bahwa denotasi merujuk
pada asosiasi primer yang dimiliki sebuah kata bagi kebanyakan anggota suatu
masyarakat linguistic tertentu. Sedangkan konotasi adalah asosiasi sekunder yang
dimiliki sebuah kata bagi seseorang atau lebih dalam masyarakat itu (1996: 73).
Sebuah atau rangkaian kata bisa memiki konotasi negatif atau positif. Karena makna
kata bisa memiliki pengaruh yang besar, maka muncul istilah istilah yang
sebenarnya adalah versi halus dari makna kata sebenarnya, misalnya orang lebih
senang menggunakan orang dengan pendidikan khusus dibandingkan orang
dengan keterbelakangan.
anak
dan
keterlibatannya
dalam
proses
penyampaian
informasi
menghasilkan temuan yaitu meskipun seorang anak mengerti penuh terhadap suatu
penjelasan, belum tentu ia berhasil menyampaikannya kepada anak lainnya (Tubbs
dan Moss, 1997: 81). Hal ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa cara berbicara
anak adalah egosentrik. Namun, Elliot (1984) mengemukakan bahwa akhir akhir
ini, cara berbicara anak telah bergeser kepada pembicaraan sosiosentrik, yaitu
terpusat pada interaksi sosial sejak mereka dilahirkan.
Buku 7
Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 2001
Penerbit
Jumlah Halaman
: 70 79 (10 halaman)
Review
Salah satu bab dalam buku ini menjelaskan tentang kata dan bagaimana kata
berpengaruh dalam kehidupan kita. Kata digunakan untuk membentuk dan menandai
pengalaman. Kata juga membantu kita sebagai alat untuk berkomunikasi dan
menjelaskan sesuatu kepada yang lain. Kata juga memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi pikiran dan tindakan. Tidak hanya mempengaruhi apa yang kita
pikirkan dan respon terhadap sesuatu saja, tetapi kata juga mempengaruhi kebijakan
dan prosedur. Rangkaian kata yang membentuk bahasa dapat membentuk identitas
budaya dan begitu pula sebaliknya, budaya membentuk bahasa. Ini menarik ketika
Beebe dkk mengemukakan bahwa co-culture (kelompok kultural diantara suatu
budaya) juga mengembangkan bahasa yang unik yang berciri khas (dialek atau logat)
untung mempererat hubungan dan solidaritas. Kekuatan kata yang lebih hebat lagi
adalah kekuatannya dapat membangun atau merusak hubungan.
Dalam bahasa, sudah menjadi kelaziman akan ditemukan bias. Bias tersebut
dapat menjadikan penghalang bagi pendengarnya. Bias bahasa dapat terjadi karena
ras, etnik, kebangsaan, dan agama. Beberapa kata dalam bahasa yang digunakan
terkadang menyinggung salah satu atau beberapa kelompok walaupun digunakan
dalam konteks yang berbeda. Beebe dkk menyebut penghalang kata dalam bahasa
tesebut sebagai allness. Mereka mendefinisikan allness sebagai language that
reflects unqualified, often untrue generalizations that deny individual difference or
variation (Beebe dkk, 2001: 75).
Buku 8
Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 2013
Penerbit
: Alfabeta Bandung
Jumlah Halaman
Review
Bab dalam buku ini membahas mengenai penelitian kualitatif dari
menemukan masalah hingga menganalisis data hingga diperoleh suatu kesimpulan.
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah.
Pertama, masalah yang dibawa peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir
penelitian tetap sama. Kedua, masalah ketika memasuki penelitian menjadi
berkembang dan meluas. Ketiga, masalah ketika memasuki penelitian berubah total.
Ada tiga sifat yang melekat pada masalah yaitu : penting, urgen dan feasible. Dan
suatu masalah dikatakan penting apabila masalah tersebut tidak dipecahkan melalui
penelitian, maka akan semakin menimbulkan masalah baru. Masalah dikatakan urgen
(mendesak) apabila masalah tidak segera dipecahkan melalui penelitian, maka akan
semakin kehilangan berbagai kesempatan untuk mengatasi. Dan masalah dikatakan
feasible apabila terdapat berbagai sumber daya untuk memecahkan masalah tersebut
(Sugiyono, 2013: 286 - 287).
Ada tiga bentuk rumusan masalah yaitu rumusan masalah deskriptif,
komparatif dan asosiatif. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah
yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang
akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Rumusan masalah komparatif
adalah rumusan masalah untuk membandingkan antara konteks sosial atau domain
satu dibandingkan dengan yang lain. Rumusan masalah asosiatif atau hubungan
adalah rumusan masalah yang memandu untuk mengkonstruksi hubungan antara
situasi sosial atau domain satu dengan lainnya.
Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti
masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal
penelitian kualitatif juga bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti
memasuki lapangan atau konteks sosial. Untuk menjadi instrumen penelitian yang
baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasaan yang luas. Peneliti
kualitatif juga dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca dan
dituntut untuk melakukan grounded research yaitu menemukan teori berdasarkan data
yang diperoleh di lapangan atau situasi sosial.
Ada dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian, yaitu, kualitas
instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif,
yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Validasi
terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode
penelitian kualitatif penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian baik akademiknya maupun logistiknya
(Sugiyono, 2013: 300).
Bila dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan pada setting alamiah
(natural setting). Jika dilihat dari sumber datanya maka mengumpulkan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data
(Sugiyono, 2013: 306). Selanjutnya jika dilihat dari segi cara atau tekniknya, maka
Buku 9
Judul
Pengarang
: Stephen W. Littlejohn
Tahun Terbit
: 1999
Penerbit
Jumlah Halaman
Review
Bab 6 dalam buku ini khusus mengulas mengenai teori teori produksi pesan
yang memusatkan perhatian pada persoalan psikologi seperti sifat, posisi, dan proses
pada individu. Penjelasan sifat berfokus pada karakteristik individu yang relatif statis
dan cara karakteristik ini berhubungan dengan sifat-sifat dan variable lainnya, yaitu
hubungan antara kepribadian tertentu dengan pesan yang dihasilkan. Penjelasan
posisi berfokus posisi pikiran yang dialami individu dalam suatu waktu tertentu.
Penjelasan proses meliputi bagaimana ketika pesan dikirim dan diterima. Penjelasan
ini berusaha untuk menangkap mekanisme pikiran mulai dari cara informasi
diperoleh dan diorganisasikan, bagaimana ingatan digunakan, bagaiamana individu
bertindak, dan beberapa hal yang berkaitan (Littlejohn, 1999: 102).
Pendekatan kepekaan retorik yang dicetuskan Roderick Hart (1972) adalah
kecenderungan untuk menyesuaikan pesan dengan audiens. Teori ini menemukan
bahwa komunikasi yang efektif muncul dari kepekaan dan kepedulian mengatur apa
yang komunikator katakana pada pendengar atau audiens. Gaya Komunikator yang
dicetuskan oleh Robert Norton (1983) mengemukakan bahwa kita berkomunikasi
dalam dua level, tidak hanya memberi informasi, tetapi juga menyajikan informasi
sedemikian rupa sehingga pesan dapat dipahami dan memberikan petunjuk
bagaimana merespon pesan tersebut. Lebih lanjut Littlejohn menambahkan
Styles, of course, are not totally individual, since cultures affect how people
behave and how they perceive others, as in the case of Hispanic
machismo or Japanese reserve. Although your style is your predominant
way of communicationg, it is not the only way you communicate, and in
fact your style can be multifaceted and include several different types.
Agresi, tekanan yang dilakukan ke pihak lain, juga dapat ditemukan dalam
komunikasi. Agresi dapat bersifat membangun ketika bertujuan untuk meningkatkan
komunikasi atau hubungan, tetapi juga dapat bersifat merusak ketika hal tersebut
menyebabkan ketidakpuasan atau membahayakan hubungan. Agresi terdiri dari empat
ciri, yaitu ketegasan, argumentasi, permusuhan, dan agresivitas verbal.
Buku 10
Judul
Pengarang
Tahun Terbit
: 2011
Penerbit
Jumlah Halaman
Review
Teori produksi pesan Message-Design Logic (Logika Desain Pesan) oleh
Barbara OKeefe menyatakan bahwa ada beberapa pendekatan dalam pesan dan
individu memiliki logika berbeda untuk memutuskan apa yang harus ia katakan
dalam situasi tertentu. OKeefe menggunakan term logika desain pesan untuk
menjelaskan alur pikiran tiap orang yang berbeda dalam setiap pesan yang dibuat.
(Littlejohn dan Foss, 2011: 165).
Ada tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris.
Logika ekspresif memperlakukan komunikasi sebagai suatu model ekspresi diri, sifat
pesannya terbuka dan reaktif secara alami, sedikit memperhatikan keinginan orang
lain. Logika konvensional memandang komunikasi sebagai permainan yang
dilakukan secara teratur. Komunikasi dilakukan sebagai proses ekspresi berdasarkan
aturan dan norma yang diterima bersama, maka komunikasi berlangsung sopan dan
tertib. Logika retoris memandang komunkasi sebagai suatu cara mengubah aturan
melalui negosiasi. Pesan dirancang cenderung fleksibel, penuh wawasan dan berpusat
pada orang.
Oleh :
Lanovia Rilahayu Putri
D0213053