Anda di halaman 1dari 21

Buku 1

Judul

: Penelitian Kualitatif IPS

Pengarang

: Dr. Nusa Putra

Tahun Terbit

: 2013

Penerbit

: PT Remaja Rosdakarya

Jumlah Halaman

: 181 200 (20 halaman)

Review
Buku ini membahas berbagai metode dalam penelitian ilmu ilmu sosial,
salah satunya adalah studi kasus yang dibahas dalam bab tersendiri. Peneliti
kebanyakan menggunakan istilah studi kasus untuk menjawab pertanyaan dari kasus
tunggal. Padahal, studi kasus juga dapat digunakan untuk kasus gana. Corak
pertanyaan penelitian yang menggunakan studi kasus lebih terfokus pada pertanyaan
bagaimana. Ini bermakna studi kasus lebih cocok untuk penelitian yang
mempersoalkan proses, prosedur, cara, dan mekanisme, segala sesuatu yang lebih
fungsional daripada mempersoalkan substansi atau hakikat (Putra, 2013: 181).
Sedangkan pertanyaan mengapa yang sering juga digunakan dalam metode ini
bertujuan untuk menggali data yang sifatnya eksploratif. Lebih lanjut, penulis juga
memperkuat argumennya dengan menyertakan uraian Yin (2011:1) yang menyatakan
bahwa studi kasus cocok digunakan bila focus penelitian terletak pada fenomena
kontempore di dalam konteks kehidupan nyata.
Studi kasus digunakan jika batas batas antara fenomena dan konteks tidak
terlalu terlalu jelas. Ketidakjelasan ini sebenarnya dapat dianalisis menggunakan
eksperimen. Namun, eksperimen membutuhkan kondisi sedemikian rupa dengan
variable kontrol yang kuat, tentu kurang tepat bila digunakan dalam penelitian
penelitian ilmu sosial yang komplek. Untuk itu, studi kasus cocok digunakan karena
di dalamnya menggunakan multisumber bukti.

Studi kasus lebih sering digunakan dalam penelitian kualitatif dibandingkan


dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, studi kasus tidak
digabungkan atau merupakan bagian dari penelitian lain seperti survey atau
eksperimen pada kuantitatif. Sifat studi kasus adalah sempit dan dalam. Oleh karena
itu, lebih cocok digunakan dalam penelitian kualitatif yang memang mencari jawaban
dan makna mendalam. Walaupun demikian, penjelasan mengenai apa itu studi kasus,
manfaat, dan tujuannya beragam. Hal ini karena studi kasus lazim digunakan untuk
berbagai keperluan atau tujuan.
Cakupan obyek penelitian studi kasus sangat luas dan beragam, mulai dari
individu hingga beberapa individu dalam kelompok. Bahkan, dalam buku ini
dikemukakan bahkan studi kasus juga dapat digunakan dalam single individual unit.
Artinya, bisa saja studi kasus meneliti seorang individu yang sangat khusus, berbeda
dari yang lain, unik bahkan aneh, seperti pelaku pembunuhan berantai, misalnya
(Putra, 2013: 186). Karena sifatnya yang dapat meneliti hingga single individual unit
inilah yang menyebabkan studi kasus memang dipakai untuk mendapatkan jawaban
yang lengkap, mendalam, dan rinci.
Ciri penting dari studi kasus sebagai suatu metode adalah sifatnya yang
berjangka panjang, mendalam, dan sistematis. Dalam penelitian kualitatif, kedalaman
data yang dihasilkan dari metode studi kasus dapat digunakan untuk merumuskan
hipotesis. Namun, studi kasus tetap berbeda dengan etnografi atau fenomenologi.
Etnografi berfokus pada penjelasan tentang budaya atau bentuk bentuk kebudayaan,
sedangkan fenomenologi berkutat pada pengalaman subjektif partisipan hingga
hakikat (apa) fenomena tersebut. Studi kasus lebih memfokuskan pada sesuatu yang
spesifik, kompleks, dan fungsional dalam konteks suatu sistem. Lebih lanjut, studi
kasus bersifat lebih kekinian, berbeda dengan etnografi yang meneliti dari segi
historis.

Buku ini memandang studi kasus sebagai suatu metode atau strategi penelitian
kualititatif. Studi kasus dapat didefinisikan atau dimaknai sebagai investigasi
sistematis untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena melalui berbagai
kejadian atau aktivitas dan relasi relasinya (Putra, 2013: 195). Ciri utama dari studi
kasus adalah kerincian, kelengkapan, subyek atau obyek yang relatif terbatas. Leih
lanjut ciri ini juga dipertegas oleh Hancock dan Algozzine (2006: 15-16) yang
mengemukakan bahwa ciri studi kasus antara lain ialah subyek atau obyek adalah unit
individu atau fenomena; fenomena yang dikaji dalam konteks alami yang terikat
ruang dan waktu; deskriptif; dan memberikan kesempatan bagi peneliti untuk
eksplorasi detail.

Buku 2
Judul

: Studi Kasus (Desain dan Metode

Pengarang

: Prof. Dr. Robert K. Yin

Tahun Terbit

: 1997

Penerbit

: PT RajaGrafindo Persada

Jumlah Halaman

: 16 37 (22 halaman)

Review
Buku ini mengupas seluk beluk mengenai studi kasus, baik metode hingga
variasi desainnya, disertai contoh contoh konkret penelitian studi kasus yang pernah
ada. Kekeliruan yang sering terjadi dalam desain studi kasus adalah bahwa studi
kasus merupakan salah satu contoh desain penelitian menggunakan eksperimen.
Padahal, studi kasus selayaknya dipandang sebagai strategi penelitian dengan desain
penelitian tersendiri. Desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat
dari sini ke sana, dimana di sini bisa diartikan sebagai rangkaian awal yang harus
dijawab dan di sana merupakan suatu konklusi (jawaban) tentang pertanyaan
pertanyaan tersebut (Yin, 1997: 27).
Desain penelitian bertujuan membantu peneliti memfokuskan penelitian agar
data yang diperoleh tidak diluar pertanyaan penelitian. Lebih lanjut, Yin menyebutkan
bahwa ada lima komponen desain penelitian untuk studi kasus. Pertama, pertanyaan
pertanyaan penelitian. Pertanyaan yang cocok digunakan dalam studi kasus
berkenaan dengan hakikat bagaimana dan mengapa. Kedua, proposisi penelitian.
Walaupun proposisi penting untuk mencari bukti yang relevan, ada kalanya beberapa
studi tidak menggunakan proposisi sama sekali dan langsung ke tahap eksplorasi.
Ketiga, unit analisis. Hal ini berkaitan dengan masalah penelitian yang menyebabkan
masalah tersebut dikategorikan sebagai kasus.

Proposisi juga menjadi penting dalam unit analisis untuk membatasi


peneliti. Dalam unit analisis ini pula sering terjadi kekaburan antara kasus untuk
kelompok kecil atau kasus umum yang fundamental. Jika menyangkut kelompok
kecil, maka perorangan (single individual) harus dimasukkan. Namun, bila
menyangkut kelompok besar seperti dalam masyarakat, misalnya, maka keputusan
umum yang digunakan dalam kasus tersebut sebagai proposisi. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam penentuan unit analisis adalah referensi dari penelitian terdahulu.
Yin (1997: 34) mengemukakan,
Sebagian besar peneliti ingin membandingkan temuan temuan mereka
dengan penelitian terdahulu; dan atas alasan ini, definisi definisi kunci
hendaklah tidak menampilkan keanehan. Setiap studi kasus dan unit analisis
harus sejalan dengan apa yang dikaji peneliti lain sebelumnya atau berbeda
secara jelas dan operasional. Dengan demikian, kepustakaan terdahulu dapat
menjadi tuntunan untuk penetapan kasus dan unit analisnya.
Keempat,

pengaitan

data

terhadap

proposisi;

dan

kelima,

kriteria

penginterpretasian temuannya. Kedua komponen ini mengetengahkan tahap tahap


analisis data dalam penelitian studi kasus, dan desain penelitian perlu meletakkan
dasar dasar bagi analisis ini. Pengaitan data ini sesuai dengan gagasan Donald
Campbell (1975) yang mengkaitkan informasi kasus kasus yang sama dengan
proposisi teoritis. Walaupun demikian, pengaitan data Campbell tetap harus
diinterpetasi menggunakan uji statistic.

Buku 3
Judul

: Handbook Ilmu Komunikasi

Pengarang

: Charles R. Berger; Michael E. Roloff; David R. RoskosEwoldsen

Tahun Terbit

: 2014

Penerbit

: Nusa Media

Jumlah Halaman

: 157 175 (19 halaman)

Review
Bab Proses Produksi Pesan yang ditulis Charles R. Berger dalam buku ini
menekankan bahwa produksi pesan merupakan hal yang sangat vital dalam
komunikasi. Bab ini menjelaskan model model produksi bahasa yang biasanya
digunakan oleh komunikator. Fakta menyebutkan bahwa komunikator lebih lama
memproduksi kata yang ingin disampaikan dibanding memahami kata yang sama
dengan posisi ia sebagai komunikan. Menurut Berger (2014: 158), selisih waktu
pengingatan diantara mengenali kata dan produksi kata mungkin disebabkan oleh
pengingatan lesikal yang berbeda beda, mungkin juga penyebabnya karena untuk
produksi pesan dibutuhkan pemilihan di antara lebih banyak alternatif daripada untuk
memahami pesan.
Biasanya, model model produksi pesan dimulai dengan tahap pengonsepan
kemudian perumusan yang melibatkan pemilihan kata dan penyandian pikiran (pesan
abstrak) ke dalam bahasa. Dalam produksi pesan, harus dipahami pula bahwa kata
tertentu dapat mewakili berbagai konsep dengan makna berbeda. Produsen bahasa
memilih kata yang sesuai dengan pesan pesan konseptual agar dapat dipahami oleh
komunikan secukupnya saja. Hal ini karena apabila terlalu banyak perincian pada
kata yang sebenarnya sudah dapat dipahami oleh penerima pesan, perhatian terhadap

komunikator oleh komunikan malah berkurang. Akibatnya bisa jadi pesan inti yang
ingin disampaikan malah tidak tersampaikan.
Asumsi selama ini adalah bahwa keefektifan komunikasi terjadi apabila
komunikator memproduksi tuturan atau tulisan dengan baik. Padahal, dalam tulisan
ini Berger menegaskan bahwa hal tersebut bisa saja salah apabila ada kondisi
kondisi tertentu seperti kelainan pada komunikator. Oleh karena itu, kemampuan
untuk menghasilkan kalimat yang baik tidak selamanya menjamin keberhasilan
komunikasi dalam interaksi sosial. Menurut Schober dan Brennan (2003),
kemampuan individu untuk mengoordinasikan wacana dan dan tindakan serta
berkomunikasi

secara efisien amat sangat ditentukan oleh kesamaan latar yang

dimiliki ketika individu menghasilkan pesan dalam konteks interaksi sosial.


Salah satu hal yang penting untuk membangun kesamaan latar adalah
kemampuan komunikator untuk memperkirakan pengetahuan lawan bicara. Ini
dimaksudkan agar komunikasi yang terjadi nyambung. Horton dan Gerrig (dalam
Berger, 2014: 164) menyebutkan bahwa untuk membangun kesamaan latar,
komunikator harus menghadapi dua masalah, yaitu tingkat kesamaan pengetahuan
yang

dimiliki

penutur

juga

mitranya;

dan

cara

memperhitungkan pengetahuan milik bersama tersebut.

menyusun

ujaran

yang

Buku 4
Judul

: Komunikasi Interpersonal: Interaksi Keseharian

Pengarang

: Julia T. Wood

Tahun Terbit

: 2013

Penerbit

: Salemba Humanika

Jumlah Halaman

: 44 55 (12 halaman)

Review
Bab dalam buku ini membahas mengenai konsep diri. Konsep diri muncul
akibat proses interaksi dengan orang lain, khususnya melalui komunikasi. Menurut
Mead (1934), konsep diri muncul sebagai akibat internalisasi perpektif dari orang
terdekat dan orang lain pada umumnya. Orang terdekat yang dimaksud disini adalah
orang orang yang berharga bagi kehidupan kita, seperti keluarga, kerabat, sahabat,
dan lain lain. Anak yang tumbuh dengan lebih banyak orang dalam keluarganya
(keluarga besar) memiliki pandangan yang lebih banyak mengenai dirinya.
Ada dua macam penilaian dalam lingkungan orang terdekat, yaitu penilaian
langsung dan penilaian reflektif. Penilaian langsung (direct definition) adalah pola
komunikasi dari orang lain yang menjelaskan siapa kita dengan cara memberikan
label langsung terhadap perilaku kita (Wood, 2013: 46). Penilaian langsung dengan
persepsi positif akan meningkatkan kepercayaan diri individu, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan penilaian reflektif (reflective appraisal) adalah persepsi kita terhadap
pandangan orang lain. Persepsi ini berpengaruh terhadap bagaimana cara kita
memandang diri sendiri (Wood, 2013: 47). Dari penilaian penilaian tersebut,
individu dapat mengkategorikan bagi dirinya mana yang memberikan penilaian
positif (upper), mana yang memberikan pendapat negatif (downer), dan yang bahkah

menyerang konsep diri secara langsung dengan cara negatif (vulture). Tipe vulture
biasanya adalah orang yang melakukan bullying.
Perspektif masyarakat umum terhadap individu merupakan pandangan orang
lain dalam suatu kelompok sosial. Menurut Sorrentino, Cohen, Olson, dan Zanna
(2005), setiap kelompok sosial memiliki pandangan yang merefleksikan nilai,
keyakinan, pengalaman, dan pemahaman dalam kelompok tersebut. Selain
masyakarat, media massa dan institusi kebudayaan, bahkan pemerintahan juga turut
berperan dalam pembentukan identitas indivdu. Andersen dan Collin (dalam Wood,
2013: 52) menyatakan bahwa aspek rasial, gender, orientasi seksual, dan kelas sosialekonomi merupakan pusat identifikasi personal individu dalam budaya Barat.

Buku 5
Judul

: Ilmu Komunikasi

Pengarang

: Riswandi

Tahun Terbit

: 2009

Penerbit

: Graha Ilmu

Jumlah Halaman

: 59 68 (10 halaman)

Review
Buku ini memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai komunikasi
dan bagian bagian penting dari proses komunikasi. Salah satu bab yang dibahas
adalah mengenai komunikasi verbal. Bahasa merupakan bagian dari komunikasi
verbal yang disusun secara berstruktur agar mengandung makna. Menurut Riswandi
(2009: 59), fungsi bahasa yang mendasar bagi manusia adalah untuk menamai atau
menjuluki objek, orang, dan peristiwa. Lebih lanjut, Prof. Hafied Cangara
mengemukakan fungsi bahasa antara lain untuk mempelajari tentang dunia di sekitar
kita; untuk membina hubungan yang baik dengan sesame manusia; dan untuk
menciptakan ikatan ikatan dalam kehidupan manusia.
Terdapat tiga teori mengenai bagaimana orang belajar bahasa. Pertama,
Operant Conditioning yang dikembangkan oleh B.F. Skinner. Teori ini menekankan
unsur stimulus dan respon atau yang lebih dikenal dengan teori R S; kedua, teori
Kognitif oleh Noam Chomsky yang menekankan bahwa kompetensi bahasa manusia
lebih dari apa yang ia tampilkan; dan yang ketiga adalah Mediating Theory oleh
Cahrles Osgood yang menyatakan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa tidak hanya dipengaruhi stimuli dari luar, tetapi juga
proses internal dalam dirinya. Walaupun demikian, bahasa memiliki beberapa
keterbatasan, seperti yang diungkapkan Riswandi (2009: 64), antara lain keterbatasan

jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek, kata kata bersifat ambigu dan
kontekstual, kata kata yang mengandung bias budaya, dan pencampuradukan fakta,
penafsiran, dan penilaian.
Buku 6
Judul

: Human Communication

Pengarang

: Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss

Tahun Terbit

: 1996

Penerbit

: PT Remaja Rosdakarya

Jumlah Halaman

: 70 86 (12 halaman)

Review
Bab Pesan Verbal dalam buku ini bertujuan antara lain untuk menjelaskan
mengenai perbedaan denotasi konotasi, makna, dan cara mengembangkan keahlian
penyandian pesan (message encoding). Hal yang pertama dijelaskan adalah mengenai
symbol. Sebuah kata hanyalah simbol verbal bagi obyek yang dinyatakannya. Selain
obyek, kata juga merujuk pada peristiwa, sifat, tindakan, konsep, dan lain lain.
Makna tidak melekat kepada kata, tetapi kepada individu yang memberi sejumlah
referen.
Apabila berbicara mengenai makna, maka dikenal makna denotasi dengan
konotasi. Tubbs dan Moss dalam bab ini mengemukakan bahwa denotasi merujuk
pada asosiasi primer yang dimiliki sebuah kata bagi kebanyakan anggota suatu
masyarakat linguistic tertentu. Sedangkan konotasi adalah asosiasi sekunder yang
dimiliki sebuah kata bagi seseorang atau lebih dalam masyarakat itu (1996: 73).
Sebuah atau rangkaian kata bisa memiki konotasi negatif atau positif. Karena makna
kata bisa memiliki pengaruh yang besar, maka muncul istilah istilah yang
sebenarnya adalah versi halus dari makna kata sebenarnya, misalnya orang lebih
senang menggunakan orang dengan pendidikan khusus dibandingkan orang
dengan keterbelakangan.

Dalam proses komunikasi, makna bersama lebih banyak digunakan dibanding


makna pribadi. Hal tersebut bertujuan agar pesan komunikasi dapat tersampaikan
dengan baik. Oleh karena itu, makna bersama memerlukan kesamaan konsep pesan
antara pengirim dengan penerima. Permasalahan yang dapat timbul dari adanya
kesepakatan makna bersama ini adalah apabila makna tersebut hanya dapat dipahami
oleh anggota kelompok tertentu, sedangkan orang di luar kelompok akan kesulitan
memahami.
Dalam bab ini juga dijelaskan bahwa proses penyandian pesan anak anak
berbeda dengan orang dewasa. Hasil penelitian Jean Piaget (1962) mengenai cara
berbicara

anak

dan

keterlibatannya

dalam

proses

penyampaian

informasi

menghasilkan temuan yaitu meskipun seorang anak mengerti penuh terhadap suatu
penjelasan, belum tentu ia berhasil menyampaikannya kepada anak lainnya (Tubbs
dan Moss, 1997: 81). Hal ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa cara berbicara
anak adalah egosentrik. Namun, Elliot (1984) mengemukakan bahwa akhir akhir
ini, cara berbicara anak telah bergeser kepada pembicaraan sosiosentrik, yaitu
terpusat pada interaksi sosial sejak mereka dilahirkan.

Buku 7
Judul

: Communication: Principles for a Lifetime

Pengarang

: Steven A. Beebe; Susan J. Beebe; Diana K. Ivy

Tahun Terbit

: 2001

Penerbit

: Allyn & Bacon

Jumlah Halaman

: 70 79 (10 halaman)

Review
Salah satu bab dalam buku ini menjelaskan tentang kata dan bagaimana kata
berpengaruh dalam kehidupan kita. Kata digunakan untuk membentuk dan menandai
pengalaman. Kata juga membantu kita sebagai alat untuk berkomunikasi dan
menjelaskan sesuatu kepada yang lain. Kata juga memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi pikiran dan tindakan. Tidak hanya mempengaruhi apa yang kita
pikirkan dan respon terhadap sesuatu saja, tetapi kata juga mempengaruhi kebijakan
dan prosedur. Rangkaian kata yang membentuk bahasa dapat membentuk identitas
budaya dan begitu pula sebaliknya, budaya membentuk bahasa. Ini menarik ketika
Beebe dkk mengemukakan bahwa co-culture (kelompok kultural diantara suatu
budaya) juga mengembangkan bahasa yang unik yang berciri khas (dialek atau logat)
untung mempererat hubungan dan solidaritas. Kekuatan kata yang lebih hebat lagi
adalah kekuatannya dapat membangun atau merusak hubungan.
Dalam bahasa, sudah menjadi kelaziman akan ditemukan bias. Bias tersebut
dapat menjadikan penghalang bagi pendengarnya. Bias bahasa dapat terjadi karena
ras, etnik, kebangsaan, dan agama. Beberapa kata dalam bahasa yang digunakan
terkadang menyinggung salah satu atau beberapa kelompok walaupun digunakan

dalam konteks yang berbeda. Beebe dkk menyebut penghalang kata dalam bahasa
tesebut sebagai allness. Mereka mendefinisikan allness sebagai language that
reflects unqualified, often untrue generalizations that deny individual difference or
variation (Beebe dkk, 2001: 75).
Buku 8
Judul

: Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif,


Kualitatif, dan R&D

Pengarang

: Prof. Dr. Sugiyono

Tahun Terbit

: 2013

Penerbit

: Alfabeta Bandung

Jumlah Halaman

: 284 312 (28 halaman)

Review
Bab dalam buku ini membahas mengenai penelitian kualitatif dari
menemukan masalah hingga menganalisis data hingga diperoleh suatu kesimpulan.
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah.
Pertama, masalah yang dibawa peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir
penelitian tetap sama. Kedua, masalah ketika memasuki penelitian menjadi
berkembang dan meluas. Ketiga, masalah ketika memasuki penelitian berubah total.
Ada tiga sifat yang melekat pada masalah yaitu : penting, urgen dan feasible. Dan
suatu masalah dikatakan penting apabila masalah tersebut tidak dipecahkan melalui
penelitian, maka akan semakin menimbulkan masalah baru. Masalah dikatakan urgen
(mendesak) apabila masalah tidak segera dipecahkan melalui penelitian, maka akan
semakin kehilangan berbagai kesempatan untuk mengatasi. Dan masalah dikatakan
feasible apabila terdapat berbagai sumber daya untuk memecahkan masalah tersebut
(Sugiyono, 2013: 286 - 287).
Ada tiga bentuk rumusan masalah yaitu rumusan masalah deskriptif,
komparatif dan asosiatif. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah

yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang
akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Rumusan masalah komparatif
adalah rumusan masalah untuk membandingkan antara konteks sosial atau domain
satu dibandingkan dengan yang lain. Rumusan masalah asosiatif atau hubungan
adalah rumusan masalah yang memandu untuk mengkonstruksi hubungan antara
situasi sosial atau domain satu dengan lainnya.
Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti
masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal
penelitian kualitatif juga bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti
memasuki lapangan atau konteks sosial. Untuk menjadi instrumen penelitian yang
baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasaan yang luas. Peneliti
kualitatif juga dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca dan
dituntut untuk melakukan grounded research yaitu menemukan teori berdasarkan data
yang diperoleh di lapangan atau situasi sosial.
Ada dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian, yaitu, kualitas
instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif,
yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Validasi
terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode
penelitian kualitatif penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian baik akademiknya maupun logistiknya
(Sugiyono, 2013: 300).
Bila dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan pada setting alamiah
(natural setting). Jika dilihat dari sumber datanya maka mengumpulkan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data
(Sugiyono, 2013: 306). Selanjutnya jika dilihat dari segi cara atau tekniknya, maka

teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview


(wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan dari keempatnya.
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi (1) uji kredibilitas
(validitas internal) yang dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus
negatif, menggunakan bahan referensi dan member check; (2) transferability
(validitas eksternal) yang dimaksudkan untuk menguji derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel itu diambil; (3)
dependability (reliabilitas) yang dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Jika proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya
ada, maka penelitian tersebut tidak reliabel atau dependable; dan (4) confirmability
(obyektivitas), yaitu menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang
dilakukan.

Buku 9
Judul

: Theories of Human Communication

Pengarang

: Stephen W. Littlejohn

Tahun Terbit

: 1999

Penerbit

: Wadsworth Publishing Company

Jumlah Halaman

: 101 112 (12 halaman)

Review
Bab 6 dalam buku ini khusus mengulas mengenai teori teori produksi pesan
yang memusatkan perhatian pada persoalan psikologi seperti sifat, posisi, dan proses
pada individu. Penjelasan sifat berfokus pada karakteristik individu yang relatif statis
dan cara karakteristik ini berhubungan dengan sifat-sifat dan variable lainnya, yaitu
hubungan antara kepribadian tertentu dengan pesan yang dihasilkan. Penjelasan
posisi berfokus posisi pikiran yang dialami individu dalam suatu waktu tertentu.
Penjelasan proses meliputi bagaimana ketika pesan dikirim dan diterima. Penjelasan
ini berusaha untuk menangkap mekanisme pikiran mulai dari cara informasi
diperoleh dan diorganisasikan, bagaimana ingatan digunakan, bagaiamana individu
bertindak, dan beberapa hal yang berkaitan (Littlejohn, 1999: 102).
Pendekatan kepekaan retorik yang dicetuskan Roderick Hart (1972) adalah
kecenderungan untuk menyesuaikan pesan dengan audiens. Teori ini menemukan
bahwa komunikasi yang efektif muncul dari kepekaan dan kepedulian mengatur apa
yang komunikator katakana pada pendengar atau audiens. Gaya Komunikator yang
dicetuskan oleh Robert Norton (1983) mengemukakan bahwa kita berkomunikasi

dalam dua level, tidak hanya memberi informasi, tetapi juga menyajikan informasi
sedemikian rupa sehingga pesan dapat dipahami dan memberikan petunjuk
bagaimana merespon pesan tersebut. Lebih lanjut Littlejohn menambahkan
Styles, of course, are not totally individual, since cultures affect how people
behave and how they perceive others, as in the case of Hispanic
machismo or Japanese reserve. Although your style is your predominant
way of communicationg, it is not the only way you communicate, and in
fact your style can be multifaceted and include several different types.
Agresi, tekanan yang dilakukan ke pihak lain, juga dapat ditemukan dalam
komunikasi. Agresi dapat bersifat membangun ketika bertujuan untuk meningkatkan
komunikasi atau hubungan, tetapi juga dapat bersifat merusak ketika hal tersebut
menyebabkan ketidakpuasan atau membahayakan hubungan. Agresi terdiri dari empat
ciri, yaitu ketegasan, argumentasi, permusuhan, dan agresivitas verbal.

Buku 10
Judul

: Theories of Human Communication. Tenth Edition

Pengarang

: Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss

Tahun Terbit

: 2011

Penerbit

: Waveland Press, Inc.

Jumlah Halaman

: 165 170 (6 halaman)

Review
Teori produksi pesan Message-Design Logic (Logika Desain Pesan) oleh
Barbara OKeefe menyatakan bahwa ada beberapa pendekatan dalam pesan dan
individu memiliki logika berbeda untuk memutuskan apa yang harus ia katakan
dalam situasi tertentu. OKeefe menggunakan term logika desain pesan untuk
menjelaskan alur pikiran tiap orang yang berbeda dalam setiap pesan yang dibuat.
(Littlejohn dan Foss, 2011: 165).
Ada tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris.
Logika ekspresif memperlakukan komunikasi sebagai suatu model ekspresi diri, sifat
pesannya terbuka dan reaktif secara alami, sedikit memperhatikan keinginan orang
lain. Logika konvensional memandang komunikasi sebagai permainan yang
dilakukan secara teratur. Komunikasi dilakukan sebagai proses ekspresi berdasarkan
aturan dan norma yang diterima bersama, maka komunikasi berlangsung sopan dan
tertib. Logika retoris memandang komunkasi sebagai suatu cara mengubah aturan
melalui negosiasi. Pesan dirancang cenderung fleksibel, penuh wawasan dan berpusat
pada orang.

Individu dalam situasi sosial pertama-tama didorong oleh keinginan untuk


memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan-aturan untuk mengetahui
segala sesuatu. Pada tahap selanjutnya, individu bertindak atas dasar pemahaman
mereka dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang
sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindak
komunikasinya. Desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat
menciptakan komunikasi yang interaktif.
REVIEW
METODE DAN TEORI DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta

Oleh :
Lanovia Rilahayu Putri
D0213053

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai