Anda di halaman 1dari 54

Ika Aprilia Cahya Utami

Rabu, 13 Maret 2013


Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan keluarga, kelompok, dan
ataupun masyarakat (Levey dan Loomba, 1973).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga ataupun
masyarakat (Asrul Aswar, 1996).
2. Batasan Pelayanan Kesehatan
Dari definisi yang dikemukakan oleh Levey dan Loomba (1973), dapat diperoleh bahwa batasan
pelayanan kesehatan mengandung hal-hal sebagai berikut :
a. Usaha sendiri
Setiap usaha pelayanan kesehatan bisa dilakukan sendiri ditempat pelayanan.
Misalnya pelayanan bidan praktek mandiri.
b. Usaha lembaga atau organisasi
Setiap usaha pelayanan kesehatan dilakukan secara kelembagaan atau organisasi
kesehatan ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan kesehatan masyarakat di
c.

puskesmas
Memiliki tujuan yang dicapai
Tiap pelayanan kesehatan memiliki produk yang beragam yang pada tujuan pokoknya
adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat atau person

d. Lingkup program
Lingkup pelayanan kesehatan meliputi kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan
kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau
e.

gabungan dari keseluruhan


Sasaran pelayanan

Tiap pelayanan kesehatan menghasilkan sasaran yang berbeda, tergantung dari


program yang akan dilakukan, bisa untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun
untuk masyarakat secara umum
Sesuai dengan batasan tersebut, segera dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan
kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat
ditentukan oleh :
a. Perorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi.
b. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencangkup kegiatan pemeliharaan kesehatan,
peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehatan, atau kombinasi dari padanya.
c. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga, kelompok
ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.
3. Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
Menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi
individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya. Lingkungan tersebut meliputi
lingkungan fisik, lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti,
maupun masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok yang paling penting dan
kompleks yang telah dibentuk manusia sebagai makhluk sosial. Masyarakat adalah
organisasi yang terbentuk akibat interaksi antara manusia, budaya, lingkungan yang
bersifat dinamis terdiri dari individu, keluarga, kelompok dan komuniti yang
mempunyai tujuan dan sistem nilai. Klien/ibu/wanita merupakan bagian dari anggota
keluarga dan unit dari komuniti.
Paradigma kebidanan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa
lingkungan fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual, dapat mempengaruhi
kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan kebidanan dengan meminimalkan
dampak atau pengaruh yang ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan kebidanan dapat
tercapai.
Lingkungan fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik
yang dapat mempengaruhi perubahan statuskesehatan seperti adanya daerah-

daerah wabah, lingkungan kotor, dekat pembuangan air limbah, atau sampah dan
lain-lain. Lingkungan ini jelas dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia
dalam bentuk kebutuhan keamanan dan keselamatan dari bahaya yang dapat
ditimbulkannya.
Lingkungan psikologis artinya keadaan yang menjadikan terganggunya psikologis
pada seseorang seperti lingkungan yang kurang aman yang mengakibatkan
kecemasan dan ketakutan akan bahaya yang ditimbulkannya.
Lingkungan sosial dalam hal ini adalah masyarakat yang luas serta budaya yang
ada juga dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang serta adanya kehidupan
spiritual juga mempengaruhi perkembangan seseorang dalam kehidupan beragama
serta meningkatkan keyakinan.
Bidan sebagai anggota dari komunitas dan pelaksana pelayanan kepada komunitas
harus mempunyai pengetahuan yang luas dan dalam tentang serta unit dasarnya,
membantu meningkatkan dan mempertahankan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat serta memberi motivasi untuk mencapai tingkat kesehatan yang setinggitingginya.

b. Perilaku
Pengertian
Perilaku merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia dalam
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan.
Perilaku manusia besifat holistik atau menyeluruh (IBI).
Perilaku adalah apa yang dikerjakan seseorang, baik diamati secara langsung atau
tidak secara langsung (Notoatmodjo, 1996).

Bentuk Perilaku
1) Bentuk pasif

Bentuk pasif (respon internal), yaitu respon yang terjadi dalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa
tablet penambah darah itu sangat dibutuhkan saat kehamilan, meskipun ibu
tersebut tidak meminum tablet penambah darah secara rutin. Dari contoh ini
terlihat bahwa ibu tersebut telah tahu guna tablet penambah darah meskipun
dirinya sendiri belum melakukan secara nyata dengan meminum rutin tablet
penambah darah. Oleh sebab itu jenis perilaku ini disebut covert behaviour
(perilaku terselubung).
2) Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu jika perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnyaibu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Karena perilaku
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour.

Perilaku Profesional Bidan


Perilaku ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kehamilan, perilaku ibu
dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesejahteraan ibu dan
bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan perilaku ibu pada masa nifas akan
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya.

Perilaku profesional dari bidan mencakup :


1) Dalam melaksanakan tugasnya, bidan berpegang teguh pada filosofi, etika profesi
dan aspek legal
2) Bertanggung jawab dalam keputusan klinis yang akan dibuatnya
3) Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir
secara berkala
4) Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikan asuhan
kebidanan
5) Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan praktik
kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca salin, bayi baru lahir dan anak
6) Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita/ibu agar
mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek
asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab
atas kesehatannya sendiri
7) Menggunakan keterampilan berkomunikasi

8) Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan


kesehatan ibu dan keluarga
c.

Keturunan
Kualitas manusia, diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat
dilahirkan dari ibu yang sehat. Hal ini menyangkut dari persiapan wanita sebelum
perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan nifas. Walaupun kehamilan,
kelahiran dan nifas adalah proses yang fisiologis bisa menjadi patologis. Hal ini akan
berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkannya. Misalnya saja adanya faktor
keturunan kembar pada seorang ibu hamil. Kehamilan kembar tentunya memiliki
resiko yang lebih besar daripada kehamilan normal dengan satu janin. Begitu pula
adanya faktor keturunan yang dilihat dari faktor golongan darah maupun faktor
rhesus darah. Oleh karena itu layanan pra perkawinan, kehamilan, kelahiran dan nifas
adalah sangat penting dan mempunyai keterkaitan satu sama lain yang tak dapat
dipisahkan.
Keturunan juga memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang
mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik,
respon terhadap beberapa penyakit (Hidayat, 2004).

d. Pelayanan Kesehatan / Kebidanan


Pelayanan kebidanan adalah suatu praktik layanan kesehatan yang spesifik
bersifat reflektif dan analisis ditujukan pada wanita khusunya bayi, ibu dan
balitadilaksanakan secara mandiri dan profesional yang didukung oleh seperangkat
ilmu pengetahuan yamg saling terkait dengan menggunakan suatu metode ilmiah,
dilandasi oleh etika dan kode etik profesi.
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
yang memberikan asuhan esensial dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan balita yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga.
Pelayanan kebidanan yang dilaksanakan oleh bidan adalah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan peraturan yang ditetapkan pemerintah sesuai standar
yang ditetapkan.

Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai


dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu
dan anak dalam rangka terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat, yang
meliputi upaya-upaya sebagai berikut :
a. Peningkatan (promotif) : misalnya dapat dilakukan dengan adanya promosi
kesehatan (penyuluhan tentang imunisasi, himbauan kepada masyarakat untuk
pola hidup sehat).
b. Pencegahan (preventif) : dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi TT pada
ibu hamil, imunisasi bayi, pelaksanaan senam hamil, dan sebagainya.
c. Penyembuhan (kuratif) : dilakukan sebagai upaya pengobatan misalnya
pemberian transfusi darah pada ibu dengan anemia berat karena perdarahan post
partum.
d. Pemulih (rehabilitatif) : misalnya pemulihan kondisi ibu post SC.

Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :


a. Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan
b. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu
urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan
c. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi, misalnya rujukan dari bidan
ke rumah sakit. Atau sebaliknya, pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan
yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya secara
horizontal maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Secara horizontal
maksudnya rujukan antar petugas kesehatan yang sejajar (dari bidan ke bidan
lain), dan vertikal yaitu rujukan dari satu tingkat ke tingkat yang lain (misalnya
rujukan dari bidan ke rumah sakit). Layanan kebidanan yang tepat akan
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
4. Syarat Pelayanan Kesehatan

a. Tersedia dan berkesinambungan


Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus
tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous).
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan
mudah dicapai oleh masyarakat.
b. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima
(acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan
kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan,
kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
c. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai
(accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama
dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang
baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
d. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau
(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut
biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan
sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat.
e. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality).
Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

MASALAH NEGARA BERKEMBANG

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa negara berkembang


adalah negara yang belum keseluruhan rakyatnya menikmati taraf hidup
yang layak. Jadi, secara tidak langsung pula berdampak pada masalah
kesehatan. Masyarakat di negara berkembang belum dapat menjangkau
akses kesehatan yang layak. Lain halnya dengan negara maju. Bahkan di
beberapa tempat sangat sulit untuk menemukannya. Berbagai masalah

seperti kurangnya kesadaran akan kebersihan, merawat diri, memeriksakan


kesehatan, menjaga kesehatan, dan kurangnya rumah sakit merupakan
salah satu contoh masalah kesehatan di negara berkembang.
Karena kondisi negara yang masih berkembang, tentu saja jumlah rumah
sakit masih kurang dibandingkan luas negara dan jumlah penduduk di
negara tersebut. Faktor penyebabnya adalah kurangnya dana, kurangnya
tenaga medis, dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya
rumah sakit.
Karena pengetahuan akan kesehatan pada sebagian masyarakat negara
berkembang masih kurang, maka mereka tidak pernah menjaga
kesehatannya. Mereka tidak mengerti dengan manfaat kebersihan
lingkungan sehingga mereka selalu membuang sampah sembarangan.
Mereka juga terlalu paham dengan cara menggunakan obat alami ataupun
cara penanganan suatu penyakit seperti batuk, flu, dll.
Angka kematian bayi dan anak juga lebih tinggi di negara berkembang. Hal
ini disebabkan oleh penanganan ibu hamil yang kurang tepat, kurang
tersedianya imunisasi, kurangnya gizi pada balita, ataupun karena diare.
Kurangnya rumah sakit serta akses menuju rumah sakit lah yang kerap kali
menjadi penyebabnya.
Pendidikan yang kurang merata juga menjadi awal dari masalah kesehatan di
negara berkembang. Pendidikan yang kurang mengakibatkan kurangnya
tenaga medis. Apalagi ditambah dengan biaya masuk kedokteran itu sangat
mahal.
Daerah perkotaan di negara berkembang umumnya kumuh, banyak debu,
banyak asap kendaraan bermotor, dan banyak sampah. Hal ini disebabkan
oleh kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan yang kurang dan
juga karena kemiskinan. Inilah yang menyebabkan banyak masyarakat
perkotaan yang terkena penyakit gangguan pernapasan dan juga diare.
Jadi, masalah kesehatan negara berkembang adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya rumah sakit
2. Kurangnya tenaga medis
3. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan
4. Kurangnya transportasi massal sehingga setiap orang menggunakan
kendaraan bermotor
5. Banyak tempat kumuh

SISTEM KESEHATAN DI NEGARA BERKEMBANG


Sistem Kesehatan istilah mencakup personel, lembaga, komoditas, informasi,
pembiayaan dan strategi tata pemerintahan yang mendukung pemberian layanan pencegahan dan
pengobatan. Tujuan Utama dari sistem kesehatan untuk merespon kebutuhan masyarakat dan
harapan dengan memberikan pelayanan secara adil dan merata.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan system kesehatan sebagai semua
kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan, memulihkan, atau menjaga
kesehatan. Bank Dunia mendefinisikan sistem kesehatan yang lebih luas untuk memasukkan
faktor yang saling berhubungan untuk kesehatan, seperti kemiskinan, pendidikan, infrastruktur
dan lingkungan social dan politik yang lebih luas.
Sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik adalah penting untuk mencapai Milenium
Development Goals (MDGs) oleh 2.015,5 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mengidentifikasi enam komponen yang diperlukan untuk menetapkan, mempertahankan dan
memperkuat sistem kesehatan, sedangkan yang memungkinkan untuk memberikan layanan yang
diperlukan, akses universal ke layanan, dan cakupan universal manfaat perawatan kesehatan.
Negara-negara berkembang, bagaimanapun menghadapi banyak tantangan untuk
membangun yang kuat, kesehatan yang handal systems.Tantangan-tantangan ini termasuk
pembiayaan tidak memadai, kurangnya koordinasi antar-lembaga, buruk-fungsi sistem informasi,
kekurangan kesehatan pekerja dan gangguan pasokan.
1. Kekurangan pekerja kesehatan membatasi kemampuan banyak negara untuk mencapai
MDG. kekurangan yang ada ini melemahkan sistem penyampaian layanan kesehatan dan
menghambat ekspansi services.Sebagai contoh, di 15 negara di Sub-Sahara Afrika ada
lima atau kurang dokter per 100.000 orang.
2. Kedua sektor publik dan swasta memiliki peran untuk bermain dalam mengatasi
tantangan yang kompleks dan unik yang dihadapi oleh negara-negara berkembang untuk
mengembangkan dan memelihara sistem kesehatan masalah yang efektif. Di banyak
negara, kurang dari setengah dari penduduk memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan
masyarakat.
3. Sistem kesehatan diperkuat tujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan menanggapi
kebutuhan masyarakat dan harapan, dan dengan menyediakan layanan secara adil dan

merata. Intervensi termasuk meningkatkan kepemimpinan dan pemerintahan, memastikan


pasokan produk medis dan menciptakan sistem pelayanan yang lebih efektif dan efisien.
4. Kesehatan sistem penelitian mengidentifikasi tantangan dalam menyediakan perawatan
dan memberikan intervensi di semua tingkat sistem kesehatan dan menyediakan solusi
inovatif untuk meningkatkan penyampaian pelayanan. Menghadapi tantangan ini dalam
pengaturan di mana infrastruktur kesehatan runtuh di berbagai bidang membutuhkan
ditargetkan penelitian tentang sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan.
Keringanan dan Pembebasan Biaya untuk Jasa Kesehatan di Negara Berkembang
Sebagai tanggapan terhadap semakin minimnya anggaran dan berkembangnya
permintaan, banyak negara-negara berkembang menerapkan biaya resmi dan tidak resmi untuk
fasilitas kesehatan pemerintah. Disisi pemerintah tindakan itu menaikkan pendapatan, namun
dengan tidak adanya perlakuan khusus, biaya yang dikenakan kepada pengguna jasa kesehatan
dapat mengakibatkan ketimpangan dan inefisiensi. Tulisan ini mengulas keberhasilan dari dua
bentuk penjatahan tersebut, yaitu keringanan biaya dan pembebasan biaya. Pembebasan biaya
membuat penduduk miskin memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis dan keringanan biaya
membuat semua penduduk menikmati pelayanan-pelayanan kesehatan tertentu secara gratis.
Dilemanya adalah bagaimana mempertahankan biaya pengguna jasa tanpa menimbulkan
ketimpangan dan inefisiensi.
Tulisan ini akan mengulas literatur internasional dan pengalaman tujuh negara
berkembang Kamboja, Chile, Ghana, In- donesia, Kenya, Thailand, dan Zimbabwe dalam
pembebasan dan pemberian keringanan biaya, serta menarik pelajaran untuk negara-negara yang
ingin menerapkan sistem serupa.
Menilai Sistem yang Diterapkan
Menilai manfaat praktis dari sistem pembebasan dan keringan biaya dalam studi kasus
beberapa negara sulit untuk dilakukan. Bukti-bukti terpencar dan beragam, sumber informasi
juga terpencar dan sering kali bersifat tidak resmi. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas (1)
derajat pembebasan biaya dalam mengurangi pengeluaran dari kelompok miskin; (2)
peningkatan penggunaan jasa kesehatan dengan adanya fasilitas tersebut; dan (3) faktor- faktor
penyebab keberhasilan sistem tadi. Di bawah ini adalah ringkasan dari temuan-temuan utama:

Pengawasan kinerja dan evaluasi. Kurangnya pengawasan dan evaluasi adalah


kelemahan utama dari sistem yang dinilai. Absennya kedua hal ini mengakibatkan
semakin sulitnya mengukur kinerja waiver dan exemption dan melakukan langkahlangkah perbaikan.

Keberhasilan pencapaian sasaran. Di negara-negara berpendapatan rendah yang


ditinjau, cakupan dari fasilitas ini terhadap penduduk miskin sangat rendah, terutama
karena pemerintah tidak secara tepat memberikan kompensasi kepada penyedia jasa yang
mensubsidi jasanya sendiri. Penyedia jasa bagi pemerintah Kenya, sebagai contoh, sama
sekali tidak menerima kompensasi. Penyedia jasa di Ghana menerima kompensasi, tetapi
pembagiannya tidak merata dan sering kali tertunda. Maka kunci sukses sistem
pembebasan dan keringanan biaya terletak pada kompensasi yang cukup dan tepat waktu
bagi penyedia jasa.

Cakupan penduduk miskin dan kebocoran ke penduduk yang tidak miskin. Di negaranegara berpendapatan menengah, seperti Thailand dan Chile, cakupan dari sistem ini
termasuk tinggi. Namun, di kedua negara ini, penduduk dengan tingkat pendatapan yang
berhak untuk memperoleh fasilitas tersebut ditetapkan terlalu tinggi, sehingga terjadi
kebocoran yang cukup besar, dimana subsidi menguntungkan penduduk yang mampu.

Biaya administratif. Hampir tidak ada informasi yang tersedia mengenai biaya
pengelolaan fasilitas tersebut. Hal ini membuat penilaian dari efisiensi pencapaian
sasaran menjadi sulit untuk dilakukan.

Kebijakan nasional dalam pembebasan dan keringanan biaya. Semua negara, kecuali
Kamboja, memiliki kebijakan pembebasan dan keringanan biaya untuk beberapa kategori
jasa kesehatan untuk semua penduduk. Pada saat yang sama, kebanyakan negara tersebut
memiliki masalah dalam kriteria penduduk yang berhak menggunakan fasilitas ini,
terutama dalam membedakan antara penduduk miskin dan penduduk tidak miskin.
Sebagai contoh, di Kenya, sebuah kebijakan nasional mewajibkan penyedia jasa
membebaskan biaya kepada yang disebut dengan fakir miskin, namun kurangnya
pedoman di tiap fasilitas penyedia, membuat mereka harus mendefinikan sendiri yang
disebut sebagai pasien fa- kir miskin. Membuat definisi yang jelas dari target penerima
jasa ini adalah penting. Identifikasi kriteria juga harus dapat dengan mudah dilakukan dan
diverifikasi.

Melawan stigma. Di kebanyakan kasus yang diulas, penduduk miskin seringkali tidak
mengajukan permohonan pembebasan biaya karena malu dengan keadaan mereka.
Pelamar fasilitas tersebut di klinik umum yang besar di Kamboja misalnya, harus
menghadapi uji-kepemilikan di ruang tunggu. Rasa malu seringkali berujung pada
mundurnya pelamar dari pendaftaran.

Menentukan yang berhak mendapatkan fasilitas. Tidak ada jawaban yang bulat untuk
menjawab siapa yang harus bertanggung jawab terhadap proses pembebasan biaya.
Meskipun begitu, bagi pihak yang menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan
fasilitas ini harus tahu dengan baik kriteria seleksi, dilatih dengan baik, dan sepenuhnya
tahu mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penerapannya.

Biaya akses. Membebaskan kelompok miskin dari pembayaran mungkin tidak cukup
untuk mempromosikan perawatan kesehatan. Penduduk miskin seringkali harus
mengatasi biaya akses dari pelayanan kesehatan diluar biaya pemakaian, seperti
transportasi, penginapan, dan makanan termasuk opportunity-cost (biaya yang timbul
akibat tidak bekerja untuk mendapatkan jasa kesehatan). Health Equity Fund yang
dimiliki Kamboja tidak hanya membebaskan biaya perawatan kesehatan bagi penduduk
miskin, tetapi juga biaya transportasi dan makanan mereka yang berkaitan dengan
perawatan kesehatan.

Memperbarui biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan bagi penerima fasilitas.
Biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan yang layak menerima fasilitas ini harus
disesuaikan secara periodik untuk menjamin fasilitas ini hanya memberikan kemudahan
bagi yang berhak menerimanya. Jika tidak, negara- negara bersangkutan dapat secara
tidak sadar menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan atau mendorong penyedia
jasa untuk menaikkan sendiri biaya mereka. Contohnya, jika kelayakan diberikan
berdasarkan nilai konstan kelompok pendapatan nominal, inflasi mengakibatkan semakin
sedikitnya orang-orang yang berhak untuk memperoleh bantuan.

Aspek institusional. Penyedia jasa membutuhkan pedoman yang tertulis dengan jelas
bagaimana pembebasan dan keringan biaya berjalan, dengan fleksibilitas untuk adanya
variasi regional atau lokal jika diperlukan. Kejelasan semacam itu pada umumnya tidak
ditemukan di negara-negara yang ditinjau. Selain itu, staf yang bertanggung jawab
mengelola sistem tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang memadai.

Diseminasi dari fasilitas yang telah ada. Penduduk miskin harus tahu bahwa mereka
berhak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan secara gratis atau subsidi, dan pengelola
harus tahu siapa yang diberikan keringanan. Penduduk juga harus diinformasikan
mengenai adanya mekanisme semacam ini. Mekanisme diseminasi harus dibuat khusus
sesuai dengan karakteristik penduduk miskin, seperti fakta mereka tinggal jauh dari
pusat-pusat kota, memiliki akses yang minim terhadap informasi, berpendidikan rendah,
dan bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Kesimpulan
Beberapa negara telah menerapkan pendekatan yang berbeda untuk pemberian
keringanan dan pembebasan biaya. Negara-negara yang secara hati-hati merancang programnya,
seperti Indonesia dan Thailand, memiliki tingkat keberhasilan yang besar dalam hal tingkat
pemberian manfaat, dibandingkan dengan negara-negara yang melakukan improvisasi dalam
pendekatannya, seperti Ghana, Kenya, dan Zimbabwe. Kunci keberhasilan sistem ini adalah
pendanaan yang memadai. Sistem yang diterapkan oleh Indonesia, Thailand, dan Kamboja, lebih
sukses dalam memberikan kompensasi ke penyedia jasa untuk pendapatan mereka yang hilang
karena harus menyediakan fasilitas tersebut, dibandingkan dengan misalnya Kenya, dimana
penyedia harus menyediakan sendiri dana untuk fasilitas tadi.
Kunci keberhasilan lainnya termasuk penyebaran informasi yang luas dari pemberian
keringanan dan pembebasan biaya kepada penerima potensial, dukungan dana untuk pasien tidak
mampu dan biaya diluar biaya kesehatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan, serta kriteria
yang jelas dari siapa yang berhak menerima keringanan.

Masalah Kesehatan Masyarakat khususnya negara berkembang termasuk indonesia


sangat beragam dan harus segera diatasi dengan kerjasama yang kuat antara
pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Sehat adalah kondisi optimal mental, fisik dan
sosial seseorang, terbebas dari bibit penyakit sehingga mencapai produktivitas.
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, mempromosikan kesehatan dan efisiensi dengan
menggerakkan potensi masyarakat pemerintah.
Masalah Kesehatan Masyarakat

Untuk mempermudah memahami Masalah Kesehatan Masyarakat yang sering terjadi


perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain: masalah perilaku kesehatan,
lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan meningkat ke masalah
kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan beragam penyakit baik menular atau tidak
menular. Masalah Kesehatan ini bisa terjadi pada masyarakat umum atau kelompok
rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan para pekerja.

Masalah Kesehatan Masyarakat yang disebabkan Perilaku Kesehatan


dipengaruhi tingkat pendidikan, sehingga pengetahuan masyarakat untuk
berperilaku sehat sangat kurang. Proses terbentuknya perilaku hidup sehat
harus diawali pengetahuan dari pendidikan kesehatan.

Masalah Kesehatan Lingkungan, merupakan keadaan lingkungan yang


berpengaruh positif terhadap kesehatan masyarakat secara maksimal. Masalah
kesehatan lingkungan ini terdiri dari: Kesehatan lingkungan pemukiman,
penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah, pengolahan makanan
dan pengelolaan scara umum penunjang kesehatan.

Masalah Pelayanan Kesehatan, yang bermutu akan menghasilkan kesehatan


yang maksimal untuk masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang profesional harus
sesuai standar ketersediaan sumber daya (petugas kesehatan, bangunan,
sarana pendukung) dan prosedur pelayanan yang baik.

Petugas kesehatan yang profesional, meliputi tenaga medis, keperawatan,


paramedis non keperawatan dan administrasi medis. Saat ini masyarakat sulit
menerima pelayanan kesehatan yang maksimal karena masalah petugas yang
profesional masih kurang dan tidak terdistribusi secara merata.

Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi untuk mencari keuntungan sering dijadikan
alasan mengapa Masalahan Kesehatan Masyakat belum juda bisa terataso. Meskipun
saat in pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan
namun masih ada perilaku petugas kesehatan yang menyimpang dari tujuan awal
keberadaannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Semoga suatu saat
Pelayanan Kesehatan lebih maksimal dan Masalah kesehatan masyarakat bisa teratasi.
Ringkasan:

Kesehatan Masyarakat adalah kondisi mental, fisik, sosial suatu kelompok yang
terhindar dari bibit penyakit,

Masalah Kesehatan Masyarakat sering muncul karena kurangnya informasi dan


sarana dari pemerintah mengenai Kesehatan,

Masalah Kesehatan Masyarakat bisa diatasi dengan menggerakkan potensi


masyarakat pemerintah secara maksimal.

PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT PARTISIPATIF

Siklus pemecahan masalah merupakan proses yang terus menerus yang ditujukan
untuk proses perbaikan pelayanan kesehatan secara berkelanjutan dengan emlibatkan
semua komponen masyarakat.
A. Identikisai Masalah Kesehatan Masyarakat
Masalah adalah kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yang dikehendaki.
Rumusan suatu masalah harus obyektif tepat dan jelas berdasarkan ukuran yang
diambil serta bisa diukur.
a. Analisis kesenjangan (Gap Analysis)
Mengidentifikasi masalah kesehatan dapat menggunakan data primer maupun
data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survey langsung ke
masyarakat wilayah tertentu dengan menggunakan instrument yang telah
dirancang sebelumnya. Dan dengan menggunakan alat-alata dokumentasi
misalnya kamera atau video shooting. Dengan data primer kita akan
mendapatkan informasi permasalahan kesehatan yang aktual (real time) dan
sesungguhnya (obyektif) tanpa rekayasa.
Bila menggunakan data sekunder, dengan menggunakan data yang telah ada
dalam laporan bulanan yang ada di Puskesmas. Identifikasi masalah berdasar
gap (kesenjangan) dari apa yang seharusnya (berdasar target, cakupan,
idealnya) dan kondisi sebenarnya.
b. Analisis Sistem (System Analysis)
Mengidentifikasi masalah kesehatan dengan pendekatan system yaitu
menjelaskan hubungan masalah tersebut dengan factor-faktor lain yang
mempengaruhinya. Apakah masalah itu terjadi pada sisi input proses- output
outcome - impact (masukan - proses- keluaran sementara- akhir) - dampak)

c. Analisis Tren (Trend Analysis)


Analisis tren merupakan metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu
estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang.Data yang dibutuhkan
cukup banyak dan telah diamati dalam periode waktu yang panjang.
Mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki, masalah kesehatan sebaiknya
diprioritaskan agar bisa layak atau fleksibel untuk dilakukan pemecahan masalahnya.
B. Prioritasi Masalah Kesehatan Masyarakat
Penetapan prioritas harus berdasarkan data atau fakta. Untuk masalah kesehatan pada
umumnya menggunakan pendekatan epidemiologi, pendekatan teknologi upaya
kesehatan, pendekatan dari aspek lingkungan dan pendekatan sistem.
Pertimbangan dalam memilih dan memprioritaskan masalah kesehatan masyarakat
antara lain:

Kegawatan masalah kesehatan masyarakat, dapat diajukan beberapa analisis


misalnya dari segi apakah masalah tersebut telah mengancam secara jelas beberapa
banyak nyawa.

Besar masalah kesehatan masyarakat yang ada, besar masalah dapat dilihat dari
berapa banyak orang dalam suatu populasi dalam wilayah dan periode tertentu
menderita atau terkena dampak dari penyakit atau suatu aktivitas yang merugikan.

Distribusi masalah, masalah kesehatan masyarakat yang ada apakah telah


menjangkau seluruh wilayah secara geografis atau secara administratif.

Kecepatan penyebaran, untuk penyakit menular mungkin bisa dijelaskan dengan


asumsi banyaknya kejadian penyakit menular per satuan waktu.

Ketersediaan sumber daya, sumber daya yang dimaksud bisa beberapa hal antara lain
tenaga atau petugas kesehatan, kader, jumantik, dana, teknologi (alat atau obat,
metode), sarana prasaran.
Ada beberapa teknik atau pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu dalam
memilih prioritas masalah secara sederhana, antara lain adalah: histogram, pareto
diagram, MCUA, delbecq, Delphi, hanlon, voting atau voting terbobot, dsb.
Contoh: penggunaan matriks MCUA

Tata cara penggunaan matriks MCUA dalam penentuan prioritas masalah kesehatan
masyarakat dilakukan dengan langkah langkah sbb:
1. Menetapkan kriteria
2. Melakukan pembobotan kriteria
3. Membuat skor masing masing kriteria terhadap masing masing masalah
4. Mengalikan nilai skor dengan bobot (5x bobot)
5. Pemberian skor dan bobot tidak mencapai konsensus
C. Perumusan Masalah Kesehatan Masyarakat
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menguraikan gejala gejala dan penyebab
penyebab masalah. Teknik yang dapat digunakan antara lain adalah brain storming dan
diagram sebab akibat (fishbone diagram, why why diagram, mind map, dst).
Langkah yang dapat dilakukan untuk mencari penyebab masalah kesehatan
masyarakat agar sistematis antara lain:
a. Lakukanlah brainstorming agar didapatkan penyebab atau faktor risiko dari
masalah kesehatan yang ada secara komprehensif.
b. Pilihlah penyebab utama atau faktor risiko dengan melibatkan peserta
termasuk jika terkait dengan bidang atau sektor lain.
c. Jika menggunakan pendekatan analisis fishbone maka letakkan masalah
pada kepala dan penyebab atau faktor risiko pada duri durinya.
d. Cocokkan penyebab atau faktor risiko tersebut dengan masalah kesehatan
yang ada apakah relevan atau tidak.
A. Analisis Penyebab dari Masalah Kesehatan Masyarakat
Menguraikan gejala-gejala dan penyebab-penyebab masalah dengan menggunakan
data-data yang mendukung (jelas, akurat, dan terperinci). Teknik yang dapat digunakan
adalah brainstorming dan diagram sebab akibat (fishbone diagram, why-why diagram,
mind map dll).
B. Prioritasi Penyebab Utama atau Faktor Risiko dalam Masalah Kesehatan
Masyarakat
Perlu adanya penetapan dari berbagai penyebab masalah kesehatan masyarakat
maupun faktor risiko untuk menghindari meloncat/mengalih dalam solusi yang
sesungguhnya tidak menyelesaikan masalah pokoknya. Metode yang digunakan antara
lain dengan voting terbobot, matrika MCUA.

F. Identifikasi Alternatif Solusi Potensial dan Prioritasi Sosial


Syarat dalam mencari alternatif solusi dari penyebab atau faktor risiko masalah:

Pemahaman akan masalah yang ada


Pemahaman tentang sub-sistem masalah, kalau perlu dibuat model
masalah

Tiap alternatif yang ada dapat diperhitungkan hal-hal berikut untuk memilihnya:

Relevansi: hubungan antara hasil (output) dengan tujuan pemecahan

masalah.
Efektivitas: Sejauh mana alternatif dapat menghasilkan output yang

diharapkan.
Relative Cost: biaya yang dikeluarkan
Technical Feasibility: apakah alternatif layak dan dapat dijalankan secara

teknis
Personil: tersedianya sumber daya manusia yang melaksanakan

alternatif
Keuntungan: penjelasan keuntungan alternatif
Kerugian: penjelasan kerugian yang ditimbulkan dari alternatif
G. Kelayakan Implementasi Solusi
Dalam merencanakan implementasi dari solusi terpilih, jika dikaitkan dengan potensi
(sumber daya) yang ada untuk kelayakan, maka bisa menggunakan metode analisis
medan daya (force field analysis). Analisis ini menggunakan kekuatan dan
penghambat dari solusi yang akan dipilih. Dalam pendekatan appreciaitive inquiry,
maka akan lebih baik jika banyak hal-hal positif yang bisa mendorong untuk
terlaksananya solusi tersebut.
H. Perencanaan Pelaksanaan Solusi
Dalam penyusunan rencana perlu diperhatikan unsur-unsur dari analisis situasi atau
review ini dapat berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana (review before
take off) atau tinjauan tentang pelaksanaan sebelumnya (review of performance).
Agar penyusunan rencana pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah
gunakanlah format Plans of Action.
I. Pelaksanaan Kegiatan
Melaksanakan perbaikan atau peningkatan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Yang penting semua langkah pelaksanaan harus sesuai dengan rencana kegiatan
yang telah disepakati dan setelah waktu yang telah ditentukan pelaksanaan tidak

mencapai hasil seperti apa yang telah ditetapkan oleh indikator yang dipilih, maka
langkah pelaksanaan harus dilakukan koreksi seperlunya.
J. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi (monev) adalah kegiatan untuk mengecek, mengawasi, dan
menilai jalannya program mulai dari tahap sosialisasi dan orientasi awal,
perencanaan, pelaksanaan, hingga ke kegiatan penyelesaian. Tujuan dari monev
adalah pengendalian kegiatan program agar mencapai sasaran yang diharapkan
secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat biaya, tepat mutu, dan tepat sasaran. Prinsip
monitoring dan evaluasi : berdasar standar yang diketahui bersama, terbuka, adil,
berorientasi solusi, partisipatif, dan berjenjang.

BLUD PUSKESMAS SIMPANG EMPAT 2 Kec.Simpang Empat Kab.Banjar.Kalsel


Dari seputar kami untuk anda ( Media Promkes Puskesmas Simpang Empat 2 )

Lanjut ke konten

Beranda

ALUMNI

Bidan bidan Kami ( Induk dan di desa )

Dokter yang pernah tugas

PIMPINAN DAN KEPALA PUSKESMAS

PONED

PROFIL PUSKESMAS

Puskesmas Pembantu

Sungkai Tempo Doeloe

VISI,MISI,MOTTO

GALERI FOTO KEGIATAN

PROFIL WILAYAH KERJA

UGD SUNGKAI

EMERGENCY NEWS FICTURES (terbaru)

FOTO KARYAWAN ( terbaru 2016)

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)


Puskesmas Sungkai dukung PORPROP IX di Kabupaten Banjar

Konsep Dasar Puskesmas (Kepmenkes RI no:


128/menkes/sk/ii/2004)
Posted on Desember 28, 2013 by Muhammad Fakhrurrozie
1. Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah
kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas
bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi
antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran
masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni
masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan
kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan
situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat.
3. Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah
kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku
masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan
pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat,
mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi
pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan
teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang
dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.
1. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan
Indonesia Sehat 2010.
2. Fungsi
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas


sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan
serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggungjawab puskesmas meliputi:
1. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan
tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah
dengan rawat inap.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan
tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
1. Kedudukan
Kedudukan Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional,
Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah:

1. Sistem Kesehatan Nasional


Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan
kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebagai Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian
tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
3. Sistem Pemerintah Daerah
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
4. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama
yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi,
praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di antara
berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja
puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya
masyarakat seperti posyandu, polindes, pos obat desa dan pos UKK. Kedudukan puskesmas di
antara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah
sebagai pembina.
1. Organisasi
1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing
puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan Peraturan Daerah.
Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala Puskesmas dalam
pengelolaan:

Data dan informasi

Perencanaan dan penilaian

Keuangan

Umum dan pengawasan

1. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas

Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM

Upaya kesehatan perorangan

1. Jaringan pelayanan puskesmas

Unit puskesmas pembantu

Unit puskesmas keliling

Unit bidan di desa/komunitas

1. Kriteria Personalia
Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan tugas dan
tanggungjawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria
tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum
pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.
2. Eselon Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan.
Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan, maka jabatan Kepala Puskesmas
setingkat dengan eselon III-B.
Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B,
ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang sarjana
di bidang kesehatan kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup bidang kesehatan
masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap.
1. Tata Kerja
1. Dengan Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui
pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup

perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam


hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan
kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.
2. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan demikian
secara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina
serta memberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.
3. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan
swasta, puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan rujukan dan memantau
kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat, puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai
kebutuhan.
4. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk
upaya kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana
pelayanan kesehatan perorangan seperti rumah sakit (kabupaten/kota) dan berbagai balai
kesehatan masyarakat (balai pengobatan penyakit paru-paru, balai kesehatan mata masyarakat,
balai kesehatan kerja masyarakat, balai kesehatan olahraga masyarakat, balai kesehatan jiwa
masyarakat, balai kesehatan indra masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat,
jalinan kerjasama diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat
rujukan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, Balai
Laboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan masyarakat. Kerjasama tersebut
diselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Dengan Lintas Sektor
Tanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan sebagian
tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk
mendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus dapat
dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan
di satu pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat
dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan yang
diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.
6. Dengan Masyarakat

Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya,


puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan.
Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
yang menghimpun berbagai potensi masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM,
orgasnisasi kemasyarakatan, serta dunia usaha.
BPP tersebut berperan sebagai mitra puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan
kesehatan.
Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
Pengertian:
Suatu organisasi yang menghimpun tokoh-tokoh masyarakat peduli kesehatan yang berperan
sebagai mitra kerja puskesmas dalam menyelenggarakan upaya pembangunan kesehatan di
wilayah kerja puskesmas.
Fungsi:
1. Melayani pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pembangunan kesehatan oleh
puskesmas (to serve)
2. Memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan oleh
puskesmas (to advocate)
3. Melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan tentang kinerja puskesmas (to
watch)

UPAYA PENYELENGGARAAN

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya


Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen
nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap
puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
1. Upaya Promosi Kesehatan

2. Upaya Kesehatan Lingkungan


3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya Perbaikan Gizi
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6. Upaya Pengobatan

Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan


permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Olah Raga
3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4. Upaya Kesehatan Kerja
5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Upaya Kesehatan Jiwa
7. Upaya Kesehatan Mata
8. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
9. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan dan
pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari
setiap upaya wajib dan upaya pengembangan puskesmas.
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang, baik upaya kesehatan wajib
maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi
permasalahan spesifik di daerah tersebut, maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi, yakni upaya lain
di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan
pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan
pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara
optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan
upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula
ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal
menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan
wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi
dengan berbagai unit fungsional lainnya.
Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di
puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang
telah ditetapkan.
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat
dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun
rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau
tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap
fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik dan memiliki
tenaga medis spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayaan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
1. AZAS PENYELENGGARAAN
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan
azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut
dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan
prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas,
baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan
puskesmas yang dimaksud adalah:
1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah.


Dalam arti puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai
kegiatan, antara lain sebagai berikut:
1. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga berwawasan
kesehatan
2. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya
3. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya
4. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau
di wilayah kerjanya.
Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas pembantu, puskesmas
keliling, bidan di desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya
(outreach activities) pada dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas
pertanggungjawaban wilayah.
2. Azas pemberdayaan masyarakat
Azas penyelenggaraan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti
puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif
dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu
dihimpun melalui pembentukkan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang
harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)

Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)

Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka
Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan


Kesehatan Lingkungan (DPKL)

Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda

Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)

Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan


Pengobat Tradisional (Battra)

Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin
(Tabulin), mobilisasi dana keagamaan

1. Azas keterpaduan
Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan. Untuk mengatasi
keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya
puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan.
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara
lain:

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi
kesehatan, pengobatan

Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi


kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa

Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan,


kesehatan gigi

Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi kesehatan

1. Keterpaduan lintas sektor


Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib,
pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan,
termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:
1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pendidikan, agama

2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala


desa, pendidikan, agama, pertanian
3. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB
4. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa,
pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB
5. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
6. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa,
tenaga kerja, dunia usaha.
1. Azas rujukan
Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas.
Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan
kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut
dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib,
pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata
sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara
horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam
rujukan yang dikenal, yakni:
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu
puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun
vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana,
dirujuk ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1. Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan
lain-lain.

2. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih


lengkap.
3. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk
melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun menyelenggarakan
pelayanan medik di puskesmas.

Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat,


misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana. Rujukan pelayanan
kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat
tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:
1. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat
laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan
habis pakai dan bahan makanan.
2. Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa,
bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan
karena bencana alam.
3. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan masyarakat dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan
upaya kesehatan masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan
Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
1. PEMBIAYAAN
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat
yang menjadi tanggungjawab puskesmas, perlu ditunjang dengan tersedianya pembiayaan yang
cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber pembiayaan puskesmas, yakni:
1. Pemerintah
Sesuai dengan azas desentralisasi, sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama
adalah pemerintah kabupaten/kota. Di samping itu puskesmas masih menerima dana yang
berasal dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Dana yang disediakan oleh pemerintah
dibedakan atas dua macam, yakni:

1. Dana anggaran pembangunan yang mencakup dana pembangunan gedung, pengadaan


peralatan serta pengadaan obat.
2. Dana anggaran rutin yang mencakup gaji karyawan, pemeliharaan gedung dan peralatan,
pembelian barang habis pakai serta biaya operasional.
Setiap tahun kedua anggaran tersebut disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
diajukan dalam Daftar Usulan Kegiatan ke pemerintah kabupaten/kota untuk seterusnya dibahas
bersana DPRD kabupaten/kota. Puskesmas diberikan kesempatan mengajukan kebutuhan untuk
kedua anggaran tersebut melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Anggaran yang telah disetujui yang tercantum dalam dokumen keuangan diturunkan secara
bertahap ke puskesmas melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk beberapa mata
anggaran tertentu, misalnya pengadaan obat dan pembangunan gedung serta pengadaan alat,
anggaran tersebut dikelola langsung olen Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh pemerintah
kabupaten/kota.
Penanggungjawab penggunaan anggaran yang diterima puskesmas adalah kepala puskesmas,
sedangkan administrasi keuangan dilakukan oleh pemegang keuangan puskesmas yakni seorang
staf yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atas usulan kepala puskesmas.
Penggunaan dana sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui dengan memperhatikan
berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pendapatan puskesmas
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, masyarakat dikenakan kewajiban membiayai upaya
kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, yang besarnya ditentukan oleh pemerintah daerah
masing-masing (retribusi). Pada saat ini ada beberapa kebijakan yang terkait dengan
pemanfaatan dana yang diperoleh dari penyelenggraan upaya kesehatan perorangan ini, yakni:
1. Seluruhnya disetor ke Kas Daerah
Untuk ini secara berkala puskesmas menyetor langsung seluruh dana retribusi yang diterima ke
kas daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Sebagian dimanfaatkan secara langsung oleh puskesmas Beberapa daerah tertentu
membenarkan puskesmas menggunakan sebagian dari dana yang diperoleh dari
penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan, yang lazimnya berkisar antara 25 50%
dari total dana retribusi yang diterima. Penggunaan dana hanya dibenarkan untuk
membiayai kegiatan operasional puskesmas. Penggunaan dana tersebut secara berkala
dipertanggungjawabkan oleh puskesmas ke pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
3. Seluruhnya dimanfaatkan secara langsung oleh puskesmas

Beberapa daerah tertentu lainnya membenarkan puskesmas menggunakan seluruh dana yang
diperolehnya dari penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan untuk membiayai kegiatan
operasional puskesmas. Dahulu puskesmas yang menerapkan model pemanfaatan dana seperti
ini disebut puskesmas swadana. Pada saat ini sesuai dengan kebijakan dasar puskesmas yang
juga harus menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat yang dananya ditanggung oleh
pemerintah, diubah menjadi puskesmas swakelola. Dengan perkataan lain puskesmas tidak
mungkin sepenuhnya menjadi swadana. Pemerintah tetap berkewajiban menyediakan dana yakni
untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat yang memang menjadi tanggungjawab
pemerintah.
3. Sumber lain
Pada saat ini puskesmas juga menerima dana dari beberapa sumber lain seperti:
1. PT ASKES yang peruntukkannya sebagai imbal jasa pelayanan yang diberikan kepada
para peserta ASKES. Dana tersebut dibagikan kepada para pelaksana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. PT (Persero) Jamsostek yang peruntukannya juga sebagai imbal jasa pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada peserta Jamsostek. Dana tersebut juga dibagikan kepada para
pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. JPSBK/PKPSBBM : Untuk membantu masyarakat miskin, pemerintah mengeluarkan
dana secara langsung ke puskesmas. Pengelolaan dana ini mengacu pada pedoman yang
telah ditetapkan.
Apabila sistem Jaminan Kesehatan Nasional telah berlaku, akan terjadi perubahan pada sistem
pembiayaan puskesmas. Sesuai dengan konsep yang telah disusun, direncanakan pada masa yang
akan datang pemerintah hanya bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat,
sedangkan untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistem Jaminan Kesehatan
Nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh pemerintah dalam bentuk
pembayaran premi. Dalam keadaan seperti ini, apabila puskesmas tetap diberikan kesempatan
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan, maka puskesmas akan menerima pembayaran
dalam bentuk kapitasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itu
puskesmas harus dapat mengelola dana kapitasi tersebut sebaik-baiknya, sehingga di satu pihak
dapat memenuhi kebutuhan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan di pihak lain tetap
memberikan keuntungan bagi puskesmas. Tetapi apabila puskesmas hanya bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas hanya akan menerima dan
mengelola dana yang berasal dari pemerintah.

Senin, 05 September 2011

MANAJEMEN

PUSKESMAS
1.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknik dinas kesehatan kabupaten / kota yang bertanggung
jawab terhadap pembangunan kesehatan diwilayah kerja terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya.
Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh
derajat kesehatan yang optimal.Dengan demikian pembangunan berwawasan kesehatan,pusat
pemberdayaan kesehatan strata pertama.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib dan
upaya kesehatan pembangunan.Upaya kesehatan wajib merupakan upaya kesehatan yang
dilaksanakan oleh seluruh puskesmas di indonesai.Upaya ini memberikan daya ungkit paling
besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan indexs
pembangunan manusia (IPM),serta merupakan kesepakantan global maupun nasional.
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya keseahtan pengembangan harus
menerapkan azas penyelenggaraan pusksemas secara terpadu yaitu azas pertanggungjawaban
wilayah pemberdayaan masyarakat keterpaduab dan rujukan.
Aar upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka Puskesmas harus melaksanakan
manajemen dengan baik .Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara sistematik untuk menghasilkan iuran Puskesmas secara efektip dan efesien. Manajemen
Puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan,pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan
dan pertanggung jawaban .Seluruh kegiatan diatas merupakan satu keseatuan yang paling
terkait dan berkesinambungan.
Diera desentralisasi dan otonomi daerah,Puskesmas harus di kelola secara lebih
profisional.SDM Puskesmas perlu ditingkatkan kemampuan dalam menerapkan manajeman
Puskesmas tersebut.Salah satu upaya adalah melalui Pelatihan Manajemen
Puskesmas.Sehubungan dengan itu ,perlu dipersiapkan krikulum dan modul Pelatihan
Manajemen Puskesmas.
B. Filosofi
Dalam pelatihan Manajeman Puskesmas menggunakan nilai-nilai dan keyakinan yang
menjiwai, mendasari dan memberikan identitas pada system pelatihan sebagai berikut :
1. Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa, dengan karakteristik :

Pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat,dan kecapatn
yang sesuai untuk dirinya.
Setiap orang dewasa memiliki cara gaya belajar tersendiri dalam upaya belajar
secara efektif
Kebutuhan orang untuk belajar adalah karena adanya tuntutan untuk
mengembangkan diri secara profisional.
Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada upaya perubahan
perilaku dalam diri manusia sebagai diri pribadi dan anggota masyarakat.
Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan
penggunaan metode dan teknik yang dapar menciptakan suasana partisipatif.

2. Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan menajemen


Puskesmas, atau menggunakan metode learning by doing.

II . KOMPETENSI
Peserta memiliki kompentensi dalam melaksanakan menajemen Puskesmas meliputi :
1.
2.
3.
4.

Menyusun rencana kegiatan tahunan puskesmas


Mengelola lokakarya mini puskesmas
Melakukan penilayan kinerja Puskesmas
Kemampuan membangun tim kerja.

III. TUJUAN PELATIHAN


A. Tujuan pelatihan umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu mengelola program pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas secara Optimal.
B. Tujuan pelatihan khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu:
1. Memahami kebijakan dasar Puskesmas dan penerapanya
2. Membuat perencanaan kegiatan tahunan puskesmas
3. Menyelenggarankan lokakarya mini dalam upaya melakukan kordinasi lintas
program dan lintas sector
4. Melakukan penggalangan kerjasama tim dalam penyelenggaraan upaya keseahatan
Puskesmas
5. Melakukan penilayan kinerja puskesmas secara efektif

IV. MATERI PELATIHAN


Stuktur Program
Unutuk mencapai tujuan yanga ditetapkan ,maka disusun materi yang akan diberikan secara rinci
pada table berikut :
No

Materi

Jam Pelajaran
T
P
PL JM
L

A.
1.

Materi Dasar
Kebijakan dasar pusksesmas dan
penerapanya

Pembanguan tim kerja

B
1
2
3

Materi Inti
Perncanaan Puskesmas
Menelola Lokakarya Mini
Penilaian Kinerja

4
4
4

12
8
8

16
12
12

C
1
2

Materi Penunjang
RTL
BCL
Jumlah

1
1
18

3
3
42

4
4
60

V. PESERTA PELATIAHAN DAN PENYELENGGARA


A.PESERTA
Peserta pelatihan ini berasal dari Puskesmas sebagai satu tim dengan rincian sebagai
berikut :
1. Kepala Puskesmas
2. Tata Usaha/medical record
3. Dokter/Dokter Gigi/Bidan/Perawat/tenaga kesehatan lainya di puskesmas.
B. PELATIH/ NARA SUMBER
Pelatih dalam pelatihan ini adalah tim pelatih/fasilitator dari propensi dan atau kebupaten
kota yang telah mengikuti TOT Manajemen di Puskesmas.
Narasumber dalam pelatihan ini adalah Dinkes Propensi,dan atau pusat sesuai dengan
kebutuhan
Catatan : untuk pelatihan /fasilator sebaiknya merupakan satu tim yang bisal saling
mengisi dan melengkapi terutama dalam memfasilitasi diskusi kelompok/penugasan
/latihan.
C.PENYELENGGARAAN
Penyelenggaraan pelatihan dilakukan dalam 2 tahap.yaitu :
1.Pelatihan bagi pelatih (TOT) manajemen puskesmas diselenggarakan oleh pusdiklat
SDM Kesehatan dan Balai Besar Pelatiahn kesehatan serta Bapelkes Nasional
2.Pelatihan manajemen puskesmas bagi tim pusksemas diselengarakan di Bpelkes daerah
Dan dinas kesehatan propensi.
V.

ALUR PROSES PELATIHAN


Alir proses pelatihan dapat digambarkan seperti di bawah ini :

A.

Proses Pembelajaran
Dari gambar di atas dapat disampaikan bahwa Proses pelatihan dilaksanakan melalui
tahapan sebagai berikut :

1. Pendinamisan dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen belajar


diantara peserta .
2. Penyiapan peserta sebagai seorang manajer yang senantiasa perlu melakukan
pembaharuan dalam perilaku dan tindakan dalam berinteraksi dengan manusia
dalam pelaksanaan tugas.
3. Pembahasan materi inti di kelas

Dalam

setiap pembahasan materi inti, peserta latih dilibatkan secara aktif sepenuhnya
dalam proses pembelajaran, secara umum sebagai berikut :
a.

Fasilitator mempersiapkan peserta latih untuk siap mengikuti proses


pembelajaran.

b. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang kana dicapai pada


setiap materi.
c.

Fasilitator dapat mengawali proses pembelajaran dengan penggalian


pengalaman peserta; penugasan dalam bentuk individual dan kelompok;
penjelasan singkat mengenai seluruh materi.

d. Setelah semua materi disampaikan, fasilitator dan atau peserta latih dapat
memberikan umpan balik terhadap isi keseluruhan materi.
e.

Sebelum pemberian materi berakhir, fasilitator dan peserta latih dapat membuat
rangkuman dan atau pembulatan.
Secara terinci, akan diuraikan pada modul setiap materi, yaitu pada langkahlangkah.

4. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut


Pada akhir pelatihan setiap kelompok atau individu membuat rencana tindak lanjut
yang akan dilaksanakan di tempat kerja dan dapat digunakan sebagai alat
monitoring pasca pelatihan.
B.

Metode Pembelajaran
Metode pelatihan ini berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Orientasi pada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan yang terkait
dengan bidang tugas yang akan dilaksanakan setelah mengikuti pelatihan, memberi
kesempatan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan belajar atas pengalaman
(learning by experience)
2. Peran serta aktif peserta (active learner participatory) sesuai dengan pendekatan
pembelajaran (learning)
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya komunikasi dari
dan ke berbagai arah.
Oleh karena itu, maka metode yang dapat digunakan selama proses pembelajaran dalam
pelatihan Manajemen Puskesmas ini antara lain adalah :
1. Ceramah singkat dan tanya jawab, terutama untuk hal-hal yang baru
2. Penugasan berupa : diskusi kelompok, latihan dan studi kasus
3. Bermain peran (Role playing)

VI.

TEMPAT, WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN


A. Tempat Pelatihan

Untuk proses pembelajaran dengan metode tersebut di atas memerlukan tempat yang
memiliki kelengkapan sarana dan prasarana penunjang pelatihan. Untuk itu pelatihan ini
dapat dilaksanakan di Bapelkes yang ada di tiap propinsi.
B. Waktu Pelatihan
Pelatihan diselenggarakan selama 6 hari dengan jumlah jam pelatihan 60 Jpl @ 45
menit.
C. Kelengkapan Pelatihan
Untuk menunjang proses pembelajaran selama pelatihan perlu adanya kelengkapan
berupa :
1. Bahan bacaan (referensi) yang berasal dari fasilitator
2. Formulir-formulir yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran
3. Alat bantu belajar berupa LCD, OHP, PC dan Note Book, Whiteboard dan Papan
Plift Chart.
VII.

MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN


A. Monitoring
Tujuan Monitoring adalah untuk menjaga agar proses pelatihan berjalan sesuai dengan
desain pelatihan.
B. Evaluasi
Tujuan evaluasi/penilaian adalah untuk mengetahui kemajuan tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang dicapai peserta, penilaian proses pembelajaran dan penyelenggaraan.
Hasil ini dapat digunakan untuk menilai efektifitas pelatihan dan memperbaiki
pelaksanaan berikutnya.
Evaluasi dilakukan terhadap :
1. Peserta :
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dari peserta.

Penjajakan awal melalui pre test

Pemahaman peserta terhadap materi yang telah diterima melalui post test

Pengamatan dan penilaian terhadap hasil/output pelatihan seperti : Rencana


Tahunan, RTL dan lain-lain.

2. Fasilitator/pelatih :
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan fasilitator/pelatih dalam
menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yang
dapat dipahami dan diserap peserta.

3. Penyelenggaraan :
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan diklat. Obyek evaluasi adalah
pelaksanaan administrasi dan akademi yang meliputi :

VIII.

Tujuan diklat

Relevansi program diklat dengan tugas

Manfaat setiap mata sajian bagi pelaksanaan tugas

Manfaat diklat bagi peserta/ instansi

Hubungan peserta dengan pelaksanaan diklat

Pelayanan sekretariat terhadap peserta

Pelayanan akomodasi

Pelayanan konsumsi

Pelayanan perpustakaan

SERTIFIKASI

Sertifikasi akan diberikan kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dan memenuhi
ketentuan yang berlaku yaitu :

Mengikuti pelatihan sekurang-kurangnya selama 90% dari alokasi waktu pelatihan

Dinyatakan berhasil sesuai evaluasi belajar

GARIS BESAR POKOK PEBELAJARAN (GBPP)


MATERI

: Kebijakan Dasar Puskesmas dan Penerapannya

WAKTU

TPU

: Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta latih memahami kebijakan dasar

6 Jpl (T 2 ; P 4) @ 45 menit,
Puskesmas serta penerapannya dalam penyelenggaraan Puskesmas

NO

TPK

POKOK BAHASAN/SPB

METODE

ALA
BAN

Setelah mempelajari
materi ini peserta latih
mampu :
1

Menjelaskan konsep dasar


Puskesmas

Konsep dasar Puskesmas :


Visi dan misi
Tujuan pembangunan kesehatan oleh
Puskesmas
Fungsi Puskesmas

CTJ, Curah
pendapat

Menjelaskan kedudukan,
organisasi dan tata kerja
Puskesmas

Kedudukan organisasi dan tata kerja


Puskesmas :
Kedudukan
Organisasi
Tata kerja

CTJ, Curah
pendapat

CTJ, Curah
pendapat

Menjelaskan upaya dan


azas penyelenggaraan
pelayanan Puskesmas

Upaya dan azas Penyelenggaraan :


Upaya penyelenggaraan
Azas penyelenggaraan

CTJ, Curah
pendapat

Menjelaskan ruang
lingkup manajemen
Puskesmas

Manajemen Puskesmas
Perencanaan
Pelaksanaan dan pengendalian
Pengawasan dan pertanggung jawaban

CTJ, Curah
pendapat

Menjelaskan pembiayaan
upaya kesehatan di
Puskesmas

Pembiayaan upaya pelayanan Puskesmas

CTJ, Curah
pendapat

LCD,
Kompute
White bo
Flipchart
lembar k
peserta

Mengaplikasikan
kebijakan dasar dalam
penyelenggaraan
Puskesmas

Aplikasi kebijakan dasar dalam


penyelenggaraan Puskesmas :
Visi
Misi
Penerapan fungsi Puskesmas
Penerapan upaya dan azas
penyelenggaraan

Penugasan /
latihan
disco pleno

GARIS BESAR POKOK PEMBELAJARAN (GBPP)


MATERI

: Membangun Tim Kerja

WAKTU

TPU

: Setelah mengikuti sesi ini peserta memiliki pemahaman tentang membangun

6 Jpl (T = 2 Jpl, P = 4 Jpl)

tim kerja Puskesmas


NO

TPK

POKOK BAHASAN/SPB

METODE

ALAT
BANTU

Setelah mempelajari materi ini


peserta latih mampu :
1

Menjelaskan konsep dasar tim


kerja

Konsep dasar tim kerja

CTJ, Curah
pendapat

Menjelaskan nilai-nilai SDM


dalam kaitan dengan
membangun tim kerja

Nilai-nilai SDM

CTJ, Curah
pendapat,
Disco, Pleno

Memerankan prinsip komunikasi Komunikasi


dalam membangun tim kerja

Menjelaskan tentang kemitraan


dalam kaitannya dengan
membangun tim kerja

Mengindentifikasi langkahlangkah dalam membangun tim


kerja

Kemitraan

CTJ, Curah
pendapat,
Disco, Pleno
CTJ, Curah
pendapat
Disco, Pleno

LCD,
Komputer,
White Board
Flipchart
Gambar
gambar, lem
kerja peserta

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)


MATERI

: Perencanaan Puskesmas

WAKTU

TPU

: Setelah mengikuti sesi ini peseta mampu menyusun rencana kegiatan tahunan

16 Jpl (T: 4 Jpl, P: 12 Jpl)

Puskesmas.
N
O

TPK
Setelah
mengikuti
sesi peserta
mampu:
Mengumpulk
an, mengolah
dan
menganalisis
data
Puskesmas

POKOK BAHASAN /
SUB POKOK
BAHASAN

a.
b.
c.
d.

METODE

ALAT BANTU

Data esensial di
Puskesmas
Metode
pengumpulan data.
Pengolahan Data
Analisis data

Curah Pendapat
CTJ
Diskusi Kelompok
Penugasan Kelompok
Presentasi

Komputer
LCD
OHP
Lembar transparan
Flipcharts
Lembar exercise
Form pengumpulan da

Menetapkan
target
program
Puskesmas
sesuai KWSPM

a.

Kewenangan wajib
Standart Pelayanan
Minimal.
b. Penyesuaian target
program

Curah Pendapat
CTJ
Diskusi Kelompok
Penugasan kelompok
Presentasi

Komputer
LCD
OHP
Lembar transparan
Flipcharts

Menyusun
Rencana
Usulan
Kegiatan
(RUK)

Penyusunan RUK :
a. Identifikasi masalah
b. Menetapkan prioritas
c. Merumuskan
masalah
d. Mencari akar
penyebab
e. Menetapkan cara
pemecahan masalah
f. Penyusun RUK

Curah Pendapat
CTJ
Diskusi Kelompok
Penugasan kelompok
Presentasi

Komputer
LCD
OHP
Lembar transparan
Flipcharts
Lembar exercise

upaya Kesehatan
wajib
g. Menyusun RUK
upaya Kesehatan
pengembangan
4

Menyusun
Rencana
Pelaksanaan
Kegiatan
(RPK)

a.

Langkah-langkah
RPK
b. Menyusun RPK
dalam bentuk
matriks
b.

CTJ
Curah Pendapat
Diskusi Kelompok
Penugasan kelompok
Presentasi

Komputer
LCD
OHP
Lembar transparan
Flipcharts
Lembar exercise

GARIS BESAR POKOK PEMBELAJARAN (GBPP)


MATERI

: Mengelola Lokakarya Mini Puskesmas

WAKTU

TPU

: Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta latih mampu melakukan

12 Jpl (4 1, 8 P) @ 45 menit
penggalangan kerjasama tim baik lintas program maupun lintas sektor melalui
pelaksana Lokakarya Mini Puskesmas agar terlaksana kegiatan Puskesmas
sesuai dengan perencanaan.

NO

TPK

POKOK BAHASAN / SPB

METODE

ALAT BANTU

Setelah mengikuti sesi,


peserta mampu :
1

Menjelaskan Konsep
Lokakarya Mini

Konsep Lokakarya Mini


a. Pengertian Lokakarya Mini
b. Manfaat Lokakarya Mini
c. Tujuan Lokakarya Mini
d. Ruang Lingkup Lokakarya
Mini

Melaksanakan
Lokakarya Mini
Bulanan Puskesmas

Lokakarya Mini Bulanan


Puskesmas
a.
Tujuan Lokakarya Mini
Bulanan
b.
Tahapan Kegiatan Lokmin
c.
Pelaksanaan Lokakarya Mini
Bulanan yang pertama
d.

Melaksanakan
Lokakarya Mini
Tribulan Lintas Sektor

Curah
pendapat
Ceramah
tanya jawab
Diskusi
Kelompok
Presentasi

Curah
Pendapat
Ceramah
tanya jawab
Role Play

Pelaksanaan Lokakarya Mini


bulanan Rutin

Lokakarya Mini Tribulan Lintas


Sektor
a. Tujuan
b. Tahapan Kegiatan
c. Pelaksanaan Lokakarya Mini
Tribulan yang pertama dan
Rutin
d. Penyelenggaraan Lokmin
Tribulan Lintas Sektor

Ceramah
tanya jawab
Curah
Pendapat
Role Play

Komputer
LCD
OHP
Lembar
transparan
Flipcharts
Petunjuk disk

Komputer
LCD
OHP
Lembar
transparan
Flipcharts
Petunjuk Role
Play

Komputer
LCD
OHP
Lembar
transparan
Flipcharts
Lembar Petun
Role Play

GARIS BESAR POKOK PEMBELAARAN (GBPP)


MATERI

: Penilaian Kinerja Puskesmas

WAKTU

TPU

: Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu melakukan penilaian kinerja

10 Jpl (T = 4 Jpl, P = 6 Jpl)

Puskesmas secara efektif


NO

TPK

POKOK BAHASAN /
SPB

METODE

ALAT BANTU

Setelah mengikuti
sesi, peserta
mampu :
1

Menjelaskan
konsep penilaian
kinerja
Puskesmas

Konsep Penilaian

Kinerja Puskesmas :

a. Pengertian
b. Tujuan dan manfaat
c. Ruang Lingkup

Curah Pendapat
CTJ

LCD
Komputer
Papan white board
Flipchart

Menguraikan
langkah-langkah
pelaksanaan
penilaian kinerja
Puskesmas secara
efektif

Langkah-langkah
penilaian kinerja
Puskesmas :
a. Penetapan target
Puskesmas
b. Prosedur penilaian
kinerja Puskesmas

Curah Pendapat
CTJ
Diskusi
Kelompok

Idem
Petunjuk Diskusi Kelompok
Petunjuk n

Mempraktekkan
pelaksanaan
penilaian kinerja
Puskesmas

a.

Curah Pendapat
CTJ
Diskusi
Kelompok
Latihan /
Exercise
Presentasi

Idem
Petunjuk Latihan
Buku Panduan
Laporan Tahun lalu Puskesm
Data Wilayah Kerja
Skenario Disko

b.
c.

Pengumpulan
Data Hasil
Kegiatan
Pengolahan Data
Penyajian hasil,
analisis hasil dan
pemecahannya

Anda mungkin juga menyukai