Anda di halaman 1dari 22

Obesitas sebagai determinan morbiditas dan

disabilitas serta penatalaksanaannya


Oktaviani Dewi Ratih
102013046
oktavianidr@gmail.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Dalam praktik, pengukuran derajat kenaikan berat badan dan berat berlebih serta
konsekuensinya terhadap kesehatan merupakan pekerjaan yang jauh lebih mudah dilakukan
daripada pengukuran langsung asupan energi sehubungan dengan pengeluaran energi. Oleh
karena itu, tingkatan gizi lebih biasanya didefinisikan berdasarkan keadaan overweight atau
obesitas pada diri seseorang. Obesitas mengacu pada keadaan ketika kelebihan lemak
disimpan dalam jaringan adiposa kendati pun dalam setting kesehatan masyarakat, jaringan
adiposa tidak dapat diukur secara langsung dan dengan demikian harus digunakan ukuran
antropometrik yang relatif kasar.1
Definisi derajat overweight dan obesitas memungkinkan pembandingan angka
prevalensi secara internasional. Angka mortalitas yang rendah kebanyakan terlihat pada
kisaran IMT yang sehat sampai usia 60 tahun. Orang-orang yang overweight menghadapi
resiko morbiditas yang meningkat dan dengan demikian harus mencegah kenaikan berat
badan yang lebih lanjut. Penurunan berat badan direkomendasikan dalam kategori ini jika
terdapat faktor risiko lain terjadinya penyakit. Orang-orang yang sangat berlebih beratnya
atau sangat gemuk (obese) akan menghadapi risiko penyakit yang meningkat tanpa
tergantung keberadaan faktor risiko yang lain, dan penurunan berat badan direkomendasikan
bagi semua orang yang sangat gemuk.1
Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan baik kepada pasien sebagai data awal
untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis yang ditanyakan kepada pasien dengan keluhan
berat badan berlebih sehingga menggangu aktivitas adalah:2
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama dan sudah sejak kapan aktivitas sehari-hari pasien terganggu oleh
karena BB nya yang berlebihan. Apakah selain mengganggu aktivitas, ada keluhankeluhan lain yang berkaitan dengan BB yang berlebih tersebut?
3. Apakah dikeluarga juga ada yang berat badannya berlebih, jika ada tanyakan apa
hubungan orang tersebut dengan pasien.
4. Tanyakan bagaimana pola hidup pasien sehari-harinya, bagaimana pola makannya dan
aktivitas fisik yang dilakukan setiap hari.
5. Selain itu, perlu diketahui pula mengenai penyakit penyerta / komplikasi yang terjadi
serta obat-obatan yang sedang dikonsumsi dan penanganan obesitas yang telah
dilakukan sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam menetukan
derajat keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.
1. Tanda-tanda vital
Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital, dalam hal
ini diantaranya tekanan darah, denyut nadi, suhu dan pernafasan.3
2. Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut,
lingkar pinggang dan lingkar panggul.
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)
IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat
dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien
karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi
tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran
IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau
yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker.
Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive and kidney Diseases
mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT
yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan massa otot

yang rendah dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat.
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT3. Penghitungan IMT dapat dicari
melalui rumus, berikut adalah rumusnya:
IMT = berat badan (kg)/ [tinggi]2 (m)

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang.3

Ini

adalah

tahap

pertama

dalam
menentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh pasien. Nilai IMT ini mempunyai
kurva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan beberapa level dari resiko tersebut
dapat diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2
4. Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)
Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada
lingkaran terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan
gluteus yang paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada
nomogram dan letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah
kiri, sementara hasil pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan.
Hubungkan kedua hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong
garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di
antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan
0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai normal.4
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer
kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut
ini dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android)
dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan
3

faktor risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki
lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal,
lingkaran perut bagi wanita Asia adalah 80 cm dan bagi pria Asia adalah 90 cm.4

ambar

1.

Normogram untuk
menentukan

rasio

pinggang-panggul.3

Pemeriksaan

Penunjang

Pemeriksaan penunjang sebenarnya hanya dilakukan untuk memastikan pasien hanya


menderita obesitas atau sindrom metabolik.

Trigliserida dan glukosa darah


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah pasien mengalami resistensi
insulin yang ditandai dengan kadar trigliserida yang tinggi atau > 150 mg/dL,
toleransi glukosa terganggu (TGT), dan peningkatan kadar glukosa darah puasa dan

sewaktu. Hasil pengukuran tadi merupakan kriteria dari sindrom metabolik.


Kadar kolestrol-HDL
Kadar kolestrol-HDL yang <40 mg/dL pada pria atau <50 mg/dL pada seorang wanita
merupakan kriteria dari sindrom metabolik.3

Tabel 2. Kriteria pada sindrom metabolik.5

Pembahasan
Berat Badan
Normal
(BBN)
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:4
Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100 10%
Usia 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100
Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang.
Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.
Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh
merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan
yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)

merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit
merupakan ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat
digunakan untuk menghitung persentase lemak tubuh.3,5
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor
penyebab (atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari
keterkaitan tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak
tepat. Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran
yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan
nutrien (zat gizi) dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi
dan penyesuaian terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.5
Kebutuhan Energi
Makanan yang kita konsumsi tidak dapat langsung digunakan oleh tubuh, melainkan
harus dicerna terlebih dahulu oleh sistem pencernaan baik secara mekanis maupun secara
kimiawi, kemudian mengalami metabolise dalam tubuh dan akhirnya menghasilkan zat-zat
gizi yang terkandung dalam makanan itu. 6 jenis zat gizi yang terdapat dalam makanan yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Karbohidrat, protein dan lemak
merupakan makronutrien yang sangat berperan penting dalam tubuh. karbohidrat dan lemak
adalah zat gizi yang merupakan sumber energi yang diperlukan untuk bergerak, bekerja,
berjalan dan aktivtas jasmani lainnya. Bahan makanan yang menghasilkan karbohidrat adalah
nasi, jagung, sagu, ubi, singkong, roti, mie. Gula termasuk juga dalam golongan karbohidrat.
Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.3-5
Ada dua jenis lemak yaitu lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani berasal dari
hewan ternak yaitu jaringan lemak yang berwarna putih yang biasanya merupakan lapisan di
bawah kulit dan di rongga perut. Lemak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan, biasanya
berbentuk cair dan disebut minyak. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Karbohidrat dan
lemak merupakan sumber tenaga.
Bahan makanan yang banyak mengandung protein nabati adalah semua kacangkacangan yaitu kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kedelai dan olahannya yaitu
tempe, tahu, tauco dan oncom. Adapun sumber protein hewani misalnya daging, telur, ayam,

ikan, dan hasil olahannya. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori. Walaupun protein
menghasilkan energi, namun dalam keadaan normal, protein terutama berfungsi untuk
membangun jaringan tubuh dan menggantikan jaringan tubuh yang telah aus. Orang dewasa
pada umumnya membutuhkan sebanyak 1 gr/kgBB.
Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan sumber energi yang dibutuhkan setiap
harinya. Tubuh membutuhkan protein 0,8-1gr/kgBB per hari, lemak 20-35% dari total kalori
per hari, dan karbohidrat 60-70% dari total kalori/hari, karena sumber energi utama adalah
karbohidrat. Kebutuhan energi tiap orang berbeda-beda dan bergantung kepada beberapa
komponen. Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah angka metabolisme
basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dan aktifitas fisik. Cara menentukan AMB
dibawah ini dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan dan tinggi badan, yaitu menggunakan
rumus Harris Benedict:6
Laki-laki = 66,4 + (13,7 x BB) + (5 x TB) (6,8 x U)
Perempuan = 665 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U)
Cara selanjutnya yaitu menentukan kebutuhan energi berdasarkan

aktifitas

fisik.

Kebutuhan energi untuk berbagai aktifitas fisik dinyatakan dalam kelipatan AMB. Penaksiran
kebutuhan energi menggunakan rumus Harris Benedict dan tentukan kebutuhan energi
berdasarkan aktifitas fisik. Penaksiran kebutuhan energi perhari pada skenario menggunakan
rumus Harris Benedict:
AMB = 665 + (9,6 x 80) + (1,8 x 150) (4,7 x 45)
AMB = 1491,5 kkal (dibulatkan 1492 kkal)
Kebutuhan energi sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Aktivtas yang ringan sekali
memiliki kebutuhan energi sebesar 30% dari total kalori dari perhitungan MB. Jika
aktivitasnya ringan seperti pegawai kantor, ahli hukum, dokter dan guru kebutuhan energinya
sebanyak 50% dari total kalori pada MB, pada aktivtas yang sedang seperti pekerja industri
ringan, mahasiswa, pekerja rumah tangga kebutuhan energinya adalah 75% dari MB, pada
aktivitas berat seperti buruh kasar, penari balet, dan olahragawan membutuhkan 100% dari
total kalori pada MB. Jika aktivitas berat sekali maka kebutuhan energinya adalah 125% dari
total kalori pada MB. Kebutuhan energi dirumuskan sebagai:
Kebutuhan energi = MB + Aktivitas+SDA
SDA adalah spesifik dynamic action yang dihitung dengan cara:
SDA= 10% ( MB + aktivitas)
Karena pada skenario didapatkan pasien mempunyai aktivitas yang ringan, jadi nilai aktivitas
= 50% dari 1492 kkal = 746 kkal. Jadi pada skenario didaptkan SDA = 10% (1492+746) =
223,8. Jadi kebutuhan energi total per hari adalah 1492 + 746 + 223,8 = 2461,8 kkal/hari.

Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas
untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan
polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa
karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati
yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.7,8
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.7,8
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan
adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi
membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.7,8
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 2030% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.7
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan
untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan
melibatkan cukup banyak daur ulang dari komponen-komponen tersebut.7
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena
keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino
tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai

energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita
sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.7,8
Tabel 3. Komposisi zat gizi makro.5
Zat gizi

Komposisi (%)

Karbohidrat

55-65

Protein

15-20

Lemak total

20-30

Asam lemak jenuh (saturated)

8-10

Asam lemak monosaturated

15

Asam lemak polysaturated

10

Kolesterol

< 300 mg/hari

Serat

20-30 g

Penatalaksanaan Obesitas
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk
tubuh, dan meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik.
Penanganan pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan,
penentuan faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk
menurunkan berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi
normal proses metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh
pengingkatan angka kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan
berat badan terbukti berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki
profil lipid, memperbaiki toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5
Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,
dan

intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan,

modifikasi kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat
bermanfaat. Inti pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan
perilaku ini setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan
rangsangan, (3) penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran

hubungan antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan
untuk tidak terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,7
Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika bersantap.
Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan lingkungan yang
memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata bersantap, tidak
digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau menonton televisi).
Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta mengubah pikiran dan
sikap negatif tentang pengaturan berat badan. Pembelajaran hubungan antar-pribadi
diarahkan pada pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas
menimbulkan nafsu makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang
terakhir ialah upaya berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan keberlangsungan
proses pengurangan berat badan.7
Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI
ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI masih dibawah 30 dan
orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program
pengurangan berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika
BMI 30 dan obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari
minus 2 dari BMI semula.5
Pengobatan gizi medis (PGM)
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi
atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan
pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.

1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)


DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI 30 tanpa faktor
komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI 27 dengan
faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif
selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (800-1200
kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.

10

2. Diet kalori rendah (DKR)


Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes dengan nilai BMI 27
tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI
25 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12 bulan.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.
Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang ditakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk
setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energi per hari tentunya
diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi,
beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan
penukar.
Olahraga
Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan
kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di
samping meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta
menyegarkan pikiran.7
Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45
menit sebanyak 3-5 hari seminggu. Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus
dimulai perlahan-lahan dengan penambahan intensitas secara bertahap. Pasien jangan dipaksa
berolahraga, melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus
meragamkan, kegiatan fisik (misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat
tujuan, menggunakan tangga ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu
konvensional ketimbang vacuum cleaner). Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien
telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan
dapat ditingkatkan.4,5
Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,
tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik).
Sementara itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula
diubah. Meskipun tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak

11

dapat dicegah. Jika memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara
membakar kalori makanan yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien
menginginkan kalori yang terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka
pasien harus berjalan kaki selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit,
atau berlari 21 menit. Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas
bir, dia harus memusnahkan kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki
selama 22 menit.5
Farmakoterapi
Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan
berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat
mengakibatkan efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba
melonjak. Oleh karena itu, National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan
farmako terapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya
hidup. Upaya farmako terapi juga ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika
pasien memenuhi kriteria BMI 30 tanpa keadaan kormobid atau BMI 27 dengan minimal
satu keadaan komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah
hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5
Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration
(FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang
berfungsi sebagai pengurang serapan zat gizi.5,9

1. Obat nonadrenergik
Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin, dietlipropion,
fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena cenderung
disalahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan benzofetamin). Obatobat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk penggunaan jangka
pendek, beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa penelitian memang
membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu atau lebih
(maksimal 3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan dosis 10
mg, atau sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.

12

Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/
konstipasi, euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif
penggunaan obat golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung
kongestif, dan stroke.
2. Obat serotonergik
Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran serotonin dan
menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya. Dua obat, fenfluramin
(Redux) dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang pengeluaran serotonin
sembari

menghambat

ambilan-kembali,

telah

ditarik

dari

peredaran

karena

keterkaitannya dengan kelainan katup jantung dan hipertensi pulmonal. Kedua obat ini,
masih dalam penelitian mempunyai manfaat yang serupa dengan obat-obat
nonadrenergik.
Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak terkait dengan
obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa penghambat ambilan-kembali
serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya dapat menurunkan berat selama 6 bulan
dengan dosis 60 mg. meskipun obat tetap diberikan, berat badan ternyata kembali
seperti semula dalam enam bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan
sertralin (Zoloft), yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.
3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik
Sibutramin (Merida) salah satu penghambat ambilan-kembali norepinefrin dan
serotonin, juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan pemelihara berat badan.
Namun, penggunaannya harus dipadukan dengan diet rendah kalori. Preparat ini
diindikasikan bagi pengidap dengan BMI 30 tanpa faktor komorbid atau dapat juga
diberikan pada mereka dengan BMI 27 dengan faktor risiko lain, seperti diabetes
mellitus tipe 2 atau hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada
anak/remaja di bawah 18 tahun dan lansia di atas 65 tahun.
Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi,
mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor
risiko lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat
sibutramine pada pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner,
gagal jantung kongestif, aritmia jantung, penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme,

13

hipertrofi prostat, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan


menyusui,

mereka

yang

memiliki

riwayat

sebagai

pecandu

alkohol

atau

penyalahgunaan obat, gangguan jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang
ketat harus diterapkan selama pemberian obat.
Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg
sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg
setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal
ini tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama
penggunaan tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan
berat setelah 3 bulan kurang dari 5% berat badan awal. Pengobatan boleh diperpanjang
hingga lebih dari 6 bulan jika pengurangan berat badan lebih dari 10%. Berat badan
pengidap obesitas yang diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah
kalori, terbukti berkurang sebanyak 5-8%.
Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak mengimbas
pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup jantung. Efek
samping yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut kering, dan insomnia. Efek
samping lain yang kadang-kadang terjadi adalah nausea, takikardia, palpitasi,
hipertensi, vasodilatasi, sakit kepala, parestesia, kecemasan, produksi keringat
berlebihan, gangguan pengecapan, dan pandangan kabur (jarang sekali terjadi).
4. Obat pengurang serapan zat gizi
Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical)
yang merupakan penghambat lipase pankreas dan hati. Obat ini bekerja dengan jalan
berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis
lemak dari makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang
mengonsumsi orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%)
lemak yang dikonsumsi sekitar 1 jam setelah makan.
Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI 30 atau
BMI 28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan
sebelum, sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan. Dosis boleh ditingkatkan
hingga 360 mg sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun. Jika makanan tidak
mengandung lemak, preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa

14

penggunaan preparat ini tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun,
bahkan dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom
malabsorpsi, serta pengidap kolestatis.
Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan
rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis
(jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang
akan mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi
vitamin ADEK perlu dilakukan.
5. Suplemen/ preparat herbal
Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai
dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan
banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen
atau preparat herbal, baik yang dijual bebas di toko maupun yang disebar melalui bisnis
MLM (multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat
badan tanpa harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk
berolahraga.5
Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan dengan
kafein, preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal menyusutkan berat
badan jika diberikan sendiri-sendiri. Namun, kombinasi ini tidak dapat digunakan lama
karena berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya. 9
Kekurangan

kromium

berhubungan

dengan

keadaan

hiperglisemia,

hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL, karena


elemen kelumit ini berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin. Namun, tidak
ada kajian yang membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis berat badan.9
Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam
air. Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga
menimbulkan efek rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah
pasien DM dan keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang
berlanjut sebagai penekan nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan
berat badan. Sebagai penurun berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik
disbanding plasebo. Manfaat psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak
15

dan gula darah secara bermakna pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak terbukti
mampu menurunkan berat badan.5,9
Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat mereduksi
timbunan lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui peningkatan oksidasi dan
penurunan uptake trigliserida dalam jaringan lemak. Sayangnya hasil penelitian ini
tidak dapat diekstrapolasi ke manusia karena tidak ada data penelitian yang mendukung
keberhasilan CLA dalam penurunan berat badan.5
Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu meningkatkan
oksidasi lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan tentang kemanfaatannya
dalam pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat mengurangi nilai BMI, licorice
dapat mengurangi lemak, preparat herbal ini terbukti pula menyebabkan efek samping
berupa pseudo-aldosteronisme, hipertensi, dan hipokalemia.5
Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea (salah satu kelas
Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif yang dianggap mampu
mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak dalam saluran cerna bermuatan
listrik negatif. Pengaruh penurunan berat badan ini tidak bermakna ketimbang efek
yang ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti lain bahkan tidak dapat membuktikan
perbedaan tersebut dan cenderung melaporkan hasil penelitian yang berseberangan.
Preparat ini sebaiknya tidak dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam
lemak.5,9
Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan
berat badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik,
sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping
berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.9
Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai obat
seharusnya memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety (keamanan), dan
efficacy (manfaat). Jika ketiga kriteria ini terpenuhi, sebuah suplemen boleh dikonsumsi
dengan melakukan pengawasan terhadap penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen
tersebut jangan digunakan.5
Pembedahan

16

Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan
dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau
melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan
dan usia pasien dapat diperpanjang.7
Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien 40 atau BMI 35
dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien
berusia antara 18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat
badan, yang dinilai pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan
dengan obat (21%). Meski demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya
bukan pilihan utama, melainkan sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi
bedah didasarkan pada dua hal, yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi
pada lambung. Rancangan malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus
atau mengurangi kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada
lambung merupakan upaya manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru
(neogastric pouch), dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7

Komplikasi
Dampak obesitas meliputi faktor resiko terjadinya penyakit degeneraitf. Penelitian
mengungkapkan bahwa angka kesakitan pada penderita kegemukan lebih tinggi daripada
orang dengan berat badan normal, yang berarti penderita kegemukan lebih sering terkena
penyakit. Demikian juga angka kematian pada penderita obesitas lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kematian pada orang dengan berat badan normal. Adapun penyakit degeneratif
yang dapat timbul akibat kegemukan adalah:10-11
a. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Pada hipertensi, nilai sistol menjadi lebih tinggi dari 140 mmHg dan diastol lebih tinggi
dari 90 mmHg. Beberapa hasil survey membuktikan bahwa penderita kegemukan 10x lebih
sering menderita hipertensi dibandingkan dengan yang memiliki berat badan normal.
Menurut beberapa kepustakaan, penurunan BB 1 kg akan menurunkan tekanan darah sistol
sebanyak 2,5 mmHg dan diastole 1,5 mmHg. Mekanisme bagaimana obesitas dapat
menyebabkan hipertensi masih belum pasti, tetapi resistensi vaskuler perifer biasanya normal

17

saat volume darah meningkat. Pengurangan BB menyebabkan penurunan tekanan darah


sistemik yang tidak tergantung dari perubahan keseimbangan natrium.
b. Hiperkolesterolemia
Kolesterol adalah lemak yang sebagian dibentuk oleh tubuh sendiri dan sebagian lagi
diperoleh dari makanan. Fungsi kolesterol adalah sebagai bahan baku hormon pria, hormon
wanita, vitamin D dan bahan pembentuk garam empedu. Jika kadar kolesterol di dalam darah
terlalu tinggi maka dapat menyebabkan timbulnya aterosklerosis. Kebanyakan kolesterol
plasma bersirkulasi dalam fraksi lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan dalam keadaan
puasa, lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) kebanyakan mengandung trigliserida
yang bersirkulasi. Hubungan antara kegemukan dengan meningkatnya kadar LDL yang
paling baik adalah sedang, khususnya jika hubungan diperbaiki khususnya untuk faktorfaktor usia misalnya. Kolesterol tubuh total meningkat pada obesitas, tetapi hal ini terutama
dalam bentuk simpanan kolesterol di jaringan lemak. Pembalikan kolesterol mungkin
meningkat menimbulkan peningkatan eksresi bilier dari kolesterol. Hal ini berperan dalam
peningkatan insidens pembentukan batu empedu. Hipertrigliseridemia pada obesitas dapat
terjadi karena peningkatan sekresi VLDL akibat hiperinsulinemia dan ketersediaan FFA yang
berlebih.
Sebenarnya hiperkolestrolemia bukan suatu penyakit, melainkan suatu faktor resiko
untuk terjadinya penyakit lain terutama penyakit jantung dan otak. Hiperkolesterolemia tidak
memberi gejala atau keluhan apapun dan menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Apabila
aterosklerosis terjadi di pembuluh nadi yang menyuplai darah ke dinding jantung, maka akan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Apabila aterosklerosis terjadi di pembuluh darah
otak, maka aliran darah yang membawa oksigen dan zat gizi akan terganggu dengan akibat
bagian otak yang tidak menerima suplai oksigen dan zat gizi akan rusak dan dapat terjadi
stroke iskemik.
c. Penyakit jantung koroner dan stroke
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa ada hubungan antara obesitas,
hiperkolesterolemia dan PJK serta stroke iskemik. Hubungan obesitas dengan PJK biasanya
juga disertai dengan faktor resiko lain misalnya hipertensi dan diabetes. Obesitas yang terjadi
pada usia dewasa muda mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya PJK daripada
kegemukan pada usia yang lebih tua.

18

d. Dibetes melitus
Suatu penelitian mengungkapkan bahwa diabetes lebih banyak terdapat pada penderita
obesitas. Peningkatan sekresi insulin adalah gambaran umum dari kegemukan yang terjadi
pada keadaan basal. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh suatu produk sel beta yang
abnormal, anatagonis insulin dalam sirkulasi dan insensitivitas jaringan insulin. Diperkirakan
bahwa terjadinya resistensi insulin pada orang yang obesitas disebabkan karena
ketidakpekaan jaringan.
Obesitas sering menyebabkan penyakit diabetes tipe 2 yaitu karena ketidakpekaan
jaringan memproduksi insulin sehingga insulin kurang dan glukosa darah tidak seluruhnya
diubah menjadi energi dan glikogen yang akan digunakan oleh jaringan sehingga kadar
glukosa dalam darah meningkat. Sebaliknya penyakit diabetes juga dapat menimbulkan
obesitas dan ini bisa terjadi bila pengobatan penyakit diabetes itu kurang tepat, entah karena
dosis OAD yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan hiperfungsi kelenjar pankreas.
Penderita obesitas yang disertai dengan diabetes dianjurkan menurunkan berat badannya
dengan cara pengaturan pola makan yaitu diet energi rendah seimbang dan latihan jasmani
teratur.
e. Penyakit kanker
Obesitas merupakan faktor resiko terhadap terjadinya penyakit kanker. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa laki-laki penderita obesitas mempunyai resiko lebih besar terkena
kanker usus besar dan kanker kelenjar prostat, bila dibandingkan dengan laki-laki berbobot
normal. Adapun wanita yang mengalami obesitas berisiko tinggi terkena kanker payudara dan
kanker ovarium terutama pasca menopause.
f. Osteoarthtritis dan gout
Penderita obesitas mempunyai resiko lebih tinggi terhadap penyakit osteoarthritis
daripada orang dengan berat badan normal. Osteoarthritis adalah radang di persendian tulang.
Pada obesitas, arthritis yang terjadi di sendi tungkai dan kaki akan memberi gejala-gejala
yang lebih parah karena sendi-sendi itu harus menyangga bobo badan yang berlebihan.
Penderita obesitas dengan gangguan asam urat dianjurkan menurunkan berat badan secara
perlahan-lahan dan bertahap, tidak boleh terlalu cepat dan drastis karena penurunan BB yang
drastis akan memecah jaringan otot, sedangkan jaringan otot adalah protein tubuh yang

19

apabila dipecah akan menghasilkan purin yang kemudian diubah menjadi asam urat.
Akibatnya kadar asam urat meningkat sehingga memperparah penyakitnya.
g. Sindroma metabolik
Obesitas merupakan komponen utama kejadian sindroma metabolik, namun mekanisme
yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya
metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat
baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adipose dapat
menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim
antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif.
Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan awal
patofisiologi terjadinya sindroma metabolik, hipertensi dan aterosklerosis.
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit antara lain
diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes melitus tipe 2, biasanya terjadi
peningkatan stress oksidatif, terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap sebagai
salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel-angiopati diabetic, dan pusat dari semua
angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi stress oksidatif melalui 3 jalur,
yaitu; peningkatan jalur poliol, peningkatan auto-oksidasi glukosa dan peningkatan protein
glikosilat.
Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat pengambilan glukosa di sel otot dan
sel lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh sel- pankreas. Stres oksidatif secara
langsung mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan penting pada patofisiologi
terjadinya diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa
akumulasi lemak pada obesitas dapat menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai
dengan peningkatan ekspresi Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphatase (NADPH)
oksidase dan penurunan ekspresi enzim antioksidan.
Pada kultur sel adiposa, peningkatan kadar asam lemak meningkatkan stres oksidatif
melalui aktivasi NADPH oksidase sehingga menyebabkan disregulasi sitokin proinflamasi
IL-6 dan MCP-1. Akumulasi peningkatan stres oksidatif pada sel adiposa dapat menyebabkan
disregulasi adipokin dan keadaan sindroma metabolik. Kadar adiponektin berhubungan
terbalik dengan stres oksidatif secara sistemik.
Patofisiologi sindroma metabolik masih menjadi kontroversi, namun hipotesis yang
paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Parameter sindrom metabolik adalah:

20

Tabel 4. Kriteria diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO (World Health Organization)
dan NCEP-ATP III.2
NCEP-ATP III

WHO

Tiga dari kriteria berikut

Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa


terganggu,

TGT

(toleransi

glukosa

ternganggu), atau resistensi insulin] + 2


kriteria berikut
Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan > BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki102 cm (laki-laki)

laki) dan > 0,85 (perempuan)

Trigliserida 150 mg/dL

Trigliserida 150 mg/dL

HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P)

HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)

Tekanan darah 130/85 mmHg

Tekanan darah 140/90 mmHg

Gula darah puasa 110 mg/dL

Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin


>20 ug/menit) dan rasio albumin /kreatinin
30 mg/g

Prognosis
Obesitas merupakan penimbunan lemak yang berlebih di dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Apabila pola makan dan aktivitas fisik diatur dengan baik, maka pasien
dengan obesitas dapat memiliki BB normal kembali dan resiko komplikasi lebih rendah. Pada
obesitas tipe 2, penurunan BB susah untuk mencapai berat badan normal, tetapi terapi akan
tetap dikatakan berhasil dan komplikasi dapat diminimalisasi apabila TD, GDP, Hba1c yang
tadinya tinggi, mengalami penurunan selama terapi.
Kesimpulan
Obesitas merupakan penimbunan lemak yang berlebih di dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Penelitian mengungkapkan bahwa angka kesakitan pada penderita
kegemukan lebih tinggi daripada orang dengan berat badan normal, yang berarti penderita
kegemukan lebih sering terkena penyakit. Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk
memperbaiki prognosis, bentuk tubuh, dan meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang
21

berasal dari masalah fisik. Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya
hidup, pemberian obat, dan intervensi bedah.
Daftar Pustaka
1. Michael J.G dkk. Gizi kesehatan masyarakat. EGC : Jakarta;2008.h.203-4
2. Gleadle

J.

At

glance

anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik.

Jakarta:

Erlangga;2007.h.147.
3. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2.
Penington Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato Rouge,
Lousiana, U.S.A: 2007. h.15-9
4. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008.h.937,107-8,173-5.
5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan
aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.
6. Suhardjo,
Kusharto
C
M.
Prinsip-prinsip

ilmu

gizi.

Yogyakarta:

KANISIUS;2008.h.17-23.
7. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
8. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.
9. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan terapi.
Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.
10. Asdie A H (editor). Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13.
Volume 1. Jakarta: EGC;2012.h. 488-508.
11. Tirtawinata T C. Penanggulangan obesitas secara terpadu. Edisi ke-1. Jakarta:
FKUI;2012.h. 1-30,57-65.

22

Anda mungkin juga menyukai