Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thalassemia
Thalassemia adalah penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan
genetik, dimana terjadi ketidak seimbangan ekspresi gen yang bertanggung jawab
terhadap sintesis salah satu dari keempat rantai asam amino penyusun hemoglobin
(Rahmawati, 2006).
Penyakit thalassemia dibedakan menjadi dua macam menurut tingkat
keparahannya yaitu thalassemia mayor dan thalassemia minor. Penderita
Thalassemia mayor hidupnya akan tergantung pada transfusi darah, karena umur
sel darah merahnya tidak panjang. Sel darah merah pada orang normal umurnya
120 hari, namun pada penderita Thalassemia sel darah merahnya hanya berumur
satu sampai dua bulan (Hoffbrand et al., 2005). Penderita Thalassemia mayor
dapat bertahan dengan transfusi darah yang teratur untuk mempertahankan kadar
Hb diatas 11 g/dl (Hoffbrand et al., 2005). Banyak kasus Thalassemia meninggal
karena transfusi, seperti kelebihan zat besi dan penyakit yang didapat dari donor
(hepatitis B, hepatitis C, dan HIV (Hoffbrand et al., 2005).

2.2 Lethal Dose 50 (LD50)


Lethal Dose 50 (LD50) adalah jumlah material yang diberikan dalam satu
waktu secara sekaligus yang menyebabkan kematian 50% (setengah) dari
kelompok hewan uji (Lu, 1995). LD50 adalah salah satu cara untuk mengukur
potensi jangka pendek tingkat keracunan (toksisitas akut) dari suatu material.

10

Tabel 2.1 Klasifikasi Toksisitas (Lu, 1995)


LD50 Peroral (mg/kgBB)
<5
5-50
50-500
500-5000
5000-15000
>15000

Tingkat Keracunan
Super toksik (Super toxic)
Amat sangat toksik (Extremely toxic)
Sangat toksik (Very toxic)
Toksik (Moderately toxic)
Toksik ringan (Slightly toxic)
Praktis non toksik (Practically non toxic)

2.3 Uji Toksisitas Akut


Toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk
mencinderai suatu organisme hidup. Pengujian toksisitas suatu senyawa dibagi
menjadi dua golongan yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.
Pengujian toksisitas umum meliputi berbagai pengujian yang dirancang untuk
mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada hewan uji. Pengujian
toksisitas umum meliputi : pengujian toksisitas akut, subkronik, dan kronik.
Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, karsinogenik, mutagenic,
teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan tingkah laku (Loomis, 1978).
Toksisitas akut didefinisikan sebagai efek yang ditimbulkan oleh senyawa
kimia atau obat terhadap organisme target. Efek toksik dari suatu sediaan dengan
bahan dasar yang sama dapat memberikan efek yang berbeda pada organ didalam
tubuh (Clarke dan Clarke, 1987).
Pengujian toksisitas akut dilakukan dengan cara memberikan obat atau zat
kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu
48 jam. Kebanyakan toksisitas akut diarahkan pada penentuan LD50 dari suatu
bahan tertentu. Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis,
berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh
hewan uji. Biasanya pengamatan dilakukan selama 48 jam, kecuali pada kasus

11

tertentu selama 7 sampai dengan 24 hari (Loomis, 1978). Pengamatan tersebut


meliputi gejala-gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan, keadaan mata dan
bulu, tingkah laku, jumlah hewan yang mati dan histopatologi organ (Loomis,
1978).

2.4 Tikus (Rattus norvegicus L.)


Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk diguakan sebagai hewan model guna
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Tikus merupakan hewan mamalia, oleh
sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda
dengan mamalia lainnya (Smith dan Mangkoewidjodjo, 1988). Tikus merupakan
hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan
antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme,
embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono,
1989).
Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat
dewasa, tidak memperlihatkan perkawinanmusiman, dan umumnya lebih cepat
berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat
mudah ditangani dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan
(Smith dan Mangkoewidjodjo, 1988).
2.5 Secang (Caesalpinia sappan L.)
2.5.1 Klasifikasi (Tjitrosoepomo, 2000)
Kerajaan
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida

12

Bangsa
Suku
Marga

Fabales
Caesalpiniaceae
Caesalpinia

Jenis

Caesalpinia sappan, Linn

Gambar 2.1 Secang (Caesalpinia sappan L.)


Sumber : (http://www.google.com)

2.5.2 Deskripsi
Secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan tumbuhan perdu yang
memanjat atau pohon kecil, memiliki duri yang banyak dengan tinggi
mencapai 5 10 m. Akarnya berserabut dan berwarna gelap. Batang dan
percabangannya berduri, berwarna coklat keunguan, sedangkan ranting dan
tunasnya berbulu kecoklatan. Mempunyai daun mejemuk menyirip yang
panjangnya mencapai 50 cm, setiap sirip mempunyai 10-20 pasang anak daun,
dengan panjangnya 10-25 mm, anak daun tidak bertangkai dan lonjong.
Bunganya berwarna kuning dan berbuah polong yang merekah setelah
matang. (Holinesti, 2009).
2.5.3 Kandungan Secang
Zat-zat kimia yang terkandung dalam kayu secang diantaranya yaitu
homoisoflavonoid, tannin, asam galat, resin, resorsin, pewarna merah
sappanin, protosappanin A dan B, sappankhalkon, sappanon A, sappanon B
dan minyak atsiri. Sedangkan bagian daun dari tanaman ini mengandung
minyak atsiri 0,16-0,20% dan tannin 19% dan 44% pada buah polongan
(Wetwitayaklung et al., 2005).
Pada tanaman secang, kandungan flavonoid yang paling tinggi adalah
brazilin, yaitu golongan senyawa yang memberi warna merah pada kayu
secang. Brazilin(C16H14O5) merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi
jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah

13

kecoklatan dan dapat larut dalam air. Brazilin memiliki warna kuning sulfur
jika dalam bentuk murni, dapat dikristalkan, larut air, jernih mendekati tidak
berwarna dan berasa manis. Asam tidak berpengaruh terhadap larutan brazilin,
tetapi alkali dapat membuatnya bertambah merah. Eter dan alkohol
menimbulkan warna kuning pucat terhadap larutan brazilin. Brazilin akan
cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari. Terjadinya warna
merah ini disebabkan oleh terbentuknya brazilein (C16H12O5) (Holinesti, 2009).
Pigmen brazilein memiliki warna merah tajam dan cerah pada pH
netral (pH 6 7) dan bergeser kearah merah keunguan dengan semakin
meningkatnya pH. Pada pH rendah (pH 2 5) brazilein memiliki warna
kuning (Adawiyah dan Indriati, 2003).
Safitri (2002) telah mengisolasi lima senyawa aktif antioksidan dari
batang kayu secang, yaitu :
-

7,11b-dihidrobenz[b]indeno[1,2-d]piran-3,6a,9,10,(6H)-tetrol(brazilin);
7,11b-dihidrobenz[b]indeno[1,2-d]piran-3,6a,10,11(6H)-tetrol(isobra-zilin);
1',4'-dihidrospiro[benzofuran-3(2H),3'-[3H-2]benzopiran]-1',6',6',7'-tetrol;
3-[[4,5dihidroksi-2(hidroksimetil)fenil]metil]-2-3-dihidro-3,6-benzofurandiol;
campuran stereoisomer (7R,7S)-7,8-dihidro-3,7,10,11-tetrahidroksi-6H-dibenz
[b,d]oksosin-7-metanol (7R-, 7S-protosapanin B).
Karakterisasi sifat antioksidan senyawa-senyawa tersebut dilakukan
secara in vitro menggunakan beberapa metode, yaitu berdasarkan kemampuan
menghambat aktivitas xantin oksidase, meredam radikal anion superoksida,
meredam radikal bebas hidroksil, dan indikasi sebagai kelator ion besi.
Mekanisme reaksi radikal 5 senyawa aktif`antioksidan dalam ekstrak kayu
secang adalah reaksi substitusi yang diawali dari pelepasan radikal hidrogen
dari gugus OH yang akan bereaksi dengan radikal lipid (LOO*, L*)

14

membentuk produk stabil. Inti aromatik yang tersubstitusi radikal lipid akan
tetap berada dalam sistem aromatiknya untuk memertahankan kestabilan
strukturnya, sebagai contoh mekanisme senyawa donasi 1 elektron (Safitri,
2002).

2.6 Tablet Hisap


Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat dan memiliki sifat larut atau hancur perlahan dalam mulut, pada umumnya
sediaan obat ini berbahan dasar yang memiliki aroma dan memiliki rasa manis
(Depkes RI, 1995).
Nama lain dari tablet hisap adalah lozenges. Lozenges berasal dari kata
lozenge yang berarti bentuk berlian (diamond) dengan empat sisi yang sama.
Tablet hisap mulai dikenal pada awal abad ke-20. Tablet hisap ini normalnya
berupa padatan dan keras. Tablet hisap juga tersedia dalam bentuk yang lunak
yang disebut pastiles, yaitu tablet hisap dengan bahan dasar gelatin dan gliserin,
tablet hisap jenis ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk dipecah atau
dilarutkan deibandingkan dengan tablet hisaap kempa (Banker dan Anderson,
1986).
Tablet hisap pada umumnya ditunjukkan untuk pengobatan iritasi lokal
atau infeksi mulut atau tenggorokkan. Jenis tablet ini dirancang agar tidak hancur
dalam rongga mulut tetapi melarut atau terkikis perlahan dalam waktu beberapa
menit (Banker dan Anderson, 1986).
Pembuatan tablet hisap dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dibuat
dengan cara tuang atau Hard Candy Lozenges (berbahan dasar gelatin dan atau

15

sukrosa yang dilelehkan), atau dengan cara kempa tablet atau Compressed Tablet
Lozenges (berbahan dasar gula). Tablet hisap tuang disebut juga pastiles,
sedangkan tablet hisap kempa disebut troches. Pastiles tidak hancur namun
terkikis atau melarut didalam rongga mulut, serta memiliki tekstur permukaan
yang halus dan rasa yang enak, dalam pembuatan tablet jenis ini diperlukan suhu
yang tinggi sehingga kemungkinkan terdapat bahan aktif yang terdegradasi.
Troches umumnya terdiri dari bahan aktif yang dicampur dengan bahan pengisi,
bahan pengikat, lubrikan, tanpa disintegran membentuk campuran serbuk. Bahanbahan yang digunakan sebagai pembentk tablet hisap kempa ini dapat
dimodifikasi sesuai jenis tablet yang diinginkan (Allen, 1998).

16

Anda mungkin juga menyukai