Anda di halaman 1dari 30

BAB I

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama

: Tn. A

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Umur pasien

: 60 tahun

Alamat

: Jl. Galur selatan, Kel. Galur, Kec. Johar Baru, Jakarta


Pusat

Agama

: Islam

Pekerjaan

:-

Tanggal masuk

: 03 Agustus 2016

Tanggal Pulang

: 7 Agustus 2016

Anamnesis dilakukan di bangsal wijaya kusuma pada tanggal 5 Agustus 2016 secara
autoanamnesis

Autoanamnesis
Keluhan utama

: Sesak sejak 1 minggu yang lalu

Keluhan tambahan : Batuk berdahak terus-menerus

Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluhkan sesak sejak 1 minggu yang lalu, sesak terus menerus
hingga susah melakukan aktivitas sehari-hari. Disertai batuk berdahak berwarna
kuning kehijauan yang terus menerus, batuk lebih berat di malam hari (-), batuk
disertai darah(-), demam (-), keringat malam (-), . Riwayat merokok selama 35
tahun setiap harinya kuat menghabiskan 2 bungkus. Riwayat penyakit terdahulu
asma sejak kecil dan bulan mei 2016 pernah di rawat di RSPAD dengan
diagnosa PPOK

Riwayat Penyakit dahulu


PPOK
Asma

Riwayat Minum Obat

Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Hipertensi

: Disangkal

Penyakit Diabetes Melitus: Disangkal


Penyakit Asma

: Ada

Penyakit Jantung

: Ada

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

2.Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Berat Badan

: 60 kg

Tinggi Badan

: 170 cm

Nadi

: 117 x / menit

Pernapasan

: 30 x / menit

Suhu

: 36,4 C

Saturasi oksigen

: 97%

4. Status Generalis
Kepala

: Normochepal

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Pupil


bulat, isokor, diameter 3mm

Telinga

: Discharge (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-) perdarahan ( - )

Mulut

: Sianosis (-/-)

Leher

: Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax
Paru-Paru
Inspeksi

: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.


Pelebaran sela iga, barrel chest +, pengguaan
otot bantu nafas

Palpasi

: Fremitus kanan dan kiri sama lemah

Perkusi

: Hipersonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi

:Suara dasar vesikuler bronkhial, rh -/-, wh +/+


minimal.

Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi ictus cordis.

Palpasi

: Ikrus cordis tidak teraba .

Perkusi

: Tidak ada pembesaran batas jantung

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, Murmur (-),


Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani seluruh lapang abdomen

Auskultasi

: Bising Usus (+)

Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior

: Akral hangat ,tidak ada

deformitas, capillary refil test < 2 detik, edema pada ektremitas


inferior

Kuisioner CAT
Saya tidak pernah batuk
Tidak ada dahak (riak)
sama sekali
Tidak ada rasa berat
(tertekan) di dada
Ketika
saya
jalan
mendaki/naik tangga
tidak sesak
Aktivitas sehari=hari di
rumah tidak terbatas
Saya tidak kuatir keluar
rumah meskipun saya
menderita
penyakit
paru
Saya dapat tidur dengan
nyenyak

0
0

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

Saya sangat bertenaga

Saya selalu batuk


Dada saya penuh dengan
dahak (riak)
Dada saya terasa berat
(tertekan) sekali
Ketika
jalan
mendaki/naik
tangga
sesak
Aktivitas
sehari-hari
terbatas
Khawatir keluar rumah
karena penyakit paru

Saya tidak bisa tidur


nyenyak karena penyakit
paru
Saya tidak punya tenaga

mMRC
Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV

Sesak bila olahraga cepat


Sesak bila bertindak cepat atau naik gunung
Jalan lambat dari orang seusianya karena sesak atau harus
berhenti berjalan untuk ambil nafas
Berhenti berjalan 100 meter untuk bernafas
Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah atau memakai
baju

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 3 Agustus 2016
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Referensi

Satuan

HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin

11.9*

13.2 17.3

g/dl

Jumlah Leukosit

14.7*

3.8 10.6

ribu/L

Jumlah Hematokrit

41

40 52

Jumlah Trombosit

470

150 440

ribu/L

Basofil

0*

<1

Eosinofil

<3

Batang

0*

<6

Segmen

50

50 70

Limfosit

47*

20 40

Monosit

28

Laju Endap Darah

60*

< 20

mm/jam

87

< 140

mg/dl

SGOT/AST

19

< 37

U/L

SGPT/ALT

16

< 42

U/L

Ureum

20

10 - 50

mg/dL

Creatinine

0.84

0.7 1.3

mg/dL

Kalium

4.2

3.5 5

mmol/L

Natrium

137

135 145

mmol/L

Chlorida

90*

98 - 106

mmol/L

HITUNG JENIS

KIMIA DARAH
DIABETES
Glukosa Sewaktu
FUNGSI HATI

FUNGSI GINJAL

ELEKTROLIT

Tanggal 4 Agustus 2016


Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Referensi

Satuan

430*

< 400

ng/ml

HEMATOLOGI
HEMOSTASIS
D - Dimer

Pemeriksaan Rontgen Thorax


Tanggal 3 Agustus 2016

Pemeriksaan Elektro Kardiogram


Tanggal 3 Agustus 2016

Pemeriksaan Spirometri
Tanggal 8 Agustus 2016

Diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut
Atas dasar pasien merasa sesak terus menerus sejak 1 minggu SMRS, batuk berdahak
berwarna kuning kehijauan, riwayat merokok selama 35 tahun setiap harinya kuat
menghabiskan 2 bungkus, dengan hasil spirometri FEV1/FVC 61.19%.

Diagnosis Banding

Asma Bronchial

TB paru

Pneumonia

Penatalaksanaan
Terapi dr.Endah,Sp.P

IVFD Ringer Lactate + aminophylin 2240 mg/12 jam

Injeksi ceftriaxone 1 x 2gr

Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul

Injeksi Metilprednisolon 2 x ampul

Ambroxol 3 x 30 mg tablet

Inhalasi Ventolin 3 x 1 hari

Inhalasi Pulmicort 2 x 1 hari

Terapi dr.Librantoro,Sp.JP

Furosemide 1 x 40 mg tablet (pagi hari)

Clopridogel 1 x 75 mg

Mini aspi 1 x 80 mg

Prognosis
Quo ad vitam

: Dubia ad malam

Quo ad fungtionam

: Dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dapat diobati, dengan karakteristik hambatan aliran udara menetap
dan progresif yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada
saluran nafas dan paru terhadap partikel berbahaya ( Wardhani, 2014).

II. ETIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Faktor Risiko :

Pajanan asap rokok

Polusi udara di dalam ruangan, seperti bahan biomass untuk memasak dan
memanaskan

Pekerjaan, yang berkaitan dengan paparan bahan kimia dan partikel yang lama
adn terus-menerus

Polusi udara di luar ruangan

Genetik diketahui berperan dalam terjadinya PPOK yaitu defisiensi antitripsin


alfa-1

Masalah pada paru yang terjadi saat masa gestasi atau saat kanak-kanak (berat
badan lahir rendah, infeksi pernapasan) juga berpotensial meningkatkan risiko
terjadinya PPOK.

III. KLASIFIKASI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Klasifikasi dari PPOK berdasarkan penilaian untuk menentukan derajat
keparahan penyakit sehingga mempengaruhi status kesehatan pasien dan
berisiko terjadinya kejadian ke depannya (eksaserbasi, rawat inap, hingga
kematian) dalam rangka untuk pemilihan terapi yang sesuai. Hal ini dapat
dinilai melalui beberapa aspek, yaitu :

10

a. Penilaian gejala
Dengan menggunakan kuisioner tervalidasi seperti CAT (COPD Assesment
Test) atau mMRC (modified British Medical Research Council)
Tabel 1. Kuisioner CAT
Saya tidak pernah batuk
Tidak ada dahak (riak)
sama sekali
Tidak ada rasa berat
(tertekan) di dada
Ketika
saya
jalan
mendaki/naik
tangga
tidak sesak
Aktivitas sehari=hari di
rumah tidak terbatas
Saya tidak kuatir keluar
rumah meskipun saya
menderita penyakit paru
Saya dapat tidur dengan
nyenyak

0
0

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

Saya sangat bertenaga

Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV

Saya selalu batuk


Dada saya penuh dengan
dahak (riak)
Dada saya terasa berat
(tertekan) sekali
Ketika jalan mendaki/naik
tangga sesak
Aktivitas
sehari-hari
terbatas
Khawatir keluar rumah
karena penyakit paru
Saya tidak bisa tidur
nyenyak karena penyakit
paru
Saya tidak punya tenaga

Tabel 2. mMRC
Sesak bila olahraga cepat
Sesak bila bertindak cepat atau naik gunung
Jalan lambat dari orang seusianya karena sesak atau harus berhenti
berjalan untuk ambil nafas
Berhenti berjalan 100 meter untuk bernafas
Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah atau memakai baju

b. Penilaian spirometri- penilaian dilakukan saat eksaserbasi akut (tabel.3)

Tabel 3. Klasifikasi derajat keterbatasan aliran udara pada PPOK (berdasakan FEV1
setelah penggunaan bronkodilator) (Sumber: GOLD,2015)
GOLD 1 : Ringan
FEV1 80% prediksi
GOLD 2 : Sedang

50% FEV1 < 80% prediksi

GOLD 3 : Berat

30% FEV1 < 50% prediksi

Gold 4 : Sangat Berat

FEV1 < 30% prediksi

*pada pasien dengan FEV1/KVP < 70% VEP1: volum ekspirasi paksa detik pertama, KVP:
kapasitas vital paksa

11

c. Penilaian risiko eksaserbasi


Eksaserbasi pada PPOK diartikan sebagai kejadian akut akibat gejala
pernapasan yang memburuk dibandingkan biasanya sehingga menyebabkan
perubahan tata laksana. Eksasebasi dikatan sering jika terjadi lebih dari
sama dengan 2 kali per tahun.

Gambar 1. Kombinasi penilaian pasien PPOK (Sumber: GOLD,2015)

Tabel.4 Kombinasi penilaian pasien PPOK (Sumber: GOLD,2015)


Klasifikasi
Eksaserbasi
Pasien
Karakteristik
CAT
Spirometri
per tahun
A

Risiko rendah,

mMRC

GOLD 1-2

<10

0-1

GOLD 1-2

10

GOLD 3-4

<10

0-1

GOLD 3-4

10

gejala sedikit
B

Risiko rendah,
gelaja banyak

Risiko tinggi,
gejala sedikit

Risiko tinggi,
gejala banyak

d. Komorbiditas
Penyakit komorbid, seperti penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi
dan cemas, sindrom metabolik, kanker paru, dan disfungsi otot skeletal.

12

IV. PATOFISIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass
fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah
pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat
mencetuskan

destruksi

jaringan

parenkim

(menyebabkan

emfisema),

mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan


fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan
terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas
PPOK lainnya.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi
dari respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok.
Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi
mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa
adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui.
Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah
inflamasi

paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut

menyebabkan

karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah


memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun
autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan.
Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas,
parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi:
inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang
merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi
dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya
penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan

V. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
Diagnosis klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) perlu dipertimbangkan
pada pasien dengan dispnea, batuk kronik atau produksi sputum, dan riwawat
terpapar dengan faktor risiko penyakit.

13

Tabel 5. Indikator kunci kemungkinan diagnosis PPOK


Mempertimbangkan PPOK, dan spirometri, bila indikator ini ada pada individu dengan
usia lebih dari 40. Indikator ini bukan diagnosis, melainkan indikator kunci kemungkinan
untuk diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk menetapkan diagnosis PPOK.
Dispnea

Progresif (memburuk dari waktu ke watu)


Diperburuk dengan aktivitas
Persisten

Batuk kronik

Mungkin intermiten, dan mungkin tidak


produktif

Produksi sputum kronik

berbagai

pola

sputum

kronik

dapat

mengindikasi PPOK
Riwayat terpapar faktor risiko

Merokok
Asap rumah tangga dan pemanas bahan
bakar
Polusi berbahaya dan bahan kimia

Riwayat PPOK di keluarga

a. Anamnesis
Jika pasien mengalami gejala sesak nafas, batuk kronis, produksi sputum
kronis, dan terdapat paparan faktor risiko, diagnosis klinis PPOK dapat
dipertimbangkan. Sesak nafas pada pasien PPOK bersifat progresif, menetap,
dan memburuk dengan olah raga/aktivitas. Sedangkan batuk kronik bersifat
intermiten dan mungkin unproductive,
b. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan barrel chest, penggunaan otot bantu napas, pelebaran iga,
fremitus melemah, hipersonor, vesikuler normal/melemah, ekspirasi
memanjang, wheezing.
c. Foto Toraks
Terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskular meningkat, jantung pendulum.
d. Spirometri
Alat ini dibutuhkan untuk memastikan diagnosis klinis dari PPOK. Jika tidak
memiliki fasilitas spirometri di tempat praktik, diagnosis PPOK dapat
ditegakkan secara klinis.

14

Pada pasien usia > 40 tahun dengan gejala yang mengarah ke PPOK, sangat
dianjurkan untuk dilakukan tes spirometri.
Setelah penggunaan bronkodilator, hasil VEP/KVP < 70% (0.70)
menjelaskan bahwa pasien mengalami PPOK. Jika hasil 0.70 berarti bukan
PPOK.

Diagnosis Banding
Tabel 6. Diagnosis banding PPOK
Diagnosis
PPOK

Ciri-ciri
Onset pada pertengahan kehidupan
Keluhan progresif perlahan
Riwayat merokok atau terpapar oleh asap lainnya

Asma

Onset pada awal kehidupan


Gejala memburuk pada malam/pagi hari
Terdapat alergi, rinitis, dan/atau eksema
Riwayat asma pada keluarga

Gagal jantung kronik

X-ray dada menunjukkan dilatasi jantung, edema paru


Tes fungsi paru menunjukkan restriksi volume, bukan
keterbatasan laju udara

Bronkiektasia

Sputum purulen dengan volume yang banyak


Biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri
X-ray dada/ CT menunjukkan dilatasi bronkus, dinding
bronkus menebal

Tuberkulosis

Onset segala usia


X-ray dada menunjukkan infiltrat paru
Konfirmasi mikrobiologi
Prevalensi tuberkulosis lokal tinggi

Bronkiolitis obliteratif

Onset pada usia muda, bukan perokok


Riwayat reumatoid artritis atau paparan asap akut
Setelah transplantasi paru atau sumsum tulang
CT pada ekspirasi menunjukkan area hipodens

Panbronkiolitis difus

Predominan pada pasien keturunan Asia


Kebanyakan pasien laki-laki dan tidak merokok
Riwayat sinusitis kronik
X-ray dada dan HRCT menunjukkan hiperinflasi dan diffuse
small centrilobular nodular opacities

15

VI. TATALAKSANA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Penatalaksanaan umum PPOK
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a.

Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

b.

Melaksanakan pengobatan yang maksimal

c.

Mencapai aktiviti optimal

d.

Meningkatkan kualiti hidup

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK
b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
c. Cara pencegahan perburukan penyakit
d. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e. Penyesuaian aktiviti
16

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
a.

Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan

b.

Pengunaan obat - obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu


atau kalau perlu saja )

c.

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

d.

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

e.

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

f.

Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

g.

Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting).

Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

17

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari ).

Golongan agonis beta 2


Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 akan memperkuat
efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin, makrolid

18

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,


makrolid baru

d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati.

3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi

PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor


Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

19

4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di
rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

Ventilasi mekanik dengan intubasi


Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik
di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
Gagal napas yang pertama kali
Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas
dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia
Aktiviti sebelumnya tidak terbatas

Ventilasi mekanik tanpa intubasi


Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal
napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi
mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure
(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
Indikasi penggunaan NIPPV :
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus
respirasi dan abdominal paradoksal
Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi
saluran napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan
yang tidak sederhana.

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :

Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan


pergerakan

Abdominal paradoksal

Frekuensi napas > 35 permenit

Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)


20

Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)

Henti napas

Samnolen, gangguan kesadaran

Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)

Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli


paru, barotrauma, efusi pleura masif)

Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan


kondisi sebagai berikut:

PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya

Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan

Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik :


VAP (ventilator acquired pneumonia)
Barotrauma
Kesukaran weaning
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan

Kadar albumin darah

Antropometri

Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot


pipi)

Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

21

6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :

Simptom pernapasan berat

Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

Kualiti hidup yang menurun

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial


dan latihan pernapasan.

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi


oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
Peningkatan VO2 max
Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
Peningkatan cardiac output dan stroke volume
Peningkatan efisiensi distribusi darah
Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila
diperlukan dapat diberikan obat

Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak
napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips
guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan
toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat
otot ekstrimitas.

Tata Laksana PPOK Stabil


Kriteria PPOK stabil adalah :
1. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
3. Dahak jernih tidak berwarna
22

4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
6. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
1. Mempertahankan fungsi paru
2. Meningkatkan kualiti hidup
3. Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi terapi non-farmakologi dan farmakologi.


Penatalaksanaan non-farmakologi pada pasien PPOK berdasarkan penilaian
risiko eksaserbasi dan gejala, yaitu :
1. Pasien kelompok A: smoking cessation (konseling, terapi pengganti nikotin),
aktivitas fisik
2. Pasien kelompok B, C, D : smoking cessation, rehabilitasi pulmonal, aktivitas
fisik.
Tabel 7. Terapi Farmakologi Pasien PPOK Stabil
Grup
Pasien

Rekomendasi Pilihan Pertama

Pilihan Alternatif

Antikolinergik kerja cepat


Atau 2 agonis kerja cepat

Antikolinergik kerja lama


Atau 2 agonis kerja lama

Kortikosteroid inhalasi + 2 Antikolinergik


kerja
agonis kerja lama
lama + 2 agonis kerja
lama
Atau antikolinergik kerja lama
Atau antikolinergik kerja
lama
+
inhibitor
fosfodiesterase-4 (PDE4)
Atau 2 agonis kerja
lama + inhibitor PDE-4
Kortikosteroid inhalasi + 2 Kortikosteroid inhalasi +
agonis kerja lama
2 agonis kerja lama +
antikolinergik kerja lama

Antikolinergik
kerja
lama
Atau 2 agonis kerja
lama
Atau 2 agonis kerja
cepat + antikolinergik
kerja cepat
Antikolinergik
kerja
lama + 2 agonis kerja
lama

Terapi
Lainnya
Yang
Memungkinkan
Teofilin

2 agonis kerja cepat


dan/atau
antikolinergik kerja
cepat
Teofilin
2 agonis kerja cepat
dan/atau
antikolinergik kerja
cepat
Teofilin

Karbosistein
2 agonis kerja cepat
dan/atau

23

Dan/atau
lama

antikolinergik

kerja Atau steroid inhalasi + 2


agonis kerja lama +
inhibitor PED-4
Atau antikolinergik kerja
lama + 2 agonis kerja
lama
Atau antikolinergik kerja
lama + inhibitor PED-4

antikolinergik
cepat

kerja

Teofilin

Gambar 2. Skema tatalaksana PPOK stabil ringan

24

Gambar 3. Skema tatalaksana PPOK stabil sedang - berat

Tata Laksana PPOK Eksaserbasi Akut


Kriteria eksaserbasi PPOK antara lain sputum berubah warna atau semakin
banyak dan sesak yang memberat. Gejala dapat disertai batuk semakin sering.
Keterbatasan aktivitas, gagal nafas acute on chronic, hingga penurunan
kesadaran.
Eksaserbasi akut dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 gejala kardinal di atas:
1. Eksaserbasi berat ; terdapat 3 gejala kardinal
2. Eksaserbasi sedang ; terdapat 2 dari 3 gejala kardinal
3. Eksaserbasi ringan ; terdapat 1 dari 3 gejala kardinal ditambah salah satu dari
kriteria tambahan, antara lain infeksi saluran nafas atas > 5 hari, demam tanpa
sebab lainnya, peningkatan batuk, mengi, peningkatan laju pernafasan atau
frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
Penyebab tersering adalah infeksi saluran pernafasan oleh virus atau bakteri.
Penyebab lainnya dapat berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru,

25

asupan nutrisi buruk, aspirasi, polusi udara, pneumotoraks atau penyebab sistemik
(DM atau gangguan elektrolit).
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu :
1. Penilaian awal, (derajat, kesadaran)
2. Pemeriksaan penunjang; analisis gas darah, darah perifer lengkap, foto toraks,
EKG, spirometri tidak direkomendasikan untuk dilakukan ketika kondisi akut.
3. Pemberian oksigen
4. Bronkodilator, 2 agonis kerja cepat dengan/tanoa antikolinergik kerja cepat:
a. Nebulizer : agonis 2 kerja cepat (salbutamol) + antikolinergik (2,5 + 0,5
mg), lama kerja 4 8 jam
b. Xantin IV (bolus dan drip)
Contoh : aminofilin (sediaan oral : 200 mg, IV 240 mg, lama kerja 4 6
jam), teofilin (oral 100 400 mg, lama kerja bervariasi hingga 24 jam)
5. Kortikosteroid sistemik
Pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan; meningkatkan fungsi
paru dan hipoksemia arteri; menurunkan risiko relaps, kegagalan terapi, dan
durasi rawat inap.
Dianjurkan pemberian prednison 30 40 mg selama 10 14 hari. Diberikan
PO untuk eksaserbasi ringan sedang atau IV untuk eksaserbasi berat.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya < 2 minggu untuk mencegah efek
samping.
6. Antibiotik
Antibiotik diindikasikan jika terdapat salah satu gejala kardinal atau pada
pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik. Pemilihan regimen antibiotik
bergantung dari data prevalensi bakteri setempat. Dianjurkan untuk
menggunakan antibiotik spektrum sempit jika belum memiliki riwayat
penggunaan antibiotik sebelumnya (amoksisilin 500 mg 3x/hari PO 3-14 hari
atau doksisiklin 100 mg 2x/hari PO 3-14 hari) atau spektrum luas jika
diketahui terdapat resistensi antibiotik (amoksisilin/klavulanat 875 mg 2x/hari
atau 500 mg 3x/hari PO 5 hari atau levofloksasin 500 mg 1x/hari PO 5 hari).
Dapat diberikan secara intravena jika dirawat di rumah sakit.
7. Terapi suportif
tergantung dari kondisi pasien. Contoh pemberian diuretik, bila ada resistensi
cairan.
26

Tabel 8. Obat dalam Penatalaksanaan PPOK


Golongan Obat

Jenis Obat

Sediaan

Lama Kerja

Antikolinergik

Ipratropium bromida

Nebulizer: 0.25-0.5

6 8 jam

mg
Oral
IDT: 20; 40 g
Agonis 2 kerja

Salbutamol

singkat

IDT: 100-200 g

4 - 6 jam

Nebulizer: 2.5-5 mg
Oral:2-4 mg
Fenoterol

IDT: 100-200 g

4 - 6 jam

Nebulizer: 0.25-2 mg
Oral:0.05% (sirup)
Terbutalin

IDT: 250-500 g

4 - 6 jam

Nebulizer: 5-10 mg
Oral: 2.5 5 mg
Agonis 2 kerja lama

Metilsantin

Formoterol

IDT: 4.5 12 g

12 jam

Salmeterol

IDT: 50 100 g

12 jam

Aminofilin

Oral: 200 mg

4 6 jam

Injeksi: 240 mg

Kombinasi

Teofilin

Oral: 100 400 mg

Variasi s.d 24 jam

Salbutamol +

IDT: 75 + 15 g

4 8 jam

ipratropium

Nebulizer: 2.5 + 0.5


mg

Fenoterol +

IDT: 200 + 10 g

4 8 jam

IDT: 80/160 + 4.5 g

12 jam

ipratropium
Budesonid +
formoterol
Kortikosteroid

Budesonid

IDT: 100; 200; 400 g


Nebulizer: 0.5 mg
Oral: -

Flutikason

Nebulizer: 0.5 mg
Oral: -

Beklometason

IDT: 100; 200 g


Oral: -

Kortikosteroid

Prednison

Oral: 5; 30 mg

Metilprednisolon

IDT: 10 1000 g

Sistemik

Nebulizer: Oral: 4,8, 16 mg


Injeksi: 125 mg

27

Indikasi Rawat Inap


Peningkatan intensitas gejala (contoh, timbul saat tidak beraktivitas), PPOK
derajat berat, timbul tanda fisik yang baru (sianosis, edema), tidak ada perbaikan
dari penatalaksanaan inisial, terdapat komorbiditas serius, seringnya terjadi
eksaserbasi, usia lanjut, dan tidak sanggup untuk melakukan perawatan di rumah.

Indikasi Rawat ICU


1. Sesak berat setelah tatalaksana di IGD/ruang rawat
2. Penurunan kesadaran, kelemahan otot respirasi, hemodinamik tidak stabil
3. Setelah pemberian oksigen, terjadi hipoksemia atau PaO2 < 50 mmHg atau
PaCO2 > 5o mmHg, memerlukan ventilasi mekanis
4. Perlu ventilasi mekanis

VII. KOMPLIKASI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan:

Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

Bronkodilator adekuat

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu


tidur

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik


Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

28

c. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
d. Kor pulmonal
e. Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan
VIII. PENCEGAHAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
Pencegahan PPOK :
1. Mencegah terjadinya PPOK
a. Hindari asap rokok
b.

Hindari polusi udara

c. Hindari infeksi saluran napas berulang


2. Mencegah perburukan PPOK
a. Berhenti merokok
b. Gunakan obat-obatan adekuat
c. Mencegah eksaserbasi berulang

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Antariksa B, Sutoyo D K, Yunus F, Riyadi J, Suradi, Wiyono W H, dkk.


PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia revisi
2010. Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2010
2. Decramer M, Vestho J, Nishimura M, Stockley RA, Bourbeau J,
Vogelmeler C, dkk. Dalam : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention; 2015
3. Evensen AE. Management of COPD exacerbations. Am Fam Physician.
2010; 81 (5): 607-13
4. Wahis SA. Causes and evaluation of chronic dyspnea. Am Fam Physician.
2012; 86 (2); 173-80
5. Relly JJ, Silverman EK dan Saphiro SD. Chronic obstruktive pulmonary
disease Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Penyunting Harrisons principles on internal medicine. Edisi ke18 New York: Mc Graw-Hill; 2012.

30

Anda mungkin juga menyukai