STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Umur pasien
: 60 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
:-
Tanggal masuk
: 03 Agustus 2016
Tanggal Pulang
: 7 Agustus 2016
Anamnesis dilakukan di bangsal wijaya kusuma pada tanggal 5 Agustus 2016 secara
autoanamnesis
Autoanamnesis
Keluhan utama
Disangkal
: Disangkal
: Ada
Penyakit Jantung
: Ada
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2.Kesadaran
: Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Berat Badan
: 60 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Nadi
: 117 x / menit
Pernapasan
: 30 x / menit
Suhu
: 36,4 C
Saturasi oksigen
: 97%
4. Status Generalis
Kepala
: Normochepal
Mata
Telinga
: Discharge (-/-)
Hidung
Mulut
: Sianosis (-/-)
Leher
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: tampak datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior
Kuisioner CAT
Saya tidak pernah batuk
Tidak ada dahak (riak)
sama sekali
Tidak ada rasa berat
(tertekan) di dada
Ketika
saya
jalan
mendaki/naik tangga
tidak sesak
Aktivitas sehari=hari di
rumah tidak terbatas
Saya tidak kuatir keluar
rumah meskipun saya
menderita
penyakit
paru
Saya dapat tidur dengan
nyenyak
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
mMRC
Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 3 Agustus 2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Referensi
Satuan
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin
11.9*
13.2 17.3
g/dl
Jumlah Leukosit
14.7*
3.8 10.6
ribu/L
Jumlah Hematokrit
41
40 52
Jumlah Trombosit
470
150 440
ribu/L
Basofil
0*
<1
Eosinofil
<3
Batang
0*
<6
Segmen
50
50 70
Limfosit
47*
20 40
Monosit
28
60*
< 20
mm/jam
87
< 140
mg/dl
SGOT/AST
19
< 37
U/L
SGPT/ALT
16
< 42
U/L
Ureum
20
10 - 50
mg/dL
Creatinine
0.84
0.7 1.3
mg/dL
Kalium
4.2
3.5 5
mmol/L
Natrium
137
135 145
mmol/L
Chlorida
90*
98 - 106
mmol/L
HITUNG JENIS
KIMIA DARAH
DIABETES
Glukosa Sewaktu
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT
Hasil
Nilai Referensi
Satuan
430*
< 400
ng/ml
HEMATOLOGI
HEMOSTASIS
D - Dimer
Pemeriksaan Spirometri
Tanggal 8 Agustus 2016
Diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut
Atas dasar pasien merasa sesak terus menerus sejak 1 minggu SMRS, batuk berdahak
berwarna kuning kehijauan, riwayat merokok selama 35 tahun setiap harinya kuat
menghabiskan 2 bungkus, dengan hasil spirometri FEV1/FVC 61.19%.
Diagnosis Banding
Asma Bronchial
TB paru
Pneumonia
Penatalaksanaan
Terapi dr.Endah,Sp.P
Ambroxol 3 x 30 mg tablet
Terapi dr.Librantoro,Sp.JP
Clopridogel 1 x 75 mg
Mini aspi 1 x 80 mg
Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia ad malam
Quo ad fungtionam
: Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Polusi udara di dalam ruangan, seperti bahan biomass untuk memasak dan
memanaskan
Pekerjaan, yang berkaitan dengan paparan bahan kimia dan partikel yang lama
adn terus-menerus
Masalah pada paru yang terjadi saat masa gestasi atau saat kanak-kanak (berat
badan lahir rendah, infeksi pernapasan) juga berpotensial meningkatkan risiko
terjadinya PPOK.
10
a. Penilaian gejala
Dengan menggunakan kuisioner tervalidasi seperti CAT (COPD Assesment
Test) atau mMRC (modified British Medical Research Council)
Tabel 1. Kuisioner CAT
Saya tidak pernah batuk
Tidak ada dahak (riak)
sama sekali
Tidak ada rasa berat
(tertekan) di dada
Ketika
saya
jalan
mendaki/naik
tangga
tidak sesak
Aktivitas sehari=hari di
rumah tidak terbatas
Saya tidak kuatir keluar
rumah meskipun saya
menderita penyakit paru
Saya dapat tidur dengan
nyenyak
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Tabel 2. mMRC
Sesak bila olahraga cepat
Sesak bila bertindak cepat atau naik gunung
Jalan lambat dari orang seusianya karena sesak atau harus berhenti
berjalan untuk ambil nafas
Berhenti berjalan 100 meter untuk bernafas
Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah atau memakai baju
Tabel 3. Klasifikasi derajat keterbatasan aliran udara pada PPOK (berdasakan FEV1
setelah penggunaan bronkodilator) (Sumber: GOLD,2015)
GOLD 1 : Ringan
FEV1 80% prediksi
GOLD 2 : Sedang
GOLD 3 : Berat
*pada pasien dengan FEV1/KVP < 70% VEP1: volum ekspirasi paksa detik pertama, KVP:
kapasitas vital paksa
11
Risiko rendah,
mMRC
GOLD 1-2
<10
0-1
GOLD 1-2
10
GOLD 3-4
<10
0-1
GOLD 3-4
10
gejala sedikit
B
Risiko rendah,
gelaja banyak
Risiko tinggi,
gejala sedikit
Risiko tinggi,
gejala banyak
d. Komorbiditas
Penyakit komorbid, seperti penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi
dan cemas, sindrom metabolik, kanker paru, dan disfungsi otot skeletal.
12
destruksi
jaringan
parenkim
(menyebabkan
emfisema),
menyebabkan
13
Batuk kronik
berbagai
pola
sputum
kronik
dapat
mengindikasi PPOK
Riwayat terpapar faktor risiko
Merokok
Asap rumah tangga dan pemanas bahan
bakar
Polusi berbahaya dan bahan kimia
a. Anamnesis
Jika pasien mengalami gejala sesak nafas, batuk kronis, produksi sputum
kronis, dan terdapat paparan faktor risiko, diagnosis klinis PPOK dapat
dipertimbangkan. Sesak nafas pada pasien PPOK bersifat progresif, menetap,
dan memburuk dengan olah raga/aktivitas. Sedangkan batuk kronik bersifat
intermiten dan mungkin unproductive,
b. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan barrel chest, penggunaan otot bantu napas, pelebaran iga,
fremitus melemah, hipersonor, vesikuler normal/melemah, ekspirasi
memanjang, wheezing.
c. Foto Toraks
Terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskular meningkat, jantung pendulum.
d. Spirometri
Alat ini dibutuhkan untuk memastikan diagnosis klinis dari PPOK. Jika tidak
memiliki fasilitas spirometri di tempat praktik, diagnosis PPOK dapat
ditegakkan secara klinis.
14
Pada pasien usia > 40 tahun dengan gejala yang mengarah ke PPOK, sangat
dianjurkan untuk dilakukan tes spirometri.
Setelah penggunaan bronkodilator, hasil VEP/KVP < 70% (0.70)
menjelaskan bahwa pasien mengalami PPOK. Jika hasil 0.70 berarti bukan
PPOK.
Diagnosis Banding
Tabel 6. Diagnosis banding PPOK
Diagnosis
PPOK
Ciri-ciri
Onset pada pertengahan kehidupan
Keluhan progresif perlahan
Riwayat merokok atau terpapar oleh asap lainnya
Asma
Bronkiektasia
Tuberkulosis
Bronkiolitis obliteratif
Panbronkiolitis difus
15
b.
c.
d.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK
b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
c. Cara pencegahan perburukan penyakit
d. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e. Penyesuaian aktiviti
16
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
a.
Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
b.
c.
Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya
d.
e.
Sputum bertambah
f.
g.
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting).
Golongan antikolinergik
17
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
18
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Indikasi
19
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di
rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Abdominal paradoksal
Henti napas
Antropometri
21
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila
diperlukan dapat diberikan obat
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak
napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips
guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan
toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat
otot ekstrimitas.
4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
6. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
1. Mempertahankan fungsi paru
2. Meningkatkan kualiti hidup
3. Mencegah eksaserbasi
Pilihan Alternatif
Antikolinergik
kerja
lama
Atau 2 agonis kerja
lama
Atau 2 agonis kerja
cepat + antikolinergik
kerja cepat
Antikolinergik
kerja
lama + 2 agonis kerja
lama
Terapi
Lainnya
Yang
Memungkinkan
Teofilin
Karbosistein
2 agonis kerja cepat
dan/atau
23
Dan/atau
lama
antikolinergik
antikolinergik
cepat
kerja
Teofilin
24
25
asupan nutrisi buruk, aspirasi, polusi udara, pneumotoraks atau penyebab sistemik
(DM atau gangguan elektrolit).
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu :
1. Penilaian awal, (derajat, kesadaran)
2. Pemeriksaan penunjang; analisis gas darah, darah perifer lengkap, foto toraks,
EKG, spirometri tidak direkomendasikan untuk dilakukan ketika kondisi akut.
3. Pemberian oksigen
4. Bronkodilator, 2 agonis kerja cepat dengan/tanoa antikolinergik kerja cepat:
a. Nebulizer : agonis 2 kerja cepat (salbutamol) + antikolinergik (2,5 + 0,5
mg), lama kerja 4 8 jam
b. Xantin IV (bolus dan drip)
Contoh : aminofilin (sediaan oral : 200 mg, IV 240 mg, lama kerja 4 6
jam), teofilin (oral 100 400 mg, lama kerja bervariasi hingga 24 jam)
5. Kortikosteroid sistemik
Pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan; meningkatkan fungsi
paru dan hipoksemia arteri; menurunkan risiko relaps, kegagalan terapi, dan
durasi rawat inap.
Dianjurkan pemberian prednison 30 40 mg selama 10 14 hari. Diberikan
PO untuk eksaserbasi ringan sedang atau IV untuk eksaserbasi berat.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya < 2 minggu untuk mencegah efek
samping.
6. Antibiotik
Antibiotik diindikasikan jika terdapat salah satu gejala kardinal atau pada
pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik. Pemilihan regimen antibiotik
bergantung dari data prevalensi bakteri setempat. Dianjurkan untuk
menggunakan antibiotik spektrum sempit jika belum memiliki riwayat
penggunaan antibiotik sebelumnya (amoksisilin 500 mg 3x/hari PO 3-14 hari
atau doksisiklin 100 mg 2x/hari PO 3-14 hari) atau spektrum luas jika
diketahui terdapat resistensi antibiotik (amoksisilin/klavulanat 875 mg 2x/hari
atau 500 mg 3x/hari PO 5 hari atau levofloksasin 500 mg 1x/hari PO 5 hari).
Dapat diberikan secara intravena jika dirawat di rumah sakit.
7. Terapi suportif
tergantung dari kondisi pasien. Contoh pemberian diuretik, bila ada resistensi
cairan.
26
Jenis Obat
Sediaan
Lama Kerja
Antikolinergik
Ipratropium bromida
Nebulizer: 0.25-0.5
6 8 jam
mg
Oral
IDT: 20; 40 g
Agonis 2 kerja
Salbutamol
singkat
IDT: 100-200 g
4 - 6 jam
Nebulizer: 2.5-5 mg
Oral:2-4 mg
Fenoterol
IDT: 100-200 g
4 - 6 jam
Nebulizer: 0.25-2 mg
Oral:0.05% (sirup)
Terbutalin
IDT: 250-500 g
4 - 6 jam
Nebulizer: 5-10 mg
Oral: 2.5 5 mg
Agonis 2 kerja lama
Metilsantin
Formoterol
IDT: 4.5 12 g
12 jam
Salmeterol
IDT: 50 100 g
12 jam
Aminofilin
Oral: 200 mg
4 6 jam
Injeksi: 240 mg
Kombinasi
Teofilin
Salbutamol +
IDT: 75 + 15 g
4 8 jam
ipratropium
Fenoterol +
IDT: 200 + 10 g
4 8 jam
12 jam
ipratropium
Budesonid +
formoterol
Kortikosteroid
Budesonid
Flutikason
Nebulizer: 0.5 mg
Oral: -
Beklometason
Kortikosteroid
Prednison
Oral: 5; 30 mg
Metilprednisolon
IDT: 10 1000 g
Sistemik
27
Bronkodilator adekuat
Antioksidan
Demam
Kesadaran menurun
28
c. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
d. Kor pulmonal
e. Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan
VIII. PENCEGAHAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
Pencegahan PPOK :
1. Mencegah terjadinya PPOK
a. Hindari asap rokok
b.
29
DAFTAR PUSTAKA
30