Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gout arthritis adalah suatu inflamasi pada sendi yang dipicu oleh
reaksi inflamasi akibat akumulasi kristal urat dalam sendi.1
Penyakit gout arthritis adalah suatu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium
urat (MSU) di dalam ataupun sekitar persendian. MSU berasal dari
metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal
adalah hiperurisemia saturasi jaringan tubuh teradap urat. Apabila kadar asam
urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi
jaringan tubuh, penyakit arthtritis gout ini akan bermanifestasi berupa
penumpukan kristal MSU secara mikroskopis maupun makroskopis berupa
tophi.2
Hiperurisemia umumnya sebagai akibat dari berkurangnya ekskresi
asam urat oleh ginjal ataupun mungkin hasil dari produksi yang berlebihan. 2
Hal ini terkait dengan sejumlah penyakit penyerta seperti penyakit ginjal
kronis, obesitas, diabetes dan penyakit kardiovaskular.1
Prevalensi gout meningkat di seluruh dunia. Gout merupakan salah
satu penyakit inflamasi sendi yang paling umum dijumpai pada orang dewasa
di Amerika Serikat yaitu sekitar 3,9% (8,3 juta) dan sekitar 1,4% pada orang
dewasa di Inggris.3,5 WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia
mencapai 81% dari populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71%
nya cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual
bebas.4
Gejala dari gout berupa serangan nyeri sendi akut, biasanya menyerang
satu sendi disertai demam, kemudian keluhan membaik dan disusul masa
tanpa keluhan yang mungkin berlanjut dengan nyeri sendi kronis. Sekitar 8590% penderita yang mengalami serangan pertama, biasanya nyeri sendi
mengenai satu persendian dan umumnya pada sendi antara ruas tulang telapak
kaki dengan jari kaki, diketahui bahwa pada 60% (516 orang) mengalami

serangan gout akut pertama kali pada salah satu jempol kaki, dan menyerang
kedua jempol pada 5% penderita. 6
Patogenesis gout hingga saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan
tepat, namun beberapa obat-obatan untuk gout sudah tersedia namun dalam
prakteknya masih sering terjadi mis-managed dalam pemberian obat sebagai
terapi oleh tenaga medis.3 Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai
penanganan gout pada fase akut maupun kronis berdasarkan pertimbangan
farmakologis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gout arthritis merupakan gangguan heterogen yang disebabkan oleh
hiperurisemia, umumnya sebagai akibat dari menurunnya ekskresi asam
urat oleh ginjal atau hasil dari produksi asam urat yang berlebih. 2 Gejala
dari penyakit ini merupakan akibat dari reaksi inflamasi akibat akumulasi
kristal urat dalam sendi.1 Hal ini ditandai oleh konsentrasi serum asam urat
yang tinggi, dengan serangan arthritis akut berulang yang terkait dengan
kristal monosodium urate (MSU) di cairan sinovial, mungkin juga disertai
tophi typically painless nodular deposit dari kristal MSU pada jaringan di
dalam dan sekitar sendi. Gejala ini terjadi ketika kelebihan asam urat,
dimana ekskresi lebih rendah dibandingkan overproduksi dan diendapkan
dalam ruang sendi.7
B. Epidemiologi
Gout lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan rasio
20:1, dengan puncak insidensi pada usia lebih dari 40 tahun. Risiko
meningkat untuk penyakit gout pada wanita pasca menopause. 1 Data dari
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada
2007-2008 menunjukkan bahwa prevalensi gout terus meningkat di
Amerika Serikat, kemungkinan terkait dengan peningkatan frekuensi
adipositas dan hipertensi. Secara keseluruhan, sekitar 75% dari 8,3 juta
orang dengan gout adalah laki-laki.2
B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat di golongkan menjadi
dua, yaitu :
1. Gout Primer
Penyebabnya kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini
diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal

yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan


meningkatnya produksi asam urat. Atau bisa juga diakibatkan gangguan
yang menyebabkan berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.9,10
2. Gout Sekunder
a) Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan
yang tidak terkontrol, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang
berkadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik
yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk
dalam kelompok asam amino pembentuk protein.
b) Produksi asam urat juga dapat meningkat akibat penyakit pada
darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik),
penggunaan obat-obatan (alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12,
diuretika, dan asam salisilat dosis rendah).
c) Obesitas
d) Intoksikasi
e) Penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol
Tubuh

mengandung

benda-benda

keton

dengan baik.

(hasil

buangan

metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi yang berefek pada


meningkatnya kadar asam urat.10
C. Penegakan Diagnosis
Sebagian besar kasus gout arthritis dapat didiagnosis dengan
anamnesis dan hasil dari pemeriksaan fisik. Diagnosis definitif
membutuhkan gambaran kristal MSU dari tophus atau cairan sinovial.8
Pada

tahun

1977, American

College

of

Rheumatology

(ACR)

mengusulkan kriteria untuk klasifikasi gout arthritis akut sebagai berikut: 9


1. Kehadiran karakteristik kristal urat di cairan sendi, atau
2. Sebuah tophus terbukti mengandung kristal urat dengan pemeriksaan
kimia atau dengan polarized light microscopy, atau
3. Kehadiran enam dari 12 tanda klinis, pemeriksaan laboratorium, dan
fenomena x-ray di bawah ini:
a) Lebih dari satu kali serangan arthritis akut
b) Peradangan maksimal dalam waktu 1 hari
c) Serangan arthritis monoartikular
d) Kemerahan pada sendi
e) Sendi metatarsofalangeal pertama terasa sakit atau bengkak

f) Serangan unilateral yang melibatkan sendi metatarsofalangeal


g)
h)
i)
j)
k)

pertama
Serangan unilateral yang melibatkan sendi tarsal
Diduga tophus
Hiperurisemia
Pembengkakan asimetris dalam sendi (radiografi)
Kista subkortikal tanpa erosi (radiografi)

l) Hasil kultur cairan sendi negatif untuk mikroorganisme selama


terjadi peradangan sendi
D. Penatalaksanaan
Penanganan gout arthritis dibagi menjadi penanganan serangan akut
dan penanganan hiperurisemia pada pasien gout artritis kronik. Ada 3
tahapan dalam terapi penyakit ini:
1. Mengatasi serangan akut
2. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat
pada jaringan, terutama daerah persendian
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik. Tujuan terapi
dapat dilihat pada Tabel 2.1. Edukasi pasien dan pemahaman mengenai
dasar terapi yang diperlukan untuk menjamin keberhasilan terapi.
Menghindari faktor-faktor yang dapat memicu serangan juga
merupakan bagian yang penting dari strategi penatalaksanaan gout. 2
Faktor yang dapat memicu serangan gout dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Tujuan terapi pada penatalaksanaan gout
Tujuan dari penatalaksanaan Gout Arthritis :
Menghentikan serangan akut secepat mungkin
Meredakan nyeri dan inflamasi serangan akut
Mencegah memburuknya serangan dan mencegah efek jangka panjang:
Kerusakan sendi
Kerusakan organ terkait misalnya ginjal
Menurunkan kadar urat serum pada pasien simptomatis
Menurunkan resiko batu asam urat
Menurunkan pembentukan tofi
Tabel 2.2. Tujuan terapi pada penatalaksanaan gout

Faktor yang memicu serangan akut gout :


Trauma
5

Olahraga fisik yang tidak biasa


Bedah
Penyakit sistemik parah
Diet ketat, Terapi B12 pada anemia pernisiosa
Terapi obat sitotoksik
Makan berlebih, Alkohol, Diuretik
Alergi obat

1. Gout Arthritis Akut


Pada pasien dengan serangan akut, terdapat tiga jenis pengobatan
yang tersedia. Pertama adalah kolkisin, namun terdapat beberapa
kelemahan seperti onset kerjanya yang lambat dan pada beberapa
pasien memiliki efek samping diare. Kedua, obat-obat golongan Anti
Inflamasi Non-Steroid (AINS), sifatnya yang bekerja cepat dan efektif
membuat obat ini banyak digunakan. Ketiga, pemberian kortikosteroid
secara intraartikular atau parenteral pada pasien dengan gout yang
mengenai satu sendi jika pemberian obat oral tidak feasible. Pemilihan
obat tergantung pada penilaian terhadap efikasi dibandingkan dengan
yang efek toksik dari suatu pemberian terapi terhadap masing-masing
pasien. Pengobatan serangan akut harus dimulai sesegera mungkin
setelah diagnosis, semakin cepat pengobatan dimulai, semakin cepat
respon pengobatan.11
a) Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS)
Obat-obat golongan AINS merupakan obat pilihan untuk
pengobatan gout karena memiliki durasi yang panjang dan profil
efek samping yang lebih baik daripada obat golongan lainnya,
seperti Kolkisin.13
Pemberian AINS dimulai pada dosis maksimum saat tanda
serangan muncul, selanjutnya dosis diturunkan (tappering off)
sesuai dengan gejala yang semakin berkurang. Penggunaan obat
dilanjutkan hingga rasa sakit dan peradangan telah hilang atau
absen setidaknya dalam 48 jam.11
Untuk serangan akut FDA merekomendasikan pemberian
OAINS naproxen, indomethacin dan sulindac, akan tetapi OAINS
jenis lain juga dapat sama efektifnya. Untuk pasien yang tidak

mentolerir

dengan

OAINS

konvensional

dapat

diberikan

celecoxib dengan dosis awal 800 mg, diikuti dosis 400 mg pada
hari pertama dan 400 mg setiap 2 hari sekali selama 1 minggu.12
AINS merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan gagal
jantung, penyakit gastrointestinal, insufisiensi ginjal dan pasien
pada terapi antikoagulan.11,13
b) Kolkisin
Kolkisin merupakan antimitosis yang mencegah kristal MSU
menjadi deposit di dalam sendi. Kolkisin juga bekerja mencegah
fagositosis kristal MSU yang berkontribusi pada proses inflamasi.
Kolkisin efektif diberikan dalam waktu 10 sampai 12 jam sejak
muncul serangan dengan pengobatan hingga menghilangkan
keluhan dalam waktu 2 sampai 3 hari.13
Kolkisin direkomendasikan sebagai pilihan terapi gout akut
jika serangan dimulai dalam waktu 36 jam terakhir. Dosis
rekomendasi terdiri atas dosis muatan sebesar 1,2 mg diikuti
dengan 0,6 mg 1 jam kemudian. Dua belas jam kemudian kolkisin
dapat diberikan dengan dosis 0,6 mg satu hingga dua kali sehari
hingga serangan gout hilang. Di negara dengan ketersediaan
tablet kolkisin 1 atau 0,5 mg maka kolkisin dapat diberikan
sebagai dosis muatan sebesar 1 mg yang diikuti dengan 0,5 mg 1
jam kemudian. Dua belas jam kemudian profilaksis kolkisin
dengan menggunakan dosis 0,5 mg hingga 3 kali sehari sampai
serangan gout hilang.11,12
Kelemahan

utama

dari

kolkisin

adalah

gangguan

gastrointestinal (GI), mengakibatkan mual dan muntah atau diare.


Penggunaan terapi kolkisin hingga keluhan sudah tidak dirasakan
atau ketika efek samping muncul, maka pemberian kolkisin harus
dihentikan. Hal inilah yang menyebabkan terapi dengan AINS
lebih sering digunakan dibandingkan dengan kolkisin.13
c) Kortikosteroid

Pada pasien dengan kontraindikasi atau terapi yang tidak


responsif dari AINS dan kolkisin, dapat diberikan kortikosteroid.
Untuk serangan gout yang melibatkan 1-2 sendi, kortikosteroid
dapat

diberikan

secara

oral.

Dosis

rekomendasi

untuk

kortikosteroid oral termasuk prednison dan prednisolon adalah 0,5


mg/kg/hari untuk 5-10 hari atau 2-5 hari diikuti 7-10 hari
penurunan dosis secara bertahap sebelum dihentikan. Alternatif
lain adalah dengan suntikan intramuskuler tunggal dengan
triamsinolon 60 mg yang dapat dilanjutkan dengan pemberian
prednisolon atau prednison oral. Injeksi triamcolone acetonide
bermanfaat pada pasien yang sulit menelan atau memiliki
kepatuhan yang buruk dengan pemberian sediaan oral.12
Penggunaan kortikosteroid intraartikular direkomendasikan
jika 1-2 sendi besar yang terkena. Injeksi kortikosteroid
intraartikular dapat dikombinasi dengan OAINS, kolkisin atau
kortikosteroid oral. Seseorang dengan gout yang melibatkan satu
atau dua sendi besar dapat dilakukan joint drainage diikuti
dengan injeksi intraartikular 10-40 mg triamsinolon atau 2-10 mg
deksametason, dalam kombinasi dengan lidokain.11,12,14
Gout biasanya akan responsif terhadap pemberian satu jenis
obat dari golongan AINS, Kolkisin, ataupun kortikosteroid saja.
Namun, jika terapi terlambat atau serangan parah, salah satu agen
mungkin tidak cukup sehingga dalam kondisi seperti ini dapat
digunakan terapi kombinasi dan obat penghilang rasa nyeri dapat
ditambahkan.11
2. Gout Arthritis Kronis
Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting
untuk mencegah terjadinya serangan akut, gout tophaceous kronik,
keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat. Beberapa
menganjurkan terapi diberikan hanya jika pasien mengalami lebih dari
4 kali serangan dalam setahun, sedangkan ahli lainnya menganjurkan
untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami serangan sekali

dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun asam urat
sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut. Pemberian obat
jangka

panjang

juga

tidak

dianjurkan

untuk

hiperurisemia

asimptomatis, atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko


kardiovaskular pada pasien asimptomatis. Penggunaan allopurinol dan
obat urikosurik untuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini.12
a) Allopurinol
Allopurinol merupakan obat pilihan pada pasien dengan over
produksi asam urat , pembentukan tophus, nefrolitiasis, atau
kontraindikasi lain untuk obat-obat urikosurik. Obat hipourisemik
pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Allopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim
xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 6070% obat ini
mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol.
Waktu paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12
30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol
diekskresikan melalui ginjal bersama dengan allopurinol dan
ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.11,12
Dosis pemberian awal Allopurinol adalah 100 mg/hari pada
pasien dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) sekitar 30 ml per
menit, 200 mg/ hari pada pasien dengan LFG 60 ml per menit,
dan 300 mg/ hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada
praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100 mg/hari
dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Pada orang usia lanjut,
dimana LFG < 50 ml/ menit, dosis pemberian obat harus 100
mg/ sehari. Dosis selanjutnya dititrasi/disesuaikan setiap 2 - 5
minggu untuk mencapai target yang diinginkan. Respon terhadap
allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam
serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7
10 hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah 23 minggu
penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat.
Efek samping dijumpai pada 35% pasien sebagai reaksi
alergi/ hipersensitivitas. Sindrom toksisitas allopurinol termasuk

ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan


kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut
usia dengan insufisiensi ginjal dan pada pasien yang juga
menggunakan diuretik tiazid. Allopurinol biasanya ditoleransi
dengan baik, Efek samping yang pada pasien biasanya disebabkan
karena dosis yang tidak tepat terutama pada pasien dengan
kelainan fungsi ginjal. Fungsi ginjal harus dicek sebelum terapi
allopurinol mulai diberikan dan dosis disesuaikan.11,14
b) Obat Urikosurik
Direkomendasikan penggunaan probenecid, dengan syarat
pasien tidak memiliki riwayat urolitiasis.12 Obat urikosurik seperti
probenesid dan sulfinpyrazone meningkatkan ekskresi asam urat
dengan menghambat reabsorsi tubulus ginjal. Hal ini penting
untuk memulai pada dosis rendah karena sejumlah besar asam
urat melewati ginjal akan meningkatkan risiko pembentukan batu
asam urat. Obat urikosurik kontraindikasi untuk pasien dengan
batu ginjal dan insufisiensi ginjal.15

BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur
d. Status
e. Pekerjaan
f. Alamat
II.

: Tn. B
: Laki-laki
: 45 tahun
: Menikah
: Wiraswasta
: Banjarsari, Surakarta

ANAMNESIS

10

a. Keluhan Utama
Bengkak dan nyeri pada persendian
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada persedian dialami
sejak 1 hari yang lalu. Nyeri pada sendi kedua tangan dan lutut,
terutama bila digerakkan. Nyeri sebelumnya ada, tapi keluhan sekarang
dirasakan lebih berat dibandingkan 1 tahun yang lalu. Pada daerah
persendian tangan dan lutut nampak bengkak dan kemerahan sejak 1
hari yang lalu. Riwayat demam ada, dialami 1 hari yang lalu, bersamaan
dengan timbulnya nyeri pada persendian. Saat ini nyeri kepala (-), batuk
(-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati
(-), nyeri pinggang belakang (-), nafsu makan baik. BAB dan BAK
lancar, tidak didapatkan keluhan.
Riwayat asam urat tinggi (+) sejak 1 tahun yang lalu, riwayat
penyakit rematik dan asam urat dalam keluarga (-).
Riwayat penyakit ginjal tidak diketahui, riwayat DM juga tidak
diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-). Riwayat hipertensi (-),
riwayat penyakit jantung (-).
Kebiasaan olahraga teratur (-), merokok (+), minum minuman
beralkohol (-), makan sekali tiga hari dengan sayur dan lauk pauk,
pasien sering mengkonsumsi jeroan dan makanan laut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :
- Riwayat keluhan serupa
: (+) 1 tahun yang lalu
- Riwayat alergi
: (-)
- Riwayat penyakit jantung
: (-)
- Riwayat penyakit ginjal
: (-)
- Riwayat hipertensi
: (-)
- Riwayat diabetes mellitus
: (-)
- Riwayat maag
: (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Nampak sakit sedang, gizi lebih
BB = 80kg; TB = 160cm; IMT = 31,25kg/m2 (obesitas I)
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda Vital
:
- Tekanan darah
: 120/80 mmHg
- Suhu
: 37C

11

Nadi
RR

: 88 x/menit (reguler, kuat angkat)


: 24 x/menit (thorakoabdominal)

d. Mata

: Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

e.
f.
g.
h.
i.

: tak ada kelainan


: tak ada kelainan
: Bibir lembab (+), mukosa pucat (-)
: Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cm
: Jantung: BJ I/II reguler normal, murmur(-),
gallop (-)
Paru :Nafas vesikuler +/+, ronkhi

Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorak

(-/-),

wheezing (-/-)
j. Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), BU (+) normal
h. Ekstermitas sup/inf: tampak benjolan pada manus dextra sinistra dan
regio genu dextra, teraba hangat (+), hiperemis
(+), nyeri tekan (+), kontraktur digiti I,II,III,IV,V
manus dextra.
IV.

DIAGNOSIS KERJA
Gout Arthritis

V.

DIAGNOSIS BANDING
1) Gout Arthritis
2) Reumatoid Arthritis
3) Demam reumatik
4) Osteoartritis

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi : -Hb
: 10,5 gr/dL
-Ht

: 31,3 %

-Leukosit : 10,900/mm3
-Trombosit : 173,000/mm3
Kimia Klinik : -Ureum

: 82 mg/dL

-Kreatinin : 2,99mg/dL
-GDS
: 133mg/dL
-Asam Urat: 8,3mg/dL
2) Pemeriksaan EKG
: dalam batas normal
3) Pemeriksaan Radiologis
: plan untuk foto AP genu bilateral, pedis
bilateral, dan manus bilateral.
VII.

TATALAKSANA
A. Terapi Non Farmakologi
12

Diet rendah purin, garam, kalium dan protein


Hindari kegiatan yang memungkinkan terjadi trauma, membatasi

kegiatan berat
Minum air putih minimal 8 gelas sehari
Mengontrol porsi makan, turunkan berat badan
Hentikan kebiasaan merokok

Kontrol 4 hari lagi jika keluhan masih tetap atau semakin memberat

B. Terapi Farmakologi
1. Naproxen tablet 750 mg diminum awal, dilanjutkan dengan dosis 250
mg diminum per 8 jam (3 kali sehari) selama lima hari
2. Kolkisin tablet 1 mg diikuti pemberian tablet 0,5 mg 1 jam kemudian.
Dua belas jam kemudian menggunakan dosis 0,5 mg hingga 3 kali
sehari sampai serangan gout hilang atau hentikan jika muncul keluhan
mual, muntah, atau diare.
3. Parasetamol tablet 500 mg dapat diminum 1 hingga 4 tablet per hari jika
demam. Hentikan penggunaan jika demam reda.
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Poliklinik Umum
17 Desember 2015
Dokter : dr. Rachmania
R / Naproxen tab mg 500 No. I
1 dd tab I dc
R/ Naproxen tab mg 250 No. XV
3 dd tab I dc
R/ Kolkisin tab mg 0,5 No. XVI
uc
R/ Parasetamol tab mg 500 No. XV
(1-4) p.r.n
Pro
: Tn. B (56 tahun)
Alamat : Banjarsari, Surakarta
dr. Rachmania

13

VIII. PEMBAHASAN OBAT


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang lainnya, maka pasien didiagnosis sebagai gout arthritis kronis
bertofus eksaserbasi akut. Diagnosis gout arthritis pada pasien didasarkan
pada kriteria yang ditentukan oleh American College of Rheumatology
(ACR).
Secara umum, penatalaksanaan gout arthritis adalah memberikan
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi, dan pengobatan farmakologis.
Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi
ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Tujuan dari pengobatan
gout arthritis adalah untuk menghilangkan nyeri sendi dan peradangan
dengan obat-obat antara lain obat anti inflamasi non steroid (AINS),
kolkisin, kortikosteroid, atau ACTH. Obat penurun asam urat seperti
allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium
akut.11,12,13
Pada gout yang melibatkan beberapa persendian, seperti pada pasien
Tn. B, dapat diberikan terapi kombinasi antara OAINS dengan Kolkisin,
Kortikosteroid oral dan Kolkisin atau dengan pemberian steroid intraartikular dan Kolkisin atau OAINS.
Pasien Tn. B diberikan kombinasi antara Naproxen dan Kolkisin
selain itu diberikan pula Parasetamol sebagai antipiretiknya selain
mengambil efek analgetiknya pula.
A. Naproxen
Naproxen merupakan salah satu derivat asam propionat yang
efektif dengan insiden efek samping yang lebih rendah dibandingkan
asam propionate lainnya. Mekanisme kerja Naproxen adalah
menghambat sintesis prostaglandin pada jaringan dengan menghambat
COX-1 dan COX-2. Absorpsi obat berlangsung baik di lambung
dengan kadar puncak plasma dicapai dalama 2-4 jam.12
Indikasi: pereda nyeri, dysmenorrhea, gout serangan akut, migrain.
Kontraindikasi: Alergi aspirin, perioperative pain pada persiapan
operasi coronary artery bypass graft (CABG), gangguan perdarahan,
penyakit hati, ulkus peptikum, gangguan fungsi ginjal, stomatitis,
kehamilan.

14

Efek samping: dyspepsia ringan hingga perdarahan lambung, sakit


kepala pusing, rasa lelah dan ototoksisitas. Gangguan hepar dan ginjal
pernah pula dilaporkan sebagai efek samping dari naproxen.
Dosis: Pada Gout arthritis serangan akut, diberikan 750 mg kemudian
dilanjutkan pemberian 250 mg per 8 jam.
Sediaan: Tablet: 250mg, 275mg, 375mg, 500mg, 550mg
B. Kolkisin
Sifat antiradang kolkisin spesifik terhadap gout arthritis dan
beberapa radang sendi lainnya namun, sebagai anti radang umum
kolkisin tidak efektif. Mekanisme kerja kolkisin adalah berikatan
dengan protein mikrotubular dan menyebabkan depolimerasi dan
mengilangnya mikrotubul fibrilar granulosit dan sel bergerak lainnya.
Hal ini menyebabkan penghambatan migrasi granulosit ke tempat
radang sehingga pelepasan mediator inflamasi juga dihambat dan
respon inflamasi ditekan. Peneliti lain juga memperlihatkan bahwa
kolkisin mencegah pelepasan glikoprotein dari leukosit yang pada
pasien gout menyebabkan nyeri dan radang sendi.11,12
Indikasi: Gout arthritis
Kontraindikasi: Hepatic or renal impairment, hipersensitivitas
Efek samping: mual, muntah, dan diare. Bila efek ini terjadi,
pengobatan harus dihentikan walaupun efek terapi belum tercapai.
Efek samping lainnya yang jarang terjadi adalah depresi sumsum
tulang, purpura, neuritis perifer, miopati, anuria, alopesia, gangguan
hati, reaksi alergi, dan kolitis hemoragik.
Dosis: Dosis rekomendasi terdiri atas dosis muatan sebesar 1,2 mg
diikuti dengan 0,6 mg 1 jam kemudian. Dua belas jam kemudian
kolkisin dapat diberikan dengan dosis 0,6 mg satu hingga dua kali
sehari hingga serangan gout hilang. Di negara dengan ketersediaan
tablet kolkisin 1 atau 0,5 mg maka kolkisin dapat diberikan sebagai
dosis muatan sebesar 1 mg yang diikuti dengan 0,5 mg 1 jam
kemudian. Dua belas jam kemudian profilaksis kolkisin dengan
menggunakan dosis 0,5 mg hingga 3 kali sehari sampai serangan gout
hilang.11,12,13
Sediaan: Tablet 0,5 mg

15

C. Parasetamol
Mekanisme

kerja

pada

hipotalamus

untuk

memproduksi

antipiretik. Parasetamol juga bekerja memblok impuls nyeri pada


perifer dan menghambat sintesis prostaglandin pada SSP.
Indikasi: analgesik dan antipiretik
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap parasetamol, severe active
liver disease.
Efek samping: reaksi alergi berupa eritema, urtikaria dan gejala yang
lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Beberapa
eksperimen pada hewan coba menunjukkan gangguan ginjal, namun
lebih jarang jika dibandingkan dengan asetosal.
Dosis: Dewasa : 300mg - 1 gram sekali minum, dengan dosis
maksimal per hari adalah 4 gram.
Sediaan: Tablet 500 mg, sirup 120 mg/5mL.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Terapi yang diberikan pada gout arthrititis serangan akut dapat diberikan
obat-obat golongan anti inflamasi non steroid, kolkisin atau dengan pemberian
kortikosteroid. First line yang diberikan pada gout serangan akut adalah
OAINS karena efek samping terhadap gastrointestinal-nya lebih rendah
dibandingkan kolkisin yang lebih serang menimbulkan mual, muntah, dan
diare. Pada gout yang melibatkan beberapa persendian, dapat diberikan terapi
kombinasi antara OAINS dengan Kolkisin, Kortikosteroid oral dan Kolkisin
atau dengan pemberian steroid intra-artikular dan Kolkisin atau OAINS.

16

B. SARAN
Edukasi yang dapat disampaikan pada pasien:
-

Hindari aktivitas yang memungkinkan terjadinya trauma


Mengontrol makan dengan diet rendah purin rendah, minum air putih
minimal 8 gelas/ hari.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Robinson, Philip C. Horsburgh, Simon. Gout: joints and beyond,
epidemiology, clinical features, treatment, and co-morbidities. Maturitas.
2014; (78): 245-51.
2. Ruoff G, MD. The treatment of gout. Supplement to The Journal of
Family Practice. 2012; 61(6): 11-5.
3. Jutkowitz E., Hyon K. Choi., Laura T Pizzi dan Karen M. Kuntz. Costeffectiveness of allopurinol and febuxostat for the management of gout.
Ann Intern Med. 2014; (161): 617-26.
4. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
5. Roddy E., Doherty M. Treatment of hyperuricaemia and gout. Clinical
Medicine. 2013; 4 (13): 400-3.
6. Yatim F. Penyakit Tulang dan Persendian. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor
Populer; 2006. hal. 32-51.
7. Mead Tatum, Arabindoo Kavitha, Smith Brianna. Managing gout:
Theres more we can do acute and chronic gout arthritis are increasingly
prevalent, but often poorly managed. The Journal of Family Practice;
2014(63): 707-13.
8. Wortmann RL, Kelley WN. Gout and Hyperuricemia. In : Kelleys
Textbook of Rheumatology 7th ed., Harris Jr.ED et al (Eds.) Elsevier
Saunders, Phil, 2005;1402-29.
9. Wallace SL., Robinson H., Masi AT et al. Preliminary criteria for the
classification of the acute arthritis of primary gout. Arthritis Rheum;
1977(20) :895-900.
10. Suresh
E. Diagnosis and management of gout: a rational

approach.

Postgraduate Medical Journal. 2005(81): 5729.


11. Bridges Jr SL. Gout C. Treatment. In : Klippel JH et al (Eds.) Primer on
the rheumatic diseases. 12th ed., Arthritis Foundation, Atlanta, GA,
2001:320-4.
12. Khanna D, Khanna PP, Fitzgerald JD, et al. American College of
Rheumatology guidelines for management of gout. Part 2: therapy and
antiinflammatory prophylaxis of acute gouty arthritis. Arthritis Care Res
(Hoboken). 2012; 64:1447-61.
13. Hoskison, T.K. and Wortmann, R.L. Advances in the management of gou
t and

hyperuricemia.

Scandinavian Journal of Rheumatology.

35(4): 25160.

18

2006;

14. Becker MA, Jolly M. Clinical gout and the pathogenesis of


hyperuricemia. In : Koopman WJ. ed. Arthritis and Allied Conditions.
15th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005:2303-39.
J.D. and Terkeltaub, R.A. On the brink of novel therapeutic

15. Bieber

options for an ancient disease. Arthritis & Rheumatism. 2004;50(8):


240014.

19

Anda mungkin juga menyukai