Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan Semester
V Fakultas Teknik Prodi Teknik Pertambangan Universitas Islam Bandung
Tahun Akademik 2015 / 2016
Disusun Oleh :

Nama : Ichlas Teja Kesumah


NPM

: 10070113090

Kelas : B

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015 M / 1437 H

KONFERENSI TINGKAT TINGGI BUMI 1992 &


KYOTO PROTOCOL

2.1

KTT Bumi 1992


Konferensi Tingkat Tinggi Bumi atau yang juga dikenal dengan nama Konferensi

PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan atau Konferensi Earth Summit atau United
Nation Conference on Environment and Development yang disingkat UNCED, KTT
Rio dan Konferensi

Rio,

merupakan

diselenggarakan Perserikatan Bangsa

salah

satu

Bangsa atau PBB

konferensi
yang

utama

yang

diadakan di Rio de

Janeiro, Brasil dari tanggal 3 Juni sampai 14 Juni 1992.


KTT Bumi yang dihadiri 179 Negara termasuk Indonesia, diselenggarakan sebagai
tanggapan terhadap masalah lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang memprihatinkan.
Topik yang diangkat dalam konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan iklim,
penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air, meluasnya
penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya serta
penipisan keanekaragaman hayati. KTT ini telah menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda
21, Forests

Principles dan

Konvensi

Perubahan

Iklim

(Climate

change)

dan

keanekaragaman hayati. Hasil utamanya, yaitu sebuah program aksi yang menyeluruh dan
luas yang menuntut adanya cara-cara baru dalam melaksanakan pembangunan sehingga pada
abad 21 di seluruh dunia pembangunan akan bersifat berkelanjutan.

Sumber: cendananews.com

Foto 1
Acara KTT Bumi

Jargon Think Globally, Act Locally, yang menjadi tema KTT Bumi di Rio de
Janeiro pada bulan Juni 1992 silam, segera menjadi jargon populer untuk mengekspresikan
kehendak berlaku ramah terhadap lingkungan. Kita tahu bersama, isu lingkungan hidup
semakin hari semakin menjadi isu yang sangat penting untuk ditangani bersama, baik oleh
Negara-negara maju maupun Negara-negara berkembang atau Negara-negara Dunia Ketiga.
Singkatnya merupakan keniscayaan bagi Utara dan Selatan. Kita tahu juga, persoalan
lingkungan, meski telah ditempuh beragam upaya perawatan dan pencegahan dari kerusakan
dan pencemaran, tidak semakin membaik. Penanganan dan perbaikan pun belum sebanding
dengan peningkatan persoalan lingkungan itu sendiri. Kondisi lingkungan dan bumi,
sebagaimana sama-sama kita tahu dan kita rasakan, diperparah dengan terjadinya fenomena
perubahan iklim (climate change).
Kondisi persoalan lingkungan yang tidak semakin membaik itulah, sebagai
contohnya, yang juga mendasari diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi tentang
Pembangunan Berkelanjutan, yang telah berlangsung pada tanggal 13-22 Juni 2012 di Rio de
Janeiro, Brasil yang lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Bagi Indonesia, menyepakati
dokumen The Future We Want, sebagaimana tercermin dalam KTT Bumi tersebut, menjadi
arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan
nasional. Dokumen itu memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang
diharapkan oleh dunia.

Sumber: iesr.co.id

Foto 2
Simbol KTT Bumi

Isi Dokumen yang disepakati itu mengenalkan konsep Sustainable Development


Goals atau tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus dipenuhi, baik oleh negara
maju maupun negara berkembang, untuk tetap menjaga prinsip-prinsip perlindungan
lingkungan saat meraih kesejahteraan ekonomi atau ekonomi hijau (green economy). KTT
Bumi ini, yang juga disebut Rio+20, tersebut menjadi kelanjutan dari KTT Bumi yang
dilakukan di Rio de Janeiro pada 1992 silam. Pada saat itu, negara-negara yang hadir juga
mengeluarkan komitmen perlindungan lingkungan. Namun, yang disayangkan dari Rio+20

adalah tidak adanya mekanisme evaluasi akan apa saja hal-hal yang sudah dicapai negara
maju dalam pemenuhan janji-janji tersebut dari 1992 sampai sekarang.

Sumber: iesr.co.id

Foto 3
Delegasi KTT Bumi

KTT bumi juga menghasilkan konsep Pembangunan Berkelanjutan yang


mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang, yakni pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial, dna pelestarian lingkungan hidup. Dalam pertemuan ini
disepakati untuk melaksanakan suatu pola pembangunan baru yang diterapkan secara global
yang dikenal dengan Environmentally Sound and Sustainable Development (ESSD), dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
(PBBL). Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan dapat didefenisikan
sebagai berikut:
Pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Konsep ini mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, ekologi
dan sosial budaya dalam setiap pengambilan keputusan .
Hasil lain UNCED adalah :
a.

Deklarasi Rio. Pada deklarasi ini tertuang prinsip kehati-hatian (precautionary

principle) dan prinsip bersama tapi dengan tanggung jawab berbeda

(common but

differented responsibilities).
b.

Kerangka Konvensi mengenai perubahan iklim (United Nation Framework

Convention on Clomate Change). Konvensi yang mengikat secara hokum bertujuan

menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir sampai pada tingkat yang dapat
mencegah campur tangan manusia yang berbahaya yang berkaitan dengan system iklim
c.

Konvensi Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological

Diversity). Bertujuan melestarikan beraneka sumber daya genetika/plasma nutfah, species,


habitat dan ekosistem.
d. Prinsip-prinsip Rio tentang hutan (Rio Forestry Principle). Terdiri dari 15 prinsip
yang secara hokum mengikat para pengambil keputusan di tingkat nasional dan internasional
dalam rangka perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan secara
berkelanjutan.
Setelah Earth Summit 1992, berlangsung berbagai proses dan perkembangan yang
penting dalam rangka menciptakan pembangunan secara berkelanjutan di seluiruh dunia,
adalah :
a. Konvensi Penanganan Desertifikasi.
b. Pembangunan Komisi Pembangunan Berkelanjutan (Commision on Sustainable
Development) pada Desember 1992.
Konferensi tingkat Tinggi Dunia tenteng Pembangunan Berkelanjutan (World on
Summit on Sustainable Development) diselenggarakan di Johannesburg pada tanggal 2-11
September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Konferensi dunia tersebut disebut juga
Rio+10.

2.2

Kyoto Protocol
Pencapaian yang berhasil dicapai adalah Konvensi Perubahan Iklim yang pada

akhirnya menghasilkan Protokol Kyoto. Salah satu perjanjian lain yang dicapai adalah bagi
negara peserta untuk tidak melakukan kegiatan apapun di tanah adat yang tidak sesuai
dengan adat istiadat atau dapat menyebabkan degradasi lingkungan.
Protokol Kyoto (Kyoto Protocol) adalah sebuah perjanjian internasional yang
dimaksudkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri dunia,
yang harus dicapai pada tahun 2012. Idealnya, hasil dari Protokol Kyoto adalah terjadinya
pengurangan emisi gas di bawah level yang terukur pada tahun 1990.
Perjanjian tersebut juga mencakup negara berkembang, dimana industrialisasi
sedang berkembang pesat dan karena itu menghasilkan sejumlah besar gas rumah kaca. Asal
mula Protokol Kyoto dapat dilacak pada Konferensi Iklim Dunia pertama yang
diselenggarakan pada tahun 1979.

Konferensi ini diadakan untuk mengatasi masalah yang dipicu aktivitas manusia
terhadap perubahan iklim. Sebagai hasil, peserta konferensi sepakat memberikan komitmen
lebih banyak untuk melakukan penelitian dan aksi untuk mengatasi masalah ini. Tonggak
penting berikutnya adalah diadakannya United Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) pada tahun 1992.
UNFCCC merupakan respon terhadap lebih dari 10 tahun diskusi dan penelitian
tentang perubahan iklim. Menurut ketentuan UNFCCC, negara-negara peserta sepakat untuk
mengumpulkan dan berbagi informasi tentang emisi gas rumah kaca. Negara anggota
konvensi juga diminta mengurangi emisi yang harus dicapai pada tahun 2000, serta
berpartisipasi dalam rencana aksi global untuk mencegah peningkatan emisi gas rumah kaca.

Sumber: indianeer.co.id

Foto 4
Simbol Kyoto Protokol

Perjanjian ini tidak mengikat secara hukum, tetapi banyak negara melihat bahwa
kesepakatan

tersebut

merupakan

langkah

penting

sehingga

berkomitmen

untuk

menjalankannya. Namun pada tahun 1995, kekhawatiran mulai bermunculan bahwa


kesepakatan yang sudah dicapai mungkin tidak akan berjalan. Sebagai respon, pada tahun
1997, sebuah konferensi untuk membahas masalah ini diadakan di Kyoto, Jepang. Hasil
konferensi lantas disebut sebagai Protokol Kyoto, yang selanjutnya mengikat secara hukum
bagi negara peserta untuk mengurangi emisi karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, sulfur
hexaflourida, senyawa hidro fluoro (HFC), dan perfluorokarbon (PFC). Menurut ketentuan
perjanjian, negara peserta harus mengurangi emisi mereka antara tahun 2008 dan 2012
melalui berbagai cara.
Protokol Kyoto mendorong pembangunan berwawasan lingkungan dan perdagangan
emisi, sehingga memungkinkan negara-negara yang memenuhi kuota untuk menjual kredit
ke negara-negara yang menghadapi kesulitan. Sementara sebagian besar pihak setuju bahwa

perubahan iklim adalah masalah serius, Protokol Kyoto tetap menjumpai tantangan serius
dari sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat.

Sumber: indianeer.co.id

Foto 5
Jargon Kyoto Protokol

Pada tahun 2007, Senat Amerika Serikat menolak meratifikasi Protokol Kyoto,
terutama dalam klausul mengenai tingkat emisi yang diperbolehkan untuk negara-negara
berkembang seperti China.
Penentang Protokol Kyoto mengemukakan berbagai alasan seperti kekhawatiran
akan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan bahwa ketentuan dalam protokol dianggap
terlalu mengikat.
Target penurunan emisi dikenal dengan nama quantified emission limitation and
reducation commitment (QELROs) merupakan pokok permasalahan dalam seluruh urusan
Protokol Kyoto dengan memiliki implikasi serta mengikat secara hukum, adanya periode
komitmen, digunakannya rosot (sink) untuk mencapai target, adanya jatah emisi setiap pihak
di Annex I, dan dimasukannya enam jenis gas rumah kaca seperti CO2, CH4, N2O, HFC,
PFC dan SF6 (basket of gases) dan disertakan dengan CO2.
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim atau yang dikenal sebagai UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada
Pertemuan Bumi di Rio de Jenerio pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda
tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol
Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto,
Jepang.

Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh
141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak perlu menanda
tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi
simbolis saja. Daftar terbaru para pihak yang telah meratifikasinya ada di sini.
Menurut syarat-syarat persetujuan protokol, ia mulai berlaku "pada hari ke-90
setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak
dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi
karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi
mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55
pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18
November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai
berlaku pada 16 Februari 2005.
Syukurlah para ahli lingkungan hidup telah sejak lama memperkirakan tragedi
global warming ini. Di Stockholm pada Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup
Manusia (Human Environmental) tahun 1972, masyarakat internasional bertemu pertama
kalinya untuk membahas situasi lingkungan hidup secara global. Pada peringatan kedua
puluh tahun pertemuan Stockholm tersebut, digelarlah konferensi bumi di Rio de Jainero
tahun 1992. Di konferensi ini ditandatanganilah Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim
(UNFCCC). UNFCC memiliki tujuan utama berupa menstabilkan konsentrasi gas rumah
kaca di atmosfer hingga berada di tingkat aman.
UNFCCC mengatur lebih lanjut ketentuan yang mengikat mengenai perubahan iklim
ini. Desember 1997 di Kyoto, Protokol Kyoto ditandatangani oleh 84 negara dan tetap
terbuka untuk ditandatangani/diaksesi sampai Maret 1999 oleh negara-negara lain di Markas
Besar PBB, New York. Protokol ini berkomitmen bagi 38 negara industri untuk memotong
emisi GRK mereka antara tahun 2008 sampai 2012 menjadi 5,2% di bawah tingkat GRK
mereka di tahun 1990.
Ada tiga mekanisme yang diatur di Protokol Kyoto ini yaitu berupa joint
implementation;

Clean

Development

Mechanism;

dan

Emission

Trading.

Joint

Implementation (implementasi bersama) adalah kerja sama antar negara maju untuk
mengurangi

emisi

GRK

mereka.

Clean

Development

Mechanisme

(Mekanisme

Penmbangunan Bersih) adalah win-win solution antara negara maju dan negara berkembang,
di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat
megurangi emisi GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi (CER) bagi negara maju
tersebut. Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdangan emisi antar negara maju.

Desember 2004, Indonesia pada akhirnya meratifikasi Protokol Kyoto melalui UU


no 17 tahun 2004. Indonesia akan menerima banyak keuntungan dari Protokol Kyoto.
Melalui dana yang disalurkan Indonesia akan bisa meningkatkan kemampuan untuk
beradaptasi dengan perubahan iklim ini. Lewat CDM, Indonesia memiliki potensi
pengurangan emisi sampai sebesar 300 juta ton dan diperkirakan bernilai US$ 1,26 miliar.
Kegiatan CDM lainnya yang tengah dipersiapkan di Indonesia adalah mengganti pembangkit
listrik batubara dengan geoterma, dan efisiensi energi untuk produksi pabrik Indocement.

DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Sulaeman. 2014. KTT BUMI Dari Masa Ke Masa. http://sulaimandjaya.


blogspot.co.id/. Diakses Pada Jumat Tanggal 16 Oktober 2015
Wijaya, Sitra. 2014. KTT BUMI. http://jadi-bisa.blogspot.co.id/. Diakses Pada Jumat
Tanggal 16 Oktober 2015
Wika. 2014. Kyoto Protokol. https://elsdwika.wordpress.com. Diakses Pada Jumat
Tanggal 16 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai